• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI AKAD MUDHARABAH DEWAN SYARIAH NASIONALMAJELIS ULAMA INDONESIA PADA BANK SYARIAH KOTA PEKANBARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "IMPLEMENTASI AKAD MUDHARABAH DEWAN SYARIAH NASIONALMAJELIS ULAMA INDONESIA PADA BANK SYARIAH KOTA PEKANBARU"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI AKAD MUDHARABAH DEWAN SYARIAH NASIONALMAJELIS ULAMA INDONESIA

PADA BANK SYARIAH KOTA PEKANBARU

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Di Fakultas Hukum

Universitas Lancang Kuning Pekanbaru

DISUSUN OLEH:

NAMA : BUDI PURNAMA NPM : 1574201092

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LANCANG KUNING PEKANBARU

2019

(2)

ABSTRAK

Implementasi akad mudharabah tidak berjalan sepenuhnya di Bank Syariah karena terkait dengan moral hazard (resiko) sebagai karakteristik nasabah. Akad mudharabah merupakan akad bagi hasil dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam bentuk profit and lost sharing (untung dan rugi dibagi bersama) tapi dalam praktiknya Bank Syariah masih menggunakan revenue sharing (uang masuk / income), sesuai dengan undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan Syariah.

Objek penelitianinimengunakanhukumsosiologis, terkait

dengan pelaksanaan akad mudharabah PT Bank Mega Syariah (BMS), dan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) di Kota Pekanbaru.

Alasan pemilihan lokasi penelitian pada kedua bank itu didasarkan pada data awal yang menunjukkan bahwa antusiasme nasabah yang terus meningkat dan peningkatan akad mudharabah yang signifikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan akad mudharabah PT Bank Mega Syariah (BMS), dan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) di Kota Pekanbaru menggunakan mudharabah muṭlaqah pada funding (pendanaan) dan lending (pembiayaan). Penerapan mudharabah muṭlaqah menyebabkan kedua bank syariah mengalami principal-agent ( pendelegasian wewenang kepada agent dalam hal pengelolaan usaha sekaligus pengambil keputusan dalam perusahaan). Dalam penelitian iniditemukan fakta bahwa skema profit-sharing tidak digunakan oleh kedua bank syariah itu dengan alasan risikonya tinggi. Kedua bank syariah itu menggunakan

skema revenue-sharing. Ternyata kedua bank syariah menggunakan prediksi atas pendapatan nasabah yang diasumsikan selalu mendapat keuntungan Profit-Sharing dan Gross Profit Sharing tidak digunakan karena diasosiasikan dengan tingginya biaya monitoring dan verifikasi, karen permasalahan efek moral hazard sangat besar dan sebagai implikasinya biaya monitoring dan verifikasi juga besar.

Dalam hal penentuan bagi hasil itu, kedua bank syariah itu mengakui bahwa antara bank dan nasabah terjadi diskusi untuk menentukan porsi keuntungan.Setelah diteliti lebih lanjut sebetulnya mereka memposisikan nasabah secara pasif. Nasabah telah disuguhkan pola bagi hasil yang telah ditentukan oleh bank. Tidak ada peran tawar menawar bagi hasil.

Dalam penyelesaian sengketa, PT Bank Mega Syariah (BMS), dan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) di Kota Pekanbaru menggunakan pola yang berbeda-beda. PT Bank Mega Syariah (BMS) menggunakan metode musyawarah (al-sulhu) hingga lembaga tahkim (arbitrase), dan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) menggunakan metode musyawarah (al- sulhu), lembaga tahkim (arbitrase) hingga kepada level Qadha (pengadilan).

Dalam pelaksanaan akad mudharabah, PT Bank Mega Syariah (BMS), dan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) di Kota Pekanbaru perlu

mempetimbangkan kembali skema revenue-sharing kepada profit and lost sharing. Dalam penyelesaian sengketa, perlu dibuat peraturan hukum beracara yang dapat menangani sengketa perbankan syariah yang memiliki nasabah beragam agama agar tercapainya kepastian hukum.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Penjelasan Pasal 19 Huruf (c) UU Perbankan Syariah maka diketahui bahwa pembiayaan Mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (

modal kepada orang lain dengan akad mudharabah atau dengan kata lain mengoper modal untuk akad mudharabah. 4) Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad

Berdasarkan hasil penelitian megenai pengaturan penyelesaian sengketa jaminan dalam akad Mudharabah pada perbankan syariah dan eksekusi objek jaminan akad Mudharabah

dengan APHT dalam akad Mudharabah pada Bank Syariah sehingga dapat ditentukan bagaimana pertanggungjawaban PPAT terkait dengan APHT dalam akad Mudharabah pada Bank

Mengingat produk tabungan haji dan deposito mudharabah merupakan sebuah akad, maka dalam melaksanakan tabungan haji dan deposito mudharabah akan timbul hak

b) Memeriksa apakah terhadap akad yang digunakan dalam produk baru telah terdapat fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Apabila sudah ada

Bank Mega Syariah Cabang Pekanbaru dalam menghitung bagi hasil menggunakan akad mudharabah ialah metode equivalent rate yaitu dengan cara mengkonversi bagi hasil

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pelaksanaan Akad Mudharabah Dalam Perspektif Fatwa Dewan Syariah Nasional (Studi Kasus Di BPRS Bangun Drajad Warga ini