182
IMPLEMENTASI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER
(NHT) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
Iskandar
SMA Negeri 1 Keumala, Kec. Keumala, Kab. Pidie
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, aktifitas guru dan siswa serta respon siswa terhadap penerapan pendekatan CTL model NHT dalam pembelajaran Fisika di kelas XI-MIPA-1 di SMA Negeri 1 Keumala Tahun Pelajaran 2020-2021. Jenis penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang dilakukan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI-MIPA-1 yang berjumlah 27 siswa. Penelitian dilakukan 3 siklus dengan tahapan siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi tindakan. Pengumpulan data menggunakan metode tes, observasi, angket dan dokumentasi. Analisa data menggunakan statistik sederhana untuk menghitung frekwensi, rata-rata dan persentase skor. Hasil penelitian diperoleh bahwa penerapan pendekatan CTL model NHT dapat meningkatkan hasil belajar Fisika dengan ketuntasan mencapai 85,19% katagori sangat tinggi. Aktifitas guru dalam kegiatan pembelajaran sangat baik dengan persentase mencapai 89,50% katagori baik sekali. Aktifitas siswa dalam mengikuti pembelajaran meningkat mencapai 90,00% katagori aktif sekali. Respon siswa terhadap penerapan pendekatan CTL model NHT dalam pembelajaran Fisika, 77,78 siswa menyatakan sangat menarik.
Kata Kunci: Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Numbered Heads Together (NHT), Hasil Belajar
ABSTRACT
This research was carried out with the aim of improving student learning outcomes, teacher and student activities and student responses to the application of the NHT model CTL approach in learning Physics in class XI-MIPA-1 at SMA Negeri 1 Keumala for the 2020-2021 academic year. This type of research uses Classroom Action Research which is carried out in two cycles. The research subjects were students of class XI-MIPA-1 which amounted to 27 students. The research was conducted in 3 cycles with cycle stages covering planning, implementation, observation and reflection on actions. Collecting data using the method of tests, observations, questionnaires and documentation. Data analysis uses simple statistics to calculate frequency, average and percentage scores. The results showed that the application of the CTL approach to the NHT model could improve physics learning outcomes with completeness reaching 85.19% in the very high category. The teacher's activity in learning activities is very good with the percentage reaching 89.50% in the very good category. The activity of students in participating in learning increased to 90.00% in the very active category. Student responses to the application of the NHT model CTL approach in learning Physics, 77.78 students stated that it was very interesting.
Keywords: Contextual Teaching and Learning (CTL) Approach, Numbered Heads Together (NHT), Learning Outcomes
Author correspondence
Email: [email protected]
Available online at http://ejurnalunsam.id/index.php/jsnbl/index
A. PENDAHULUAN
Pendekatan yang dipakai oleh guru dalam mengajar sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Pendekatan yang tepat dan efektif dapat menghasilkan kualitas pembelajaran yang baik dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan dalam kurikulum. Sehubungan dengan hal
183
tersebut Uzer Usman (2005:21) menyatakan bahwa “Dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif sedikitnya ada 5 variabel yang menentukan keberhasilan siswa, antara lain melibatkan siswa secara aktif, menarik minat dan perhatian siswa, mengembangkan motivasi siswa, prinsip individualitas (pendekatan individu) dan peragaan dalam pengajaran.”
Dalam pembelajaran Fisika ditingkat Sekolah Menegah Atas (SMA) banyak materi-materi yang diajarkan berhubungan langsung dengan dunia nyata, seperti materi gelombang bunyi. Dengan kata lain pembelajaran Fisika tidak terlepas dari kehidupan nyata di sekitar kita terutama menyangkut dengan berbagai fenomena-fenomena maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi alam nyata di sekitar kita. Untuk itu dalam kegiatan pembelajaran Fisika, guru diharapkan mampu mengajar materi-materi pelajaran Fisika secara kontekstual dengan menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Hal ini menuntut guru untuk menerapkan adanya pembelajaran yang bersifat kontekstual dan menyenangkan. Departemen Pendidikan Nasional R.I (2008:41) menyatakan bahwa pembelajaran melalui pendekatan kontekstual atau yang lebih dikenal dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Agar pendekatan CTL ini lebih bervariasi, maka pendekatan CTL dapat dikombinasikan dengan berbagai model pembelajaran, salah satunya adalah dengan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT). Iif Khoiru Ahmadi, dkk (2011:59) menyatakan bahwa “Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.” Dengan model ini diharapkan siswa lebih menarik dan termotivasi serta lebih aktif dalam belajarnya.
