• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI E - FAKTUR WEB BASED & - 2022 PADA KPP PRATAMA SIDOARJO SELATAN

N/A
N/A
MinhHN

Academic year: 2023

Membagikan "IMPLEMENTASI E - FAKTUR WEB BASED & - 2022 PADA KPP PRATAMA SIDOARJO SELATAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Arti Laporan Keuangan

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak – pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. ( Munawir, 2000 : 1 )

Menurut Djarwanto PS dalam bukunya pokok – pokok analisa laporan keuangan menyatakan bahwa laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyajikan laporan kemajuan perusahaan secara periodik. Interprestasi atau analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi penganalisis untuk dapat mengetahui perkembangan serta keadaan keuangan perusahaan pada tahun tersebut. Dengan mengadakan analisis laporan keuangan tersebut, manajer akan dapat mengetahui keadaan perusahaan dan perkembangannya dari tahun yang sebelumnya serta waktu yang sedang berjalan. Di samping itu hasil dari analisis tersebut juga digunakan oleh manajer untuk menyusun rencana atau kebijakan – kebijakan yang akan diambil oleh perusahaan guna perbaikan dari kinerja perusahaan tersebut.

Laporan keuangan ( finansial statement ), memberikan ikhtisar mengenai keadaan finansial suatu perusahaan dimana neraca merupakan laporan yang sistematis

(2)

tentang aktiva, utang serta modal pada suatu tanggal tertentu. Aktiva merupakan bentuk dari penanaman modal perusahaan bentuknya dapat berupa harta kekayaan atau hak atas kekayaan atau jasa yang dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan.

Utang menunjukkan sumber modal yang berasal dari kreditur. Dalam jangka waktu tertentu pihak perusahaan wajib memenuhi tagihan yang berasal dari pihak luar.

Sedangkan modal sendiri merupakan sumber modal yang berasal dari pemilik perusahaan. Bersama – sama dengan modal yang berasal dari kreditur, kemudian ditanamkan dalam berbagai bentuk aktiva perusahaan.

Laporan laba - rugi merupakan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi – laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Laporan laba - rugi terdapat 4 unsur penting yaitu penghasilan yang diperoleh dari usaha pokok perusahaan (penjualan barang dagang /memberikan jasa ) diikuti dengan harga pokok dari barang / jasa yang dijual sehingga diperoleh laba kotor, biaya – biaya operasional yang terdiri dari biaya penjualan dan biaya umum, hasil – hasil yang diperoleh di luar operasi pokok perusahaan yang diikuti dengan biaya – biaya yang terjadi di luar usaha pokok perusahaan, yang terakhir menunjukkan laba atau rugi yang insidentil sehingga akhirnya diperoleh laba bersih sebelum pajak pendapatan.

Bagian manajemen adalah orang yang menggunakan data dari laporan keuangan yang ada dalam perusahaan dan hasil analisis sepenuhnya untuk kepentingan perusahaan, maka analisis yang dilakukan oleh manajemen tersebut disebut dengan “analisis intern”. Selain manajemen, krediturpun sangat

(3)

berkepentingan terhadap laporan keuangan laporan keuangan perusahaan tersebut.

Kreditur sebelum mengambil keputusan untuk menolak atau memberikan kredit.

Hasil analisis berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan yang bersangkutan, untuk melunasi hutang – hutang serta biaya bunga.

Investor berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan guna penentuan kebijakan dalam penanaman modalnya. Bagi investor yang terpenting “rate of return” dari dana yang diinvestasikan dalam surat – surat berharga yang dikeluarkan perusahaan tersebut. Dalam hal ini investor maupun kreditur merupakan “pihak luar” perusahaan sehingga mereka disebut “analis ekstern”. Dengan data yang terbatas dalam laporan keuangan yang dipublikasikan.

