• Tidak ada hasil yang ditemukan

internalisasi nilai kemandirian pada anak usia dini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "internalisasi nilai kemandirian pada anak usia dini"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta

INTERNALISASI NILAI KEMANDIRIAN PADA ANAK USIA DINI DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH NUR’AINI

NGAMPILAN YOGYAKARTA

Kis Rahayu

Program Studi Magister Studi Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan langkah-langkah internalisasi nilai kemandirian anak. Jenis penelitian yang digunakan di sini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini dilakukan di TK Aisyiyah Nuraini Ngampilan Yogyakarta. Pada tahap perencanaan, disusun kurikulum yang mengacu pada enam aspek perkembangan anak yaitu nilai-nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, dan seni. TK Nur’aini juga mengintegrasikan pembelajaran Al Islam dan Kemuhammadiyahan/ Keaisyiyahan sebagai muatan yang mengaliri seluruh aspek perkembangan. Pada tahap pelaksanaan, disusun berbagai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang bersifat praktis-implementatif dengan tujuan melatih kemandirian anak melalui pembiasaan. Nilai kemandirian diimplementasikan ke dalam proses pembelajaran sejak anak datang hingga anak pulang melalui pembiasaan dan pembelajaran melalui bermain. Permainan menggunakan model pembelajaran sentra yang mencakup empat pijakan: lingkungan main, pijakan sebelum main, pijakan saat main, dan pijakan setelah main. SOP yang ada adalah SOP: penyambutan anak, bermain bebas, cuci tangan, kegiatan, pengalaman motorik kasar, toilet training, pijakan sebelum main, pijakan selama main, pijakan saat main, pijakan setelah makan, dan saat kepulangan anak.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Sentra, Kemandirian Anak, TK Aisyiyah Nuraini.

Abstract

This research objective is describing the steps to internalization of child independence value, with a qualitative descriptive research. This research was done in TK Aisyiyah Nuraini Ngampilan Yogyakarta. During the planning stage, a curriculum is built, based on the six child growth aspect: moral and religion, physical and motor, cognitive, linguistic, social emotional, and art. TK Nur’aini also integrates Islamic and

“Kemuhammadiyahan/Keaisyiyahan” education as an additional value, covering all the growth aspect mentioned earlier. In the execution stage, various Standard Operating Procedures (SOPs) are compiled. Those SOPs are practical-implementative, aiming to train children independence through habituation. Independence values are implemented in the learning process, since their arrival at school until they go home, through habituation and playful lessons. The games use “sentra” learning model which includes four footholds: playing area, foothold before playing, foothold while playing, and foothold after playing. The available SOPs are: child welcoming, free plays, washing hands, activities, gross motor experience, toilet training, foothold before playing, foothold while playing, foothold after eating, and when the children returns home.

Keywords: “Sentra” learning model, Child Independence, TK Aisyiyah Nuraini.

Info Artikel

Diterima Juli 2021, disetujui Agustus 2021, diterbitkan Desember 2021

(2)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

PENDAHULUAN

Saat ini banyak dijumpai orang yang tidak memiliki keterampilan untuk hidup mandiri. Bahkan banyak orang dewasa yang masih tergantung secara financial kepada orang tuanya dan tidak mampu menentukan keputusan dalam hidupnya.

Tentu ada banyak faktor yang menyebabkan ketidakmandirian seseorang.

Salah satunya adalah penanaman kemandirian pada masa usia dini yang tidak dicapai secara optimal sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Padahal mempersiapkan anak sejak dini dengan melatih/menanamkan kemandirian agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal merupakan hal yang penting.

Pada usia dini. Lingkungan, pola asuh orang dewasa, nutrisi dan stimulasi yang konsisten mempengaruhi tumbuh kembang anak sekaligus proses kemandirian tersebut.

Sejak usia dini anak telah memiliki naluri untuk berkembang menjadi anak yang mandiri. Secara fisik misalnya, pada saat belajar tengkurap, merangkak, berjalan, makan, dan minum, anak memulainya dengan usaha sendiri. Ketika belajar berjalan, anak akan berusaha sekuat tenaga untuk bisa berjalan meskipun sering jatuh dan bahkan sampai menangis. Hal ini merupakan upaya untuk menjadi manusia yang mandiri. Pada saat itulah orang tua harus tanggap dan bisa merangsang kemandirian anak. Ini bisa dilakukan dengan memberi kepercayaan dan kesempatan pada anak untuk melakukan sesuatu sesuai kemampuannya.

