REVIEW ARTIKEL JURNAL Oleh:
Laila Fibriyana 220211060142
PROGRAM MAGISTER
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
BANJARMASIN TAHUN 2023 M/1444 H
DOSEN PENGAMPU
Dr. H. Faisal Mubarak Seff, Lc. MA.
TUGAS TERSTRUKTUR Tafahum Tsaqafy Arabiy
Judul Artikel Interaksi Al-Qur’an dengan Budaya Arab Penulis Asep Ahmad Fathurrohman
Diterbitkan Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, vol. 2 No. 1 (2023) halaman 111-121
Pendahuluan
Al-Qu’ran adalah risalah terakhir untuk manusia yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai petunjuk dan pengingat bagi manusia seluruh alam tanpa batas tempat dan waktu. Dakwah Nabi Muhammad dihadapkan dengan kondisi orang-orang Arab yang menganut kepercayaan nenek moyang mereka yang telah mengubah prinsip agama suci yang dibawa Bapak para Nabi, Ibrahim as. Walau masih ada Sebagian kecil dari suku yang berpegang teguh kepada ajaran Nabi Ibrahim as.
Kedatangan Nabi Muhammad dengan Al-Qur’an kepada Arab jahilyah menjadi mukjizat terbesar yang dapat menggerakkan hati mereka untuk tunduk kepada ajaran yang dibawanya. Banyak orang- orang Arab yang masuk Islam hanya dengan mendengar lantunan ayat Al-Qur’an. Bagaimana kandungan Al-Qur’an dapat menyentuh hati dan menyelaraskan kehidupan dan budaya Arab yang keras pada zaman itu? Artikel ini membahas tentang bagaimana Al-Qur’an berinteraksi dengan budaya Arab, dari aspek hukum, sosial, dan akhlak. Metode yang diterapkan adalah Pustaka dan bersifat kualitatif.
Pembahasan 1. Pengertian Interaksi, Al-Qur’an, Budaya, dan Arab Interaksi artinya saling menarik, saling memengaruhi, saling meminta, dan memberi. Al-Qur’an adalah sesuatu yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. yang ditulis dalam mushaf-mushaf. Budaya adalah kumpulan nilai-nilai dan sifat-sifat yang telah menjadi perilaku manusia sebagai hasil perkembangannya terhaap segala aspek, akal, sosial dan intuisi dan sebagainya. Adapun Arab adalah suatu suku atau bangsa yang berasal dari Samiyah, mereka tinggal di Syibh Jazirah Arab.
Dalam ilmu Ushul Fiqh, interaksi Islam dengan budaya lokal diakui dalam suatu kaidah yang berbunyi “al-‘aadah
muhakamah”. Artinya budaya lokal menjadi sumber hukum Islam dengan catatan tidak bertentangan dengan prinsip- prinsip Islam. Dan inilah arti kehadiran Islam di suatu tempat atau negeri.
2. Sekilas Arab sebelum Islam
Arab termasuk bagian dari benua Asia yang dibatasi: Sebelah selatan ialah Samudera Hindia & Teluk ‘And; Sebelah Barat ialah Laut Merah; Sebelah Utara ialah Palestina dan Sebagian Syam dan Sebelah Timur ialah Teluk Arab dan Irak. Negara Arab adalah negara yang terjaga dari usaha pendudukan kolonial – perbatasan Arab hanya dibatasi oleh perairan dan padang pasir yang tandus dan gersang. Batas-batas inilah yang membuat penghuninya aman dari serangan musuh, karena letak geografi yang tidak begitu menarik dengan gurun yang luas, sulit didapatkan air. Kehidupan mereka berfokus dalam menggembala hewan ternak dengan berpindah-pindah (nomaden). Namun keterpencilan tersebut membuat mereka
jauh dari pengaruh agama misalnya; di barat yaitu Nasrani dan di timur yaitu Majusi, kecuali hanya beberapa daerah saja seperti Yaman, karena yaman tanahnya subur, sehingga negeri ini sering diperebutkan oleh dua negara adikuasa saat itu yaitu Imperium Persia dan Imperium Romawi.