Pembelajaran Fisika di SMA Negeri 1 Keumala, guru masih dominan menggunakan metode ceramah dalam mengajar. Hal ini menyebabkan siswa kurang termotivasi dan kurang terlibat aktif dalam belajarnya. Kondisi ini pada akhirnya akan menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Berdasarkan data dokumentasi SMA Negeri 1 Keumala tahun 2019 dan tahun 2020, diketahui bahwa persentase rata-rata tingkat ketuntasan secara klasikal yang diperoleh siswa pada mata pelajaran Fisika pada materi gelombang bunyi berkisar antara 58,00 % sampai 62,00 % dengan daya serap rata-rata sebesar 60,00%. Untuk itu sangat diperlukan pengembangan dan perbaikan terhadap pendekatan pembelajaran, metode mengajar dan model pembelajaran yang lebih efektif, lebih bervariasi, mampu memotivasi siswa, menyenangkan dan melibatkan siswa belajar (berpusat ke siswa), sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa ke arah yang lebih baik.
Sehubungan dengan uraian serta permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penyusunan artikel sebagai hasil dari penelitian tindakan kelas dengan judul “Implementasi Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Model Numbered Heads Together (NHT) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Fisika di Sekolah Menengah Atas“.
184 B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar-mengajar. Pada dasarnya hasil belajar terdiri-dari dua istilah, yaitu hasil dan belajar. Departemen Pendidikan Nasional RI (2008:528) menjelaskan bahwa istilah “Hasil diartikan sebagai sesuatu yang diadakan atau pendapatan/perolehan atau kesuadahan dari ujian.” Sedangkan istilah “Belajar” menurut Departemen Pendidikan Nasional RI (2008: 23) diartikan sebagai berusaha mengetahui sesuartu atau berusaha memperoleh pengetahuan/ ketrampilan.” Dengan demikian dari kedua pengertian tersebut disimpulkan bahwa hasil belajar diartikan sebagai sesuatu yang diperoleh siswa dari usaha belajarnya setelah mengikuti kegiatan ujian.
Menurut Catharina Tri Anni (2006:4) “Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.” Sedangkan Nashar (2004: 77) menyatakan bahwa “Hasil belajar juga merupakan kemampuan yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar.”
Berdasarkan kutipan di atas diketahui bahwa penilaian hasil belajar berguna untuk mengetahui kemajuan belajar dicapai siswa, mengetahui kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya, pertimbangan untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar, pertimbangan bagi bimbingan individual peserta didik, mendiagnosis kelemahan-kelemahan siswa, pertimbangan bagi perubahan atau perbaikan kurikulum, mengetahui efesiansi metode mengajar, laporan kepada murid dan orang tua, mengetahui efektifitas cara belajar dan mengajar serta merupakan umpan balik bagi murid, guru dan program pengajaran.
2. Deskripsi Materi Fisika Gelombang Bunyi
Bunyi merupakan salah satu contoh gelombang longitudinal sehingga memiliki sifat-sifat gelombang, seperti resonansi, interferensi, difraksi, refleksi, dan refraksi.
Gelombang bunyi selalu membutuhkan medium perantara dalam perambatannya.
a. Karakteristik dan Cepat Rambat Gelombang Bunyi
Bunyi merambat dengan kecepatan berbeda, bergantung pada medium yang dilaluinya. Interaksi antara molekul-molekul zat padat dinyatakan dengan Modulus Young (E), sedangkan zat cair dinyatakan dengan Modulus Bulk (B) dengan massa jenis mediumnya (ρ).
