• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE PADA KOMPONEN KRITIS TURBIN UAP DI PT MADUBARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "IMPLEMENTASI METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE PADA KOMPONEN KRITIS TURBIN UAP DI PT MADUBARU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL DISPROTEK

ISSN: 2088-6500 (p); 2548-4168 (e) Vol 14, No. 2, Juli 2023, hlm. 139-148

DOI: 10.34001/jdpt https://ejournal.unisnu.ac.id/JDPT

139

IMPLEMENTASI METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE PADA KOMPONEN KRITIS TURBIN UAP DI PT MADUBARU

IMPLEMENTATION OF RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE METHOD ON CRITICAL COMPONENTS OF STEAM TURBINE AT PT MADUBARU

Maria Eva Susanti Lelu1*, Widya Setiafindari2

1,2Program Studi Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Teknologi Yogyakarta Email : 1*[email protected], 2[email protected],

*Penulis Korespondensi

Abstrak - Turbin uap adalah suatu mesin yang dapat digunakan untuk mengubah energi panas dari uap menjadi energi gerak sehingga dapat menghasilkan energi listrik. Sebagai sumber energi listrik, PT Madubaru memanfaatkan turbin uap ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai Mean Time To Failure atau MTTF dan nilai Mean Time To Repair atau MTTR serta komponen mana pada turbin uap ini yang memiliki nilai Risk Priority Number (RPN) tertinggi berdasarkan analisis FMEA. Studi ini menggunakan analisis FMEA dan metode Reliability Centered Maintenance (RCM). Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan diketahui bahwa komponen yang paling kritis yaitu komponen coupling dengan tingkat persentase kerusakan sebesar 21,62% dari komponen lainnya. Berdasarkan perhitungan nilai MTTF didapatkan hasil yaitu 1863,74 hal ini berarti bahwa komponen coupling perlu melakukan perawatan atau pengecekan setelah beroperasi selama 1863.74 jam atau sekitar 77.656 hari. Selain itu, untuk perhitungan nilai MTTR didapatkan hasil yaitu 0.7941 jam ini berarti bahwa komponen coupling membutuhkan waktu selama 0.7941 jam untuk perbaikannya. Sedangkan analisis FMEA didapatkan hasil bahwa komponen coupling mendapat nilai RPN tertinggi yaitu sebesar 24 dari komponen lainnya. Penyebab yang terjadi dikarenakan membran coupling yang putus sehingga menghambat proses produksi karena perlu dilakukan perbaikan pada komponen tersebut.

Kata kunci: Turbin Uap; Reliability Centered Maintenance; FMEA; Diagram Pareto; Perawatan;

Abstract - Steam turbine is a machine that can be used to convert heat energy from steam into mechanical energy so that it can produce electrical energy. As a source of electrical energy, PT Madubaru utilizes this steam turbine.

The purpose of this research is to determine the Mean Time To Failure or MTTF and Mean Time To Repair or MTTR values and which components of this steam turbine have the highest Risk Priority Number (RPN) based on FMEA analysis. This study uses FMEA analysis and the Reliability Centered Maintenance (RCM) method. From the results of data processing that has been done it is known that the most critical component is the coupling component with a damage percentage level of 21.62% of the other components. Based on the calculation of the MTTF value, the result is 1863.74, this means that the coupling component needs to be maintained or checked after operating for 1863.74 hours or around 77,656 days. In addition, for the calculation of the MTTR value, the result is 0.7941 hours, which means that the coupling component takes 0.7941 hours to repair. While the FMEA analysis showed that the coupling component received the highest RPN value of 24 out of the other components.

The cause that occurred was due to a broken coupling membrane which hampered the production process because it was necessary to repair the component.

