• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi dan Implementasi Servant ... - Progress Conference

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Implikasi dan Implementasi Servant ... - Progress Conference"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Implikasi dan Implementasi Servant Leadership

Zainul Hidayat

STIE Widya Gama Lumajang Email: [email protected]

Abstract

This paper describes various perspectives on leadership. To then lead to servant leadership (Servant Leadership). Part of the science of Human Resource Management, leadership becomes and plays an important role, especially in the organizational context. In order for organizational goals to be achieved effectively and efficiently, a leader needs to apply leadership properly and correctly. Leadership plays a dominant, crucial, and critical role in the overall effort to improve work performance, both at the individual, group and organizational levels. Successful leaders are leaders who are able to manage an organization and are able to carry out leadership effectively so that organizational goals can be achieved. In the perspective of leadership in the organization there are two things, namely, leaders and servants. These two words have literally opposite meanings.

But in the world of leadership, these two words are combined into one and form a new leadership style that is now widely applied in organizations and companies, namely servant leaders. A leader who has a servant leadership style will make himself a "servant" for all those under his leadership.

All of this is done in the spirit of realizing the goals of the organization.

Keyword: Implication, Implementation and Servant Leadership

PENDAHULUAN

Kepemimpinan merupakan salah satu piranti dalam upaya untuk meningkatkan mutu modal manusia (man) dalam organisasi. Kehadiran sosok pemimpin atau kepemimpinan menjadi hal krusial dalam menunjang kualitas tersebut dan mencapai tujuan perusahaan. Khususnya dalam menunjang kinerja, motivasi karyawan, komitmen organisasi.

Gary (2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai ikhtiar seseorang untuk mempengaruhi orang lain khususnya bawahannya. Hal ini merupakan salah satu faktor penentu pengelolaan organisasi.

Sebagian menganggap posisi pemimpin adalah yang dilayani. Sehingga ada sejumlah fasilitas dan layanan yang diperoleh. Sebelumnya melalui berbagai acara seremonial. Namun demikian, ada juga yang menganggap sebaliknya. Pemimpin dalam memimpin menerapkan pendekatan dengan hati dan bersedia menjadi pelayan.

Northouse (2010) menemukan bahwa kepemimpinan adalah proses pemimpin mempengaruhi sekelompok orang untuk mencapai tujuan organisasi dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Crismond dan Leisner (1988) juga menyampaikan bahwa para pemimpin sukses yang dapat memimpin organisasi memiliki keterampilan komunikasi yang kuat dan kemampuan untuk mengembangkan strategi untuk mengatasiberbagai tantangan dari ketidakpastian dan perubahan.

Lebih lanjut, Darling (1995) memprediksi bahwa pemimpin masa depan akan memainkan peran termasuk: mentoring, mendorong, membimbing,dan mendukung daripada mengarahkan orang lain.

Scholtes (1998: 372) menyatakan "kepemimpinan adalah seni, jurnal batin, jaringan hubungan, penguasaan metode, dan banyaklagi," dan karena itu lebih dari pendekatan manajemen, atribut, dan kemampuan yang dibicarakan dalam buku mengenai peran kepemimpinan dalam organisasi.

Quinn (2005) mengungkapkan kepemimpinan mempunyai pengaruh paling besar terhadap peran dari masing-masing elemen dalam organisasi. Kepemimpinan merupakan untuk mempengaruhi

(2)

pendapat, perilaku dan gayanya sendiri. Satu hal yang juga penting adalah style leadership pemimpin. Berdasarkan ragam derajat optimisme keyakinan, nilai dan pedoman mengacu pada hal-hal sebelum peran serta atau monitoring institusi. Untuk itu pola seperti sebelumnya perlu ada pada orang memperoleh kesempatan memimpin. Orang yang memimpin sebaiknya mempunyai kekhasan dalam memimpin manakala diperlukan mesti beragam baik untuk organisasi maupun inidvidu dalamnya.

Servant Leadership

Peneliti Hamide dan Nikooparvar (2012) berpendapat ada beragam kepemimpinan yang digunakan. Antara lain, , otoriter, diktator, memberi ruang untuk berpendapat dan sejenisnya.

Namun tetap merupakan terbaik adalah kepemimpinan melayani. Pemimpin yang melayani (Servant Leader), pertamakali dikenal di tahun 1970. Meski sudah ada sejak hampir setengah abad lalu, namun gaya kepemimpinan "Pemimpin Pelayan" ini baru banyak digali dan diterapkan pada tahun-tahun belakangan. Greenleaf pada tahun 1970-an menulis sebuah esai berjudul, The Servant as1Leader. Greenleaf menyimpulkan pemimpin yang paling diinginkan semua orang adalah harus mampu menjadi pelayan yang baik. Dia percaya ini akan menjadi modal keberhasilan seseorang dalam memimpin. Pada dasarnya, mutu kepemimpinan dilakukan untuk memberikan solusi bagi berbagai pihak baik ada di dalam maupun luar organisasi.

Kepemimpinan melayani dikonstruksikan oleh dua istilah: pemimpin dan pelayan, kedua istilah ini memainkan dua peran yang berbeda dalam satu waktu, melayani dan memimpin. Mungkin sulit untuk menerima bahwa sebagai pemimpin, mereka jugamelayani. Melayani dan memimpin pada saat yang sama - pemimpin yang melayani, dan pelayan yang memimpin.

Greenleaf (1977) memulai konsep kepemimpinan pelayan dari novel Herman Hesse Perjalanan ke Timur—berfokus pada karakter Leo pada khususnya. Meskipun karakter awalnya diperkenalkan sebagai pelayan kasar, protagonis kemudian menemukan bahwa Leo sebenarnya adalah kepala Ordo, di mana ia dipandang sebagai pemimpin yang mulia. Terlepas dari posisi kekuasaan Leo, yang diberikan kepadanya oleh orang lain, sikapnya yang berorientasi pada pelayanan adalah yang benar-benarmendefinisikan karakter batinnya. Menggunakan Leo sebagai model, Greenleaf (1977) mengembangkan konsep kepemimpinan yangmelayani, yang ―dimulai dengan perasaan alami bahwa seseorang ingin melayani, melayani.pertama‖ daripada orang yang memimpin lebih dulu (hal. 22).

Greenleaf lebih lanjut menyoroti modelnya dalam melayani orang lain termasuk karyawan dan masyarakat sebagai prioritas pertama. Oleh karena itu, dua konsep kunci dari teori kepemimpinan pelayan adalah:jasa dan berorientasi lain.