Kecepatan bunyi juga bergantung pada temperatur. Kecepatan bunyi di udara naik 0,6 m/s tiap kenaikan suhu udara 10C. Di ruang hampa, bunyi tidak dapat merambat. Bunyi dikelompokkan sebagai infrasonik (< 20 Hz), audiosonik (20 Hz - 20 kHz), dan ultrasonik (> 20 kHz). Manusia hanya dapat mendengar bunyi audiosonik.
Hewan dapat mendengar bunyi di luar audiosonik, misalnya anjing dapat mendengar bunyi pada frekuensi 50.000 Hz, kelelawar pada frekwensi sampai 10.000 Hz. (Aip Sarifuddin, dkk: 2009, 24). Selain itu, sebagai contoh ketika drum ditabuh, energi getaran dari drum menyebabkan partikel-partikel udara di sekitarnya bergetar mengikuti getaran drum. Kemudian, energi ini dipindahkan sehingga terbentuklah rapatan dan renggangan di udara. Jika gelombang ini sampai ke pendengaran manusia, terdengarlah bunyi getaran drum tadi.
b. Dawai Sebagai Sumber Bunyi
Seutas dawai atau senar yang kedua ujungnya terikat jika digetarkan akan membentuk gelombang stasioner. Getaran ini akan menghasilkan bunyi dengan nada
185
tertentu, bergantung pada jumlah gelombang terbentuk pada dawai. Pola gelombang stasioner ketika terjadi nada dasar (harmonik pertama), nada atas pertama (harmonik kedua) dan nada atas kedua (harmonik ketiga) adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Jika panjang dawai tidak berubah, pola gelombang berikutnya merupakan penambahan setengah gelombang dari pola sebelumnya.
Frekuensi nada yang dihasilkan bergantung pada pola gelombang yang terbentuk pada dawai. Seperti panjang gelombang nada dasar, nada atas pertama, dan nada atas kedua berturut-turut 2L, L, dan 3/2 L.
jika frekuensi nada dasarnya 100 Hz, frekuensi nada atas pertama, nada atas kedua, nada atas ketiga, dan seterusnya berturut-turut adalah 200 Hz, 300 Hz, 400 Hz, dan seterusnya. Perhatikan pula bahwa selisih frekuensi antara dua nada berurutan sama dengan frekuensi nada dasarnya. (Aip Sarifuddin, dkk: 2009, 25-26).
c. Resonansi Bunyi
Resonansi adalah peristiwa bergetarnya suatu benda akibat benda lain yang bergetar. Resonansi terjadi jika frekuensi benda yang bergetar sama dengan frekuensi alamiah benda di dekatnya. Percobaan yang menunjukkan peristiwa resonansi adalah dengan mencelupkan tabung yang kedua ujungnya terbuka ke dalam air secara vertikal, seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Di mulut tabung bagian atas digetarkan garputala dengan frekuensi f atau panjang gelombang. Tabung diangkat perlahan.
Resonansi ketika panjang kolom tabung di atas permukaan air memenuhi persamaan:
Resonansi ketika panjang kolom tabung di atas permukaan air memenuhi persamaan:
Gambar : Terjadinya resonansi pertama pada tabung yang dicelupkan pada air.
Ln : Panjang kolom udara ke-n, dan
n =1,2,3,… bersesuaian dengan resonansi pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
Pada peristiwa resonansi di sini, panjang gelombangnya tetap sehingga perbandingan panjang kolom udara dalam tabung memenuhi:
(Aip Sarifuddin, dkk : 2009, 29) 3. Tinjauan Pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning) a. Substansi Pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning)
Menurut Ahmadi (2011: 14) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan metode belajar yang membantu semua guru mempraktikkan dan mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi yang ada di lingkungan siswa dan menuntut siswa membuat hubungan beberapa pengetahuan yang pernah
𝐿0: 𝐿1: 𝐿2: … = 1: 3: 5: … 𝐿𝑛 = (2𝑛 − 1)1
4𝜆
186
dialami siswa dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Elaine B Johnson (2009: 20-46) menyatakan bahwa “Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching Learning (CTL). Kata contextual (kontekstual) antara lain berarti teralami oleh siswa. Kontekstual mengarahkan pemikiran kita pada pengalaman. Ketika gagasan-gagasan dialami digunakan di dalam konteks, mereka memiliki makna”.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kontekstual peran guru bukannlah satu-satunya sebagai sumber informasi pengetahuan.
