• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Penyelesaian Sengketa Pajak Pada Pengadilan Pajak di Indonesia

N/A
N/A
055@Aulia Rahma Lika

Academic year: 2023

Membagikan "Implementasi Penyelesaian Sengketa Pajak Pada Pengadilan Pajak di Indonesia"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Penyelesaian Sengketa Pajak Pada Pengadilan Pajak di Indonesia (Implementation of Tax Dispute Resolution at the Tax Court in Indonesia)

Aulia Rahma Lika

Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta [email protected]

ABSTRACT

Tax disputes are disputes that arise between taxpayers and authorized tax officials as a result of the issuance of decisions that are not in accordance with the provisions of tax laws and regulations.

Settlement of tax disputes can be done through the tax court. The tax court is a judicial institution authorized to examine and decide tax disputes. This study aims to examine the implementation of tax dispute resolution in tax courts in Indonesia. This study used normative juridical research methods. The results showed that the implementation of tax dispute resolution in tax courts in Indonesia still faces several obstacles, including: Lack of taxpayer understanding of the tax dispute resolution mechanism, Length of tax dispute resolution process, High cost of tax dispute resolution. To overcome these obstacles, efforts need to be made to improve.

Keywords: Tax Dispute, Tax Court

ABSTRAK

Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul antara wajib pajak dengan pejabat pajak yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Penyelesaian sengketa pajak dapat dilakukan melalui pengadilan pajak. Pengadilan pajak merupakan lembaga peradilan yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa pajak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi penyelesaian sengketa pajak pada pengadilan pajak di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi penyelesaian sengketa pajak pada pengadilan pajak di Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, antara lain: Kurangnya pemahaman wajib pajak tentang mekanisme penyelesaian sengketa pajak, Lamanya proses penyelesaian sengketa pajak, Tingginya biaya penyelesaian sengketa pajak. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan.

Kata Kunci: Sengketa Pajak, Pengadilan Pajak

PENDAHULUAN

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara dalam pembiayaan pemerintah serta pembangunan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 1 angka 1 yang menjelaskan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

(2)

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani, Pajak sebagai iuran masyarakat pada negara (yang sifatnya dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang dapat ditunjukan secara langsung dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.1

Penegakan hukum pajak khususnya di Indonesia, bahwa sengketa pajak di Indonesia dilaksanakan melalui dua peradilan pajak yang pertama dilaksanakan melalui Lembaga Keberatan kemudian dilanjutkan pada Pengadilan Pajak yang berpuncak kepada Mahkamah Agung.

Kedua dilaksanakna melalui Pengadilan Pajak yang berakhir kepada Mahkamah Agung. Lembaga keberatan adalah bagian dari peradilan pajak yang berada dalam Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri baik mengenai organisasi,

1 Juli Ratnawati, Retno Indah Hernawati, “Dasar- Dasar Perpajakan”, hlm.1

administrasi, keuangan, dan pembinaan teknis peradilan di Lembaga Keberatan berada dalam kekuasaan eksekutif.

Pengadilan Pajak yang hadir menimbulkan kerancuan mengingat objek sengketa pajak adalah Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang masih merupakan lingkup objek Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Pengertian sengketa pajak itu sendiri diatur pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak yaitu sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dan penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No.

17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak menjelaskan bahwa sengketa pajak adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan banding dan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

Pengadilan Pajak sebagai pelaku kekuasaan

(3)

kehakiman berada dalam salah satu lingkungan peradilan yang ada saat ini, hal ini dijelaskan dalam Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 Juncto Pasal 10 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu Peradilan dilakukan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan, segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipidana.

Adapun sengketa pajak terjadi karena adanya perpedaan persepsi atau perbedaan pendapat antara wajib pajak dengan petugas pajak mengenai penetapan pajak terutang yang diterbitkan atau tindakan penagihan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.2

Di tinjau dari karakteristik dan substansi sengketa yang diselesaikan oleh Pengadilan Pajak mengandung unsur publik, maka lebih tepat jika Pengadilan Pajak

2 Mohd. Yusuf DM, dkk, “Analisis Yuridis Peranan dan Kedudukan Peradilan Pajak di Indonesia”, hlm.1268

ditempatkan sebagai bagian khusus dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.4 Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak, tidak ditemukan ketentuan yang menyatakan secara jelas keberadaan Pengadilan Pajak dalam lingkungan peradilan yang ada saat ini. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak hanya menyebutkan tentang pembinaan teknis peradilan dalam Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, untuk pembinaan organisasi, administrasi, dan finansialnya dilakukan oleh Departemen Keuangan.