Dalam bidang Aqidah, Orang Arab yang terdiri dari bermacam-macam kabilah, yaitu:
a. Sekelompok Arab yang menyembah beraneka ragam berhala dan meyakininya sebagai tuhan.
b. Al Hunafa’; mereka yang menyembah Allah dengan fitrah sebagaimana Allah telah memfitrahkan mereka. Seperti ; Qis bin Sa’idah Al Ayadi, Zaid bin Amr Nufail, Umayah bin Shalt, Abu Qais bin Abi Anas dan Khalid bin Sinan.
c. Pencari Keadilan Agama; mereka menolak penyembahan berhala seperti pemikiran yang benar dalam ketuhanan.
Seperti; Waraqah bin Naufal, ‘Ubaidillah bin Jahsy, dan Usman Al Huwairist.
d. Filosof Arab (para pemikir); mereka yang mempunyai ide dan penukilan kembali kepada ajaran agama. Seperti Amir bin Dzarb, Akstam bin Soifi dan Abdul Muthalib bin Hasyim.
e. Hums; orang Arab yang sangat memegang agama Ibrahim.
Seperti; Sebagian Quraisy, Kinanah, Khuza’ah dan Bani Rabi’ah bin Amir.
f. Sekelompok orang yang berbicara tentang Akhlak Thabi’iyah seperti; sikap gagah berani, ksatria, tolong- menolong dan sebagainya.
Adapun tabi’at dan akhlak mereka di jaman Jahiliyah adalah merupakan campuran diantara kelakuan baik dan buruk.
Tabi’at baik mereka ialah seperti; dermawan, senang menjamu tamu, ksatria, perwira, enggan dianiaya, berani, tahan menderita dan sabar dalam kesulitan hidup. Disamping itu merekapun terkenal pula dengan tabi’at-tabi’at buruk, seperti; kasar, keras, cepat naik darah, keangkuhan yang berlebihan, boros dengan apa yang mereka peroleh yang berupa harta benda tanpa memikirkan akibat, membunuh anak-anak perempuan karena takut miskin, hina dan sebagainya.
Adapun undang-undang mereka meliputi tindakan-tindakan kebiadaban yang tiada tandingannya, hal-hal yang terdapat di lingkungan bangsa-bangsa yang biadab pula. Begitu pula agama mereka adalah agama berhala yang sederhana sekali, kaku, tidak berjiwa dan tidak terdapat gerak hidup di
dalamnya. Demikian pula peribadatannya berjalan tanpa tuntunan akal yang sehat dan tidak dilandasi oleh logika dan perasaan yang normal.
3. Interaksi Al-Qur’an dengan Budaya Arab a. Bahasa Arab
Dalam Al-Qur’an Kata-kata ‘Arab terdapat dalam beberapa ayat seperti dalam surat An-Nahl 103:
نيبم يبرع ناسل اذهو
Kemudian dalam surat Asy-Syu’ara 195:
.نيرذنملا نم نوكتل كبلق ىلع .نيملا حورلا هب لزن نيبم يبرع ناسلب
Bahasa Arab memiliki keistimewaan di antara bahasa lain, yaitu (a) Sejak dulu sampai sekarang bahasa Arab merupakan bahasa yang hidup. (b) Bahasa yang lengkap dan luas untuk menjelaskan tentang ketuhanan dan akhirat. (c) Bentuk-bentuk kata dalam bahasa Arab memiliki tasrif atau konjugasi yang sangat luas sehingga dapat mencapai 3000 bentuk perubahan.