B. Analisis

B.1. Analisis Rasio Likuiditas

Sebelum menganalisis rasio likuiditas perlu diketahui bahwa di KPRI

“SEDIA” Tangen memiliki aktiva lancar lebih besar dibandingkan dengan aktiva tetapnya. Hal ini menunjukan bahwa jumlah aktiva lancar yang dapat dijadikan uang dalam waktu singkat lebih mampu menjamin kewajiban – kewajiban jangka pendek apabila dibandingkan dengan aktiva tetapnya.

Rasio likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih ( Munawir, 2000 : 31 ).

(4)

Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “likuid”, dan perusahaan dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar daripada utang lancarnya atau utang jangka pendek. Sebaliknya kalau perusahaan tidak dapat segera memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih, berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “illikuid”. Demikian halnya dengan KPRI

“SEDIA” Tangen, yang harus siap dan mampu memenuhi kewajiban pada saat ditagih. Rasio – rasio likuiditas yang digunakan oleh koperasi adalah sebagai berikut :

B.1.1. Current Ratio

Current ratio merupakan perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan utang lancar. Rasio ini menunjukan bahwa nilai kekayaan lancar ( yang segera dapat dijadikan uang ) ada sekian kalinya utang jangka pendek karena rasio ini menunjukan seberapa jauh tagihan ataupun utang jangka pendek dapat ditutup oleh aktiva lancar yang segera dapat dijadikan uang, maka current ratio menunjukan tingkat keamanan ( margin of safety ) bagi kreditur jangka pendek. Secara sistematis current ratio dapat dituliskan sebagai berikut :

Current Ratio = Aktiva lancar x 100%

Utang lancar

(5)

Berikut ini hasil perhitungan current ratio KPRI “SEDIA” Tangen selama tahun 1999 sampai dengan tahun 2003.

Tabel 2.1

Perhitungan Current Ratio KPRI “SEDIA”

Th 1999 - 2003 ( dalam rupiah )

Keterangan Th 1999 Th 2000 Th 2001 Th 2002 Th 2003

Aktiva lancar 367.132.720 436.971.400 596.339.311 797.990.403 1.034.292.564 Utang lancar 51.076.210 82.134.170 130.313.793 223.380.269 282.596.247 Current ratio 718,79 % 532,02 % 457,61 % 357,23 % 365,99 %

Naik ( turun ) ( 186,77 % ) ( 74,41 % ) ( 100,38 % ) 8,76 %

Sumber : Data Primer KPRI “SEDIA” Tangen ( diolah )

Berdasarkan hasil analisis current ratio. Tahun 1999 diperoleh current ratio sebesar 718,79 % yang berarti setiap Rp. 1,00 utang lancar dijamin dengan Rp.

7,1879 aktiva lancar, dari perhitungan current ratio ini dapat dikatakan bahwa KPRI

“SEDIA” Tangen di tahun 1999 dalam keadaan likuid, berdasarkan suatu standar perusahaan yang menganggap current ratio lebih dari 200% itu likuid. Hal ini bukan suatu ketentuan tapi berdasarkan kebiasaan dalam suatu perusahaan dan akan digunakan sebagai titik tolak ukur mengadakan analisa lebih lanjut ( Munawir 2000 : 72 ).

Tahun 2000 diperoleh current ratio sebesar 532,02%, yang berarti setiap Rp.

1,00 utang lancar dijamin dengan Rp. 5,3202 aktiva lancar. Current ratio ini mengalami penurunan sebesar 186,77% dari tahun sebelumnya, penurunan ini disebabkan proporsi kenaikan utang lancar yaitu utang PPh yang terdapat pada tahun

(6)

2000, sehingga utang lancar menjadi lebih besar dibanding aktiva lancar.Meskipun current ratio mengalami penurunan namun KPRI “SEDIA” dalam keadaan likuid.