Hal ini perlu cara untuk menyelesaikan masalah sengketa pajak ini, supaya tujuan dan cita-cita untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia bisa terwujud. Peneliti membahas dalam jurnal ini dengan mengambil judul penelitian Implementasi Penyelesaian Sengketa Pajak pada Pengadilan Pajak Indonesia.

RUMUSAN MASALAH

Sengketa pajak adalah sengketa yang terjadi antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pemerintah (fiscus), karena perbedaan pendapat tentang besarnya pajak yang terutang. Penyelesaian sengketa pajak

(4)

di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Implementasi penyelesaian sengketa pajak pada Pengadilan Pajak di Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan.

Permasalahan tersebut dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu permasalahan yudisial dan permasalahan non-yudisial.

Rumusan masalah dalam penulisan ini membahas secara menyeluruh tentang implementasi penyelesaian sengketa pajak pada pengadilan pajak di Indonesia.

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana implementasi penyelesaian sengketa pajak di indoneisa, serta kendala-kendala yang dihadapi.

Artikel ini bertujuan untuk menjabarkan pengertian dari sengketa pajak, seperti apa contoh sengketa pajak yang ada di Indonesia, serta upaya apa yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan sengketa pajak pada pengadilan di Indonesia.

Penulis menggunakan metodologi penelitian yuridis normatif, seperti pendekatan hukum dan konseptual, serta data sekunder yang berisi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, untuk membahas perumusan topik ini.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sengketa Pajak

Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan Pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang- undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Sengketa pajak menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (5) Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002 adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat

berwenang, sebagai akibat

dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan UU PPSP.3

Sengketa pajak terjadi karena adanya ketidaksamaan persepsi atau

3 Nur Farida Liyana, Primandita Fitriandi, Edy Riyanto, “Praktikum Penagihan Pajak dan Sengketa Pajak”, hlm.125

(5)

perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Petugas Pajak mengenai penetapan pajak terutang yang diterbitkan atau adanya tindakan penagihan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.4 Sengketa pajak umumnya diawali dari diterbitkannya surat ketetapan pajak atau diterbitkannya surat tindakan penagihan pajak. Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan.5 Surat ketetapan pajak dimaksud meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Nihil.

Selain itu, sengketa juga dapat timbul karena adanya pemotongan atau pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan undang- undang.

4 Amelia Ayu Paramitha, “Eksistensi Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan di Indonesia” hlm.8 5 Andi Rustam, Della Fadhilatunisa, Nurfasilah,

“Penerapan Surat Ketetapan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Upaya Meningkatkan Penerimaan PPH Orang Pribadi” hlm.49

Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan Pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang- undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Upaya hukum untuk

menyelesaikan sengketa pajak yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak adalah keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali. Upaya hukum keberatan diajukan kepada pejabat yang berwenang (Direktur Jenderal Pajak/Gubernur/Bupati/Walikota).

Sementara itu, upaya hukum banding dan gugatan diajukan ke pengadilan pajak. Khusus untuk upaya hukum Peninjauan Kembali diajukan ke Mahkamah Agung.

Penyelesaian sengketa pajak di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Penyelesaian sengketa pajak dapat dilakukan melalui jalur administratif dan jalur peradilan.

(6)

Penyelesaian sengketa pajak melalui jalur administratif dilakukan melalui proses keberatan dan banding. Jalur peradilan dilakukan melalui proses gugatan. Penyelesaian sengketa pajak melalui jalur administratif dapat dilakukan secara cepat dan mudah.

Namun, penyelesaian sengketa pajak melalui jalur administratif juga memiliki keterbatasan, yaitu keputusan yang diterbitkan oleh KPP tidak dapat diajukan banding. Penyelesaian sengketa pajak melalui jalur peradilan dapat memberikan keadilan bagi kedua belah pihak yang berperkara. Namun, penyelesaian sengketa pajak melalui jalur peradilan dapat memakan waktu yang lama dan biaya yang besar. Oleh karena itu, wajib pajak perlu mempertimbangkan dengan matang jalur penyelesaian sengketa pajak yang akan ditempuh.

B. Contoh Penyelesaian Sengketa Pajak di Indonesia

Sengketa pajak biasanya digolongkan menjadi dua, yaitu sengketa formal dan sengketa material. Sengketa formal timbul apabila fiscus atau wajib pajak/atau keduannya tidak memenuhi prosedur atau tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang perpajakan dan

undang-undang pengadilan pajak.6 Sedangkan sengketa material, apabila terdapat perbedaan jumlah pajak yang terutang, kelebihan pajak (restitusi) maupun kekurangan pajak.