Al-Qur’an yang diturunkan bertepatan dengan kegandrungan orang Arab terhadap sastra Arab yang menduduki posisi pertama saat itu, dengan bukti antara lain di pasar-pasar Arab saat itu berbeda dengan pasar- pasar lain di dunia. Orang-orang Arab dengan kepintaran mereka membuat sya’ir menjadi dagangan di pasar baik untuk pembuatan sya’ir yang isinya memuji atau
menghina. Jual beli sya’ir ini telah menjadi budaya mereka. Ketika Al-Qur’an turun dengan bahasa mereka (Arab) menandingi para penya’ir, sehingga tidak heran kalau banyak para pesya’ir yang benci terhadap
Muhammad yang membawa sya’ir baru. ketika
masyarakat Arab mengklaim bahwa Al-Qur’an adalah syi’ir dan Muhammad adalah pembuat syi’ir tersebut, Al- Qur’an membantah bahwa dirinya bukan syi’ir akan tetapi wahyu Allah SWT.
Bahasa Arab Al-Qur’an yang diklaim oleh Al-Qur’an sendiri merupakan misi dakwah Al-Qur’an untuk mempercepat proses penyebaran, karena ternyata
kegandrungan orang Arab terhadap sastra sangat tinggi—
walaupun mereka (orang kafir Arab) membenci kepada Al-Qur’an, namun mereka mengakui keindahan Al- Qur’an yang sangat menyentuh sehingga terdapat sebagian orang yang masuk Islam, mengikuti ajaran Muhammad karena bahasa Al-Qur’an. Diantaranya adalah Umar bin Khattab.
b. Aqidah Arab
Aqidah orang Arab sebagai penyembah berhala
mengilustrasikan bahwa yang mereka anggap Tuhan atau yang patut dipuja adalah terbatas pada perkara yang material atau terlihat. Mereka memiliki berhala utama yaitu Laata, ‘Uzza, dan Manat. Selain itu terdapat berhala- berhala kecil di tiap tempat seperti rumah sebagai simbol saja.
Interaksi Al-Qur’an dalam menghadapi I’tikad mereka yang sesat – mengajak orang Arab untuk berfikir sehat dengan memakai akal dengan menyatakan bahwa semua sesembahan mereka tidak mempunyai manfaat, bisu, tuli, buta bahkan bergerakpun tak sanggup dan sebagainya.
Mereka hanya menyangka saja kalau berhala-berhala itu adalah tuhan mereka – dengan tanpa berfikir atau kritis seperti halnya nenek-nenek moyang mereka yang sama
menyembah berhala – padahal Allah Swt telah memberikan peringatan lewat utusan-utusan-Nya terdahulu.
c. Thawaf dan Wukuf
Dalam pengabdian terhadap apa yang menjadi kepercayaan bagi mereka. Arab jahiliyah sering mengelilingi ka’bah (Thawaf), sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Bukhari dengan sanad dari Hisyam bin
‘Urwah Zaman Jahiliyah dulu kala thawaf dalam keadaan telanjang kecuali Al Hums, mereka mengeritik orang- orang yang thawaf telanjang. Golongan Al Hums thawaf dengan memakai kain, mereka memberikan kain kepada laki-laki dan perempuan yang sedang thawaf, serta mereka berkelompok menuju ke Arafah untuk berwukuf.
Tata cara beribadah golongan tersebut dalam thawaf dan wukuf mempengaruhi hukum Al-Qur’an, dalam hal ini Al-Qur’an berkomentar tentang mereka pada Q.S Al Baqarah ayat 119 yang berbunyi:
َهللا ّنإإ َهللا اْوُرإفْغَتْساَو ُساّنلا َضاَف َأ ُثْيَح ْنإم اْوُضْيإفأ ّمُث
ٌمْيإحَر ٌرْوُفَغ
Hal lainnya adalah ketika selesai melaksanakan haji, orang-orang Arab senang mengingat dan menyebut-nyebut ayah dan nenek moyangnya sebagai perilaku berbangga- bangga. Maka Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an apabila selesai melaksanakan haji maka mesti mengingat Allah Swt sebagaimana mengingat nenek moyang bahkan lebih.
Interaksi ini merupakan rekontruksi Al-Qur’an terhadap adat istiadat orang Arab.