Tahun 2001 diperoleh current ratio 457,61%, yang berarti setiap Rp. 1,00 utang lancar dijamin dengan Rp. 4,5761 aktiva lancar. Current ratio ini mengalami penurunan sebesar 74,41% dari tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan kenaikan utang lancar pada hutang simpanan manasuka dengan adanya utang lain – lain yang tidak sebanding dengan kenaikan aktiva lancar. Meskipun mengalami penurunan tetapi masih dalam keadaan likuid.

Tahun 2002 current ratio sebesar 357,23%, yang berarti setiap Rp. 1,00 utang lancar dijamin dengan Rp. 3,5723 aktiva lancar. Current ratio ini mengalami penurunan sebesar 100,38% dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan timbulnya utang lain – lain yang terdapat dalam tahun 2002, sehingga proporsi aktiva lancar dengan utang lancar tidak sebanding. Meskipun current ratio di tahun ini rendah dan mengalami penurunan keadaan KPRI “SEDIA” masih likuid.

Tahun 2003 current ratio sebesar 365,99%, yang berarti setiap Rp. 1,00 utang lancar dijamin dengan Rp. 3,6599 aktiva lancar. Current ratio di tahun ini mengalami kenaikan sebesar 8,76% dari tahun sebelumnya, kenaikan ini disebabkan bertambahnya aktiva lancar pada piutang yang cukup besar dibanding dengan utang lancar. Dari hasil perhitungan current ratio dapat ditarik kesimpulan dalam 5 tahun mengalami perkembangan yang cukup berarti walaupun current ratio mengalami penurunan selama tiga tahun berturut – turut namun KPRI “SEDIA” Tangen masih dalam keadaan likuid.

(7)

B.1.2. Working Capital to Total Asset

Working Capital to Total Asset merupakan selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar dan dibagi dengan total aktiva. Rasio ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar modal kerja yang dimiliki koperasi. Semakin besar modal kerja maka semakin besar pula aktiva yang dimiliki, berarti semakin besar kemampuan koperasi untuk melunasi kewajiban – kewajibannya. Secara sistematis perhitungan Working Capital to Total Asset adalah sebagai berikut :

Working Capital to Total Asset = Aktiva Lancar – Utang Lancar x 100%

Total Aktiva

Tabel 2.2

Perhitungan Working Capital to Total Asset Tahun 1999 – 2003

( dalam rupiah)

Keterangan Th 1999 Th 2000 Th 2001 Th 2002 Th 2003

Aktiva lancar 367.132.720 436.971.400 596.339.311 797.990.403 1.034.292.564 Utang lancar 51.076.210 82.134.170 130.313.793 223.380.269 282.596.247 Modal kerja 316.056.510 354.837.230 466.025.518 574.610.134 751.696.317 Total aktiva 429.118.170 501.352.250 664.647.133 848.730.292 1.111.365.953 WCTA 73.65% 70.77% 70,11% 67,70% 67,63%

Naik ( turun ) ( 2,88% ) ( 0,66% ) ( 2,41% ) ( 0,07% )

Sumber : Data Primer KPRI “SEDIA” Tangen ( diolah )

Berdasarkan analisis Working Capital to Total Asset. Tingkat likuiditas KPRI

“SEDIA” dari tahun 1999 – 2003 dijelaskan sebagai berikut :

(8)

Pada tahun 1999, diperoleh Working Capital to Total Asset sebesar 73,65%

ini berarti bahwa 73,65% aktiva yang bisa diubah menjadi kas dalam waktu singkat.

Likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja cukup baik. Jadi KPRI “SEDIA”

mempunyai kondisi likuid dalam analisis Working Capital to Total Asset.

Tahun 2000, diperoleh Working Capital to Total Asset sebesar 70,77% yang berarti bahwa 70,77% total aktiva yang bisa diubah menjadi kas dalam waktu yang singkat. Setelah melunasi utang lancarnya, Working Capital to Total Asset ini mengalami penurunan sebesar 2,88% dari tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh proporsi kenaikan total aktiva lebih besar daripada proporsi kenaikan modal kerja yaitu sebesar 116,83% dari tahun sebelumnya . Likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja baik.