Dalam aktifitas sehari hari, anak yang dapat melakukan kegiatan seperti makan, mandi, berpakaian, atau membereskan mainan sendiri disebut anak yang mandiri.

Kemandirian seperti tersebut baru merupakan kemandirian secara fisik. Dalam hal ini awal masa kanak-kanak memang merupakan masa yang ideal untuk mempelajari ketrampilan tertentu. Ini karena pada usia dini anak sedang mengulang-ngulang dan karenanya anak dengan senang hati mau mengulang suatu aktifitas sampai mereka terampil melakukannya.

Dalam kehidupan yang lebih kompleks anak juga perlu dilatih untuk memiliki kemandirian secara psikologis. Salah satu contohnya adalah saat anak menentukan pilihan. Misalnya saat anak melihat banyak alat permainan dia harus bisa memutuskan untuk memilih salah satu mainan yang ada. Pilihan ini tentu terkait dengan kesukaan dan ketidaksukaan seorang anak. Selama masa awal anak-anak emosi memang sangat kuat. Saat ini merupakan saat ketidakseimbangan karena anak-anak sering keluar dari focus. Anak mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan.

Melatih kemandirian pada anak tidak bisa di lakukan dengan tiba-tiba. Hal ini memerlukan proses yang panjang dan membutuhkan waktu yang lama dan dengan memperhatikan banyak faktor. Faktor-faktor itu adalah faktor lingkungan.

Dalam hal ini dibutuhkan lingkungan yang penuh kasih sayang dan fasilitas yang cukup. Faktor berikutnya adalah kematangan. Perkembangan susunan sayaraf yang matang akan fungsi-fungsi organ tubuh sempurna. Faktor lainnya adalah pengaruh sosial. Hubungan imbal balik dengan lingkungan sosial akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Faktor nutrisi memberikan pengaruh yang tidak kecil karena dapat mempengaruhi pertumbuhan otak dan fisik anak.

(3)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta

Faktor penting yang lain dalam keberhasilan pendidikan kemandirian anak, terutama yang dilakukan di lembaga pendidikan, diantaranya adalah model/pendekatan dalam pembelajaran yang digunakan oleh para guru/pendidik di lingkungan pendidikan. Jika model pembelajaran yang digunakan kurang tepat maka aspek pengembangan tidak dapat tercapai secara optimal. Apalagi jika yang menjadi sasaran pendidikan adalah anak usia dini. Sebaliknya, jika model/pendekatan pembelajaran yang digunakan tepat, maka materi/nilai yang diajarkan akan lebih optimal dan menarik minat anak didik. Oleh karena itu pemilihan model pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap efektifitas tercapainya kemandirian anak.

Kemandirian perlu ditanamkan sejak dini melalui pembiasaan. Ini bisa dilakukan setiap hari baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

Rumah/keluarga berfungsi sebagai tempat yang pertama dan utama dalam pendidikan anak. Sekolah sebagai tempat pembelajaran yang efektif dan terukur karena menggunakan metode dan pendekatan tertentu secara efektif. Sedangkan lingkungan masyarakat sebagai tempat belajar anak dengan lingkungan pergaulan yang lebih luas.

TK Aisyiyah Nur’aini Ngampilan merupakan salah satu lembaga pendidikan Anak Usia Dini yang dinilai berhasil mengembangkan kemandirian anak. Kemandirian anak-anak TK ini terlihat sejak mereka disambut saat masuk sekolah sampai saat anak pulang dijemput orang tua mereka. Sejak datang anak- anak langsung berpisah dengan orang tua/pengantar tanpa kesulitan. Anak-anak meletakkan barang bawaan di tempat yang sudah disediakan. Mereka juga bermain bersama dengan teman lain tanpa bantuan. Mereka juga melakukan aktivitas secara mandiri saat mencuci tangan sebelum masuk kelas dengan membuka keran air sendiri, menggunakan sabun cair secukupnya, membilas tangan sampai bersih. Begitu juga saat bermain, anak – anak terlihat mandiri dengan memilih mainan sesuai minat dan imajinasi masing – masing. Sampai kegiatan penutup, anak- anak ini dapat menyelesaikan tugas dan menunjukkan keterampilan menolong diri sendiri dengan baik. Mereka memang didampingi oleh guru. Tetapi guru lebih berfungsi mengingatkan dan itu dilakukan sesekali.