Dalam arti guru hanya berperan membantu siswa dalam belajar baik sebagai motivator maupun fasilitator. Dalam hal ini guru perlu menciptakan situasi belajar yang berpusat kepada siswa. Dimana siswa dibimbing guru agar berusaha membangun sendiri pengetahuan dan ketrampilanya. Hal ini sesuai dengan motto pembelajaran kontekstual bahwa cara belajar terbaik adalah siswa mengkonstruksikan sendiri secara aktif pemahamannya.
b. Langkah-Langkah Pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning)
Dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis kontekstual, program pembelajaran lebih mengedepankan rencana kegiatan yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajari. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah- langkah pembelajaran dan penilaian hasilnya.
Iif Khoiru Ahmadi, dkk (2011: 83) mengemukakan langkah-langkah dalam menerapkan pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak-anak akan belajar secara lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4) Ciptakan masyarakat belajar.
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum, bidang studi apapun dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah. Guru harus mampu mengembangkan pemikiran siswa bahwa belajar akan lebih bermakna jika siswa mampu belajar secara mandiri dan mampu mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri.
c. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning)
Penerapan pendekatan CTL dalam pembelajaran tentunya juga memiliki beberapa kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan. Berikut penjelasan kelebihan- kelebihan dari pendekatan CTL menurut Iif Khoiru Ahmadi (2011: 122) adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan:
187
1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal.”
b. Kelemahan:
Sedangkan kelemahan-kelemahan dari penerapan pendekatan CTL menurut Iif Khoiru Ahmadi (2011: 123) sebagai berikut :
1) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar.
Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang ditetapkan semula.
4. Tinjauan Model Belajar Numbered Heads Together (NHT) a. Hakikat Model Belajar Numbered Heads Together (NHT)
Banyak tipe-tipe belajar yang saat ini dikembangkan untuk menciptakan suatu kondisi belajar yang lebih bervariasi, menyenangkan dan mampu melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Salah satu tipe belajar yang praktis dan efektif dilaksanakan antara lain tipe Numbered Heads Together (NHT).
Menurut Al Krismanto (2003:15) menyatakan bahwa Numbered Heads Together (NHT) merupakan kegiatan belajar kooperatif dengan empat tahap kegiatan. Pertama siswa dikelompokkan kecil dan setiap anggota diberi nomor 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.
Kedua guru menyampaikan pertanyaan. Ketiga memberitahu siswa untuk berdiskusi secara bersama-sama untuk meyakinkan bahwa setiap anggota tim memahami jawaban tim. Keempat menyebut nomor (1, 2, 3, 4 dan seterusnya) dan siswa dengan nomor yang bersangkutanlah yang menjawab.
Dengan demikian disimpulkan bahwa tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan suatu model pembelajaran diskusi kelompok dimana masing-masing anggota siswa dalam kelompok tersebut sudah diberikan nomor undian. Selanjutnya guru akan memangil siswa menggunakan nomor tersebut untuk dimintai
188
pendapatnya/ditanyakan tentang suatu permasalahan serta anggota kelompok lain diberi hak untuk menanggapinya.