Tahun 2001, diperoleh Working Capital to Total Asset sebesar 70,11% yang berarti bahwa 70,11% total aktiva yang bisa diubah menjadi kas dalam waktu yang singkat. Setelah melunasi utang lancarnya, Working Capital to Total Asset ini mengalami penurunan sebesar 0,66% dari tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh proporsi kenaikan total aktiva lebih besar daripada proporsi kenaikan modal kerja yaitu sebesar 127,69% dari tahun sebelumnya . Likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja cukup baik diatas 50%.

Tahun 2002, diperoleh Working Capital to Total Asset sebesar 67,70% yang berarti bahwa 67,70% total aktiva yang bisa diubah menjadi kas dalam waktu yang singkat. Setelah melunasi utang lancarnya, Working Capital to Total Asset ini mengalami penurunan sebesar 2,41% dari tahun sebelumnya. Penurunan ini

(9)

disebabkan oleh proporsi kenaikan total aktiva lebih besar daripada proporsi kenaikan modal kerja yaitu sebesar 127,69% dari tahun sebelumnya . Likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja cukup baik.

Tahun 2003, diperoleh Working Capital to Total Asset sebesar 67,63% yang berarti bahwa 67,63% total aktiva yang bisa diubah menjadi kas dalam waktu yang singkat. Setelah melunasi utang lancarnya, Working Capital to Total Asset ini mengalami penurunan sebesar 0,07% dari tahun sebelumnya.

Hasil analisis rasio likuiditas pada KPRI “SEDIA” Tangen dengan current ratio, quick ratio dan working capital to total asset, dari tahun 1999 sampai dengan 2003 terdapat banyak perkembangan yang dapat dilihat dalam grafik kurva berikut ini:

718.79

532.02

457.61

357.23 365.99

73.65 70.77 70.11 67.7 67.63

0 100 200 300 400 500 600 700 800

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Tahun

Persen (%)

current ratio WCTA

Gambar 2.1. Kurva Current Ratio dan Working Capital to Total Asset

(10)

Dari kurva di atas dapat ditarik kesimpulan dalam 5 tahun KPRI “SEDIA”

Tangen mengalami banyak perubahan current ratio mengalami penurunan dari tahun 1999 sampai dengan 2002 dan di tahun 2003 mengalami kenaikan yang tidak berarti.

Sedangkan working capital to total asset mengalami penurunan dalam setiap tahun.

B.2. Analisis Rasio Solvabilitas

Solvabilitas perusahaan menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila sekiranya perusahaan tersebut pada saat dilikuidasikan ( Bambang R. 1995 : 32 ). Suatu perusahaan yang solvabel berarti bahwa perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua utang – utangnya. Sebaliknya apabila jumlah aktiva tidak cukup atau lebih kecil dari jumlah utangnya, maka perusahaan tersebut dalam keadaan insolvabel. Ratio solvabilitas yang digunakan adalah sebagai berikut :

B.2.1. Total Asset to Total Debt Ratio

Pada umumnya rasio ini merupakan perbandingan antara total utang dan total aktiva, tapi dalam analisis ini sengaja dilakukan dengan perbandingan terbalik yaitu membandingkan antara total aktiva dengan total utang. Hal ini dilakukan karena solvabilitas dinilai dengan membandingkan antara seluruh aktiva dengan seluruh kewajiban koperasi. Semakin tinggi total asset to total debt ratio akan semakin baik tingkat solvabilitas koperasi, karena total aktiva yang dijadikan jaminan utang

(11)

semakin besar. Secara sistematis perhitungan total asset to total debt ratio adalah sebagai berikut :

Total Asset to Total Debt Ratio = Total Aktiva x 100%

Total Utang

Tabel 2.3

Perhitungan Total Asset to Total Debt Ratio Tahun 1999 – 2003

( dalam rupiah )