Dengan berbagai keberhasilan, salah satunya dalam pembentukan keandirian anak, TK ini menjadi pusat rujukan bagi TK-TK baik di DIY maupun diluar DIY. Mereka mengakui bahwa di TK ini penanaman kemandirian pada anak sangat terlihat secara optimal. Untuk itulah penulis melakukan penelitian di TK Aisyiyah Nur’aini ini.

Dengan latar belakang masalah seperti tersebut di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: bagaimana konsep internalisasi kemandirian anak di TK Aisyiyah Nuraini?

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yakni suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual atau kelompok.

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (Field research), yaitu penelitian dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian. Sifat penelitian ini adalah

(4)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

penelitian deskriptif kualitatif. Analisis data diskriptif, yaitu teknik analisis data yang menuturkan, menafsirkan serta mengklarifikasikan dan membandingkan fenomena-fenomena.

Lokasi yang penulis pilih adalah Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Nur’aini yang beralamat di Jalan KH. Ahmad Dahlan No. 152 Yogyakarta. Sedangkan yang menjadi obyek penelitian adalah penggunaan model pembelajaran Sentra dalam rangka membentuk kemandirian anak di TK Aisyiyah Nur’aini Ngampilan Yogyakarta.

Subyek penelitian ini adalah guru, anak didik, dan orang tua/wali anak didik. Data yang diambil dari guru adalah data tentang bagaimana pelaksanaan penanaman kemandirian, bagaimana kemanfaatan sarana pra sarana, dan bagaimana kompetensi guru dalam pelaksanaan model pembelajaran Sentra. Anak akan dijadikan subyek penelitian untuk memperoleh data tentang bagaimana disiplin menjadi kebiasaan anak. Sedangkan orangtua/wali akan diwawancarai dalam rangka mencari informasi mengenai perobahan kemandirian anak sebelum dan sesudah sekolah di TK Aisyiyah Nur’aini.

Agar dapat diperoleh data yang lengkap dan betul-betul menjelaskan kualitas pelaksanaan penanaman kemandirian dengan menggunakan model pembelajaran Sentra, maka untuk memperoleh data, penelitian ini menggunakan metode :

a. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data melalui tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan. Dalam rangka melaksanakan wawancara diperlukan pedoman wawancara. Menurut Suharsimi, secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara. Wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan dan wawancara terstruktur yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan penanaman kemandirian dan pemanfaatan sarana pra sarana.

b. Observasi

Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blanko pengamatan sebagai instrumen.

Format yang disusun berupa item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi. Observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang proses penanaman kemandirian yang meliputi input, proses dan out put.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Studi dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data tentang sejarah TK Nuraini dan data kompetensi guru dalam pelaksanaan model pembelajaran.

Data dianalisis dengan model pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan penelitian ini tentu luas dan beraneka ragam dan bersifat kualitatif dalam arti lebih berupa pernyataan-pernyataan daripada angka-angka. Analisis

(5)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta

data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

Reduksi ini berlangsung terus menerus selama penelitian berjalan. Penyajian data adalah serangkaian informasi tersusun yang darinya dimungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penarikan kesimpulan meliputi mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi- konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Tentu kesimpulan itu bersifat longgar dan terbuka. Meski kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar. Kesimpulan akhir mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penggunaan Metode Sentra

Internaisasi nilai kemandirian di TK Aisyiyah Nuraini dilaksanakan melalui model pembelajaran Sentra. Model pembelajaran Sentraini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, kurikulumnya diarahkan untuk membangun pengetahuan anak (to construct knowledge) yang digali sendiri melalui berbagai pengalaman main di sentra-sentra kegiatan, sehingga mendorong kreativitas anak. Kedua, pendidik lebih berperan sebagai perancang, pendukung, dan penilai kegiatan anak dengan mengkondisikan setiap anak untuk berperan aktif. Ketiga, pembelajarannya bersifat individual, sehingga rencana, dukungan, dan penilaiannya disesuaikan dengan tingkat perkembangan, dan kebutuhan setiap anak.