b. Pelaksanaan Model Belajar Numbered Heads Together (NHT)
Tipe belajar Numbered Heads Together (NHT) tentunya dapat dipadukan dengan beberapa metode mengajar atau dapat disandingkan dengan beberapa model pendekatan belajar, diantaranya adalah dengan pendekatan kontekstual. Iif Khoiru Ahmadi (2011:55) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam pelaksanaan tipe belajar Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut:
1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
c. Kelebihan dan Kelemahan Model Belajar Numbered Heads Together (NHT) Selanjutnya Iif Khoiru Ahmadi (2011: 123) menyatakan kelebihan dan kelemahan dari tipe belajar Numbered Heads Together (NHT), antara lain:
Kelebihan-kelebihan tipe belajar Numbered Heads Together (NHT), antara lain 1) Setiap siswa menjadi siap semua, 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh- sungguh, 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Sedangkan kelemahan-kelemahan, tipe belajar Numbered Heads Together (NHT) antara lain 1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru, 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui beberapa kelebihan dari tipe belajar Numbered Heads Together (NHT), antara lain semua siswa menjadi siap dalam belajar, adanya kerjasama yang baik dalam kelompok serta siswa yang kurang pandai dapat belajar dengan siswa yang lebih pandai. Namun demikian tipe belajar Numbered Heads Together (NHT) memiliki beberapa kelemahan, antara lain kemungkinan guru memanggil siswayang sama untuk kedua kali jika tidak teliti serta tidak semua anggota kelompok mempunyai kesempatan dipanggil mengingat waktu yang kadang sangat terbatas.
C. PEMBAHASAN
Hasil Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa penerapan pendekatan CTL model NHT dalam pembelajaran Fisika di kelas XI-MIPA-1 di SMA Negeri 1 Keumala Tahun Pelajaran 2020-2021 dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Fisika materi gelombang bunyi. Hal tersebut dapat dianalisis dan dibahas sebagai berikut:
1. Pembahasan Hasil Belajar Siklus I
Berdasarkan data-data hasil penelitian yang dimaksud, diketahui bahwa persentase ketuntasan hasil belajar yang dicapai siswa masih tergolong rendah, yaitu sebesar 51,85% siswa yang telah tuntas belajarnya dengan katagori keberhasilan sedang.
Persentase ini belum mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan, yaitu minimal 75,00% siswa harus tuntas belajarnya. Selanjutnya menyangkut hasil observasi terhadap
189
aktifitas guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran, diketahui masih belum mencapai target sebagaimana diharapkan minimal aktifitas guru telah mencapai 75,00% dengan katagori minimal baik. Dimana persentase aktifitas guru pada siklus I baru mencapai 64,50 dengan katagori cukup.
Begitu juga halnya dengan aktifitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran masih rendah, yaitu sebesar 54,00% dengan katagori kurang aktif.
Sementara indikator keberhasilan yang diharapkan minimal 75,00% dengan katagori minimal aktif. Selanjutnya hasil penelitian menggunakan angket, diperoleh respon siswa pada siklus I terhadap penerapan pendekatan CTL model Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran Fisika pokok bahasan gelombang bunyi pada siswa kelas XI-MIPA-1 SMA Negeri 1 Keumala juga masih dibawah minimal 75,00% sebagaimana yang diharapkan. Respon siswa meskipun terbanyak telah berada pada katagori menarik, namun persentase respon menarik masih rendah, yaitu 57,41%.
Atas dasar kajian sebagaimana disebutkan diatas, maka penelitian pada siklus I disimpulkan belum berhasil sebagaimana yang diharapkan, terutama menyangkut hasil belajar siswa, aktifitas guru, aktifitas siswa serta respon siswa yang capaiannya masih dibawah target minimal 75,00%. Penyebab hal ini menurut peneliti antara lain:
1. Penyajian materi oleh guru (peneliti) belum maksimal, baik dari segi kedalaman konsep maupun waktu penyampaian singkat (20 menit dari 90 alokasi menit waktu tiap pertemuan).
2. Pembentukan kelompok belajar yang terlalu besar (3 kelompok dengan masing- masing kelompok berjumlah 9 orang) yang kurang efektif serta pembentukan kelompok yang kurang memperhatikan faktor heterogenitas siswa yang menyebabkan siswa kurang aktif, kurang fokus dalam berkonsentrasi, menyulitkan guru dalam mengelolanya serta mengurangi aktifitas siswa dalam kelompok.
