PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Bagaimana implementasi Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Anak Penyandang Disabilitas Fisik dan/atau Mental dalam memperoleh pendidikan atas biaya negara? Bagaimana implementasi Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Bagi Anak Penyandang Disabilitas Fisik dan/atau Mental dalam memperoleh pendidikan yang didanai negara dalam perspektif siyasa?
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
Penelitian Terdahulu
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur yang diminta langsung dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental, serta orang tua dari anak penyandang disabilitas fisik. Dokumentasi berupa data jumlah anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental yang belajar diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu.
Sistematika Penulisan
Dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan menggunakan arsip atau dokumen sebagai sumber datanya yang dapat diketahui dengan cara melihat, merekam, dan mencitrakan. Analisis data kualitatif adalah proses pencarian dan pengumpulan data secara sistematis yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya agar mudah dipahami dan tentunya dapat dikomunikasikan kepada orang lain.
KAJIAN TEORI
Disabilitas
Perlindungan hak anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental dilindungi dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sehingga peluang bagi anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental sama dengan peluang pada umumnya. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dijelaskan beberapa hak bagi anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental.
Hak-hak anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental tercantum dalam BAB III Hak Penyandang Disabilitas. Hak anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental tercantum dalam Pasal 11 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pemberdayaan dan perlindungan anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental dalam memperoleh pendidikan diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, Pasal 12 yang menyatakan bahwa.
Pemberdayaan anak penyandang disabilitas atau anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental dijamin oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam Pasal 54.
Siyasah Dusturiyah
Oleh karena itu, dalam sijasa dusturiyah fiqih biasanya hanya dibatasi pada pembahasan peraturan dan perundang-undangan yang diperlukan oleh urusan negara dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan perwujudan kemaslahatan manusia serta terpuaskannya kebutuhannya. Jika anda memahami penggunaan istilah fiqh dusturi, maka untuk nama suatu ilmu yang membahas masalah pemerintahan dalam arti luas, karena di dalam dusturi tercantum serangkaian prinsip pengaturan kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara, sebagai dusturi. di suatu negara tentu hukum dan peraturan yang lebih rendah lainnya tidak boleh bertentangan dengan kebohongan.42. Pembahasan konstitusi ini juga berkaitan dengan sumber dan aturan hukum yang ada di suatu negara, seperti sumber materiil, sumber sejarah, sumber peraturan perundang-undangan, serta sumber penafsirannya.
Sedangkan inferensi adalah suatu metode pembuatan undang-undang dengan memahami prinsip-prinsip syari'ah dan kehendak syari'i (Allah). Di sini negara mempunyai kewenangan untuk menguraikan dan mengaktualisasikan peraturan perundang-undangan yang telah dirumuskan.
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Keadaan Penduduk Kota Bengkulu
Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik tahun 2010 yang dikenal dengan SP2010, jumlah penduduk Kota Bengkulu berjumlah 308.544 jiwa, terdiri dari laki-laki 155.372 jiwa dan perempuan 153.384 jiwa. Kepadatan penduduk Kota Bengkulu pada tahun 2010 dengan luas wilayah 151,7 KM2 adalah 2.033 jiwa per KM2. Angka tersebut meningkat sebesar 10,6% dari tahun 2009 yang pada tahun itu kepadatan penduduk Kota Bengkulu sebanyak 1.838 jiwa.
Menurut BPS Kota Bengkulu, penduduk Kota Bengkulu telah bekerja yaitu sebesar 65% dari total penduduk, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kota Bengkulu sudah mempunyai pekerjaan, berapapun besarnya pendapatan yang diterimanya. Hal ini memungkinkan warga Kota Bengkulu untuk memberikan donasi kepada mereka yang membutuhkan.Pada tahun 2011, 67% penduduk berusia 15 tahun ke atas merupakan angkatan kerja di Kota Bengkulu, sedangkan 33% lainnya bukan angkatan kerja.
