• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDONESIAN JOURNAL OF EDUCATIONAL STUDIES (IJES)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "INDONESIAN JOURNAL OF EDUCATIONAL STUDIES (IJES)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI EVALUASI MODEL DISCREPANCY PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BIDANG PRIBADI SOSIAL

Nur Fadhillah Umar

Universitas Cokroaminoto Palopo

Email: [email protected]

http://ojs.unm.ac.id/index.php/Insani/index

Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengetahui bagaimanakah kesenjangan layanan dasar bidang pribadi sosial di SMKN 11 Malang, 2) mengetahui bagaimana proses konselor dalam mengajarkan unit-unit bimbingan secara efektif di SMKN 11 Malang dan 3) mengetahui bagaimana kinerja konselor dalam mendorong keterlibatan sekolah untuk mengimplementasikan layanan dasar bidang pribadi sosial secara efektif di SMKN 11 Malang. Metode yang digunakan adalam evaluasi model discrepancy yang terdiri dari empat tahapan yaitu planning, designing, implementing dan evaluating. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan need assement dalam bidang pribadi sosial terlaksana dengan baik, meskipun pada aspek implementasi terdapat beberapa aspek yang tidak terlaksana.

Pada aspek kolaborasi pelaksanaan evaluasi jangka pendek dan jangka panjang terlaksana dengan baik meskipun kolaborasi dengan orang tua belum dilaksanakan dengan baik.

Kata Kunci: Evaluasi, Model discrepancy, bidang pribadi-sosial.

INDONESIAN JOURNAL OF EDUCATIONAL STUDIES (IJES)

E-ISSN: 2621-6744 P-ISSN: 2621-6736

Submitted: December, 23th 2017 Accepted: March 1st 2018

Abstract. The purpose of this research was 1) understanding a discrepancy between the ideal standards and the result of implementations in the self- social field on SMKN 11 Malang. 2) Understanding how counselor’s teaching process on guidance units effectively on SMKN 11 Malang. 3) Undertanding counselor’s coup with the intention of school sopports for implementing the self-social services effectively on SMKN 11 Malang.

Research metode which has used discrepancy evaluation model. It consisted of four stages such as planning, designing, implementing, and evaluating. The Result of the research shows that need assessment implementations in the self-social field has done successfully. However, in the implementation aspects, there were some parts which have not conducted. In the Collaboration aspects, most of school’s people got involved in the BK’s programs although collaboration between counselors and parents were not implemented superiorly.

(2)

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekedar sebagai polisi sekolah.

Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Bimbingan konseling dengan para konselinya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa membolos, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan.

Jika tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum.

Tugas BK kemudian diimplementasikan dalam bentuk program-program yang merupakan implementasi dari berbagai layanan yang saat ini dikenal dengan pola komprehensif. Layanan-layanan tersebut adalah: (1) Layanan dasar, (2) Layanan responsif, (3) Perencanaan individual, dan (4) Dukungan sistem (ABKIN, 2007). Lebih lanjut, layanan-layanan ini kemudian dijabarkan dalam program-program dengan 16 strategi penyampaian, yaitu: orientasi, informasi, bimbingan kelompok, konseling individual, konseling kelompok, referal, konseling sebaya, konsultasi, penempatan dan penyaluran, kunjungan rumah, konferensi kasus, kolaborasi, akses TIK, sistem manajemen, akuntabilitas, dan pengembangan profesi.

Pelaksanaan BK disekolah kemudian mengalami banyak kendala dan problematik yang hendak diselesaikan secara segera, salah satu kendala tersebut adalah kurangnya pelaksanaan evalasi sebagai bentuk pengawasan dan menjamin akuntabilitas program. Evaluasi (evaluation) adalah proses penilaian. Evaluasi dapat pula diartikan sebagai proses pengukuran akan efektivitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan. Secara konseptual, evaluasi sebagai jantungnya perubahan dan perkembangan suatu organisasi, program, kegiatan, atau suatu institusi. tanpa evaluasi yang baik, suatu kegiatan, program, organisasi sulit diharapkan untuk berkembang secara kompetitif.