3. Bimbingan guru terhadap kerja kelompok dalam menyelesaikan soal-soal latihan yang belum maksimal.
Untuk itu diperlukan tindakan perbaikan-perbaikan terhadap permasalahan diatas pada siklus II (kedua), terutama menyangkut materi perlu disampaikan lebih mendalam, kelompok belajar siswa dibuat lebih efektif, aktifitas guru perlu ditingkatkan, siswa perlu diberi motivasi dan dibimbing secara lebih maksimal dalam menyelesaikan tugas kelompok.
2. Pembahasan Hasil Belajar Siklus II
Berdasarkan data-data hasil penelitian yang telah diperoleh pada siklus II, diketahui bahwa persentase ketuntasan hasil belajar yang dicapai siswa sudah meningkat dari 51,85% pada siklus I menjadi 70,37% pada siklus II dengan katagori keberhasilan tinggi. Persentase ketuntasan ini meskipun sudah meningkat, akan tetapi belum mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan, yaitu minimal 75,00%.
Menyangkut hasil observasi terhadap aktifitas guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran, diketahui telah mencapai target sebagaimana diharapkan yaitu minimal aktifitas guru telah mencapai 75,00% dengan katagori minimal baik. Dimana persentase aktifitas guru pada siklus II telah mengalami peningkatan yang signifikan yaitu mencapai 77,50 dengan katagori baik.
Berkaitan dengan dengan aktifitas siswa pada siklus II dalam mengikuti kegiatan pembelajaran juga mengalami peningkatan yang serius dari 54,00% pada siklus I
190
menjadi 78,00% pada siklus II dengan katagori aktif. Persentase ini telah memenuhi indikator keberhasilan yang diharapkan minimal 75,00% dengan katagori aktif.
Selanjutnya hasil penelitian menyangkut respon siswa terhadap penerapan pendekatan CTL model Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran Fisika pokok bahasan gelombang bunyi pada siswa kelas XI-MIPA-1 SMA Negeri 1 Keumala, diketahui respon dengan persentase terbanyak berada pada respon menarik yaitu sebesar 52,77%. Dimana meskipun persentase respon menarik sedikit menurun dari siklus I sebesar 57,41%, akan tetapi terjadi peningkatan persentase pada respon sangat menarik dari 25,92% pada siklus I menjadi 43,52% pada siklus II.
Berdasarkan kajian data hasil penelitian sebagaimana disebutkan diatas, maka penelitian pada siklus II perlu dilanjutkan pada siklus III. Hal ini meskipun aktifitas guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran dan aktifitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran serta akumulasi respon siswa pada katagori menarik dan sangat menarik pada siklus II telah mencapai indikator keberhasilan sebagaimana yang diharapkan, yaitu telah mencapai minimal 75,00%, akan tetapi persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus II masih berada dibawah indikator keberhasilan sebagaimana yang diharapkan, yaitu dibawah minimal 75,00% dengan capaian persentase masih 70,37%.
Untuk itu diperlukan lanjutan kegiatan penelitian pada siklus III dengan tindakan perbaikan-perbaikan agar persentase ketuntasan sebagaimana diharapkan dapat tercapai denga baik. Tindakan-tindakan perbaikan yang dilakukan pada siklus II sudah tergolong baik dan efektif, namun pada siklus III tindakan-tindakan tersebut perlu lebih ditingkat lagi, terutama pada penyampaian materi harus dilakukan secara lebih mendalam lagi, contoh-contoh soal lebih bervariasi, bimbingan-bimbingan guru terhadap penyelesaian tugas siswa juga perlu lebih ditingkatkan.
