Dosen Pembimbing Ibu Bayangsari Wedhatami, S.H., M.H., Yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, ketulusan, dan dedikasi selama proses penyusunan skripsi ini. Bapak Bana Bayu Wibowo, S.H., M.Kn, selaku Narasumber Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah, Terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan atas kesediaan, waktu, dan ilmu yang Bapak berikan selama proses penyusunan skripsi ini.
Ibu Rina selaku Narasumber Perwakilan Kelompok Rentan, Dengan segala hormat dan ketulusan hati, saya menyampaikan apresiasi dan terima
Untuk Semua Pihak yang Tidak Dapat Saya Sebutkan Satu per Satu, T erima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada seluruh pihak
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
- Pembatasan Masalah
- Rumusan Masalah
- Tujuan Penelitian
- Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
- Manfaat Praktis
Bagaimana Kesesuaian antara Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum terhadap Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Menganalisis Kesesuaian Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum terhadap Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Sebagian besar penelitian terdahulu lebih menitikberatkan pada efektivitas pelaksanaan bantuan hukum secara umum, implementasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dan peran organisasi bantuan hukum dalam memberikan layanan, tanpa menyoroti secara spesifik kelompok rentan sebagai subjek utama. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum mengatur bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum yang tidak mampu membayar jasa advokat.
Landasan Teori Teori Negara Hukum
Menurut Sri Soemantri Martosoewignyo, sebuah negara dapat dikategorikan sebagai negara hukum jika memenuhi beberapa unsur berikut (Martosoewignyo, 1992). Menurut Friedrich Julius Stahl, sebuah negara dapat disebut sebagai negara hukum jika memenuhi beberapa unsur utama, yaitu (Wahyono, Pembangunan Hukum di Indonesia, 1989). Terjaminnya hak-hak manusia oleh Undang-Undang (di negara lain oleh Undang-Undang Dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.
Urgensi negara hukum terletak pada perannya dalam menciptakan ketertiban, perlindungan hak asasi manusia, serta kepastian hukum yang mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Untuk memperkuat prinsip-prinsip negara hukum yang telah dijelaskan oleh para ahli seperti Friedrich Julius Stahl dan A.V. Dicey, penerapan teori negara hukum juga tercermin dalam keberlakuan asas-asas fundamental, seperti Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori dan Asas Kepastian Hukum.
Supremasi hukum menuntut agar setiap kebijakan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah tunduk dan selaras dengan Peraturan Perundang-undangan di atasnya, seperti Undang- Undang atau bahkan Undang-Undang Dasar 1945. Maka, penerapan asas ini merupakan refleksi nyata dari upaya negara hukum dalam memberikan perlindungan hukum yang konkret dan tidak diskriminatif terhadap semua warga negara.
Kerangka berpikir
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Metode Penelitian Yuridis-Empiris
- Fokus Penelitian Hipotesis
- Sumber Data
- Teknik Pengumpulan Data
- Validitas Data
- Analisis Data
Laporan penelitian berisi kutipan data yang digunakan sebagai ilustrasi dan bukti pendukung dalam penyajian fakta. Karena penelitian ini mengandalkan data sekunder dan primer, metode pengumpulan data yang digunakan meliputi studi dokumen, observasi, serta wawancara. Teknik sampling juga menjadi bagian penting dalam penelitian ini untuk memastikan data yang diperoleh bersifat representatif.
Fokus penelitian ini adalah Implementasi Pemberian Bantuan Hukum kepada Kelompok Rentan Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum 3.4 Lokasi Penelitian. Selain itu, data sekunder diperoleh dengan mempelajari, memeriksa, membaca, dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan objek penelitian. Dengan demikian, data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari kombinasi data primer dan sekunder guna memperoleh analisis yang komprehensif dan valid sesuai dengan tujuan penelitian.
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati secara langsung peristiwa, gejala, atau perilaku di lapangan. Jenis triangulasi yang digunakan yaitu triangulasi sumber yakni proses memverifikasi data yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber informan.
PEMBAHASAN
Implementasi Bantuan Hukum kepada Kelompok Rentan sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2022
Dalam konteks Undang-Undang ini, subjek penerima bantuan hukum dibatasi secara tegas pada kelompok "miskin” Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Fokus utama penerima bantuan hukum dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum memang secara eksplisit diarahkan kepada kelompok masyarakat miskin. Ketentuan ini memberikan ruang bagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk menetapkan kebijakan penyelenggaraan bantuan hukum yang lebih kontekstual melalui peraturan daerah.
Berdasarkan kewenangan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum, yang secara substantif memperluas cakupan penerima bantuan hukum tidak hanya bagi masyarakat miskin, tetapi juga kelompok rentan. Tujuan dari perluasan subjek penerima bantuan hukum ini adalah untuk memastikan bahwa bantuan hukum yang diberikan Pemerintah daerah memandang bahwa perlakuan khusus terhadap kelompok rentan bukanlah. Dalam konteks tersebut, perluasan subjek penerima bantuan hukum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum untuk mencakup kelompok rentan merupakan bentuk afirmasi atas ketidaksetaraan akses keadilan yang dialami oleh kelompok tersebut.