Orang Arab sebagaimana yang dikatakan Abi Hatim dari Ibnu Abbas, mereka datang ke tempat wuquf dan berdo’a hanya urusan dunia saja; Mereka tidak menyebutkan urusan akhirat, dengan interaksi ini Al-Qur’an melengkapi Ibadah orang Arab pra Islam dengan kelengkapan material dan spritual atau duniawiyah dan ukhrawiyah.
d. Hijab
Banyak yang mengatakan bahwa perempuan memakai hijab adalah karena datangnya Islam (Al-Qur’an). Padahal realita sejarah mengatakan bahwa perempuan-perempuan Ibrani sejak masa Nabi Ibrahim memakai hijab, dan keadaan tersebut menjadi tradisi sampai jaman Nabi Isa As, sebagaimana yang termaktub dalam kitab perjanjian lama. Saat Islam datang, Perempuan yang memakai Hijab sudah ada di setiap tempat, tidak ketinggalan Arab
Jahiliyahpun memakainya. Oleh karena itu hijab adalah tradisi warisan dengan berbagai tujuan seperti sebagai perhiasan, atau memelihara status sosial, mencegah berhias berlebih-lebihan, mencegah fitnah dan sebagainya.
Islam meletakan posisi Hijab mungkin sebagian tujuannya sama seperti tradisi masyarakat Arab sebelumnya. Namun yang perlu digaris bawahi menurut penulis, Hijab
mempunyai misi penting bagi Islam yaitu menjaga fitnah antara pergaulan laki-laki dan perempuan, sebagai adab- akhlak dan sebagainya. Kita lihat kaum Mu’minun diperintahkan Allah untuk menjaga penglihatannya, seperti yang dijelaskan dalam surah An-Nur 30-31.
e. Thalaq
Pada masa Jahiliyah lelaki seenaknya menceraikan istrinya (Talak), dan ketika ia ingin kembali kepada istrinya maka kembalilah ia (sah-sedangkan istrinya masih dalam iddah) walaupun ditalak seratus kali atau lebih. Maka hukum thalaq turun dalam surah Al-Baqarah 229 untuk menentukan bahwa thalaq yang boleh kembali hanya dua kali.
Simpulan
Budaya Arab memiliki peran penting dalam pembentukan hukum- hukum yang dilegimitasi Al-Qur’an. Ketentuan hukum dalam Islam yang tercantum dalam Al-Qur’an memiliki beberapa sifat, yaitu (1) yang diakomodasi Al-Qur’an dari budaya Arab secara utuh, (2) yang diakomodasi Al-Qur’an dari budaya Arab sebagian saja, yang
kemudian disempurnakan oleh Al-Qur’an (3) hukum yang mengubah tradisi Arab menjadi tradisi baru setelah datangnya Islam, seperti bidang aqidah.
Dalam hasil interaksi ini diketahui bahwa hukum-hukum Islam membawa tradisi Arab yang baik, menuntut kita untuk melihat, mencermati lebih dalam hukum mana yang mesti diambil karena terdapat hukum yang bersifat budaya lokal Arab dan tidak berlaku untuk daerah lain atau mungkin terdapat konteks yang sama dalam teks yang berbeda.
Judul Artikel Memahami Perbedaan antara Bahasa Arab Fushah dan ‘Ammiyah Penulis Amran AR, Takdir, Ahmad Munawwir, dan Nurlatifah
Diterbitkan NASKHI Jurnal Kajian Pendidikan dan Bahasa Arab, vol. 3 no. 1 (2021) halaman 22-29
Pendahuluan
Bahasa Arab Fushah dan ‘Ammiyah merupakan bahasa Arab yang bersumber dari bahasa Smith. Pada masa pra-Islam masyarakat Arab mengenal strafikasi kefasihan bahasa. Kabilah Quraisy dianggap paling baik bahasa Arabnya karena kemurniannya. Bahasa Fushah terdapat dalam Al-Qur’an, Hadits, dan buku-buku ilmiah. Sedangkan
‘ammiyah adalah bahasa yang berkembang karena pengaruh bahasa non-Arab yang kemudian dipakai oleh orang Arab dalam percakapan sehari-hari. Tidak jarang orang Arab menggunakan bahasa ‘ammiyah dalam forum formal karena sulit membedakan bahasa fushah dan
‘ammiyah. Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka yang berfokus pada pengumpulan data yang berkaitan dengan perbedaan bahasa fushah dan ‘ammiyah.