3. Pembahasan Hasil Belajar Siklus III
Pada dasarnya perencanaan tindakan pada siklus III sama dengan perencanaan pada siklus II sebelumnya. Dimana pada siklus II setelah dilakukan beberapa perbaikan telah banyak mengalami peningkatan baik dari segi peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa maupun segi peningkatan persentase aktifitas guru dan siswa dalam pembelajaran ke arah yang lebih baik. Pada siklus III perencanaan tindakan lebih fokus pada pada pencapaian persentase ketuntasan belajar agar mencapai persentase ketuntasan secara klasikal minimal 75,00% sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu perbaikan-perbaikan pada siklus II terus dilanjutkan pada siklus III dengan upaya-upaya peningkatan, antara lain penyampaian materi dilakukan secara lebih mendalam melalui pemanfaatan media berupa video pembelajaran, perubahan pada jumlah anggota kelompok belajar siswa yang diperkecil (5-6 siswa per kelompok), peningkatan aktifitas guru dalam membimbing belajar dan tugas siswa secara lebih optimal, pemberian contoh-contoh soal yang lebih bervariasi dan hal-hal lain yang dianggap mampu meningkatkan hasil belajar siswa ke arah yang lebih baik.
Berdasarkan data hasil penelitian mengenai hasil belajar siswa pada siklus III mata pelajaran Fisika pokok bahasan gelombang bunyi, diketahui nilai tertinggi yang diperoleh siswa kelas XI-MIPA-1 adalah 95,00 dan nilai terendah 70,00 dengan nilai rata-rata sebesar 82,59. Rekapitulasi ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus III di atas, diketahui sebanyak 23 siswa (85,19%) telah tuntas belajarnya. Selebihnya sebanyak 4 siswa (14,81%) belum tuntas belajarnya pada siklus III mata pelajaran
191
Fisika pokok bahasan gelombang bunyi. Persentase tuntas 85,19% berdasarkan kriteria tingkat keberhasilan belajar tergolong pada katagori sangat tinggi.
Demikian pula aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran pada siklus III memperoleh skor total 179 dari 200 skor tersedia dengan persentase skor sebesar 89,50%. Sesuai dengan kriteria aktifitas guru yang telah dijelaskan pada bab metode penelitian sebelumnya persentase skor tergolong katagori baik sekali. Aktifitas siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus III memperoleh skor total 90 dari 100 skor tersedia dengan persentase skor sebesar 90,00%. Sesuai dengan kriteria aktifitas siswa yang telah dijelaskan pada bab metode penelitian sebelumnya persentase skor ini tergolong katagori sangat aktif.
Adapun data menyangkut respon siswa terhadap penerapan pendekatan CTL model Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran Fisika pokok bahasan gelombang bunyi pada siswa kelas XI-MIPA-1 di SMA Negeri 1 Keumala telah berhasil mencapai target indikator keberhasilan penelitian, yaitu “Penelitian dikatakan berhasil apabila minimal 75% siswa menunjukkan respon menarik atau sangat menarik.” Dimana pada siklus III yang merupakan siklus akhir penelitian persentase repon siswa terhadap penerapan pendekatan CTL model Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran Fisika pokok bahasan gelombang bunyi pada siswa kelas XI-MIPA-1 di SMA Negeri 1 Keumala, 77,78% siswa menyatakan respon sangat menarik.
Agar lebih jelas gambaran peningkatan kegiatan siswa dan hasil belajar siswa dari siklus I, siklus II dan siklus III, dapat dilihat dan diperhatikan pada rekapitulasi tabel dan grafik berikut:
Tabel 1.1 Rangkuman Ketuntasan Belajar Pada Siklus I, Siklus II, dan III No Hasil Tes akhir Siklus Persentase
I II III I II III 1. Siswa yang tuntas 14 19 23 51,85% 70,37% 85,19%
2. Siswa yang tidak
tuntas 13 8 4 48,15% 29,63% 14,81%
3 Jumlah 27 27 27 100% 100% 100%
Tabel 1.2 Rekapitulasi Perolehan Nilai Siklus I, Siklus II, dan III
No Keterangan Nilai
Siklus I Siklus II Siklus III
1 Nilai Tertinggi 85,00 90,00 95,00
2 Nilai Terendah 40,00 65,00 70,00
3 Jumlah Nilai 1840 2085 2230
4 Nilai Rata-rata 68,15 77,22 82,59
Dengan demikian kedua aktifitas pengamatan baik aktifitas guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran maupun aktfitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran mengalami peningkatan sangat optimal dan telah mencapai indikator keberhasilan penelitian sebagaimana yang diharapkan. Dengan diperoleh data-data hasil penelitian pada siklus III sebagaimana telah dipaparkan diatas, maka semua indikator
192
keberhasilan penelitian sebagaimana yang telah dirumuskan pada bab metodologi penelitian sebelumnya telah tercapai semua dengan baik.