Selanjutnya model pembelajaran Sentra digunakan karena: keempat pengembangan Kurikulum diarahkan untuk membangun pengetahuan anak yang digali sendiri melalui berbagai pengalaman main di sentra – sentra kegiatan sehingga mendorong kreatifitas anak. Kelima, pembelajaran bersifat individual, sehingga perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak. Keenam, kegiatan pembelajaran terinci dengan jelas mulai dari penataan lingkungan main sampai pada pemberian pijakan – pijakan sebelum, selama dan sesudah main sehingga dapat dijadikan panduan bagi pendidik pemula. Ketujuh, setiap anak memperoleh dukungan untuk aktif, kreatif dan berani mengambil keputusan sendiri, tanpa harus takut membuat kesalahan. Kedelapan, setiap perkembangan bermain anak dirumuskan secara jelas, dan untuk dijadikan acuan bagi pendidik dalam melakukan penilaian perkembangan. Kesembilan, penerapan model sentra tidak bersifat kaku, dapat dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Kesepuluh, menciptakan setting pembelajaran untuk merangsang anak agar aktif, kreatif dan mandiri dengan menggali pengalamannya sendiri, bukan sekadar mengikuti perintah guru, meniru atau menghafal.

Secara umum model pembelajaran Sentra mempunyai beberapa ciri.

Model Sentra dalam pembelajarannya berpusat pada anak. Model ini juga menempatkan setting lingkungan main sebagai pijakan awal yang penting.

Kemudian model ini memberikan dukungan penuh kepada setiap anak untuk aktif,

(6)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

kreatif dan berani mengambil keputusan sendiri. Model ini juga menempatkan peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan evaluator. Selanjutnya, model ini memusatkan kegiatan anak di sentra-sentra main yang berfungsi sebagai pusat minat. Terakhir, model ini memiliki standart operasional prosedur yang baku.

2. Implementasi Penanaman Nilai Kemandirian

Pada prakteknya internalisasi nilai-nilai kemandirian di TK Aisyiyah Nuraini dilaksanakan melalui beberapa tahap. Tahap-tahap itu meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Di bawah ini akan di uraikan tahap demi tahap pelaksanaan internalisasi nilai kemandirian di TK Aisyiyah Nur’aini Ngampilan.

a. Kurikulum Sebagai Perencanaan Penanaman Nilai Kemandirian

Pada tahap perencanaan ini TK Nuraini menyusun kurikulum yang di dalamnya mengandung Kompetensi Dasar yang terkait dengan kemandirian.

Secara umum kurikulum TK Nuraini dikembangkan mencakup enam aspek perkembangan anak yaitu aspek Nilai Agama dan Moral, Fisik Motorik, Kognitif, Bahasa, Sosial emosional, dan aspek Seni. Penentuan materi kurikulum ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 tahun 2014 tentang standar Nasional PAUD serta peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia no. 146 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 PAUD dan buku pedoman penyusunan kurikulum yang diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Aisyiyah.

Selain enam aspek perkembangan yang telah diuraikan, kurikulum TK Aisyiyah Nur’aini juga mengintegrasikan pembelajaran Al Islam, Kemuhammadiyahan/ Keaisyiyahan sebagai muatan materi yang mengaliri seluruh aspek perkembangan pada kurikulum TK Aisyiyah Nur’aini agar anak terbiasa dengan perilaku beragama sesuai dengan ajaran Islam dan mengenalkan organisasi Aisyiyah/ Muhammadiyah sebagai organisasi Islam sejak dini. Nilai Kemandirian menjadi prioritas nilai yang diberikan sejak dini agar anak dapat menolong diri sendiri sesuai dengan tahapan perkembangannya. Berikut materi yang tersusun dalam kurikulum terintegrasi di TK Aisyiyah Nur’anini Ngampilan

Nilai-nilai kemandirian terlihat dengan jelas pada rumusan kompetensi dasar dan indicator perkembangan dari masing-masing kompetensi dasar itu.

1) Percaya diri. Nilai ini merupakan bagian dari sikap kemampuan diri sebagaimana dijelaskan oleh Masrun (dalam Ariyanti, 2009). Sikap ini mencakup rasa percaya diri terhadap kemampuan sendiri, menerima dirinya, dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Sikap ini dirumuskan pada kompetensi dasar 2.5 yang rumusannya adalah “Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap percaya diri.” Indikator dari sikap percaya diri ini adalah: kebiasaan menyapa guru atau teman, berani tampil di depan umum, berani berpendapat, berani menyampaikan keinginan, komunikasi dengan orang baru, dan senang bermain bersama.