Keywords: Steam Turbine; Reliability Centered Maintenance; FMEA; Diagram Pareto; Maintenance;

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

1. PENDAHULUAN

PT Madubaru merupakan suatu perusahan manufaktur yang memproduksi gula kristal dan ethanol. Bahan baku yang digunakan yaitu tebu. Tebu yang didatangkan akan diolah dengan cara digiling, diambil air niranya kemudian di murnikan dan dimasak hingga mengental kemudian di putar sampai terbentuk menjadi gula kristal yang baik. Pengolahan bahan baku ini menggunakan berbagai alat, salah satunya turbin uap. Perangkat yang

(2)

dikenal sebagai turbin uap mampu mengubah energi uap menjadi energi kinetik. Mesin lain dalam proses produksi akan digerakkan oleh energi yang dilepaskan oleh turbin uap.

Reliability Centered Maintenance (RCM) merupakan sebuah teknik yang dikenal sebagai pemeliharaan yang berpusat pada keandalan. RCM juga dapat digunakan untuk menentukan jenis perawatan yang dibutuhkan setiap asset [1]. Panjaitan dan Kurniawan menjelaskan bahwa perawatan yang dibutuhkan untuk setiap peralatan berbeda- beda. Hal ini bergantung pada konteks setiap operasinya [2] sedangkan Muhammad Indra mengatakan bahwa RCM juga dapat digunakan untuk memastikan beberapa komponen dari suatu alat atau mesin untuk terus berfungsi dan berjalan dengan baik sehingga dapat meminimalisirkan downtime pada mesin tersebut [3].

Turbin uap sering mengalami kerusakan saat digunakan sehingga menyebabkan downtime. Data record pada komponen turbin uap yang diperoleh menunjukkan hal ini. Tercatat beberapa komponen turbin mengalami kerusakan antara tahun 2021 hingga 2022. Komponen coupling paling banyak mengalami kerusakan yaitu sebanyak 9 kali kemudian komponen bearing dan valve mengalami kerusakan sebanyak 7 kali, komponen filter sebanyak 6 kali, komponen gear sebanyak 4 kali, komponen rotor dan shaft seal sebanyak 2 kali dan terakhir komponen casing sebanyak 1 kali. Bila hal ini terus berlanjut maka proses produksi yang seharus nya dapat berjalan terus menjadi tertunda atau delay dikarenakan kerusakan pada beberapa komponen tersebut.

Tujuan dari penelitian ini dengan menggunakan RCM pada turbin uap di stasiun penggilingan yaitu untuk meningkatkan kinerja turbin uap dengan menganalisis bagian-bagian penting turbin uap. Komponen kritis yang sering mengalami kerusakan akan dilakukan analisis untuk dilihat batas waktu bertahannya sehingga kedepannya komponen kritis tersebut akan selalu dilakukan pengecekan dan perbaikan pada batas waktu yang ditentukan sehingga dapat meminimalisirkan downtime dan proses produksi juga bisa berjalan dengan baik. Dengan menganalisis data menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif melalui RCM ini maka akan dapat menentukan penyebab masalah dan menawarkan solusi terbaik kedepannya [4].

Penelitian terhadap komponen turbin uap menggunakan metode RCM penting dilakukan guna meningkatkan kinerja mesin, mengurangi downtime, mengoptimalkan biaya perawatan, meningkatkan keamanan dan lingkungan kerja. Dengan begitu perusahaan dapat mengembangkan strategi perawatan yang lebih efektif untuk meminimalkan kegagalan dan meningkatkan efisiensi operasioanl pada turbin uap. Metode RCM ini berperan penting dalam hal mengembangkan dan memperkaya keilmuan dalam bidang perawatan dan keandalan dari suatu peralatan. Metode ini dapat memberikan kerangka kerja yang kuat dan teruji untuk menganalisis kegagalan, mengoptimalkan strategi perawatan dan mengelola risiko yang terkait dengan peralatan.