Diperolehnya umpan balik dari siswa, guru, orang tua, administrator, tokoh masyarakat, konselor sekolah dapat mengembangkan program BK yang merefleksikan kebutuhan khusus dari masyarakat. Hasil asesmen dan evaluasi program digunakan sebagai dokumen untuk mempelajari kekurangannya sekaligus memperbaiki program secara berkelanjutan (Repley, dkk 2003). Selanjutnya untuk menunjang program pendidikan yang komprehensif Gybers dan Handerson (2000) mencoba membaginya menjadi tiga elemen kunci, yaitu (1) evaluasi personil; (2) evaluasi program (proses); dan (3) evaluasi hasil (outcomes).

Salah satu bagian layanan yang penting untuk evaluasi adalah komponen layanan dasar bidang pribadi sosial mulai dari tahap perencanaan, tahap implementasi serta evaluasi dan supervisi program bimbingan bidang pribadi sosial.

Hasil evaluasi ini kemudian menjadi data dalam menyusun program selanjutnya.

Sehingga, berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan evaluasi BK diekolah merupakan suatu bagian yang penting dalam memberikan

(3)

akuntabilitas program yang dilaksanakan disekolah mulai dari mutu pelayanan (policy isurance) dan mutu kinerja personil BK di sekolah.

MODEL EVALUASI DISCREPANCY

Prosedur evaluasi yang digunakan dalam kegiatan evaluasi penyelenggaraan layanan konseling di sekolah adalah menggunakan discrepancy model (model kesenjangan). Discrepancy model yaitu mendeskripsikan kesenjangan antara baku (standard yang sudah ditentukan) dalam program layanan konseling dengan kinerja (performance) sesungguhnya dari program layanan konseling di sekolah.

Evaluasi model discrepancy adalah proses yang mencakup: 1) kesepakatan tentang standar-standar tertentu (kata lain dari sasaran/objective), 2) menetukan ada tidak kesenjangan yang muncul antara performasi dan sejumlah aspek program dan perangkat standar performasi tersebut, 3) menggunakan informasi tentang kesenjangan dalam memutuskan untuk mengembangkan atau melanjutkan atau menghentikan program kesuluruhan ataupun salah satu aspek dari program tersebut.

Adapun Tahap utama evaluasi kesenjangan yaitu :

1. Defenisi: Mendesain atau merancang pelaksanaan evaluasi kesenjangan yang terkait dengan bidang yang sedang dievaluasi

2. Instalasi: Proses bagaimana data itu, sehingga untuk mengambil data perlu disusun instrument

3. Proses (Hasil sementara): terkait dengan evaluasi berorientasi tujuan maka perlu mementukan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

4. Analisa biaya (pilihan): menganalisis biaya yang dibutuhkan terkait dengan evaluasi

Provus (Dalam Fitzpatrick et al, 2004) menjelaskan bahwa discrepancy model ini mendiskripsikan kesenjangan yang meliputi: 1) kesenjangan antara rencana dan pelaksanaan program; 2) kesenjangan antara yang diduga akan diperoleh dengan yang benar-benar terealisasikan; 3) kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang ditentukan; 4) kesenjangan tujuan; 5) kesenjangan mengenai bagian program yang bisa diubah; 6) kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten. Oleh karena itu tahapan yang dilalui dalam discrepancy model ini ada empat tahapan yaitu: desain, instalasi, proses, dan produk. Penjabaran prosedur evaluasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Perancangan

Tahap perancangan (pendesainan) tahap ini difokuskan pada menentukan tujuan, proses, atau aktifitas dan memaparkan sumber-sumber (data yang diambil seperti apa dan bagaimana), yang diperlukan serta partisipan (perlu mendapatkan data primer dan data sekunderru sebagai sumber primer dan siswa sebaagi sumber sekunder) baik dari melakukan wawancara yang turut serta dalam pelaksanaan dan menyelesaikan tujuan-tujuan. Provus menganggap bahwa program adalah sebuah system dinamik yang meliputi input (antecedent) process, dan output (outcomes).