Keterangan Th 1999 Th 2000 Th 2001 Th 2002 Th 2003

Total aktiva 429.118.170 501.352.250 664.647.133 848.730.292 1.111.365.953 Total utang 135.024.020 161.667.380 240.621.366 341.342.326 509.426.099 TAtTDR 317,80% 310,11% 276,22% 248,64% 218,16%

Naik ( turun ) ( 7,69% ) ( 61,47% ) ( 27,58% ) ( 30,48% )

Sumber : Data Primer KPRI “SEDIA” Tangen ( diolah )

Berdasarkan hasil analisis total asset to total debt ratio, tingkat solvabilitas KPRI “SEDIA” Tangen tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 dapat dijelaskan sebagai berikut ini :

Tahun 1999 diperoleh total asset to total debt ratio sebesar 317,80% ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 utang dijamin oleh Rp. 3,1780 total aktiva.

Tahun 2000 diperoleh total asset to total debt ratio sebesar 310,11% ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 utang dijamin oleh Rp. 3,1011 total aktiva.

Tahun 2001 diperoleh total asset to total debt ratio sebesar 276,22% ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 utang dijamin oleh Rp. 2,7622 total aktiva.

(12)

Tahun 2002 diperoleh total asset to total debt ratio sebesar 248,64% ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 utang dijamin oleh Rp. 2,4864 total aktiva.

Tahun 2003 diperoleh total asset to total debt ratio sebesar 218,16% ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 utang dijamin oleh Rp. 2,1816 total aktiva.

Dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 total asset to total debt ratio mengalami penurunan. Hal ini disebabkan bertambahnya total utang terutama pada utang jangka pendek, khususnya utang simpanan manasuka dari anggota yang tidak sebanding dengan total aktivanya.

B.2.2. Fixed Asset to Long Debt Ratio

Fixed Asset to Long Debt Ratio adalah perbandingan antara aktiva tetap dengan utang jangka panjang. Suatu rasio yang merupakan ukuran tentang tingkat keamanan yang dimiliki oleh kreditur jangka panjang ( Munawir. 2000 : 84 ). Secara sistematis perhitungan fixed asset to long debt ratio adalah sebagai berikut :

Fixed Asset to Long Debt Ratio = Aktiva tetap x 100%

Utang jangka panjang

(13)

Tabel 2.4

Perhitungan Fixed Asset to Long Debt Ratio Tahun 1999 – 2003

( dalam rupiah )

Keterangan Th 1999 Th 2000 Th 2001 Th 2002 Th 2003

Aktiva tetap 26.990.300 29.380.850 33.307.802 50.739.889 60.939.389 Utang J Panjang 83.947.810 79.533.210 110.307.573 117.962.057 226.829.852 FAtLDR 32,15% 36,94% 30,19% 43,01% 26,86%

Naik ( turun ) 4,79% ( 6,75% ) 12,82% ( 16,15% )

Sumber : Data Primer KPRI “SEDIA” Tangen ( diolah )

Berdasarkan hasil analisis fixed asset to long debt ratio. Tingkat solvabilitas KPRI “SEDIA” Tangen tahun 1999 sampai dengan tahun 2003, dapat dijelaskan sebagai berikut ini:

Tahun 1999 diperoleh fixed asset to long debt ratio sebesar 32,15% ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 utang jangka panjang dijamin Rp. 0,3215 aktiva tetap.

Tahun 2000 diperoleh fixed asset to long debt ratio sebesar 36,94% ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 utang jangka panjang dijamin Rp. 0,3694 aktiva tetap. Fixed Asset to Long Debt Ratio mengalami kenaikan sebesar 4,79% dari tahun sebelumnya.

Tahun 2001 diperoleh fixed asset to long debt ratio sebesar 30,19% ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 utang jangka panjang dijamin Rp. 0,3019 aktiva tetap. Fixed Asset to Long Debt Ratio mengalami penurunan sebesar 6,75% dari tahun sebelumnya.