Visi dan Misi Kota Bengkulu
Misi Kota Bengkulu adalah mewujudkan Bengkulu yang bahagia dan religius, APBD untuk rakyat, meletakkan landasan yang lebih kokoh bagi Kota Bengkulu yang adil dan makmur, upaya mewujudkan visi Kota Bengkulu dituangkan dalam misi. Terwujudnya tata pemerintahan yang baik meliputi seluruh kebijakan, program dan kegiatan di bidang pemerintahan, hukum, politik, dan ketertiban umum. Mewujudkan percepatan pembangunan infrastruktur perkotaan, Meliputi seluruh kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah di bidang infrastruktur perkotaan, energi dan sumber daya mineral, lingkungan hidup, mitigasi bencana, pariwisata, kehutanan, transportasi, komunikasi dan informatika.
Mewujudkan masyarakat cerdas, sehat, dan berakhlak mulia yang mencakup seluruh kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan daerah di bidang agama, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan kebudayaan. Mewujudkan ekonomi kreatif dan lingkungan usaha yang kondusif, mencakup seluruh kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di bidang penanaman modal, industri, perdagangan, koperasi dan usaha kecil dan menengah, pariwisata, pertanian pada umumnya, ketenagakerjaan dan keuangan daerah.
Data Penyandang Disabilitas Kota Bengkulu
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari implementasi Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Anak Penyandang Disabilitas Fisik dalam memperoleh pendidikan berbiaya negara, masih ada sebagian yang mendapat hak pendidikan berbiaya negara dari pemerintah. Hal ini membuat implementasi Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam pemenuhan hak pendidikan anak penyandang disabilitas intelektual atas beban negara menjadi kurang efektif. Selain yang telah diuraikan di atas, Pak Teddy juga menjelaskan apa yang dilakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu dalam rangka penerapan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tentang Hak Atas Pendidikan. bagi anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental, yang pertama adalah meningkatkan mutu pendidikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu dalam hal ini Daerah Pembinaan Khusus dalam Penerapan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mematuhi Undang-undang, yaitu terpenuhinya hak anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental untuk mendapatkan pendidikan yang baik yang dibiayai negara. Terdapat beberapa faktor yang menghambat penerapan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam pemenuhan hak pendidikan anak penyandang disabilitas fisik dan mental atas biaya negara, yaitu sistem sekolah luar biasa swasta yang menetapkan biaya masuk bagi calon siswa. siswa. Penerapan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Anak Penyandang Disabilitas Fisik dan/atau Mental dalam Memperoleh Pendidikan Mahal Negara Dalam Perspektif Siyasa, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu menerapkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Bagi penegak hukum khususnya lembaga yang berperan aktif, mengenai perlindungan anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Implementasi Pada Anak Ccat Fisik
Implementasi Pada Anak Cacat Mental
MS. Risa Destiana menjelaskan, jumlah anak penyandang disabilitas mental yang belajar di Kota Bengkulu yaitu siswa penyandang disabilitas mental yang belajar sebanyak 279 siswa penyandang disabilitas55. Hal inilah yang dilakukan pemerintah daerah dalam memfasilitasi pendidikan khusus bagi anak penyandang disabilitas fisik dan mental sebagaimana tercantum dalam Pasal 54 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, mempunyai kewajiban menyelenggarakan pendidikan bagi anak penyandang disabilitas mental, pemerintah daerah dalam hal ini wajib menyediakan akomodasi yang layak. Dari temuan hasil penelitian di atas, penulis dapat menggarisbawahi bahwa terdapat kurang lebih 279 siswa penyandang disabilitas mental di sekolah luar biasa baik di sekolah negeri maupun swasta, dengan jenis disabilitas yang berbeda-beda, ada yang rata-rata mengalami keterbelakangan mental, ada pula yang mengalami keterbelakangan mental. . mereka autis..