Wis (2002) lebih lanjut memandang pemimpin yang melayani dituntut untuk melayani, dan melihat hidup mereka sebagai misi pelayanan. Selain itu, Lee dan Zemke (1993) berpendapat bahwa tujuan keberadaan pemimpin adalah untuk melayani pengikut mereka dan mendapatkan kepercayaan mereka. Konsep lain dari teori kepemimpinan pelayan adalah berorientasi pada orang lain, ciri khas kepemimpinan yang melayani, yang berfokus pada kepentingan dan kesejahteraan orang lain. Oleh karena itu, jika seseorang ingin menjadi seorang pemimpin, ia harus mengorbankan keinginan individualistis untuk kebaikan bersama (Joseph, 1997).

Selanjutnya, seperti yang dicatat oleh Van Dierendonck(2011), dalam konteks organisasi, pemimpin yang melayani menciptakan peluang bagi anggota untuk tumbuh dan membangun hubungan yang kuat melalui sikap danpendekatan berorientasi layanan

Peneliti Hoveida, dkk (2011) mengungkapkan kepemimpinan melayani merupakan nateri atau teori sehingg perlu dikaji dengan komperehensif dengan titik penting kepedulian dan melayani orang lain. Dengan tetap memberikan ruang kepada karyawan dalam institusi. Pas dengan berbagai nilai lebih yang melekat pada diri pemimpin, mulai kompetensi, pengalaman, kepribadian dan motivasi kepada jajaran bawah.

(3)

Implementasi Servant Leadership mampu membawa dampak terhadap pola pikir dan kerja karyawan. Mengingat di dalamnya ada rasa peduli terhadap karyawan dan melibatkannya dalam berbagai kesempatan. Ini juga mempengaruhi apa yang dilakukan karyawan. Kemudian pimpinan memberikan teladan sehingga karyawan menjadi termotivasi untuk meningkatkan kinerja baik secara individu dan institusi.

Greenleaf dan Spears (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan kepemimpinan melayani sebagai aspirasi pemimpin untuk mengarahkan dan meningkatkan kinerja karyawan dan memberikan kesempatan untuk menimba pengetahuan atau ilmu guna meningkatkan kualitas menjadi lebih baik.

Penelitiam Hoveida dkk (2011) mengungkap kepemimpinan melayani merupakan pokok bahasan yang relative lama yang dikaji dan digunakan secara berkesinambungan di berbagai usaha.

Semua karena semua bermuara kepada ‗Peduli‘ dan ‗‘Melayani‘‘ yang sudah ada dan melekat pada diri manusia. Secara esensial, kepemim5pinan ini berfokus kepada apresiasi orang lain dan ruang berekspresi. Harapannya mampu memberikan kontribusi kepada peningkatan kondisi karyawan yang lebih baik. Untuk kemudian memberikan kontribusi positif kepada organisasi.

Ningsih, dkk (2016) dalamm penelitiannya menyampaikan, kepemimpinan melayani adalah yang menumbuhkan kesadaran untuk berbuat baik terlebih dahulu dan cenderung bersifat alamiah bagi manusia yaitu keinginan untuk melayani. Namun Greenleaf menyoroti bahwa mereka yang memperoleh kesempatan memimpin dengan baik maka perlu melayani yaitu memberikan bukti nyata mampu melayani orang lain. Servant leadership mempunyai dampak agar menjadi lebih baik khususnya motivasi bawahan yang tentunya mampu bertindak positif bagi perusahaan.

Untuk selanjutnya mampu menajdikan kemauan bawahan menjadi lebih baik lagi.

(Greenleaf dan Spears, 2002) dan Banutu-Gomez (2004) mengatakan, servant leadership mampu menumbuhkan trust karyawan atau bawahan karena merasa merasa mampu merespon masalah yang ada. Jadi, ketika servant leadership menaruh keperluannya dan memperlihatkan kesetiakawanan sosial para bawahannya.

Winston (2003) Stone dan Russell (2002) meneliti beragam hal yang menjadi sebab untuk kepemimpinan melayani yang sebetulnya ia mendistribusikan faktor sebagai ciri utama.

Peruntukannya sesuai dengan apa yang akan digunakan mulai keterusterangan, mempelopori, mempunyai cita-cita yang tinggi, trust, konsep, memberikan kesempatan berkembang, peduli, komitmen dan memberikan penghargaan atau reward. Ciri ini sering disebut dengan intrinsik.

Kekhasann dari kepemimpinan melayani yang Nampak pada suatu institusi minimal memberokan dampak yang baik bagi institusi.

Akan menjadi lebih baik manakala rasa memiliki ini menjadi motivasi tersendiri. Untuk kemudian ditunjang dengan indikatornya yang meliputi nama baik, Manajemen, Hubungan, Utusan, Kepatutan, kemampuan cita-cita, Ajakan, Niat, Ajakan, Pembelajaran, dan Menyimak. Tentu akan menjadi lebih baik dalam memerankan masing-masing tugas dan fungsi dalam organisasi.

Liden (2005) memberikan diskripsi dengan sejumlah pandangan untuk kepemimpinan melayani yaitu kemampuan ide, Keseimbangan Emosi, Keleluasan dalam berkarya, Perbuatan yang menjunjung aturan, mengapresiasi kelompok, memberikan solusi bagi karyawan yang berkembang untuk keberhasilan, dan peduli terhadap karyawan yang ada. Susunan kepemimpinan melayani yang disampaikan Dennis (2004) dalam Irving (2005) : (1) Empati , inti utama pada kepemimpinan ini adalah menyebar kepedulian.

Winston (2002) dalam Irving (2005), mengungkapkan empati mengacu pada ketepatan waktu ,menyampaikan. Berbeda dengan Winston (2004) dalam Irving (2005), menyampaikan kepemimpinan melayani ini perlu mempunyai empati atau kesetiakawanan sosial pada bawahan dengan harapan menjadikan input kepada organisasi menjadi lebih baik. Bawahan dalam hal ini harus menyumbangkan nilai positif untuk mendorong penilaian kerja. (2) Pemberdayaan (Empowerment) memberikan peluang untuk berkembang dengan menekankan pada kemitraan dengan pihak lain dan tetap memperhatikan masukan dari erbagai pihak.

(4)

Dennis (2004) dalam Irving (2005) mengungkapkan kepemimpinan melayani memang memerlukan partisipasi bawahan dalam setiap dan mengembangkan sifat egaliter. Russell &

Stone (1994) dalam Wong (2003). Mengatakan perlu untuk memberikan arahan agar menjadi fokus dalam pelaksanaanya nanti. (3) Tujuan atau mimpi yang hendak dicapai. Tujuan yang hendak dicapai ini perlu pengelolaan untuk menimgkatkan kualitas karyawan atau pun organisasi. Dengan demikian, apa yang melekat pada diri pemimpin harus sesuai dengan apa yang hendak dicapai nantinya. Bennett (2001) dalam Irving (2005). (4) Low Profile dengan menekankan pada hasil bukan yang nampak.