Banyak faktor timbulnya sengketa pajak dalam sistem self assessment, salah satu timbulnya sengketa pajak adalah perbedaan interpretasi atas Undang-Undang atau peraturan perpajakan yang berlaku oleh wajib pajak dan fiskus dalam pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Fiskus melalui pemeriksaan dapat melakukan koreksi atas kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak dan wajib pajak diberikan hak untuk menanggapi secara tertulis atas koreksi yang dilakukan fiskus selama tujuh hari setelah Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).7

Sengketa pajak terjadi akibat kurangnya pemahaman masyarakat wajib pajak tentang sistem self assessment dan juga tentang wajib pajak.8

6 Mustaqiem, “Perpajakan dalam Konteks Teori dan Hukum Pajak di Indonesia”, hlm.101

7 Lukmanul Hakim Al Khoiry, Ning Rahayu, “Analisis Sidang Sengketa Pajak oleh Pengadilan Pajak yang Dilaksanakan diluar Daerah Jakarta Ditinjau dari Azas Ease of Administration” hlm.289

8 Safier Ramdani, S.E., M.M., ”Modul Pembelajaran Hukum Pajak”, hlm.268

(7)

Contohnya pada penyelesaian sengketa pajak di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan, yaitu PT ABC. Pada tahun 2023, PT ABC menerima surat ketetapan pajak penghasilan (PPh) badan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Dalam surat ketetapan tersebut, KPP menyatakan bahwa PT ABC telah melakukan kesalahan dalam menghitung PPh badan yang terutang. KPP menyatakan bahwa PT ABC harus membayar tambahan PPh badan sebesar Rp100 juta. PT ABC tidak setuju dengan hasil pemeriksaan KPP. PT ABC berpendapat bahwa perhitungan PPh badan yang dilakukan oleh KPP adalah tidak benar. PT ABC kemudian mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. KPP menerbitkan keputusan keberatan yang menolak permohonan keberatan PT ABC. PT ABC kemudian mengajukan banding atas keputusan keberatan tersebut.

Pengadilan Pajak mengabulkan permohonan banding PT ABC.

Pengadilan Pajak menyatakan bahwa perhitungan PPh badan yang dilakukan oleh KPP adalah tidak benar. Pengadilan Pajak memerintahkan KPP untuk

menerbitkan surat ketetapan PPh badan yang baru.

Sengketa Pajak yang timbul antara petugas pajak dan Wajib Pajak dapat diselesaikan dengan cara keberatan, banding, dan peninjauan kembali, cara-cara tersebut agar hak Wajib Pajak maupun negara dapat dijamin adanya keadilan dan kepastian hukum. Terjadinya Sengketa Pajak Berdasarkan Pasal 1 Ayat (5) Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bahwa sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, terutama gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang- undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan dengan Surat Paksa. Berdasarkan penjelasan diatas berikut contoh dari penyelesaian sengketa di Indonesia yaitu penyelesaian sengketa pajak atas gugatan dan sanggahan.

(8)

Secara umum, gugatan ini diajukan oleh wajib pajak yang merasa dirugikan atas tindakan fiskus dalam melakukan tindakan penagihan pajak terhadap wajib pajak ataupun penanggung pajak. Gugatan diatur secara tegas dalam hukum pajak Indonesia untuk melindungi kepentingan wajib pajak dari tindakan fiskus yang menurut wajib pajak tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hak wajib pajak untuk mengajukan gugatan diatur dalam UU KUP. Oleh karena gugatan ini diajukan oleh Wajib Pajak terkait dengan pelaksanaan penagihan pajak, maka terkait gugatan juga diatur dalam UU PPSP. Kedua, sesuai dengan Pasal 38 UU PPSP, sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita pengajuannya ditujukan hanya kepada pengadilan negeri. Setelah surat sanggahan diterima oleh pengadilan negeri akan diberitahukan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang dalam pelaksanaan penagihan pajak.

Selanjutnya, pejabat hanya akan menangguhkan pelaksanaan penagihan pajak dimaksud. Di sisi lain, sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang telah disita tidak bisa lagi

diajukan setelah lelang atas barang tersebut dilaksanakan.