2. METODE PENELITIAN 2.1. Landasan Teori

Kajian literatur penelitian ini mencakup referensi dari penelitian sebelumnya serta beberapa jurnal. Salah satu sumber yang digunakan dalam penelitian diantaranya oleh Ardhi dengan judul “Minimasi Downtime Pada Unit Shore To Ship Dengan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) di PT Mitra Sentosa Abadi”, Menurut data yang diterima, sejak Juli hingga Desember 2017 telah terjadi beberapa kali breakdown di unit SHS dengan total waktu selama 15,37 jam. Nilai downtime menurun sekitar 56% dari 425,2 menit atau 7,1 jam dalam enam bulan menjadi 120 menit atau 2 jam dalam tiga bulan setelah dilakukan pengolahan data [5]. Ada penelitian lain yang dilakukan oleh Hakim dengan judul “Implementasi RCM pada mesin diesel Deutz 20 kVA”, dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa alternator merupakan komponen pada mesin genset diesel yang paling sering mengalami kerusakan. Pemilihan ini didasarkan pada kerusakan terbanyak dan periode downtime terlama selama kurang lebih 3 tahun. Nilai MTTF pada Alternator adalah 25305 jam, menandakan bahwa setelah beroperasi selama 25305 jam maka komponen tersebut akan kembali rusak. Sedangkan nilai MTTR pada Alternator adalah 22,54 jam yang berarti bahwa rata-rata waktu yang diperlukan untuk memperbaiki komponennya adalah 22,54 jam. Alternator bisa dikatakan masih memiliki fungsi yang baik berdasarkan dari hasil perhitungan nilai keandalan karena rata-rata interval nilainya masih berada dalam rentang 0 sampai R(t) 1. Perawatan preventif dan berbasis waktu adalah jenis perawatan yang sesuai untuk komponen alternator jika nilainya lebih besar dari 1 [6].

2.2.1. Perawatan

Tindakan suatu perawatan mengacu pada langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menjaga agar mesin tetap dalam keadaan baik sehingga bagian-bagian mesin dapat bekerja lebih baik dan lebih efisien. Cahyono memaknai bahwa perawatan merupakan perpaduan dari beberapa tindakan yang harus dilakukan untuk memelihara kinerja dari suatu mesin atau peralatan yang digunakan serta kemampuan untuk memperbaikinya sehingga kondisi tersebut dapat menjamin fungsional dari setiap mesin yang digunakan pada lantai produksi [7].

2.2.2. Reliability Centered Maintenance (RCM)

Reliability Centered Maintenance atau biasa disingkat RCM adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk fokus pada tugas-tugas yang paling mungkin guna meningkatkan sistem keandalan dari kinerja keseluruhan alat atau mesin yang bersangkutan. RCM ini dapat juga digunakan untuk mengetahui ketahanan dari peralatan atau mesin dalam waktu yang lama [8].

(3)

Berikut ini tiga tujuan dari penerapan RCM:

1. Untuk memudahkan dalam melakukan perawatan rutin.

2. Mengumpulkan data yang dapat digunakan untuk meningkatkan desain mesin yang ditemukan kurang reliabilitas.

3. Dapat menetapkan pemeliharaan preventif dan tugas terkait yang dapat mengembalikan keandalan ke tingkat semula.

2.2.3. Pola Distribusi

Terdapat empat distribusi yang digunakan antara lain:

1. Pola Distribusi Normal

Distribusi gaussian atau nama lain dari distribusi normal merupakan apropriasi yang paling dikenal luas dan sering digunakan dalam pengukuran statitik. Nilai mean atau rata-rata dan nilai standar deviasi merupakan parameter yang digunakan dalam distribusi ini.

2. Pola Distribusi Lognormal

Distribusi lognormal ini merupakan salah satu jenis distribusi probabilitas yang menggambarkan variabel tidak beraturan dengan skala logaritmik. Mean atau nilai tengah merupakan parameter yang digunakan dalam distribusi ini.

3. Pola Distribusi Eksponensial

Distribusi eksponensial adalah distribusi untuk menganalisis waktu antara kejadian yang terjadi secara acak dan independen dengan tingkat kejadian konstan. Distribusi ini memiliki tingkat kegagalan konstan seiring dengan waktu dan tidak memiliki efek memori (memoryless). Distribusi ini menggunakan parameter nilai λ atau rata-rata kerusakan.