Dennis (2004) dalam Irving (2005), menyatakan orang yang memimpin sangat pas adalah mereka yang mampu bersikap low profile dan bersikap sopan santun kepada bawahan yang mampu memberikan masukan kepada institusi. Orang yang memimpin harus merasa diapresiasi oleh bawahannya. Tentu dengan harapan mampu memacu peningkatan kerja karyawan. (5) Trust.

Pemimpin merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa dan tidak semua orang terpilih. Maka perl untuk mengemban trust ini sebaik-baiknya dengan bekerja sesuai dengan tugas dan kewajibannya.

Graham (1991) menyatakan bahwa otoritas karismatik Weberian, karisma selebriti pribadi, kepemimpinantransformasional dan kepemimpinan pelayan adalah landasan teoritis untuk masing- masing model kepemimpinan ini. Dia menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional dan pelayan sama-sama inspiratif dan bermoral. Namun, penelitian lain menemukan keunikan dari kepemimpinan yang melayani dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya terutama kepemimpinan transformasional.

Smith, Montagno dan Kuzmenko (2004) menemukan bahwa kepemimpinan yang melayani memiliki keunikan dalam―budaya generatif spiritual‖ sedangkan kepemimpinan transformasional akan mengarah pada ―budaya dinamis yang diberdayakan‖. Budayanya terkait dengan motivasi pemimpin, dimana pemimpin pelayan dimotivasi oleh munculnya sikap egalitarianisme, dengan katalain dia tidak lebih baik dari mereka yang dipimpin. Motivasi ini memunculkan budaya spiritual dimana para anggota berfokus pada pertumbuhan pribadi mereka dan sistem organisasi akan memfasilitasi pertumbuhan itu.Dengan kata lain, kepemimpinan transformasional muncul dari basis motivasi yang berbeda.

Spears (2010) mengidentifikasi 10 karakteristik utama darikepemimpinan yang melayani, yaitu:

(1) mendengarkan, (2) empati,(3) penyembuhan, (4) kesadaran, (5) persuasi, (6) konseptualisasi,(7) pandangan ke depan, (8) pelayanan, (9) komitmen terhadappertumbuhan orang, dan (10) membangun komunitas. Dalam pandangan penulis, karakteristik ini sering muncul secara alamipada seorang pemimpin yang melayani. Namun, ini bukan daftarsifat yang lengkap. Russell dan Stone (2002) menambahkan 11rangkaian karakteristik pelengkap tambahan, termasuk visibilitas,kepercayaan, pengajaran, dan pengaruh.

Laub (1999) memberikan 6 klaster: (1) Mengembangkan orang; (2) Kepemimpinan Bersama; (3) Tampilan Keaslian;(4) Nilai Orang; (5) Memberikan Kepemimpinan; (6) Membangun Komunitas.

Russel dan Stone (2002) mengembangkan dua macam atribut kepemimpinan yang melayani:

Atribut primer terdiri dari: (1) Visi; (2) Kejujuran; (3) Integritas; (4)Kepercayaan; (5) Layanan; (6) Pemodelan; (7) Perintis; (8) Penghargaan orang lain; (9) Pemberdayaan. Atribut lainnya,atribut fungsional (ciri efektif kepemimpinan yang melayani) terdiri dari: (1) Komunikasi; (2) Kredibilitas; (3) Kompetensi;(4) Penatalayanan; (5) Visibilitas; (6) Pengaruh; (7) Persuasi; (8) Mendengarkan; (9) dorongan; (10) Pengajaran; (11)Delegasi.

Patterson (203) telah mengembangkan 7 konstruk kepemimpinan pelayan yaitu: (1) Agapao love:

rasa sosial atau moral; (2) Bertindak dengankerendahan hati: kemampuan untuk menjaga prestasi dan bakat seseorang dalam perspektif; (3) Altruistik: membantu orang lain tanpa pamrihhanya demi membantu, yang melibatkan pengorbanan diri, meskipun tidak ada keuntungan pribadi; (4) Visioner untuk pengikut: Cara melihat ataumemahami atau ketajaman atau pandangan ke depan yang tidak biasa; (5) Trusting: keyakinan atau ketergantungan pada anggota tim lain; (6)Melayani;

(7) Memberdayakan pengikut: Mempercayakan kekuatan kepada orang lain melibatkan

(5)

mendengarkan secara efektif, membuat orangmerasa penting, menekankan pada kerja tim, menghargai cinta dan kerendahan hati.

Dierendonck (2010) menyarankan 6 faktor dalam kepemimpinan pelayan: (1) Memberdayakan dan mengembangkan orang:menumbuhkan sikap proaktif, percaya diri di antara pengikut dan memberi mereka rasa kekuatan pribadi; (2) Kerendahan hati:kemampuan untuk menempatkan prestasi dan bakat sendiri dalam perspektif yang tepat; (3) Keaslian: mengekspresikan diri dengancara yang konsisten dengan pikiran dan perasaan batin; (4) Penerimaan interpersonal:

kemampuan untuk memahami dan mengalamiperasaan orang lain dan dari mana orang itu berasal;

(5) Memberikan arahan: membuat pekerjaan menjadi dinamis dan ―tailormade‖ (berdasarkan kemampuan, kebutuhan, dan masukan pengikut); (6) Stewardship: kesediaan untuk mengambil tanggung jawabuntuk institusi yang lebih besar dan untuk melayani daripada kontrol dan kepentingan pribadi.

Kepemimpinan yang melayani adalah solusi untuk model kekuasaan dan otoritas tradisional yang masih menjadi modelkepemimpinan paling umum di organisasi saat ini. Kepemimpinan yang melayani dapat membawa perubahan positif dalam organisasi yang bertentangan dengan metode otoriter tradisional (Brewer, 2010). Teori kepemimpinan tradisional biasanya didasarkan pada jenis model hierarkis bahwa kekuatan absolut mendikte dalam organisasi dari atas ke bawah danpengikut di tingkat yang lebih rendah telah diminta untuk mengikuti instruksi ini sebagaianggota organisasi (Buchen, 1998). Individu dalam struktur tradisional dipandang sebagaipelayan pemimpin sedangkan pemimpin dalam model "piramida terbalik", yang diperhitungkansebagai esensi dari kepemimpinan pelayan, dianggap sebagai pelayan pengikutnya (Spears,1996).

Dalam gaya kepemimpinan yang melayani, moralitas telah menjadi inti dan didasarkan pada kejujurandan kepercayaan (Van Dierendonck, 2011). Pemimpin yang melayani adalah panutan bagi pengikut mereka dan orang lain. Mereka memiliki hubungan yang sangat dalam dan kuat dengan karyawan dan membantu mereka menemukan bakat potensial mereka (Reave, 2005).

Kepemimpinan yang melayani memiliki potensi untuk mempengaruhi dan meningkatkan kinerja dan motivasi organisasi dalam berbagai bidang seperti produktivitas, komitmen organisasi, perilakukewargaan organisasi, kepercayaan, efektivitas tim, efektivitas organisasi, kinerja keuangan,motivasi dan kinerja karyawan, pemberdayaan, motivasi, dan efektivitas guru (Rezaee Manesh &Sadeighi, 2017).