Masyarakat miskin yang menjadi kelompok prioritas dalam Undang-Undang justru berisiko terpinggirkan dari akses bantuan hukum yang seharusnya menjadi hak mereka. Di satu sisi, kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) yang memperluas cakupan penerima bantuan hukum kepada kelompok rentan mencerminkan semangat progresif dalam menegakkan keadilan yang lebih inklusif.
Kesesuaian antara Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum terhadap Undang Undang Nomor
Wewenang ini kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Proses pembentukan Peraturan Daerah merupakan tahapan hukum yang bersifat formal dan substantif, dimulai dari tahap perencanaan hingga pengundangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 38 hingga Pasal 45 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. Wewenang tersebut tetap harus mematuhi prinsip hierarki norma hukum yang diatur secara tegas dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,.
Secara normatif, harmonisasi diatur dalam Pasal 58A ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2019. Dalam bagian “Menimbang” Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum ini secara eksplisit merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum sebagai dasar hukum utama. Ketentuan tersebut kemudian mengalami perubahan setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum secara tegas menetapkan bahwa penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin, tanpa menyebutkan secara eksplisit kelompok rentan sebagai kategori tersendiri. Berdasarkan prinsip Rechtsstaat tersebut, maka perluasan subjek penerima bantuan hukum sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum, yang mencakup kelompok rentan di luar kategori masyarakat miskin sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dapat dipandang sebagai bentuk penyimpangan dari asas legalitas. Hal ini dikarenakan dalam sistem hukum Indonesia, Peraturan Daerah (Perda) merupakan bagian dari Peraturan Perundang-undangan yang kedudukannya berada di bawah Undang-Undang, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Namun, kebijakan tersebut harus tetap berlandaskan pada ketentuan hukum yang berlaku, mengingat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum secara tegas membatasi penerima bantuan hukum hanya kepada masyarakat miskin.
PENUTUP
Kesimpulan
Oleh karena itu, keberpihakan terhadap kelompok rentan perlu dilakukan secara cermat dan tetap berada dalam bingkai hukum yang sah, agar pelaksanaan bantuan hukum dapat berjalan secara maksimal, efektif, dan tepat sasaran. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam implementasinya telah memperluas cakupan penerima bantuan hukum dengan menyertakan kelompok rentan yang mana bersifat substitutif, dimana penerima bantuan hukum tidak harus dari kelompok masyarakat miskin. Hal tersebut merupakan respons nyata terhadap kondisi sosiologis di lapangan, seperti kasus kekerasan terhadap penyandang disabilitas dan tingginya kebutuhan hukum dari kelompok rentan yang tidak memiliki akses terhadap proses hukum yang berlaku.
Peraturan Daerah ini tetap dapat diberlakukan karena selaras dengan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 jo. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur materi muatan lokal dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Secara yuridis, penambahan kelompok rentan dalam subjek penerima bantuan hukum Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum tersebut tidak sesuai dengan ketentuan normatif Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang secara eksplisit menyebutkan bahwa bantuan hukum hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin.
Ketidaksesuaian ini menimbulkan konflik norma dan ketidakpastian hukum meskipun secara sosial dianggap mencerminkan prinsip keadilan substantif dan perlindungan kelompok rentan.
Rekomendasi
Untuk menjamin kepastian hukum dan keselarasan norma dalam sistem Peraturan Perundang-undangan, diperlukan pengujian materiil (judicial review) terhadap Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Hal ini penting dilakukan mengingat terdapat ketidaksesuaian norma terkait subjek dan syarat penerima bantuan hukum, di mana Perda memperluas cakupan penerima kepada kelompok rentan tanpa mewajibkan pemenuhan unsur kemiskinan sebagaimana disyaratkan dalam Undang-Undang. Uji materiil menjadi instrumen konstitusional untuk memastikan bahwa setiap peraturan daerah tidak menyimpang dari peraturan yang lebih tinggi dan tetap berada dalam koridor asas legalitas serta prinsip hierarki hukum.
ANEV menjadi langkah strategis untuk menguji kembali apakah substansi Perda masih sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, serta relevan dengan dinamika sosial yang terjadi di daerah. Evaluasi ini sebaiknya dilakukan oleh Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan instansi vertikal seperti Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri, yang melibatkan organisasi bantuan hukum, akademisi, dan kelompok masyarakat rentan sebagai pihak terdampak langsung. Melalui ANEV, akan diperoleh gambaran yang utuh mengenai efektivitas implementasi Perda, potensi hambatan hukum dan administratif,.
Pelaksanaan uji materiil dan ANEV bukan hanya menjadi bentuk koreksi atas kekeliruan norma, tetapi juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam membangun tata kelola hukum daerah yang akuntabel, konsisten, dan berpihak pada keadilan substantif. Dengan demikian, keberadaan Perda akan benar-benar menjadi instrumen yang mampu memperluas akses keadilan tanpa melanggar batas-batas kewenangan normatif yang telah diatur oleh sistem hukum nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Urgensi Peraturan Daerah Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin Dan Kelompok Rentan Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Perluasan Subjek Penerima Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin dan Rentan dalam Meningkatkan Kesejahteraan di Kabupaten Semarang. Strategi Dan Implementasi Pemberian Bantuan Hukum Secara Digital Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Di Kabupaten Indramayu.
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pemenuhan Hak Atas Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin Dan Kelompok Rentan. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 tentang Harmonisasi Rancangan Peraturan Perundang- undangan. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.