2. Instalasi

Tahap ini merupakan tahap desain program dalam hal ini dijadikan sebagai standar untuk pelaksanaan penilaian program. Evaluator menghasilkan perangkat tes (alat ukur/instrument) yang sesuai untuk mengidentifiksi sejumlah kesenjangan

(4)

antara yang diarapkan dengan implementasi program yang akutal. Seorang harus menampilkan validitas dan reabilitas instrument yang dipakai. Tahap ini, evaluator menyusun instrument evaluasi untuk mengidentifikasi sejumlah kesenjangan antara yang diharapkan dengan implementasi program yang aktual. Dalam hal ini, tiga standar yang telah disebutkan di atas dijadikan sebagai acuan untuk penyusunan instrumen dimaksud.

3. Proses

Tahap ini merupakan pemberian penilaian terhadap partisispan, penilaian memfokuskan pada pengumpulan data tentang penilaian/laporan-laporan partisispan untuk menentukan apakah mereka menunjukkan perubahan tingkah laku seperti yang diharapkan peninjauan dapat dilakukan terhadap program yang disinyalir banyak siswa yang mengalami kesulitan, untuk kemudian diputuskan apakah program tersebut diberlakukan ulang atau dihentikan. Pada tahap ini, penilaian berfokus pada pengumpulan data tentang laporan-laporan partisipan untuk menentukan standa-standar manakah yang telah atau belum tercapai. Dalam hal ini, data dikumpulkan yaitu mengenai bagaimana konselor berkomunikasi interpersonal dengan siswa, staf sekolah, dan orang tua. Konselor yang dievaluasi berjumlah satu (1) orang.

4. Hasil

Hasil evaluasi dilakukan untuk menentukan apakah tujuan jangka pendek (terminal objectives) dari program tersebut telah dicapai. Provus memsbedakan antara istilah terminal objectives, (immediate outcomes) dengan ultimate objectives (long-term outcomes). Selain 4 fase tersebut provus juga menambahkan fase kelima sebagai suatu pilihan. Yaitu berkaitan dengan analisa biaya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaiman perkiraan biaya yang dikeluarkan dalam program tersebut.

Apabila dalam pelaksanaannya terjadi ketidak sesuaian provus menyarankan agar dilakukan problem solving untuk program dan evaluator. Proses ini untuk menjawab pertanyaan: 1) mengapa ada ketidaksesuaian, 2) tindakan korektif yang bisa dilakukan, dan 3) tindakan korektif apa yang paling sesuai.

LAYANAN BIDANG PRIBADI SOSIAL

Layanan bidang pribadi-sosial merupakan salah satu komponen dari layanan dasar dalam pelaksanaan BK komperhensif di sekolah. Bagian ini untuk lebih menggambarkan komponen pelayanan dasar, mengidentifikasinya, kompetensi siswa dengan dasar yang ditetapkan untuk program yang komprehensif. Ini menggambarkan lingkup pelayanan dasar. Selanjutnya, etika untuk instruksi bimbingan ditetapkan. Proses ini berfungsi untuk membantu konselor mengetahui topik yang diajarkan pada tingkat sekolah tertentu dan, karena ada keterbatasan waktu untuk mengajar siswa, kompetensi yang memiliki merupakan prioritas utama.

Prioritas untuk membantu siswa untuk belajar kompetensinya juga dirancang.

Ini mungkin diperlukan hanya hanya untuk mengetahi hasil siswa untuk setiap tingkatan kelas dalam upaya sebelumnya, (Gysbers & Henderson, 2006) Namun, jika dalam menentukan hasil belajar siswa yang menyatakan hasil dengan rentang kelas atau tingkat sekolah, anda sekarang perlu untuk memperjelas hal yang diajarkan pada setiap tingkat kelas dalam upaya sebelumnya. Namun, jika dalam menentukan hasil

(5)

belajar siswa yang mengungkapkan hasil dengan rentang kelas atau tingkat sekolah, dan menjelaskan yang dilakukan setiap siswa pada setiap tingkat kelas.