IMPLEMENTASI

Secara akademis kepemimpinan melayani juga sudah menjadi bahan penelitian. Riset ini dilakukan oleh Harwiki (2013) berjudul ‗Influence of Servant Leadership to Motivation, Organization Culture, Organizational Citizenship Behavior (OCB), and Employee‘s Performance in Outstanding Cooperatives East Java Province‘, Indonesia. menganalisis data menggunakan Structural Equal Modelling (SEM). Hasil dari penelitian ini menunjukan temuan sebagai berikut, salah satunya: (1) Servant leadership berdampak kepada motivasi, budaya organisasi, dan kinerja karyawan. Ada juga hasil lain, namun tidak berhubungan dengan Servant Leadership.

Berikutnya, penelitian dengan judul ‗Servant leadership Style on Employees‘ work Performance and mediation effect of work motivation‘ yang dilakukan oleh Khurram, Lbn-E-Walled dan Sadiya Arif (2012) di Pakistan. Dengan cara pendekatan riset yang terus memperluas dan menggunakan pengolah data. Ternyata diketahui, variabel yang diteliti mempunyai dampak terhadap perantara maksimal antara kepemimpinan melayani dan hasil kerja mereka yang ada di LSM Pakistan. Ini mengandung makna, kepemimpinan melayani berdampak kepada variabel yang lain atau dependent.

Selanjutnya, penelitian See-Kwong Gho dan Brian Zhen-Jie Low (2013) di Malaysia yang berjudul ‗The Influence of Servant Leadership towards Organizational Commitment: The Mediating Role of Trust in Leaders‘. Riset berusaha untuk memakai cara survey yang dengan mengidentifikasi apa yang sudah disampaikan ke sasaran peneliti. Untuk kemudian diambil contoh

(6)

sebagian dan diminta merespon lembar penelitian. Ternyata, kepemimpinan melayani mempunyai efek terhadap kemauan yang kuat institusi.

Para peneliti telah menemukan bahwa kepemimpinan pelayan berhubungan positif secara signifikan dan baik seperti kepuasan kerja (Liden dkk., 2008; van Dierendonck & Nuijten,2011), niat berpindah (Jaramillo, Grisaffe, Chonko & Roberts, 2009), kepuasan kerja karyawan dan perilaku kewarganegaraan organisasi (Parris & Peachy, 2015). Kepemimpinan yang melayani juga menunjukkan korelasi yang lebih tinggi dengan kepuasan kerja, daripada kepemimpinan yang etis, otentik, dan transformasional (Hoch, Bommer, Dulebohn, & Wu,2015).

Lomer dan Rogers (1983) berkomentar bahwa pemimpin perpustakaan harus memainkan peran penting dalam mengoperasikan dan mengembangkan perpustakaan. Mereka juga memberikan contoh praktis bahwa kepala pustakawan harus memberikan pengaruh paling kuat pada cara mengoperasikan dan memimpin perpustakaan, dan pengalaman profesional mereka memiliki dampak paling besar pada layanan perpustakaan. Lo dkk. (2017a) melakukan serangkaian wawancara dengan direktur perpustakaan umum terkemuka dunia dan menyimpulkan bahwa di era digital saat ini, perpustakaan umum dipromosikan sebagai ―pusat komunitas‖ atau ―jantung kota‖

yang dinamis yang mendukung seluruh komunitas dalam berbagai aspek termasuk pendidikan.

program, layanan kewarganegaraan, dan berbagai kegiatan masyarakat. Oleh karena itu, perpustakaan umum saat ini lebih kompleks, multi fungsi, dan ruang berorientasi komunitas, yang juga mengharuskan direktur perpustakaan untuk peduli dengan orang-orang yang bekerja dengan mereka dan melayani, tetap mengikuti tren industri, terbuka terhadap ide-ide baru, dan mampu merespons perubahan dan inovasi (Lo et al., 2017a ). Akibatnya, perpustakaan umum bisa menjadi sangat cocok untuk kepemimpinan yang melayani dan merangkul layanan (Heaphey, 2006).

Artinya, untuk perpustakaan umum yang menganjurkan kepemimpinan pelayan, direktur adalah pemimpin, pembangun, penghubung, inovator, dan pelatih untuk memandu operasi dan pengembangan perpustakaan mereka. Barrett (2017) juga membuat hubungan langsung antara perpustakaan umum dan kepemimpinan pelayan, di mana direktur perpustakaan umum membahas cara gaya kepemimpinan pelayan mereka memengaruhi kesuksesan karyawan. Para direktur merasa bahwa yang juga mengharuskan direktur perpustakaan untuk peduli dengan orang-orang yang bekerja dengan dan melayani mereka, tetap mengikuti tren industri, terbuka terhadap ide-ide baru, dan mampu merespons perubahan dan inovasi (Lo et al., 2017a). Akibatnya, perpustakaan umum bisa menjadi sangat cocok untuk kepemimpinan yang melayani dan merangkul layanan (Heaphey, 2006). Artinya, untuk perpustakaan umum yang menganjurkan kepemimpinan pelayan, direktur adalah pemimpin, pembangun, penghubung, inovator, dan pelatih untuk memandu operasi dan pengembangan perpustakaan mereka.

Barrett (2017) juga membuat hubungan langsung antara perpustakaan umum dan kepemimpinan pelayan, di mana direktur perpustakaan umum membahas cara gaya kepemimpinan pelayan mereka memengaruhi kesuksesan karyawan. Para direktur merasa bahwa yang juga mengharuskan direktur perpustakaan untuk peduli dengan orang-orang yang bekerja dengan dan melayani mereka, tetap mengikuti tren industri, terbuka terhadap ide-ide baru, dan mampu merespons perubahan dan inovasi (Lo et al., 2017a). Akibatnya, perpustakaan umum bisa menjadi sangat cocok untuk kepemimpinan yang melayani dan merangkul layanan (Heaphey, 2006). Artinya, untuk perpustakaan umum yang menganjurkan kepemimpinan pelayan, direktur adalah pemimpin, pembangun, penghubung, inovator, dan pelatih untuk me mengembangkan komunitas, memberdayakan staf, mengembangkankomunikasi, dan kerja kolaboratif, di antara sifat-sifat lainnya, sangatpenting untuk keberhasilan staf perpustakaan.Singkatnya, perpustakaan umum sangat cocok untuk menerapkankepemimpinan yang melayani.