4. Pola Distribusi Weibull

Analisis kegagalan peralatan sering menggunakan distribusi probabilitas yang dikenal sebagai distribusi weibull. Distribusi ini berguna untuk mendemonstrasikan kemungkinan kegagalan dan menilai tingkat kegagalan selama rentang waktu tertentu. Distribusi ini menggunakan dua parameter yaitu nilai shape atau bentuk dan nilai scala atau skala.

2.2.4. Main Time To Failure (MTTF)

Nilai rata-rata atau durasi kerusakan disebut juga dengan MTTF atau Mean Time to Failure. Untuk mendapatkan nilai MTTF dari setiap distribusi bisa dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah ini:

1. Distribusi Normal

𝑀𝑇𝑇𝐹 = 𝜇 (1.1)

2. Distribusi Lognormal 𝑀𝑇𝑇𝐹 = 𝑇𝑚𝑒𝑑. 𝑒𝑥𝑝(

𝑆2

2) (1.2)

3. Distribusi Eksponensial 𝑀𝑇𝑇𝐹 =1

𝜆 (1.1)

4. Distribusi Weibull 𝑀𝑇𝑇𝐹 = 𝜃. Γ (1 −1

𝛽) (1.4)

2.2.5. Main Time To Repair (MTTR)

Nilai rata-rata atau durasi perbaikan disebut juga dengan MTTR atau Mean Time to Repair. Untuk mendapatkan nilai MTTR dari setiap distribusi bisa dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah ini:

1. Distribusi Normal 𝑀𝑇𝑇𝐹 = 𝑇𝑚𝑒𝑑. 𝑒𝑥𝑝(

𝑆2

2) (1.5)

2. Distribusi Lognormal 𝑀𝑇𝑇𝐹 = 𝑇𝑚𝑒𝑑. 𝑒𝑥𝑝(

𝑆2

2) (1.6)

3. Distribusi Eksponensial 𝑀𝑇𝑇𝐹 =1

𝜆 (1.7)

4. Distribusi Weibull 𝑀𝑇𝑇𝐹 = 𝜃. Γ (1 +1

𝛽) (1.8)

2.2.6. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

FMEA adalah strategi subyektif untuk menyelesaikan perbaikan konstan dan memeriksa kegagalan yang nantinya diharapkan dapat membuat suatu langkah-langkah guna mencegah atau mungkin mengurangi efek dari kegagalan tersebut [9].

(4)

Untuk mendapatkan nilai dari Risk Priority Number (RPN) pada tabel FMEA diperlukan beberapa penentuan nilai antara lain:

1. Severity

Dalam menetukan tingkat severity atau tingkat kerusakan suatu alat atau mesin dibutuhkan analisis kerusakan menggunakan kriteria dari severity itu sendiri. Berikut ini kriteria dari severity yang bisa dilihat pada tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Klasifikasi Severity

Klasifikasi Kriteria Nilai

Berbahaya tanpa peringatan

Tingkat kegagalan sangat tinggi ketika potensi kegagalan berakibat terhadap keamanan tanpa ada peringatan

sebelumnya.

10 Berbahaya dengan

peringatan

Tingkat kegagalan sangat tinggi ketika potensi kegagalan berakibat terhadap keamanan ada peringatan sebelumnya 9

Sangat tinggi Mesin tidak beroperasi 8

Tinggi Mesin beroperasi tapi dengan performa kurang, sangat

tidak puas terhadap kinerja mesin peralatan. 7 Sedang

Mesin beroperasi tapi tingkat kenyamanan performa kurang. Sebagian tidak puas terhadap kinerja mesin

peralatan.