Pembahasan 1. Pengertian Bahasa Arab Fushah dan ‘Ammiyah
Bangsa Arab merupakan ba ngsa yang sangat fanatik terhadap bahasanya, sehingga dengan penuh keyakinan mereka mengatakan bahwa al-Qur’an di turunkan dengan menggunakan bahasa Arab, karena pada hakekatnya Nabi Muhammad SAW di lahirkan di bangsa Arab. Kecintaan orang Arab akan bahasanya ini, membuat bahasa Arab begitu cepat berkembang. Bahasa Arab merupakan salah satu rumpun bahasa Semit, dipergunakan oleh suku Arab yang tinggal di Semenanjung Jazirah Arab. Masyarakat pra Islam terdiri dari berbagai kabilah dan sejumlah dialek bahasa yang berbeda satu dengan lainnya, perbedaan tersebut dilandasi atas kondisi dan perbedaan dari masing-masing kabilah.
Bahasa Arab merupakan Bahasa resmi kedua dengan banyaknya negara menggunakannya, baik pada percakapan sehari-hari, maupun pertemuan tinggat dunia. Berbagai pendapat tentang sejarah permulaan munculnya bahasa Arab, pendapat yang paling klasik menyebutkan bahwa bahasa Arab sudah ada sejak zaman Nabi Adam as, dasar pendapat ini adalah Al-Qur’an surah Al- Baqarah 31.
Bahasa Arab Fushah merupakan bahasa yang digunakan dalam Al-Qura’n, al- Hadis dan pada karya tulis ilmiah. Bahasa Arab Fushah sudah menjadi bahasa internasional yang diresmikan pada 18 Desember 1973 oleh UNESCO (United Nation Education, Scientific and Cultural Organization). Kemudian penetapan tanggal tersebut dijadikan sebagai hari bahasa Arab sedunia.
Bahasa Arab Fushah merupakan bahasa Arab yang dapat dipahami oleh seluruh bangsa Arab maupun non-Arab yang mempelajari bahasa tersebut dan dapat digunakan di negara manapun. Secara umum bahasa ini dapat diklasifikasikan dalam dua tingkatan, yaitu bahasa Arab klasik (classical Arabic) yang digunakan dalam bahasa Alquran dan bahasa Arab standar modern (modern standard Arabic) yang digunakan dalam bahasa ilmiah.
Adapun bahasa Arab Amiyah adalah bahasa yang sering digunakan dalam aktivitas sehari hari yang berbentuk informal
atau nonformal. Bahasa ini lebih sering disebut dengan bahasa pasaran, yang digunakan dalam urusan tidak resmi dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Arab Amiyah tidak dapat dilepaskan dari bahasa Arab Fushah, selain itu bahasa Arab ini pun tidak sepenuhnya sesuai dengan kaidah atau tata bahasa Arab yang resmi. Arab yang terbentang dari teluk persia hingga laut mediteranian terdapat aneka ragam dialek ‘ammiyah/darijah (ragam non-standar) yang masing-masing memiliki perbedaan fonetik, kosakata, dan strukturnya. Bahasa Arab ‘Ammiyah di setiap negara juga mempunyai berbagai versi sesuai dengan negara dan daerah yang menggunakan bahasa tersebut, sehingga kita dapat menjumpai ada bahasa Amiyah Saudi Arabia, Amiyah Sudan, dan Amiyah Mesir dan sebagainya.