Berryman (2002) mengungkapkan organisasi publik dan nirlaba adauntuk melayani orang lain, dan membantu masyarakat menjalani kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, perlu bagi para pemimpin dalam organisasi ini untuk merangkul kepemimpinan yang melayani karena mereka menganggap melayani orang lain sebagai prioritas utama, baik untuk staf, pelanggan, klien, atau komunitas. Dimock (2016) menilaiorganisasi nirlaba sebagai tempat yang tepat bagi kepemimpinan yang melayani untuk dilakukan dan dikembangkan.

(7)

Ayub (1996) Beekun & Badawi, (1999) dan Ogunbado,(2012) dan (2019) mengatakan gagasan servant leadership telah ditampilkan dalam kepemimpinan Islam sejak didirikan 14 abad yang lalu.

Dengan latar belakang inilah tulisan ini mencoba menggambarkan ikon penting kepemimpinan Islam pada umumnya dan kepemimpinan pelayan generasi pertama pada khususnya. Umar bin Khattab, khalifah kedua dalam Islam. ditemukan dalam 'Umar atau dikenal sebagaial-faruq's kepribadian atau karakter.

Spear (2002) menekankan bahwa setelah bertahun-tahun mempertimbangkandengan cermat tulisan awal Greenleaf, dia menemukan sepuluh(10) sifat-sifat yang begitu esensial dan sentral bagiperkembangan pemimpin yang melayani. Dia menekankanbahwa karakteristik tidak berarti lengkap. Setelah melaluikarakteristik ini juga, para peneliti juga menemukan bahwa mereka semua ada dalam figure 'Umar bin Khatab (ra) yang ada dalam pembahasan ini. Yaitu, 1. Mendengarkan:

adalah karakteristik pertama yang terdaftar dari seorangpemimpin yang melayani, tindakan mendengar dengan penuh perhatian, yang menyiratkan memperhatikan seseorang atau sesuatu untuk mendengarkanmereka. Ini adalah kemampuan untuk mendengarkan apa yang dikatakan, danapa yang tidak dikatakan (non-verbal). Disebutkan bahwa para pemimpin secara tradisional dihargai karena keterampilan komunikasi dan pengambilan keputusan mereka (Spear, 2002).

Meskipun demikian, mendengarkan sangatpenting. Tindakan mendengarkan ―mencakup berhubungan dengan suara hatisendiri‖, memahami bahasa tubuh, dan apa yang dikomunikasikan oleh pikirandan jiwa. Pemimpin pelayan, menurut Ogunbado (2014) harus didedikasikan untuk tindakan mendengarkan secara efektif. Diadalam bidang apa pun harus menjadi pendengar yang baik untuk denganmudah memahami apa yang dikatakan dan untuk mengetahui tindakan apayang perlu diambil. Salah satu kunci keberhasilan kepemimpinan 'Umar ibn Khattab (ra) adalah kemampuannya untuk mendengarkan dan mendengarkan kritik. Dia biasa mendengarkan atau memperhatikan dendam para pengikutnya baik terhadap dirinya sendiri atau terhadap salah satu gubernur yang ditunjuknya. Dia selalu menasihati para gubernurnya atau pemimpin lain yang ditunjuk atau dipilih untuk meniru dia dalam tindakan vital ini. Menutup pintu Anda kepada orang-orang atau membiarkan yang kuat menindas yanglemah. (As-Sallabi, 2007, jilid 2, hal.394).

2. Empati, didefinisikan sebagai "kemampuan untuk berbagi perasaan atau pengalaman orang lain dengan membayangkan bagaimana rasanya berada dalam situasi mereka" (Cambridge, 2008). Ini adalah karakteristik penting dariseorang pemimpin yang melayani untuk menganggap dirinya dalam posisi orang lain yang mengatakan untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain. Dia harus memahami dan berempati dengan orang lain. Setiap orang dalam suatu kelompok ataukomunitas memiliki keunikan dan semangat khusus, oleh karena ituharus diakui (Spear, 2002).

Empati atau pemahaman dan masuk kedalam perasaan orang lain dapat dilihat dari karakter 'Umar (ra)terutama selama tahun Abu (Ar-Ramadah) ketika kelaparan,kekeringan dan kelaparan melanda Madinah. Orang-orang tidakdapat menemukan makanan untuk dimakan, dan dia bersumpahuntuk tidak makan ghee dan yogurt seperti biasa.2007, jilid 1, hal.193). Karena dia menempatkan dirinya bersumpah untuk tidak membiarkan mereka membutuhkan siapa punsetelah dia. Artinya, dia akan memuaskan atau menyediakan semua kebutuhan mereka. Empati atau perasaan Umar terhadap orang lain juga bisa dilihat darisalah satu kisahnya. Tercatat bahwa suatu hari dalam patroli kota yang biasa,dia melihat api dari kejauhan di padang pasir kemudian dia memberi tahubudaknya

"Aslam". ―Sepertinya ada kamp. Mungkin, itu adalah karavan yangtidak bisa memasuki kota karena cahaya jatuh. Mari kita pergi dan menjagamereka dan mengatur perlindungan mereka di malam hari‖. (Kaandhlawi,2005, hal.41). 3. Peduli, kemampuan atau potensi untuk peduli diri sendiri dan hubungan seseorang dengan orang lain adalah salah satu kekuatan paling terpuji dari kepemimpinan-pelayan. Menawarkan bantuan atau penyembuhan situasi sulit adalah kekuatan yang berpengaruh untuk transformasi dan integrasi. Ini adalah karakteristik utama dari kepemimpinan yang melayaniuntuk menyembuhkan pengikut dengan semangat patah dan mereka yangmenderita luka emosional dalam satu atau lain cara. Dia harus ―membantu membuat utuh‖

orang-orang yang berhubungan dengannya,yaitu pengikutnya atau bawahannya. Dari kisah yang ada, orang Badui datang dari gurun ke Madinah mencari perlindungan. Dengan demikian, ada kamp-kamp pengungsi. 'Umar (ra) mendirikan sebuah lembagauntuk membantu para pengungsi dan membagi pekerjaan di antara para pekerjanya.Dia memberi makan para pengungsi yang didirikan untuk mendistribusikan makanan bagi mereka yang datang ke Madinah.

(8)

Tercatat juga bahwa 'Umar (ra) meminta obat(penyembuhan) menjaga bentuk penyakitnya. Selain berlatih membantu bawahan sendiri,dia menyarankan gubernur yang ditunjuknya untuk melihat bahwa mereka membangun ikatan yang kuat antara mereka dan bawahannya.Dia sangat menasihati mereka untuk menyembuhkan penyakit spiritual,moral, emosional dan fisik pengikut mereka. (As-Sallabi, 2007).4. Kesadaran :- sinonim dengan 'cognizance', itu adalah kata benda yang berasal dari 'aware' yang berarti "mengetahui bahwa sesuatu itu ada, atau memiliki pengetahuan atau pengalaman tentang hal tertentu" atau "memilikiminat khusus atau pengalaman tentang sesuatu dan dengan demikian memperoleh masukan yang positif berkaitan dengan hal- hal yang ada di dalam mata pelajaran itu pada saat ini.‖ (Cambridge, 2008). Baik itu secara umum atau kesadaran diri adalah karakteristik pemimpin yang melayani. Meskipun demikian, yang terakhir ini lebih memperkuat pemimpin yangmelayani. Kesadaran adalah salah satu rahasia 'Umar (ra) untuk keberhasilan masa jabatannya. Sejarah mencatatnya sebagai salah satu sahabat Nabi terkemuka dalam hal pengetahuan dan kesadaran (Ahmed,2006).