2) Mandiri. Nilai kemandirian kedua adalah sikap mandiri itu sendiri. Nilai ini terlihat dengan jelas pada kompetensi dasar 2.8. Isi dari kompetensi ini adalah

“Memiliki perilaku yang mencerminkan kemandirian.” Kompetensi dasar ini dicapai melalui indikator-indikator. mengambil keputusan secara mandiri,

(7)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta

mengenal barang milik sendiri, menolong diri sendiri, melaksanakan tugas sampai selesai/bertanggung jawab terhadap tugasnya, dapat membersihkan alat makan sendiri, membuang sampah pada tempatnya, mampu membersihkan diri setelah BAK-BAB tanpa bantuan, memilih kegiatan sesuai keinginan dan kebutuhan, meletakkan barang sendiri pada tempatnya, membereskan alat main setelah digunakan, mengenal barang milik sendiri, melepas dan memakai baju sendiri, dan melipat baju atau alat ibadah.

3) Tanggung jawab. Tanggung jawab seara teoritis menurut Subrata (dalam Suwarsiyah, 1999) adalah bagian dari aspek kemnadirian. Sikap tanggung jawab sebagai cerminan dari kemandirian terlihat dengan jelas pada kompetensi dasar 2.12 yang rumusannya adalah “Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap tanggung jawab”. Indikator dari sikap tanggung jawab ini adalah: merapikan mainan setelah digunakan, bertanggung jawab pada perilaku diri sendiri, menyelesaikan tugas sampai selesai (sungguh-sungguh, usaha keras dalam bekerja), sikap sportif (mengakui kesalahan dengan meminta maaf), senang menjalankan kegiatan yang menjadi tugasnya (misalnya piket memimpin barisan, memimpin berdoa, menyiapkan makanan), dan menunjukkan kesediaan diri untuk menerima konsekuensi.

4) Mengatasi Masalah. Nilai kemnadirian keempat adalah kemampuan anak untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari- hari. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Masrun (Kartono, 1995). Dalam kurikulum TK Nuraini kompetensi dasar ini dirumuskan pada point 3.5 yang berbunyi “Mengetahui cara memecahkan masalah sehari-hari dan berperilaku kreatif.” Kompetensi ini memiliki indicator: memecahkan sendiri masalah yang dihadapi, gigih menyelesaikan tugas, menyusun perencanaan kegiatan sederhana, memilih solusi dalam pemecahan masalah sehari-hari, dam cara melakukan negosiasi konflik secara demokratis.

5) Menolong Diri Sendiri. Nilai kemandirian kelima adalah kemampuan menolong diri sendiri. Dalam kurikulum TK Nuraini kompetensi dasar ini dirumuskan pada point 4.4 yaitu “Mampu menolong diri sendiri untuk hidup sehat.” Kompetensi ini memiliki indicator: cara memelihara kesehatan (gigi dan mulut, telinga, mata dan tubuh secara umum), kebiasaan hidup sehat (mencuci tangan, memakai baju bersih, membuang sampah, menutup hidung dan mulut ketika batuk atau bersin, cara menghindarkan diri dari bahaya kekerasan, cara menghindarkan diri dari benda-benda berbahaya, cara menggunakan toilet dengan benar tanpa bantuan, menghindarkan diri dari kebiasaan buruk bagi kesehatan, membedakan antara hidup sehat dan tidak sehat, serta latihan keamanan diri.

b. Pelaksanaan

1) Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai Rambu-rambu Pelaksanaan Penanaman Kemandirian

Setelah indikator perkembangan dirumuskan dalam kurikulum, dalam rangka menanamkan nilai kemandirian pada anak, disusunlah berbagai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang bersifat praktis-implementatif. SOP disusun dengan tujuan melatih kemandirian anak melalui pembiasaan. Pada tahap pelaksanaan ini nilai kemandirian diimplementasikan ke dalam proses

(8)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

pembelajaran. Ini dilakukan sejak anak datang hingga anak pulang melalui pembiasaan dan pembelajaran melalui bermain. Permainan yang dimaksud menggunakan model pembelajaran sentra yang mencakup empat pijakan main yaitu pijakan lingkungan main, pijakan sebelum main, pijakan saat main dan pijakan setelah main.