METODE PENELITIAN

Adapun pelaksanaan evaluasi layanan bidang pribadi sosial model discrepancy terdiri dari 5 tahap yaitu:

1. Planning

Penilaian program berupa sumber daya yang sudah tersedia untuk program bimbingan dan konseling dan bagaimana sumber daya digunakan untuk siswa dan komunitas sekolah. Adapun penilaian program menggunan 4 kerangka dasar yaitu:

a) konten, b) kerangka organisasi, struktur, aktifitas, dan waktu, c) sumber daya, dan d) pengembangan, managemen dan akuntabilitas, (Gysbers & Hederson, 2006) 2. Designing

Selama fase disigning dari proses perbaikan program, secara berkelanjutan menggunakan kemudi dan komite penasehat sekolah-masyarakat yang sudah mapan. Keterampilan apa yang akan dimanfaatkan oleh konselor sekolah dalam mengajar, membimbing, konseling, konsultasi, pengujian, pencatatan koordinasi, penyebaran informasi.

3. Implementing

Tahap implementasi program merupakan tahap transisi yang terdiri dari 4 pokok kegiatan yaitu (Gysbers & Henderson, 2006):

a. Mengembangkan sumberdaya personil, finansial, dan politik yang dibuthkan dalam pelaksanaan program seara menyeluruh

b. Berfokus pada proyek implementasi program secara khusus c. Menfasilitasi perubahan tingkatan program

d. Menginplementasikan aktifitas hubungan publik.

4. Evaluating

Evaluasi merupakan suatu upaya dalam menilai apakah program yang telah dilaksanakan telah terlaksana secara efektif, efisien dan memiliki kebermanfaatan pada setiap siswa. Adapun kegiatan evaluasi secara komperhensif terdiri dari evaluasi program, evaluasi personil dan evaluasi hasil. Adapun 3 kegiatan dalam pelaksanaan evaluasi ini yaitu sebagai berikut (Gysbers & Henderson, 2006):

a. Mengevaluasi performansi konselor sekolah b. Memimpin evaluasi program

c. Memimpin hasil evaluasi program

Adapun hubungan evaluasi komperhensif sebagai berikut:

Evaluasi personil + Evaluasi Hasil = Hasil Evaluasi

Personil bimbingan konseling (konselor) dalam sebuah program membutuhkan proses pelaksanaan program dan elemen dari program sendiri membutuhkan tempat dan fungsi secara menyeluruh untuk mendapatkan hasil yang diinginkan

Pengumpulan data data instrumen berupa angket evaluasi layanan bidang pribadi sosial oleh konselor. Untuk data penunjang, digunakan pedoman wawancara

(6)

pelaksanaan layanan bidang pribadi sosial berdasarkan kinerja konselor dan pedoman wawancara kebermanfaatan layanan dasar kepada siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil evaluasi berdasarkan angket evaluasi layanan bidang pribadi sosial berdasarkan kinerja konselor menunjukkan bahwa proses pelaksanaan need assesment pada siswa sendiri dengan memberikan instrumen berupa sosiometri, angket perencanaan karir, AUM, Daftar cek Masalah, Who am I, inventori, catatan anekdot dan studi Habit serta CR (cummulative record). Adapun sumbangsi guru terhadap proses need assesment belum berjalan maksimal, hal itu disebabkan karena karena anggapan guru terhadap konselor disekolah masih dianggap sebagai polisi sekolah.

Beberapa guru mata pelajaran masih memberikan tugas menangani tata terbib sekolah padahal disetiap rapat telah diberikan perencanaan program, laporan kegiatan layanan. Sedangkan sumbangsi dari konselor lain sudah baik. Hal tersebut dibuktikan dari kerja-tim pada setiap konselor dalam melaksanakan need assesment.