Banyak contoh dapat dikutip untuk membuktikan hal ini. AsSallabi,(2007,vol 2 hal.46) mengatakan,'Umar Ibn Kattab (ra)menunjuk beberapa orang dan tidak menunjuk orang lain yang lebih baik dari mereka, karena yang pertama tahu bagaimana melakukan sesuatu‖.5. Persuasi: ini juga merupakan salah satu karakteristik terpenting dari kepemimpinan yang melayani. ―Ini adalah tindakan membujuk, komunikasi yang dimaksudkan untuk mendorong kepercayaan atau tindakan‖

(www.wordwebonline.com). Ogunbado,(2014) menyatakan bahwa pemimpin melayani yang efektif sebagian besar bergantung pada persuasi daripada menunjukkan atau menggunakan otoritas posisi seseorang dalam pengambilan keputusan dalam masyarakat, perusahaan, organisasi ataupendirian. Artinya dia menggunakan persuasi alih-alih paksaan dalam membuat sesuatu dilakukan. 'Umar (ra) biasa membujuk siapa pun yang dilihatnya sebagai yang terbaik dalam melakukan sesuatu. Dia membujuk banyak bawahannya (gubernur dan pemimpin tentara) untuk mengambil alih dan menulis surat untuk mengingatkan mereka. Itu tercatat dalam salah satu suratnya yang mengatakan: ―Saya menyarankan Anda untuk memperlakukan orang-orang Anda dengan adil, dan mengabdikan diri Anda untuk menjaga mereka dan melindungi mereka dari musuh mereka. Jangan menunjukkan kebaikan apa pun kepada orang kaya atas orang miskin. Itu akan lebihbaik untuk kesejahteraan spiritual Anda dan akan membantu mengurangi beban dosa Anda, dan itu akan lebih baik untuk akhirat Anda ... Saya menginstruksikan Anda untuk bersikap tegas terhadap perintah Tuhan. (As-Sallabi, 2007, vol.2 hal.389).6. Konseptualisasi, ini berarti menciptakan atau merancang sebuah atau penjelasan dan merumuskannya secara mental (www.wordwebonline.com).

Spear, (2002) mengatakan bahwa pemimpinServant harus berusaha untuk memelihara kemampuannya untuk"memimpikan mimpi-mimpi besar". Dia juga menyarankan bahwa pemimpin harus memiliki kemampuan untuk melihat hal-hal (masalah organisasi) dari persepsi konseptual. Ini adalah karakteristik penting dari seorang pemimpin pelayan yang efektif untuk berpikir ―melampaui kenyataan sehari-hari‖. Dikatakan bahwa karakteristik khusus ini menuntut latihan dan disiplin. 'Umar (ra) memiliki karakteristik ini. Dia mengkonseptualisasikan bahwa keadilan adalah suatu keharusan dalam masyarakat tertentu. Oleh karena itu, ia mendirikan pengadilan dan mengangkat hakim untuk pertama kalinya dalam sejarah. Dia juga mendirikan lembaga tentara dan memberikan gaji regular untuk para prajurit. Dia juga memulai bagian pendapatan. Dia mendirikan sekolah di provinsi dan mengalokasikan gaji untuk guru mereka.

Banyak hal yang ia konsepkan dan coba wujudkan sebagai seorang pemimpin.

Selanjutnya, 7. Pandangan ke depan, adalah salah satu karakteristik penting dari kepemimpinan servant. Spear, (2002) menyatakan bahwa hal itu berkaitan erat dengan konseptualisasi. Entah bagaimana sulit untuk mendefinisikannya tetapi orang dapat dengan mudah mengidentifikasinya ketika itu diwujudkan. Namun, kamus Cambridge, (2008) mendefinisikannya sebagai

―kemampuan untuk menilai dengan benar apa yang akan terjadi di masa depan dan merencanakan tindakan seseorang berdasarkan pengetahuan ini.‖ Ini adalah karakteristik yang memungkinkan seorang pemimpin yang melayani untuk menangkap pelajaran dari masa lalu, realitas saat ini, dan kemungkinan hasil keputusan untuk masa depan. Hal ini juga diasumsikan berakar dalam dalam pikiran intuitif.

(9)

Dikatakan bahwa kejelian adalah petunjuk yang dimiliki pemimpin. Ketika seorang pemimpin kalah, segalanya akan mulai berantakan dan pusat tidak akan lagi dipegang. Masalah utama kepemimpinan adalah ketidakmampuan untuk meramalkan apa yang bisa diramalkan. As-Sallabi (2007) dengan tegas menyatakan pandangan ke depan sebagai salah satu ciri kepemimpinan 'Umar (ra). Al-Qur'an juga memberi kesaksian tentang pandangan jauh ke depan 'Umar (ra) di mana dalam banyak hal menegaskan apa yang telah dibuat sebelumnya, misalnya, menjadikan makam Nabi Ibrahim (as) sebagai tempat shalat, masalah jilbab bagi umat Islam. istri nabi, larangan minum minuman keras, masalah shalat jenazah bagi orang munafik dan masih banyak lagi yang lainnya. 8. Penatalayanan, didefinisikan sebagai "seseorang yang mengelola properti atau urusan lain untuk orang lain" (www.wordwebonline.com). Ini adalah salah satu ciri pemimpin yang melayani,yang lebih mencolok dalam praktik dan karakter 'Umar (ra). Dia selalu mengklaim bahwa dia bukan siapa-siapa selain hanya seorang penatalayan yang mengelola urusan umat.