Kewajiban pajak didasarkan pada undang-undang di bidang perpajakan, sebagaimana hukum pada umumnya yang bersifat memaksa. Namun, pada tahap implementasi memungkinkan ditemuinya banyak hambatan dalam proses pemungutan pajak, sehingga seringkali menimbulkan gugatan dan sanggahan.

C. Upaya Penyelesaian Sengketa Pajak Pada Pengadilan Pajak di Indonesia

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menjelaskan bahwa Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Pengadilan Pajak menurut Pasal 2

(9)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak berkedudukan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman khususnya dibidang perpajakan.

Pengadilan Pajak berkedudukan di ibukota Negara, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak, ketentuan ini menunjukkan bahwa hanya ada 1 (satu) Pengadilan Pajak yaitu berkeududukan di ibukota Negara.

Hakikatnya tempat sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya yaitu di jakarta ibukota Negara Indonesia, namun untuk memperlancar dan mempercepat penanganan sengketa pajak, tempat sidang dapat dilakukan di tempat lain yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Pajak.

Kedudukan Pengadilan Pajak ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 9 A Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ”pengkhususan” adalah diferensiasi atau spesialisasi di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, misalnya Pengadilan Pajak dan juga ditegaskan dalam Pasal 27 Ayat (2)

UU KUP, yaitu putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

Peradilan pajak di Indonesia merupakan peradilan administrasi yang bersifat khusus dibidang perpajakan, suatu peradilan dikatakan sebagai peradilan administrasi jika memenuhi unsur-unsur. Usnur-unsur tersebut yaitu salah satu pihak yang berselisih harus administrator (pejabat administrasi), yang menjadi terikat karena perbuatan salah seorang pejabat dalam batas wewenangnya, dan terhadap persoalan yang diajukan diberlakukan hukum publik atau hukum administrasi.

Penegakkan hukum pajak melalui lembaga peradilan pajak tertuju pada penyelesaian sengketa pajak dan dilakukan dalam Lembaga Keberatan, Pengadilan Pajak, dan Mahkamah Agung, atau hanya Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung saja.9

Dalam upaya untuk

menyelesaikan sengketa pajak di Pengadilan Pajak, ada beberapa kendala seperti tempat kedudukan Pengadilan Pajak yang hanya ada di Ibukota Negara.

Wajib Pajak harus rela keluar biaya lebih

9 Susi Zulvina’ “Bahan Ajar Pengantar Hukum Pajak”, hlm.20

(10)

untuk biaya transportasi, dan akomodasi serta korban waktu yang lebih banyak.

Kendala lainnya adalah adanya sanksi administrasi berupa denda sebesar 100%

(seratus persen) jika bandingnya ditolak atau dikabulkan sebagian. Kendala- kendala ini tentunya tidak sesuai dengan konsiderans menimbang huruf C Undang-Undang Pengadilan Pajak dan juga tidak sejalan dengan asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu asas Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.10

Menurut Prof. Dr. Rachmat Sumitro, penyelesaian sengketa pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

- Melalui kuasi peradilan atau peradilan semu, Penyelesaian sengketa pajak dapat dilakukan melalui kuasi peradilan atau peradilan semu. Peradilan ini dimulai dengan mengajukan surat keberatan (doleansi) kepada Dirjen pajak.

- Melalui Peradilan Pajak Tidak Langsung, Pajak tidak langsung tidak menggunakan Surat Ketetapan Pajak dan Kohir, melainkan besarnya pajak yang terutang dihitung sendiri

10 I Wayan Sentana Gotama, Ida Ayu Putu Widiati, I Putu Gede Saputra, “Eksistensi Pengadilan Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak”, hlm.334

oleh wajib (self assessment) pajak sesuai ketentuan Undang-undang.

Penyelesaian sengketa pajak di muka lembaga keberatan, sangatlah berbeda dengan penyelesaian sengketa di muka pengadilan. Surat keberatan diputuskan oleh hakim doleansi (pejabat pajak yang diberi tugas untuk memutus surat keberatan), tanpa mengadakan sidang seperti yang dilakukan di pengadilan. Dalam ketentuan pasal 25 UU KUP, upaya hukum keberatan diajukan ke Direktorat Jendral Pajak di tempat dimana wajib pajak terdaftar. Hal ini untuk mengajukan upaya hukum keberatan, maka wajib pajak harus memenuhi syarat-syarat yaitu:

1. Diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia;

2. Diajukan dalam jangka 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan;

3. Mengemukan jumlah pajak terhutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi

(11)

menurut penghitungan wajib pajak disertai alasan-alasan yang jelas;

4. Untuk satu surat keberatan diajukan terhadap waktu ketetapan pajak atau pemotongan/pemungutan pajak.

Direktur Jenderal pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan wajib pajak Jika jangka waktu 12 bulan terlewati, maka keberatan dianggap diterima. Apabila wajib pajak tidak merasa puas atas keputusan keberatan yang telah dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pajak berarti wajib pajak berhak mengajukan upaya hukum banding sesuai Pasal 1 angka 6 Undang- undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) pada Pasal 91 Undang- undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, permohonan Peninjauan kembali hanya dapat dilakukan berdasarkan 5 sebab yaitu:

1. Apabila Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti

yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.