2. Sejarah Munculnya Bahasa Arab Fushah dan ‘Ammiyah Kefasihan berbahasa masyarakat Arab yang dipimpin oleh kabilah Quraisy terus terjaga hingga meluasnya Islam ke luar jazirah dan masyarakat Arab mulai berinteraksi dengan masyarakat dari suku lain. Proses interaksi dan berbagai transaksi sosial lainnya itu berpengaruh antara bahasa yang digunakan. Masyarakat ‘Ajam atau non-Arab belajar berbahasa Arab dan masyarakat Arab mulai mengenal bahasa mereka. Intensitas interaksi tersebut lambat laun mulai berimplikasi pada penggunaan bahasa Arab yang mulai bercampur dengan beberapa kosakata asing, baik dengan atau tanpa proses arabisasi (ta’rib). Pertukaran pengetahuan antar mereka juga berpengaruh pada pertambahan khazanah bahasa Arab khususnya menyangkut hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui masyarakat Arab ketika hidup terisolasi dari bangsa lain. Masyarakat ‘ajam juga kerap melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa Arab. Fenomena ini kemudian makin meluas melalui transaksi sosial, misalnya dalam aktivitas ekonomi di pasar-pasar terutama sejak abad ke-5 H.
Fenomena penyimpangan bahasa (lahn) adalah penyebab awal lahirnya bahasa ‘Ammiyah. Istilah lahn ini dikarenakan awalnya pada kesalahan dan ketidaktaatan pada i’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata karena perubahan kedudukannya dalam kalimat.
Benih-benih lahn mulai muncul sejak zaman Nabi Muhammad SAW berupa perbedaan lahjah (logat cara berbicara) di kalangan sahabat.
3. Faktor-faktor yang Mendorong Munculnya Bahasa Arab
‘Ammiyah
Masalah geografis, karena sejak dahulu orang Arab tinggal di penjuru semenanjung yang sangat luas. Mereka hidup dalam kabilah-kabilah yang berlainan dengan wilayah yang berjauhan dan dalam lingkungan yang bermacam-macam.
Hal ini memicu timbulnya dialek yang menyimpang dari bahasa bakunya, baik sedikit maupun jauh dalam penyimpangannya dari bahasa bakunya.
Aspek ekonomi, karena letak wilayah arab yang berada di persimpangan banua Asia, Afrika, dan Eropa sehingga wilayah Arab khususnya mekkah sejak sebelum masehi telah memainkan peranan penting dalam perdagangan. Kedatangan
para saudagar dari berbagai wilayah pada musim haji yang terselenggara setiap tahun memberikan andil besar dalam memperkaya kosa kata arab atau mempengaruhi bahasa baku sehingga terjadi perubahan.
Pertemuan dan percampuran saat Islam berekspansi keluar negeri Hijaz dengan membawa bahasa Arab. Ketika itulah bahasa Arab bertemu dengan bahasa-bahasa lain.
Kolonisasi yang menimpa negara-negara arab saat perang dunia 1 atau 2, yang mana para kolonialis tidak menginginkan bahasa Arab menjadi besar dan penting karena identik dengan Islam.
Luasnya wilayah negara-negara Arab yang terdiri dari 21 negara dan masing-masing terdiri atas suku yang berbeda- beda yang mempunyai kebudayaan yang berbeda pula.
4. Perbedaan bunyi antara bahasa Arab Fushah dan ‘Ammiyah
Pergantian bunyi
a. Pergantian konsonan dengan konsonan
Contoh: ةئامتس (sittimi ah) di baca ةيمتس (sittimiyah)= enam ratus
b. Pergantian vokal dengan vokal
Contoh: ىغبت ئيششش يأ (ayyu syai tabgha?) dibaca يغبت شيأ (e;sy tibgha)= perlu apa?
Penambahan bunyi
a. Penambahan bunyi di awal
Contoh: نيأ نم (min aina) menjadi نيف نم ( min fe:n )= dari mana?
b. Penambahan bunyi di akhir
Contoh: يعم (ma’iy ) di baca اياعم (ma’ay:a) = bersamaku
Pelepasan bunyi
a. Pelepasan bunyi di awal
Contoh يخأ اي ( ya akhiy ) di baca يوخ اي (ya khu:ya) = hai saudaraku
b. Pelepasan bunyi di tengah
Contoh: هيلع ام (ma: ‘alaih) dibaca شيلعم (ma’aleis)= tidak apa-apa
c. Pelepasan bunyi di akhir
Contoh: تنأ و (wa anta) dibaca نأ و (wa an) = dan kamu
Simpulan
Bahasa Arab Fushah adalah ragam bahasa Arab yang ditemukan dalam Al-Qur’an, hadits Nabi dan warisan tradisi Arab. Bahasa Arab fushah digunakan dalam kesempatan formal dan untuk kepentingan kodifikasi karya-karya puisi, prosa, dan penulisan pemikiran intelektual secara umum.