Diriwayatkan bahwa seorang utusan datang dariIrak suatu hari dan al-Ahnaf ibn Qays adalah salah satunya dari mereka. Mereka menemukan 'Umar (ra) memulas unta zakat. Kemudian'Umar (ra) memanggil al-Ahanf untuk bergabung dengannya. Kemudian seorang laki-laki diantara utusan mengusulkan untuk memanggil salah satu budak yang bertanggung jawab atas zakat untuk mengurusnya. Untuk ini 'Umar (ra) menjawab:Budak apa yang bisa lebih menjadi budak daripada aku dan al-Ahnaf? Orang yangditunjuk sebagai penanggung jawab urusan Muslim berutang kepada mereka kewajiban yang sama berupa keikhlasan dan pemenuhan amanah sebagaimana seorang budak berutang kepada tuannya (As-Sallabi, 2007, vol 1,hal.242).Sama pentingnya untuk disebutkan bahwa dalam filosofi kepemimpinan hamba 'Umar (ra),seorang pemimpin harus menjadi seseorang ketika dia bukan seorang pemimpin, orang akanberpikir seolah-olah dia adalah seorang pemimpin dan ketika dia seorang pemimpin orangakan berpikir seolah-olah dia adalah pemimpin. tidak. 'Umar (ra) selalu menggunakan inisebagai salah satu kriteria untuk memilih agennya. (As-Sallabi, 2007). 9.Komitmen untuk Pertumbuhan Manusia, adalah diberkahi dengan martabat, kemuliaan dan kehormatan. Mereka memiliki nilai intrinsik yang di atas menjadi pekerja sebuah perusahaan, perusahaan atau lembaga. Oleh karena itu, mereka perlu tumbuh sebagai manusia. Ini adalah salah satu karakteristik terpenting dari pemimpin yang melayani untuk melihat bahwa orang-orang yang dia pimpin tumbuh. Pemimpin melakukan segala yang dia miliki untuk merawat pertumbuhan pribadi, profesional dan spiritual bawahan di perusahaan atau pengikut dalam masyarakat tertentu (Spear, 2002). Menurut Ogunbado, (2014), dalam kepemimpinan Islam,

―komitmen untuk pertumbuhan umat‖ tidak hanya terbatas pada duniawi atau profan, tetapi juga mencakup pertumbuhan spiritual (religius). 'Umar (ra) berkomitmen untuk pertumbuhan bawahannya; ia mendirikan sekolah-sekolah di provinsi-provinsi dan membayar gaji para pekerja.

Dia memutuskan bahwa pasukan tidak boleh menghabiskan lebih dari jangka waktu tertentu untuk berperang tanpa kembali ke keluarganya. Dia mengatakan kepada orang-orang Suriah setelah penaklukan bahwa dia tidak mengirim gubernur untuk memukuli mereka tetapi untuk mengajari mereka agama dan Sunnah Nabi. Dia juga biasa mengatakan kepada para gubernur bahwa ―Kami tidak menunjuk Anda untuk mencukur rambut orang Muslim dan memukul mereka; melainkan, kami telah menunjuk Anda untuk mendirikan salat dan mengajari mereka al-Quran‖ (As-Sallabi, 2007, vol 2, hal.66).

Dengan demikian, orang dapat melihat bagaimana 'Umar ibn Khattab berkomitmen atau mengabdikan dirinya untuk pertumbuhan pengikutnya agar makmur di dunia ini dan di akhirat.

Hebatnya, tujuan akhir manusia adalah untuk sejahtera di kedua dunia. (Alfalah fi duniyah wal akhirah). Dia mengatakan kepada orang-orang Suriah setelah penaklukan bahwa dia tidak mengirim gubernur untuk memukul mereka tetapi untuk mengajari mereka agama dan Sunnah Nabi. Dia juga biasa mengatakan kepada para gubernur bahwa ―Kami tidak menunjuk Anda untuk mencukur rambut orang Muslim dan memukul mereka; melainkan, kami telah menunjuk Anda untuk mendirikan salat dan mengajari mereka al-Quran‖ (Dikutip dalam As-Sallabi, 2007, vol 2, hal.66).

Orang dapat melihat bagaimana 'Umar ibn Khattab berkomitmen atau mengabdikan dirinya untuk pertumbuhan pengikutnya agar makmur di dunia ini dan di akhirat. Hebatnya, tujuan akhir manusia adalah untuk sejahtera di kedua dunia. (Alfalah fi duniyah wal akhirah). Dia juga biasa mengatakan kepada para gubernur bahwa ―Kami tidak menunjuk Anda untuk mencukur rambut orang Muslim dan memukul mereka; melainkan, kami telah menunjuk Anda untuk mendirikan salat dan mengajari mereka al-Quran‖ (As-Sallabi, 2007, vol 2, hal.66).

(10)

]Dengan demikian, orang dapat melihat bagaimana 'Umar ibn Khattab berkomitmen atau mengabdikan dirinya untuk pertumbuhan pengikutnya agar makmur di dunia ini dan di akhirat.

Hebatnya, tujuan akhir manusia adalah untuk sejahtera di kedua dunia. (Alfalah fi duniyah wal akhirah). Dia juga biasa mengatakan kepada para gubernur bahwa 10. Membangun Komunitas, diidentifikasi bahwa banyak yang telah hilang karena pergeseran drastis ke institusi besar dari komunitas lokal. Kesadaran seperti itu merupakan ciri seorang pemimpin yang melayani.

Dia harus menemukan cara untuk membangun komunitas dengan para pekerja, staf atau bawahan dalam lingkungan atau institusitertentu. (Spenser 2002; Ogunbado, 2014). Membangun komunitas adalah salah satu target utama 'Umar (ra) segera setelah ia menjadi khalifah. Pembangunan komunitasnya meliputi pembangunan jasmani dan rohani. Dia meminta kerjasama dan kepatuhan, memenuhiperjanjian dan ketulusan dalam pekerjaan seseorang dalam komunitasmikro saat itu. Dia juga membangun komunitas dengan ekspansi, yang meliputi Bahrain, Irak, Persia, Suriah, Mesir dan sebagainya. Tercatat bahwa'Umar, ra memperhatikan perlindungan dan pengembangan lembaga-lembaga negara yang melayani bidang keuangan, peradilan,dan militer serta hal-hal yang berkaitan dengan pengangkatan gubernur.Dia berusaha keras untuk membuat orang-orang mematuhi perintah Allah dan perintah Nabi-Nya Muhammad (saw). Ia berusaha agar manusia tidak melakukan larangan yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya denganmenggunakan kedudukannya sebagai khalifah umat Islam dan melalui para gubernur di provinsi-provinsi. (As- Sallabi, 2007, jilid1, hal.293 – hal 119)

DAFTAR PUSTAKA

Ayub, M. K. (1996) Leadership Dynamism: Instilling Vision and mission for the future century.

Kuala lumpur: Syarikat Alat Tulis Soorama.

As-Sallabi, A. M. (2007). ‗Umar Ibn al-Khattab :His life and time. (Translated Nasiruddin Khattab). Riyadh: International Islamic Publishing House.

Banutu-Gomez, M. B. (2004). ―Great leaders teach exemplary followership and serve as servant leaders‖. The Journal of the American Academy ofBusiness, 4(1),143–152.

Russell,R.F., and Stone, A.G. (2002). ―A review of servant leadership attributes: developing; a difference in leader focus‖. Leadership & OrganizationDevelopment Journal, 25 (4), 349- 361.

Brewer, C. (2010). Servant leadership: A review of literature. Online Journal of Workforce Education and Development, 4(2), 1–8.