Jadi dalam proses pelaksanaan layanan BK disekolah konselor bekerjasama sebagai tim dalam melaksanakan layanan BK disekolah. Pada dasarnya kolaborasi antara konselor dan seluruh personil sekolah telah dilaskanakan, contohnya kolaborasi konselor dan guru dalam memberikan informasi tentang kebutuhan siswa dalam layanan referral dilaksanakan, namun dukungan guru dalam pelaksanaan BK disekolah masih rendah. Sedangkan untuk kolaborasi antara konselor lain, dapat dikatakan kolaborasi pelaksanaan layanan BK sudah berjalan baik, sebab pada dasarnya setiap konselor sekolah bekerja secara tim dan tidak bisa dipisahkan antara konselor yang satu dan konselor lainnya. Berdasarkan proses pelaksanaan layanan biang pribadi sosial telah sesuai waktu yang direncanakan. Pada awal semester sekolah melaksanakan workshop pembuatan program, sehingga diawas semester program BK telah dibuat dan siap dilaksanakan. Adapun waktu yang telha direncanakan pada program terdapat beberapa program yang tidak sesuai karena banyaknya kegiatan sekolah yang lain yang kadang bertabrakan dengan program layanan pribadi sosial sehingga pelaksanaan layanan bidang pribadi sosial harus dibuat/dilaksanakan secara flesksibel. Adapun berbicara tentang keefektifan layanan pribadi sosial telah efektif dan bermanfaat kepada siswa

Adapun kebermanfaatan pelaksanaan layanan kepada siswa masih sangat temporal. Perubahan siswa setelah layanan hanya dalam jangka pendek, kurangya menjadi salah satu penyebab mengapa perubahan perilaku siswa tidak berlangsung lama. Layanan pribadi sosial lebih banyak menggunakan konseling secara pribadi terkhusus pada masalah siswa yang perlu dibantu untuk diselesaikan secara segera.

Adapun pelaksanaannya digunakan secara fleksibel kadang tidak sesuai dengan waktu yang direncanakan semua sesuai RPL BK.

Adapun pelaporan kegiatan layanan bidang pribadi sosial telah dilaksanakan dengan memberikan penilaian segera baik pelaporan jangkan panjang, pelaporan jangka menengah, dan pelaporan program jangka pendek. Pada tahap implementasi program konselor berkolaborasi dengan pihak-pihak relevan. Kepala sekolah selalu memberikan pengawasan pada implementasi program, hal yang mendukung karena kepala sekolah SMKN 11 Malang memiliki latar belakang pendidikan Bimbingan dan

(7)

konseling. Sehingga pengawasan pada setiap layanan, baik dalam tahap perencanaan program, implemenrasi program dan evaluasi program dilakukan secara terarah.

Adapun sumbangsi guru dalam memberikan kemudahan siswa menerima materi bimbingan didukung oleh surat izin yang disediakan sehingga mempermudah siswa mendapatkan bimbingan. Sedangkan sumbangsi konselor dalam pelaksanaan layanan sudah sangat baik, kolaborasi tim dalam pelaksanaan layanan telah memberikan dukungan yang baik.

Pada aspek kolaborasi konselor dengan kepala sekolah, guru dan orang tua dalam mengevaluasi pelaksanaan program layanan dasar bidang pribadi sosial.

Pelaksanaan evaluasi dan supervisi program, serta perbaikan program telah terlaksana dengan baik. Adapun kolaborasi dengan orang tua dalam memberikan masukan terhadap evaluasi programdan memberikan masukan terhadap perbaikan program selanjutnya belum terlaksana secara keseluruhan sebab belum adanya ruang diskusi yang disediakan antara konselor dan seluruh orang tua siswa tentang program yang akan dilaksanakan dan hasil evaluasi program yang telah dilakukan.