Sedangkan bahasa Arab ‘Ammiyah adalah ragam bahasa Arab yang digunakan untuk urusan-urusan biasa sehari-hari. Ia lahir dari fenomena penyimpangan bahasa (lahn). Istilah ini pada awalnya dikarenakan kesalahan dan ketidaktaatan pada i’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata karena perubahan kedudukannya dalam kalimat.
Bahasa ‘ammiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa Fushah. Variasi fonologis itu dikelompokkan menjadi beberapa macam, yakni penggantian bunyi, penambahan bunyi, pelesapan bunyi.
Judul Artikel Bentuk Sembang Santai (Small Talk) dalam Masyarakat Arab: Satu kajian dalam Dram رملا نمزلا قاروأ
Penulis Anis Nabilah Mamat, Norhayuza Mohammad
Diterbitkan Tarbawiy Malaysian Online Journal of Education, vol. 5 No. 2 (2021) halaman 47-65
Pendahuluan
Komunikasi merupakan kegiatan penting dalam kehidupan manusia.
Komunikasi dilakukan oleh manusia sebagai alat utama untuk menyampaikan ide, pengetahuan, dan maksud yang diinginkan.
Menurut Afzalila, komunikasi ialah hubungan yang dijalin antara dua pihak untuk berbincang, berbicara, dan bertukar pendapat antara satu sama lain. Komunikasi dianggap berhasil jika terdapat kerjasama yang baik antara dua pihak yang berinteraksi, kejelasan maksud yang disampaikan dan etika antara kedua penutur ketika berbincang.
Di era globalisasi saat ini masyarakat dunia dituntut untuk terlibat dalam arus modernisasi seperti bertukar pandangan, pemikiran dan aspek budaya lainnya. Hal ini menuntut masyarakat dunia untuk menguasai komunikasi yang baik.
Maka sebelum melakukan komunikasi, kehangatan harus dicapai terlebih dulu. Amir Aris dan Ahmad Rozelan Yunus mengatakan bahwa salah satu cara membangun kehangatan hubungan sebelum komunikasi adalah mengobrol ringan seperti mengucapkan salam dan selamat. Dan mengobrol ini adalah salah satu budaya masyarakat Arab.
Permasalahan yang timbul adalah banyak bentuk obrolan dalam masyarakat Arab yang belum dipahami dengan baik oleh non-Arab karena perbedaan budaya. Perbedaan ini termasuk makna, situasi, dan cara mengungkapkan obrolan. Jika tidak dipahami dengan baik, maka komunikasi akan mengalami hambatan bahkan kesalahpahaman antara penutur Arab dan non-Arab, sehingga tujuan komunikasi tidak tercapai.
Kajian ini merupakan kajian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif melalui metode analisis isi. Objek kajian ini adalah drama رملا نمزشششلا قاروأ yang berjumlah 5 episode untuk mengenal pasti bentuk-bentuk ungkapan yang disampaikan masyarakat Arab dalam berkomunikasi.
Pembahasan Kajian ini menghasilkan penemuan berbagai bentuk ungkapan obrolan yang digunakan dalam masyarakat Arab. Dalam drama قاروأ رملا نمزلا dengan menggunakan software atlas.ti versi 8, terdapat 91 ungkapan yang telah dikategorikan dalam bentuk obrolan berdasarkan bentuk yang disarankan oleh Jumanto mengikuti teori komunikasi basa-basi Malinowski.
Penemuan ini menunjukkan bahwa ada 16 bentuk obrolan dalam masyarakat Arab. Keabsahan data dalam penelitian ini diperoleh melalui tinjauan ahli dari penutur asli.