Buchen, I. H. (1998). Servant leadership: A model for future faculty and future institutions. The Journal of Leadership Studies, 5(1), 125–134.

Berryman R (2002) Servant Leadership: Good for You & Good for Your Organization. Available at: http://www.berrymanandcompany.com/Images/ServantLeadership.pdf (accessed 10 July 2018).

Beekun, R. and Badawi, J. (1999) Leadership: An Islamic perspective. Maryland: Amana Publication.

Cambridge Advance learner Dictionary. 2008

Darling M (1995) A new vision of leadership. In Wren TJ (ed.) Leader’s Companion: Insights on Leadership through the Ages. New York: Free Press, pp. 472–484.

Dimock A (2016) Servant Leadership: A Better Approach for Nonprofits? Available at:

http://www.beaconfire-red.com/epic-stuff/servant-leadership-better-approach-nonprofits (accessed 10 July 2018).

Greenleaf KR (1977) Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness. Indianapolis, IN: Paulist Press

Hamideh Shekari & Mahmood Zare Nikooparvar. (2012). ―Promoting Leadership Effectiveness in Organizations: A Case study on the Involved Factor ofservant leadership‖.International journal of Business Administration,Vol.3, No.1, DOI:10.5430/ijba.v3n1p54.

Hoveida. R., Salari. S & Asemi. A. (2011). ―A Study on relationship among Servant Leadership (SL) and Organizational commitment (OC). A Casestudy‖. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business. Greenleaf, R. K., & Spears, L. C. (2002). ―Servant

(11)

Leadership‖ : A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness. Mahwah, NJ:

PaulistPress.

Harwiki Wiwik (2013). ―Influence of Servant Leadership to Motivation, Organization Culture, Organizational Citizenship Behavior (OCB), andEmployee‘s Performance in Outstanding Cooperatives East JavaProvince, Indonesia‖. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-

Heaphey J (2006) Servant-leadership in public libraries. Indiana Libraries 25(3): 22–25.

Joseph JA (1997) The idea of African renaissance: Myth or reality? Vital Speeches of the Day 64(5): 133–135.

Kaandhlawi, M. Z. (2005). Stories of Sahaabah. Arsad, A.R, (trans). New Delhi: Kutub Khana Ishayat-ul-Islam

Liden, R. C., Wayne, S. J., Zaho, H. & Henderson, D. (2005). ―Development of a multidimensional measure of servant leadership‖. Paper presented at themeeting of the Southern Management Association, Charleston

.Irving, J.A. (2005). ―Servant leadership and the effectiveness of teams. Dissertation of Doctor of Philosphy in Organizational Leadership‖,School of Leadership Studies, Regent University Laub, J. A. (1999). Assessing the servant organization: development of the servant Organizational

leadership assessment (SOLA) instrument, ED., Dissertation, Florida Atlantic University.

Northouse PG (2010) Leadership: Theory and Practice. 5th edn. Los Angeles, CA: SAGE.

Ogunbado, A. F. (2012). The Concept of Leadership in Islam: A Special Reference to Ibn KhaldËn's Muqaddimah. Unpublished Ph.D research, at International Institute of Islamic Thought and Civilization. International Islamic University, Malaysia.

Ogunbado A. F. (2019). Leadership in Islam: Ibn KhaldËn's Perspective. Bandar Seri Begawan:

UNISSA Press. Universiti Sultan Sharif Ali

Ogunbado, A. F. (2014). Servant Leadership: An Islamic Perspective. Paper presented at the International Symposium on ―ASEAN+3 Communities: Socio-Political Challenges on Identity and Difference‖. Organized by Ramkhamhaeng University, Bangkok at Amari Watergate Hotel Bangkok. Thailand. 16-17 July, 2014.

Parris DL and Peachey JW (2012) Building a legacy of volunteers through servant leadership: A cause-related sporting event. Nonprofit Management and Leadership 23(2): 259–276.

Russell,R.F., and Stone, A.G. (2002). ―A review of servant leadership attributes: developing; a difference in leader focus‖. Leadership & OrganizationDevelopment Journal, 25 (4), 349- 361.

Russell RF and Stone AG (2002) A review of servant leadership attributes: Developing a practical model. Leadership & Organization Development Journal 23(3): 145–157..

See-Kwong Gho dan Brian Zhen-Jie (2013). ―The Influnce of Trust in Leaders. Iternational Journal of Bussiness and Management‖. Vol.9,No.1; 2014.ISSN 18833-3850 E-ISSN 1833- 8119 Published by Canadian Center ofScience and Education.

Scholtes PR (1998) The Leader’s Handbook: A Guide to Inspiring your People and Managing the Daily Workflow. New York: McGraw-Hill

Smith, B. N. (2004). Transformational & Servant Leadership: Content & Contextual Comparison.

Journal of Leadership and Organziational Studies, Vol 10 No. 4.

Spears LC (2010) Character and servant leadership: Ten characteristics of effective, caring leaders.

Journal of Virtues & Leadership 1(1): 25–30.

Spears, L. (1996). Reflections on Robert K. Greenleaf and servant leadership. Journal of Leadership & Organization Development, 17(7), 33–35.

Spears, L. (2002). ―Tracing the past, present and future of servant-leadership‖ in Focus on leadership: ServantLeadership for the 21st Century, Edited by Larry C. Spears and Michele Lawrence. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Van Dierendonck, D., & Nuijten, I. (2011). The servant leadership survey: Development and validation of a multidimensional measure. Journal of Business and Psychology, 26(3), 249267.

Winston, B. E. (2003). A holi definition of leadership. Puzzle Back Together,Unpublished, Manuscript.

Wis RM (2002) The conductor as servant leader. Music Educators Journal 89(2): 17–23

Referensi

Dokumen terkait

Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang indifidu untuk merasa memiliki kompotensi,mampu yakin dan percaya bahwa dia bisa mengembangkan penilaian

Melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan metode inquiry, siswa diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri

Sikap kewirausahaan yang baik haruslah memiliki rasa percaya diri yang kuat, harus mempunyai sikap kepemimpinan yang baik, kreatif, cekatan dan saat ingin memulai usaha

(2) membangun sikap mental wirausaha yakni percaya diri, sadar akan jati dirinya, bermotivasi untuk meraih suatu cita-cita, pantang menerah, mampu bekerja keras,

Bidang ini bertujuan membantu peserta didik dalam mengenal, menumbuhkan dan mengembangkan diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan

1) Ketenangan hati, praktek yang dilakukan santri Al-Kandiyas yang diamalkan dalam bentuk wirid dan beberapa doa akan menumbuhkan sikap optimisme dan percaya diri sehingga

persaudaraan dan persahabatan. 6) Mengedepankan sikap tenggang rasa. 10) Menghormati kesetaraan peran. 11) Menumbuhkan semangat gotong royong. 12) Mengembangkan