2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan apabila dikethui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilakan putusn yang berbeda.

3. Apabila telah dikabulkan suatu hal ang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut.

4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.

5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan perturan perundang-undangan yang berlaku.

KESIMPULAN

Mahkamah Agung mengawasi pengawasan teknis peradilan untuk Pengadilan Pajak, sementara Departemen Keuangan (sekarang Kementerian Keuangan) bertanggung jawab untuk mengembangkan struktur administrasi, keuangan, dan organisasi organisasi. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dan

(12)

Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Ada sejumlah hambatan untuk menyelesaikan masalah pajak di hadapan Pengadilan Pajak, termasuk fakta bahwa ia hanya memiliki lokasi Ibukota Negara.

Wajib pajak harus siap untuk membuat pengorbanan waktu dan keuangan yang lebih besar, serta biaya transportasi yang lebih tinggi. Hambatan lebih lanjut adalah adanya sanksi administratif berupa denda 100% (seratus persen) dalam hal banding ditolak atau hanya dikuatkan sebagian.

Pembatasan ini jelas tidak sejalan dengan faktor-faktor yang diperhitungkan dalam huruf C UU Pengadilan Pajak, dan mereka juga tidak sejalan dengan prinsip pelaksanaan kekuasaan kehakiman, yaitu prinsip persidangan yang dilakukan secara sederhana, cepat, dan murah.

SARAN

Harap dimaklumi bila pada penulisan artikel masih banyak kata-kata yang kurang dipahami dan masih berantakan, karena penulis juga masih dalam tahap pembelajaran, penulis siap menerima konsekuensi kritik dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Rustam, D. F. (n.d.). PENERAPAN SURAT KETETAPAN PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENERIMAAN PPH ORANG PRIBADI. 49.

(13)

I Wayan Sentana Gotama, I. A. (n.d.). EKSISTENSI PENGADILAN PAJAK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK. 334.

Juli Ratnawati, R. I. (n.d.). DASAR-DASAR PERPAJAKAN. 1.

Lukmanul Hakim Al Khoiry, N. R. (n.d.). Analisis Sidang Sengketa Pajak oleh Pengadilan Pajak yang Dilaksanakan Diluar Daerah Jakarta Ditinjau dari Azas Ease of Administration. 289.

Mohd. Yusuf DM, A. A. (n.d.). ANALISIS YURIDIS PERANAN DAN KEDUDUKAN PERADILAN PAJAK DI INDONESIA. 1268.

Mustaqiem. (n.d.). PERPAJAKAN DALAM KONTEKS TEORI DAN HUKUM PAJAK DI INDONESIA. 101.

Nur Farida Liyana, P. F. (n.d.). PRAKTIKUM PENAGIHAN PAJAK DAN SENGKETA PAJAK. 125.

Paramitha, A. A. (n.d.). EKSISTENSI PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. 8.

Safier Ramdani, S. M. (n.d.). Modul Pembelajaran HUKUM PAJAK.

Zulvina, S. (n.d.). BAHAN AJAR PENGANTAR HUKUM PAJAK. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Kedudukan Pengadilan Pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah pengadilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman. Kemandirian

Adapun ruang Lingkup Pengadilan Pajak diatur dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2002, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 nomor 27 yang disahkan pada tanggal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik Pengadilan Tata Usaha Negara ataupun Pengadilan Pajak mempunyai kewenangan dalam mengadili sengketa dalam bidang perpajakan

Selain itu, ada juga menyatakan bahwa Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang

Kedudukan Pengadilan Pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah pengadilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman. Kemandirian

Tergugat : bahwa Surat Penolakan Pemindahbukuan tidak termasuk dalam objek gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan

14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Pasal 1 angka 5: ‘Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung pajak dengan pejabat

Kedudukan Pengadilan Pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah pengadilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman. Kemandirian