KESIMPULAN

Evaluasi pelaksanaan program BK adalah suatu upaya untuk menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling demi peningkatan akuntabilitas program bimbingan dan konseling dan menjaga mutu kinerja serta mutu program bimbingan dan konseling disekolah. Hasil pelaksanaan evaluasi layanan bidang pribadi sosial di SMKN 11 Malang sudah baik walaupun masih ada kesenjangan yang tidak sesuai dalam pelaporan. Misalnya dalam hal melakukan need assesment kepada siswa bersama dengan guru mata pelajaran, perancangan program berdasarkan hasil evaluasi sebelumnya, penggunaan berbagai strategi layanan, dana serta berbagai media, pembuatan laporan evaluasi seera, melakukan evaluasi dan meminta tanggapan dari semua personil sekolah dan orang tua siswa serta pelaksanaan analisis SWOT disemua layanan. Dengan adanya kesenjangan tersebut, dalam pelaksanaan layana bidang pribadi sosial kemudian menjadi rekomendasi bagi pelaksanaan BK bidang pribadi sosial bagi sekolah, khususnya di SMKN 11 Malang.

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Depdiknas.

Asmani, Ma’mur J. (2010). Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

Yogyakarta ; Divapress

Andi Mappiare AT. (2002). Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Fitri, S. (2011). Konstruksi Identitas Calon konselor sekolah pada Masyarakat Multikultural : jurnal e-utama Vol 3, 119-134. (online). www.unj.ac.id

Gregoire, J & Jungers, C,M. (2007). The Counselor Companion : What Every Beginning Counselor Need To Know. London : Lawrence Elbraum Associates Publishers Gysbers, N. C & Henderson, P. (2006). Developing & Managing Your School Guidance

and Counseling Program. Alexandria : American Counseling Association

(8)

Hendricks, C.B. (2008). Introduction : Who are We? The Role of Ethics In Shaping Counselor Identity. The Family Journal 16 : 258

Hidayah, Nur. (1998). Pemahaman Individu: Teknik Non Tes. Malang: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Johnson, D. W. & Johnson, F. P. (1991). Fourth Edition Joining Together Group Theory and Groups skills. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Provus, M.M. (1969). The Discrepancy Evaluation Model: An Approach to Local Program Improvement and Development. Pittsburg: Pittsburg Public Schools.

Sukardi, K.D. (1990). Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Surabaya:

Usaha Nasional.

Winkel, W.S. (2005). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan: Edisi Revisi.

Jakarta: PT Gramedia.

Mappiare, Andi. (2011). Pengantar Konseling dan Psikoterapi (edisi kedua). Jakarta ; Rajawali press

McLeod, J. (2006). Pengantar Konseling : Teori dan Studi Kasus. Jakarta : Kencana Pranada Media Group

Mudjijanti, Fransisca. (2012). Pentingnya kepribadian konselor dalam konseling.

(online). www.uny.ac.id

Okun, B. F. (2001). Effective Helping : Interviewing and Counseling Tecniques (5 th ed).

Boston : Wandsworth

PB-ABKIN. (2011). Kode Etik Profesi Bimbingan Konseling Indonesia. Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN)

Yusuf. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui penguasaan kompetensi kepribadian konselor di SMA Negeri se-Kota Semarang dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling,

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat ditarik simpulan sebagai berikut: (1) Model Teaching Aids berbasis multimedia pada mata pelajaran Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Mahasiswa jurusan Bimbingan dan

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan instrumen evaluasi pembelajaran yang berkualitas dengan sifat validitas dan reliabilitas yang baik sehingga dapat

Indikator dengan persentase tertinggi pada komponen ini yakni menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasarkan kebutuhan peserta didik secara Tabel

Hasil data penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan kompetensi professional guru bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan

organisasi, investigasi, presentasi, analisis, dan evaluasi; (3) keefektifan pembelajaran, meliputi: (a) hasil belajar berupa variabel bebas, yaitu pembelajaran KKPI

Penelitian ini berimplikasi pada pihak terkait, diantaranya 1 Mengingat belum adanya guru bimbingan dan konseling di SD, namun pelayanan bimbingan dan konseling perlu untuk dilakukan