6 Rendah Tingkat kegagalan mesin tidak terpenuhi, kerusakan di

rasakan 75% 5

Sangat Tinggi Tingkat kegagalan mesin tidak terpenuhi, kerusakan di

rasakan 50% 4

Minor Tingkat kegagalan mesin tidak terpenuhi, kerusakan di

rasakan 35% 3

Sangat minor Tingkat kegagalan mesin tidak terpenuhi, kerusakan

dirasakan 25% 2

Tidak ada Hampir tidak ada efek 1

2. Occurrence

Occurrence atau frekuensi dapat ditentukan dengan melihat seberapa banyak gangguan yang bisa menyebabkan sebuah kegagalan pada peralatan atau komponen mesin. Berikut ini kriteria dari occurrence yang bisa dilihat pada tabel 2 dibawah ini:

Tabel 2. Klasifikasi Occurrence

Klasifikasi Kriteria Nilai

Sangat tinggi Kegagalan yang tak terganti 10 dan 9

Tinggi Kegagalan yang berulang 8 dan 7

Sedang Kegagalan sekali 6 dan 5

Rendah Sedikit sekali 4.3 dan 2

Sangat rendah Sangat sedikit kegagalan 1

3. Detection

Detection atau tingkat deteksi dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana kegagalan tersebut dapat diketahui sebelum terjadi. Berikut ini kriteria penelitian detection yang bisa dilihat pada tabel 3 dibawah ini:

Tabel 3. Klasifikasi Detection

Klasifikasi Kriteria Nilai

Hampir tidak mungkin Tidak dapat mendeteksi kegagalan 10

Sangat Jarang Sangat jauh kemungkinan akan menemukan potensi

kegagalan 9

Jarang Jarang kemungkinan menemukan potensi kegagalan 8 Sangat rendah Kemungkinan untuk mendeteksi kegagalan sangat rendah 7

Rendah Kemungkinan mendeteksi kegagalan rendah 6

Sedang Kemungkinan untuk mendeteksi kegagalan sedang 5 Agak tinggi Kemungkinan mendeteksi kegagalan agak tinggi 4 Tinggi Kemungkinan untuk mendeteksi kegagalan tinggi 3 Sangat tinggi Kemungkinan untuk mendeteksi kegagalan sangat tinggi 2 Hampir pasti Kegagalan dalam proses tidak dapat terjadi karena telah

dicegah melalui solusi 1

(5)

2.2. Gambar Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Reliability Centered Maintenance (RCM) karena metode ini mampu menganalisis dan mengetahui tingkat resiko terhadap suatu komponen dan bisa digunakan untuk meningkatkan nilai kehandalan dari komponen tersebut [10]. Dalam melakukan penelitian ini maka akan sangat diperlukan diagram penelitian. Diagram penelitian dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini:

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dibawah ini hasil dan pembahasan yang dilakukan:

A. Diagram Pareto

Berikut ini hasil dari diagram pareto yang menunjukkan nilai frekuensi dan persentase kerusakan komponen turbin uap yang paling kritis. Hasil pareto tersebut bisa dilihat pada tabel 4 dan gambar 2 dibawah ini:

Tabel 4. Diagram Pareto Komponen Frekuensi

Kerusakan Persentase Kumulatif

Coupling 8 21.62 21.62

Bearing 7 18.92 40.54

Valve 7 18.92 59.46

Filter 6 16.22 75.68

Gear 4 10.81 86.49

Rotor 2 5.41 91.89

Shaft Seal 2 5.41 97.30

Casing 1 2.70 100.00

Gambar 2. Grafik Pareto

(6)

Dilihat dari diagram pareto pada tabel 4 diketahui bahwa komponen coupling memiliki persentase kerusakan sebesar 21,62%, komponen bearing dan valve sebesar 18,92%, komponen filter sebesar 16,22%, komponen gear sebesar 10,81%, komponen rotor dan shaft seal sebesar 5,41% dan komponen casing sebesar 2,70%. Jadi, komponen kritis tertinggi yaitu komponen coupling.