D. KESIMPULAN
Berdasakan hasil penelitian yang telah dilakukan selama tiga siklus maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) model Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar Fisika pokok bahasan gelombang bunyi pada siswa kelas XI-MIPA-1 di SMA Negeri 1 Keumala. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian bahwa persentase ketuntasan siswa mengalami peningkatan dari 51,85% pada siklus I, meningkat menjadi 70,37% pada siklus II dan terus meningkat menjadi 85,19% pada siklus III dengan katagori sangat tinggi.
2. Aktifitas guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dengan penerapan pendekatan CTL model Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran Fisika pokok bahasan gelombang bunyi pada siswa kelas XI-MIPA-1 di SMA Negeri 1 Keumala sangat baik sekali. Hal ini terbukti dengan aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran terus meningkat mencapai 89,50% pada siklus III katagori baik sekali. Begitu juga dengan aktifitas siswa dalam mengikuti pembelajaran juga mengalami peningkatan mencapai 90,00% pada siklus III dengan katagori aktif sekali.
3. Respon siswa terhadap penerapan pendekatan CTL model Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran Fisika pokok bahasan gelombang bunyi pada siswa kelas XI-MIPA-1 di SMA Negeri 1 Keumala sangat baik sekali. Hal ini umumnya siswa menyatakan respon sangat menarik sebesar 77,78% pada siklus III.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya
Ahmadi, Iif Khoiru, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu : Pengaruhnya Terhadap Konsep, Mekanisme dan Proses Pembelajaran Sekolah Swasta dan Negeri. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara B. Johnson, Elaine. 2009. Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, Cetakan ke-7. Bandung : Mizan Learning Center (MLC).
Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Semarang : IKIP Press.
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Biro Hukum dan Organisasi Sekjen Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran Yang Efektif. Jakarta : Direktorat Pembinaan SMP, Dirjen Pembinaan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2008. Strategi Pembelajaran MIPA. Jakarta : Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
193
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2008. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran. Jakarta. Direktorat Tenaga Kependidikan, Dirjen PMPTK.
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2008. Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya.
Jakarta : Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa Depdiknas
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2008. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan, Dirjen PMPTK.
Djajadi, Muhammad, 2019. Penelitian Tindakan Kelas (Classroomaction Research).
Yogyakarta : CV. Arti Bumi Incaran.
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar, Cetakan Kedua. Bandung : PT. Refika Aditama.
Jihad, Asep., & Abdul, Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Gumilar, Kamaludin. (2013). Penerapan Metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jurnal Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan
Nashar. 2004. Peranan Motivasi Dan Kemampuan Awal Dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta : Delia Press.
Purwanto, Ngalim 1997. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran Cet VIII.
Bandung : PT. Remaja Rosdkarya
Sudjana, Nana 2005. Metoda Statistika, Edisi Keenam. Bandung : PT. Tarsito Bandung.
Saripudin, Aip, dkk. 2009. Praktis Belajar Fisika Untuk SMA/MA Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta : Pusat Perbukuan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional RI
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Edisi I, Cetakan 20. Jakarta : Rajawali Press.
Tri Anni, Catharina. 2006. Psikologi Belajar. Semarang : UPT UNNES Press.
Uzer Usman, Moh. 2005. Menjadi Guru Profesional, Edisi Kedua. Bandung : PT.
Rosdakarya.