Berikut 16 bentuk ungkapan obrolan yang digunakan dalam komunikasi masyarakat Arab di dalam drama رملا نمزلا قاروأ episode 1-5:
1. Pujian: 8 kali
2. Penghormatan: 4 kali
3. Sambutan selamat datang: 9 kali 4. Menanyakan kabar: 11 kali
5. Doa: 1 kali 6. Basa-basi: 3 kali
7. Meminta bantuan: 8 kali 8. Sapaan: 9 kali
9. Undangan: 3 kali 10.Candaan: 3 kali 11.Penghinaan: 2 kali 12.Permohonan maaf: 1 kali 13.Rasa syukur: 4 kali 14.Penghargaan: 7 kali 15.Pertanyaan: 15 kali 16.Nasihat: 3 kali
Berdasarkan data di atas, frekuensi tertinggi adalah ungkapan obrolan pertanyaan sebanyak 15 kali dan menanyakan kabar 11 kali yang menggambarkan budaya Arab yang senang menyapa orang lain di awal pertemuan. Adapun yang terendah adalah doa dan meminta maaf yang hanya diungkapkan satu kali saja.
Contoh ungkapan obrolan masyarakat Arab:
a) Menanyakan kabar
؟ملاس اي تنأ فيك :أ
؟لاصو ةديسلا فيك :ب
؟حامس ابأ اي كلاح فيك :ج
b) Pujian
ادج ليمج املكلا اذه حيحص :أ لمجأ نيدوعتو ةليمج نيرفاست :ب ةليمج ةدلب :ج
c) Penghormatan
ريخب هلل دمحلا :أ ريخ :ب ةدلاولا متأم رضحأ نأ يبجاو نم ناك :ج
d) Candaan
رهش هنكلو :أ
!يلاعت .اسنرف ىلإ سيل :ب
؟قنع ةطبرو صيمق نم :ج
e) Pertanyaan
؟انعم ءاشعلل لامج ىقبي نأ تضفر اذامل :أ
؟ةحارجلا يف كصاصتخا ام :ب
؟هه ليمج رظنم :ج
f) Sapaan
انفرشت :أ ريخلا ءاسم :ب ريخلا حابص :ج
g) Undangan
"اغون" اذه نم قوذت نأ لبق بهذت نلو :أ سلجا .ميرك اي سلجا :ب لضفت :ج
h) Ucapan selamat datang
لهسو لهأ :أ يسلجا يلضفت :ب
؟كتحصب فيك .ميرك اي لهسو لهأ :ج
i) Doa
ليلخ روتكد اي ،كرمع يف ٌهللا َلاَطَأ :أ
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merumuskan bahwa ungkapan- ungkapan obrolan dapat digunakan dalam situasi dan cara yang berbeda. Bahkan satu ungkapan bisa digunakan dalam beberapa situasi yang berbeda, seperti لضفت bisa digunakan saat mempersilakan seseorang dan juga digunakan saat menyambut kedatangan orang lain.
Ungkapan مكيلع املسلا dapat digunakan untuk menyapa seseorang dan juga dapat diucapkan saat akan berpisah dengan seseorang atau meminta bantuan. Adapun ungkapan doa yang diucapkan masyarakat Arab bertujuan untuk memohonkan kesejahteraan dan keselamatan lawan bicara yang tidak ditemukan dalam budaya lain. Dan seluruh ungkapan ini dilakukan bukan untuk menyampaikan gagasan, ide, atau pendapat, namun untuk melancarkan interaksi dan untuk mencairkan suasana agak tidak kaku dan tegang.
Simpulan
Mengobrol merupakan elemen penting dan bermakna bagi masyarakat Arab untuk mewujudkan keharmonisan dan kehangatan antarpenutur yang berinteraksi. Obrolan berfungsi sebagai bentuk komunikasi untuk melancarkan interaksi dan mengukuhkan hubungan sosial dalam masyarakat. Kajian ini memperlihatkan bahwa mengobrol dapat membantu penutur untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi interpersonal untuk memenuhi suatu keperluan di samping mewujudkan kehangatan dan hubungan sosial yang baik.