B. Time To Repair (TTR) dan Time To Failure (TTF)

Setelah mengetahui komponen coupling menjadi komponen kritis tertinggi pada gambar 2 maka selanjutnya yaitu mencari nilai TTF dan juga nilai TTR untuk mengetahui nilai interval waktu antar kerusakan dan waktu perbaikan. Hasil nilai TTF dan TTR pada komponen coupling bisa dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5. TTR dan TTF Tanggal Waktu Mulai

Kerusakan

Waktu Selesai Perbaikan

Downtime/TTR (Menit)

TTR

(Jam) TTF

7/12/20 8:30 9:05 35 0.58 -

27/1/21 9:07 10:12 65 1.08 744.03

12/5/21 9:20 10:00 40 0.67 2759.13

10/8/21 14:02 14:57 55 0.92 2500.03

23/11/21 10:25 11:00 35 0.58 2203.47

3/12/22 9:15 9:50 35 0.58 910.25

25/3/22 10:10 11:05 55 0.92 2544.33

12/5/22 14:15 15:15 60 1.00 1384.92

C. Pemilihan Distribusi Time To Failure (TTF)

Berikut ini empat hasil statitik untuk menentukan distribusi yang akan digunakan menggunakan software minitab-19:

Gambar 3. TTF Distribusi Weibull

Gambar 4. TTF Distribusi Exponential

(7)

Gambar 5. TTF Distribusi Normal

Gambar 6. TTF Distribusi Lognormal

Berdasarkan pengolahan data menggunakan software Minitab 19 diketahui Time To Failure (TTF) untuk distribusi weibull sebesar 2.178, distribusi eksponensial sebesar 2.736, distribusi normal sebesar 2.136 dan distribusi lognormal sebesar 2,199. Karena memiliki nilai Anderson-Darling yang paling kecil dari distribusi lainnya, maka dipilihlah distribusi normal berdasarkan hasil tersebut. Distribusi normal ini lah yang akan mengatur sebaran data setelah interval penggantian.

Parameter untuk persamaan distribusi normal yang didapat yaitu:

Nilai Mean = 1863.74 Nilai St. Deviasi = 772.508

D. Pemilihan Distribusi Time To Repair (TTR)

Berikut ini empat hasil statitik untuk menentukan distribusi yang akan digunakan menggunakan software minitab-19:

Gambar 7. TTR Distribusi Weibull

(8)

Gambar 8. TTR Distribusi Exponential

Gambar 9. TTR Distribusi Normal

Gambar 10. TTR Distribusi Lognormal

Berdasarkan pengolahan data menggunakan software Minitab 19 di ketahui Time To Repair (TTR) untuk distribusi weibull sebesar 2.021, distribusi eksponensial sebesar 3.352, distribusi normal sebesar 2.071 dan distribusi lognormal sebesar 2.111. Karena memiliki nilai Anderson-Darling yang paling kecil dari distribusi lainnya, maka dipilihlah distribusi weibull berdasarkan hasil tersebut. Distribusi weibull ini lah yang akan mengatur sebaran data setelah interval penggantian.

Parameter untuk persamaan distribusi weibull yang didapat yaitu:

Nilai Shape = 4.60506 Nilai Scale = 0.869005 E. Mean Time To Failure (MTTF)

Berdasarkan hasil olah data untuk menentukan jenis distribusi yang terpilih diketahui bahwadistribusi normal yang memiliki nilai AD terkecil maka perhitungan nilai MTTF juga mengikut distribusi tersebut. Untuk menghitung nilai MTTF berditribusi normal dapat dilihat pada rumus nomor 1.1.

(9)

Berikut ini pengolahan data MTTF berdistribusi normal:

MTTF (Normal) = μ

MTTF (Normal) = 1863.74 jam

Jadi, rata-rata time to failure dari kompoen coupling adalah 1863.74 jam.