Tahun 2002 diperoleh fixed asset to long debt ratio sebesar 43,01% ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 utang jangka panjang dijamin Rp. 0,4301 aktiva tetap. Fixed

(14)

Asset to Long Debt Ratio mengalami kenaikan sebesar 12,82% dari tahun sebelumnya.

Tahun 2003 diperoleh fixed asset to long debt ratio sebesar 26,86% ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 utang jangka panjang dijamin Rp. 0,2686 aktiva tetap. Fixed Asset to Long Debt Ratio mengalami penurunan sebesar 16,15% dari tahun sebelumnya.

Kurva dari total asset to total debt ratio dan fixed asset to long debt ratio dapat dilihat sebagai berikut ini :

317.8 310.11

276.22

248.64

218.16

32.15 36.94 30.19 43.01 26.86

0 50 100 150 200 250 300 350

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Tahun

Persen %

Total Asset to Total Debt Ratio Fixed Asset to Long Debt Ratio

Gambar 2.2. Kurva Total Asset to Total Debt Ratio dan Fixed Asset to Long Debt Ratio

B.3. Analisis Rasio Rentabilitas

(15)

Ratio rentabilitas merupakan suatu rasio untuk mengukur hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan – keputusan perusahaan atau koperasi.

Rentabilitas menunjukan kemampuan perusahaan atau koperasi untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Ratio rentabilitas suatu perusahaan atau koperasi dapat diukur dengan kesuksesan dan kemampuan dalam menggunakan aktivanya secara produktif ( Munawir, 2000 : 33 ), dengan demikian rentabilitas dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan atau koperasi tersebut. Ratio rentabilitas yang digunakan adalah sebagai berikut ini.

B.3.1. Rate of Return an Total Asset

Rate of Return an Total Asset merupakan perbandingan antara SHU setelah pajak dengan total aktiva. Rasio ini menunjukan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Secara sistematis perhitungan Rate of Return an Total Asset adalah sebagai berikut ini.

Rate of Return an Total Asset = SHU setelah pajak x 100%

Total Aktiva

Tabel 2.5

Perhitungan Rate of Return an Total Asset

(16)

Tahun 1999 – 2003 ( dalam rupiah )

Keterangan Th 1999 Th 2000 Th 2001 Th 2002 Th 2003

SHU setelah pajak 24.887.405 20.993.625 47.294.834 50.979.633 64.211.031 Total aktiva 429.118.170 501.352.250 664.647.133 848.730.292 1.111.365.953 RoRaTA 5,79% 4,18% 7,11% 6,00% 5,77%

Naik ( turun ) (1,61%) 2,93% ( 1,11% ) ( 0,23%)

Sumber : Data Primer KPRI “SEDIA” Tangen ( diolah )

Berdasarkan hasil analisis Rate of Return an Total Asset. Tahun 1999 diperoleh Rate of Return an Total Asset sebesar 5,79% yang berarti setiap Rp. 1,00 modal menghasilkan keuntungan Rp. 0,0579 bagi setiap investor.

Tahun 2000 diperoleh Rate of Return an Total Asset sebesar 4,18% yang berarti setiap Rp. 1,00 modal menghasilkan keuntungan 0,0418. Pada tahun ini Rate of Return an Total Asset mengalami penurunan sebesar 1,61% dari tahun sebelumnya.

Tahun 2001 diperoleh Rate of Return an Total Asset sebesar 7,11% yang berarti setiap Rp. 1,00 modal menghasilkan keuntungan 0,0711. Pada tahun ini Rate of Return an Total Asset mengalami kenaikan sebesar 2,93% dari tahun sebelumnya.

Tahun 2002 diperoleh Rate of Return an Total Asset sebesar 6,00% yang berarti setiap Rp. 1,00 modal menghasilkan keuntungan 0,06. Pada tahun ini Rate of Return an Total Asset mengalami penurunan sebesar 1,11% dari tahun sebelumnya.