Anak tunagrahita ini mempunyai kesempatan untuk bersekolah di sekolah bertingkat yang berlangsung selama 12 tahun dari sekolah dasar luar biasa hingga sekolah menengah luar biasa. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa beberapa implementasi Pasal 54 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam perwujudan hak pendidikan anak penyandang disabilitas intelektual dalam memperoleh pendidikan atas biaya negara masih dirasakan sebagian, dan anak penyandang disabilitas intelektual yang tidak mempunyai hak atas pendidikan menjadi beban negara, karena sekolah luar biasa swasta masih mengenakan biaya masuk kepada anak-anak penyandang disabilitas intelektual yang ingin mendaftar di sekolah tersebut.
Implementasi Pada Anak Cacat Fisik Dan Mental
Kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu yaitu kurangnya tenaga pengajar dan pendamping anak penyandang disabilitas mental, kemudian fasilitas yang kurang memadai karena bantuan yang diterima tidak kontinyu atau tidak berkesinambungan. Berkenaan dengan bantuan yang diterima oleh anak cacat fisik, anak cacat mental dan anak cacat fisik dan mental yang mempunyai persamaan atau perbedaan, Bpk. Teddy menjelaskan, bantuan yang diterima sama antara anak tunadaksa, anak tunagrahita, dan anak cacat jasmani dan rohani, karena bantuan tersebut diberikan kepada masing-masing SLB, bukan kepada masing-masing anak, berupa barang-barang untuk pendidikan dan dukungan. fasilitas pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah Daerah atau dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu mempunyai beberapa kendala yaitu kurangnya tenaga pengajar dan pendamping anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental, kemudian bantuan Pemerintah Pusat yang tidak mencukupi. terus berlanjut dan berbagai fasilitas penunjang kegiatan sarana dan prasarana masih kurang memadai.
Hal ini dilaksanakan bagi anak penyandang disabilitas fisik yang bersekolah di sekolah negeri, namun tidak bagi anak yang bersekolah di sekolah swasta dan anak yang tidak bersekolah. Implementasi Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Anak Penyandang Cacat Fisik dan/atau Cacat.
Implementasi pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu dalam hal ini Kawasan Pembangunan Khusus dalam Implementasi Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sudah sesuai dengan Undang-Undang yaitu pemenuhan hak anak yang mempunyai masalah fisik. dan/atau penyandang disabilitas mental dalam memperoleh pendidikan yang dibiayai negara, dan pemerintah harus mampu menyelenggarakannya sesuai dengan aturan yang berlaku dalam hal ini pasal 54 undang-undang no. 39 Tahun 1999. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu harus melaksanakan aturan yang telah ditetapkan bagi anak penyandang cacat fisik dan/atau mental, masing-masing berhak mendapatkan pendidikan sebagaimana diatur dalam Al-Qur'an, agar sejalan dengan sudut pandang siyasa dusturiyah dalam hal ini. al-sulthah al-tanfidziah. Implementasi Pasal 54 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Anak Penyandang Disabilitas Fisik dan/atau Mental Atas Biaya Negara telah diterapkan kepada anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental yang bersekolah di sekolah negeri. namun belum sepenuhnya diterapkan pada anak yang bersekolah di sekolah swasta, anak penyandang disabilitas fisik yang bersekolah di sekolah negeri, dan anak yang tidak bersekolah.
Di akhir penulisan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan beberapa saran, demi terselenggaranya perlindungan hak atas pendidikan bagi anak penyandang disabilitas fisik dan/atau mental yang baik dan benar di negeri kita tercinta. Orang tua yang mempunyai anak cacat fisik dan/atau mental hendaknya lebih peka dan aktif dalam memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anaknya, terutama dalam melaksanakan pendidikan dan menanamkan rasa percaya diri pada anak.
PENUTUP
Saran
Meningkatkan peran keluarga, pendidik, orang tua untuk mendidik, merawat, mendidik dan memenuhi kebutuhan anak tanpa terkecuali. Dede, Rosyada, 2005, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Sipil, Jakarta: Kencana.