F. Mean Time To Repair (MTTR)

Berdasarkan hasil olah data untuk menentukan jenis distribusi yang terpilih diketahui bahwa distribusi weibull yang memiliki nilai AD terkecil maka perhitungan nilai MTTR juga mengikut distribusi tersebut. Untuk menghitung nilai MTTR yang berdistribusi weibull dapat dilihat pada rumus nomor 1.8.

Berikut ini pengolahan data MTTR berdistribusi weibull:

MTTR (Weibull) = 0.869 x ᴦ ( 1

4.605+ 1) MTTR (Weibull) = 0.7941 jam

Jadi, rata-rata time to repair dari kompoen coupling adalah 0.7941 jam.

G. Failure Mode Effects and Analysis (FMEA)

Setelah mendapatkan nilai MTTF dan MTTR maka selanjutnya dilakukan analisis komponen kritis menggunakan diagram FMEA. Hasil analisis FMEA dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini:

Tabel 6. FMEA

No Komponen Failure Mode Failure Effect S O D RPN

1. Bearing Adanya getaran pada bearing dan adanya korosi

Dikarenakan pelumasan

minyak yang kurang baik 2 2 2 8 2. Coupling Membran coupling putus Coupling tidak bisa digunakan 3 2 4 24

3. Valve Overspeed Dikarenakan uap yang masuk

sedikit 3 2 3 18

4. Filter Adanya kerusakan pada filter Dikarenakan filter tidak bisa

digunakan 1 1 3 3

5. Gear

Kegagalan pada indikator minyak pelumas yang

digunakan

Keausan yang terjadi pada ulir 2 2 3 12 6. Rotor Terjadinya korosi dan erosi

Dikarenakan uap basah yang masuk dan juga air yang mengalir mengandung kotoran

1 1 7 7

7. Shaft Seal Terjadinya keretakan Dikarenakan adanya korosi 1 1 2 2 8. Casing Terjadinya korosi pada bagian

casing

Dikarenakan uap basah yang masuk dan terkena pada bagian

dalam casing

1 1 5 5

Dilihat dari tabel 6 diketahui hasil perhitungan Risk Priority Number (RPN) untuk komponen bearing sebesar 8, komponen coupling sebesar 24, komponen valve sebesar 18, komponen filter sebesar 3, komponen gear sebesar 12, komponen rotor sebesar 7, komponen shaft seal sebesar 2 dan komponen casing sebesar 5. Dari data tersebut maka didapatkan hasil bahwa komponen coupling memiliki nilai RPN tertinggi dan merupakan komponen yang paling kritis sehingga diperlukan perawatan lebih lanjut.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan didapatkan hasil bahwa komponen yang paling kritis yaitu komponen coupling dengan tingkat persentase kerusakan sebesar 21,62% dari komponen lainnya. Berdasarkan perhitungan nilai MTTF didapatkan hasil yaitu 1863,74 hal ini berarti bahwa komponen coupling perlu melakukan perawatan atau pengecekan setelah beroperasi selama 1863.74 jam atau sekitar 77.656 hari. Selain itu, untuk perhitungan nilai MTTR didapatkan hasil yaitu 0.7941 jam ini berarti bahwa komponen coupling membutuhkan waktu selama 0.7941 jam untuk perbaikannya. Sedangkan analisis FMEA didapatkan hasil bahwa komponen coupling mendapat nilai RPN tertinggi yaitu sebesar 24 dari komponen lainnya. Penyebab yang terjadi dikarenakan membran coupling yang putus sehingga menghambat proses produksi karena perlu dilakukan perbaikan pada komponen tersebut. Pada penelitian ini belum melakukan perhitungan biaya perawatan dan nilai kehandalan pada komponen kritis turbin uap maka diharapkan pada penelitian berikutnya bisa menambahkan kedua perhitungan tersebut.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

[1] S. S. Patil, A. K. Bewoor, R. Kumar, M. H. Ahmadi, M. Sharifpur, and S. PraveenKumar, “Development of Optimized Maintenance Program for a Steam Boiler System Using Reliability Centered Maintenance Approach” Sustain., vol. 14, no. 16, 2022, doi: 10.3390/su141610073.