(17)

Tahun 2003 diperoleh Rate of Return an Total Asset sebesar 5,77% yang berarti setiap Rp. 1,00 modal menghasilkan keuntungan 0,0577. Pada tahun ini Rate of Return an Total Asset mengalami penurunan sebesar 0,23% dari tahun sebelumnya.

B.3.2. Rentabilitas Modal Sendiri

Rentabilitas modal sendiri merupakan perbandingan antara sisa hasil usaha dengan modal sendiri yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan. Sisa hasil usaha yang digunakan dalam analisa yaitu menggunakan laba bersih setelah dikurangi bunga pinjaman modal dan setelah dikurangi pajak, adapun modal yang digunakan adalah modal sendiri yang dimiliki. Secara sistematis rentabilitas modal sendiri KPRI

“SEDIA” Tangen sebagai berikut ini.

Rentabilitas Modal Sendiri = SHU setelah pajak x 100%

Modal Sendiri Tabel 2.6

Perhitungan Rentabilitas Modal Sendiri Tahun 1999 – 2003

( dalam rupiah )

Keterangan Th 1999 Th 2000 Th 2001 Th 2002 Th 2003

SHU 24.887.405 20.993.625 47.294.834 50.979.633 64.211.037 Modal sendiri 269.206.745 318.691.245 376.730.933 456.408.433 537.728.823 RMS 9,24% 4,04% 12,55% 11,16% 11,94%

Naik ( turun ) ( 5,2% ) 8,51% ( 1,39% ) 0,78%

Sumber : Data Primer KPRI “SEDIA” Tangen ( diolah )

(18)

Berdasarkan hasil analisis rentabilitas modal sendiri. Tingkat rentabilitas KPRI “SEDIA” Tangen tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

Tahun 1999, diperoleh rentabilitas modal sendiri sebesar 5,24% hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 modal sendiri yang dimiliki koperasi mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,0524.

Tahun 2000, diperoleh rentabilitas modal sendiri sebesar 4,04% hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 modal sendiri yang dimiliki koperasi mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,0404. Pada tahun ini rentabilitas modal sendiri mengalami penurunan sebesar 5,2% dari tahun sebelumnya.

Tahun 2001, diperoleh rentabilitas modal sendiri sebesar 12,55% hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 modal sendiri yang dimiliki koperasi mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,1255. Pada tahun ini rentabilitas modal sendiri mengalami kenaikan sebesar 8,51% dari tahun sebelumnya.

Tahun 2002, diperoleh rentabilitas modal sendiri sebesar 11,16% hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 modal sendiri yang dimiliki koperasi mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,1116. Pada tahun ini rentabilitas modal sendiri mengalami penurunan sebesar 1,39% dari tahun sebelumnya.

Tahun 2003, diperoleh rentabilitas modal sendiri sebesar 11,94% hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 modal sendiri yang dimiliki koperasi mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,1194. Pada tahun ini rentabilitas modal sendiri mengalami kenaikan sebesar 0,78% dari tahun sebelumnya.

(19)

9.24

4.04

12.55

11.16 11.94

5.79 4.18

7.11 6 5.77

0 2 4 6 8 10 12 14

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Tahun

Persen (%)

Rentabilitas Modal Sendiri Rate of Return an Total Asset

Gambar 2.3. Kurva Rate of Return an Total Asset dan Rentabilitas Modal Sendiri Dari kurva rentabilitas modal sendiri dapat dilihat bahwa pada tahun 2000 mengalami penurunan yang sangat tajam. Adanya penurunan ini disebabkan krisis moneter yang menyebabkan naiknya harga barang – barang yang mengakibatkan melambungnya biaya – biaya tidak terduga atau biaya – biaya lain yang lebih besar dari rencana. Sehingga dengan bertambahnya biaya – biaya tersebut akan mengurangi laba yang telah didapat KPRI “SEDIA” Tangen.

(20)

Referensi

Dokumen terkait