[2] I. G. Panjaitan and F. A. Kurniawan, “Analisis Pemeliharaan CGR(Compact Gas RAMP) Menggunkan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) Di PLTMG Balai Pungut – Duri,” vol. 17, no. 3, pp. 1–

5, 2022.

[3] S. Kasus, P. T. Nusa, and I. Jaya, “Perencanaan Perawatan Mesin dengan Pendekatan Metode Reliability Centered Maintenance ( RCM ) dan Maintenance Value Stream Map ( MVSM ),” vol. 7, 2022.

[4] M. Rcm, R. Centered, and M. Di, “Analisis Sistem Perawatan Mesin Bubut Menggunakan RCM” vol.

2019, no. September 2019, pp. 39–48, 2021.

[5] T. H. Ardhi, “Minimasi Downtime Pada Unit Shore To Ship Dengan Metode Reliability Centered Maintenance (Rcm) Di Pt. Mitra Sentosa Abadi,” JISI J. Integr. Sist. Ind., vol. 6, no. 2, pp. 127–133, 2019, [Online]. Available: https://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi/article/view/4907

[6] L. Hakim, “Implementasi RCM pada mesin diesel Deutz 20 kVA,” vol. 10, no. 1, pp. 42–52, 2021.

[7] A. H. Cahyono, “Vocational Education National Seminar ( VENS ) Perawatan preventif van-belt pada mesin Ultra Hight Frequency ( UHF ),” pp. 121–125, 2022.

[8] R. Dwi Irawan, “Analisis Perawatan Mesin Yilmak Laundry dengan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) dan Risk Based Maintenance (RBM) (Studi Kasus : Departement Laundry PT. Eratex Djaja),” J. Energy J. Ilm. Ilmu-Ilmu Tek., vol. 12, no. 1, pp. 16–21, 2022.

[9] J. Dias, E. Nunes, and S. Sousa, “Productivity improvement of transmission electron microscopes - A case study,” Procedia Manuf., vol. 51, no. 2019, pp. 1559–1566, 2020, doi: 10.1016/j.promfg.2020.10.217.

[10] D. Erawadi, T. Artono, I. N. Rianza, and A. Halim, “Penentuan Interval Waktu Preventive Maintenance Mesin Dengan Tindakan Berdasarkan Metode Reliability Centered Maintenance ( RCM ) Pada PT PLN (Persero) UPK Bukittinggi,” vol. 14, no. 1, pp. 41–55, 2022.

Referensi

Dokumen terkait

pareto 80-20, tetapi untuk menyelesaikan masalah downtime yang tinggi dikarenakan kerusakan mesin kritis, maka mesin kritis yang memiliki kerusakan tertinggi yang dipilih

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dimana fokus permasalahan lebih diarahkan pencegahan terjadinya kegagalan produksi akibat kerusakan fasilitas, maka penerapan

menemukan kegagalan (FF), yaitu tindakan yang diambil dengan tujuan untuk menemukan kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan pemeriksaan berkala.

Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan metode Reliability Centered Maintenance (RCM) didapatkan kebijakan maintenance untuk komponen kritis pada Engine T700 adalah

Langkah awal dari pengolahan data adalah penentuan komponen kritis dengan fokus dua komponen, yaitu dua komponen yang mempunyai frekuensi kerusakan terbanyak. Komponen

Dengan keunggulan yang diperoleh dari sistem perawatan usulan (preventive maintenance), yaitu dapat memberikan dampak penurunan rata-rata downtime komponen kritis sebesar

Bab ini berisi tentang pengolahan data dan hasil analisa yang meliputi penentuan komponen kritis, Functional Block Diagram, Failure Modes And Effect Analysis (FMEA), RCM

Artikel ini menggunakan pendekatan preventive maintenance dalam meningkatkan kinerja keandalan pada komponen kritis boiler di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)