Adapun SOP yang di susun antara lain: SOP penyambutan anak, bermain bebas, cuci tangan, kegiatan, pengalaman motoric kasar, toilet training, pijakan sebelum main, pijakan selama main, pijakan saat main, pijakan setelah makan, dan saat kepulangan anak.

2) Implementasi Tahapan-tahapan Pembiasaan a) Penyambutan anak

TK Aisyiyah Nur’aini merupakan salah satu lembaga pendidikan Anak Usia Dini yang berupaya untuk terus mengasah dan mengembangkan potensi anak usia Dini dalam pengembangan kepribadian terutama penanaman kemandirian sejak dini. Penanaman kemandirian ini dalam pelaksanaannya dilakukan sejak anak datang sampai anak pulang melalui pembiasaan dan program pembelajaran dengan menggunakan model/pendekatan pembelajaran sentra.

Penulis melakukan observasi internalisasi kemandirian sejak anak datang diantar oleh orang tua masing – masing menuju pintu masuk sekolah. Beberapa guru piket telah menunggu didepan pintu masuk dan siap menyambut kedatangan anak-anak. Setiap anak yang datang di sapa oleh guru piket sambil berjabat tangan dan mengucap/menjawab salam.

Guru menanyakan kepada anak siapa yang mengantar ke sekolah hari ini.

Selanjutnya guru mempersilahkan anak untuk meletakkan barang- barang bawaan seperti : tas dan helm. Anak dibiasakan untuk meletakkan barang bawaannya ke tempat yang sudah disediakan. Rak tempat penyimpanan barang anak memiliki ukuran yang terjangkau oleh anak.

Hal ini dimaksudkan untuk melatih kemandirian anak . b) Kegiatan Pra Pembelajaran

Setelah meletakkan barang bawaan anak di beri pilihan untuk bermain out door/in door. Disetiap area bermain terdapat guru yang mendampingi anak sekaligus mengingatkan cara bermain anak yang benar.

Missal, di area bermain out door ada anak yang bermain papan seluncuran dengan posisi tubuh tengkurap. Guru segera memberi contoh cara bermain seluncuran dengan benar, yaitu posisi tubuh menghadap ke atas.

Internalisasi nilai kemandirian anak terlihat jelas saat anak-anak diajak antri mencuci tangan setelah bermain bebas terarah dan sebelum memulai proses pembelajaran. Anak diajak berbaris secara berurutan, cuci tangan satu persatu diawali dengan membuka kran air sendiri, mengambil sabun cair secukupnya, menggosok tangan sampai bersih, membilas dengan air mengalir, mengeringkan tangan. Seluruh langkah cuci tangan ini dilakukan oleh anak secara mandiri, guru sesekali mengingatkan untuk mencuci tangan dengan bersih.

Kegiatan berikutnya adalah berbaris di halaman sekolah. Anak diajak berhitung 1-20 sambil melakukan gerakan jalan ditempat,

(9)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta

mengucap ikrar anak Bustanul Athfal, dan menyanyikan lagu nasional/lagu daerah. Selesai berbaris anak diajak masuk ke ruang kelas, dipersilahkan untuk duduk dengan posisi melingkar. Guru mengamati posisi anak duduk dan sesekali meminta seorang anak berpindah posisi duduk ke tempat yang lain. Guru duduk diantara lingkaran yang dibuat oleh anak.

c) Kegiatan Pembelajaran Inti (1) Pijakan Lingkungan Main

Sebelum anak-anak masuk kegiatan inti, guru telah menyiapkan kegiatan, bahan dan alat bermain di sentra-sentra yang sangat beragam.

Misal di sentra Bahan Alam disiapkan kegiatan bermain pasir pada bak pasir dengan berbagai cetakan kue warna –warni. Di sudut lain terlihat ada kegiatan bermain plastisin/play dough warna-warni dilengkapi gunting, pisau plastic dan alat penggiling kue. Di setiap sentra rata-rata terdapat tujuh – delapan kegiatan bermain.

Setiap kegiatan bermain yang ditata diberikan gagasan/ide cara bermain untuk melatih kemandirian anak saat bermain agar tidak selalu bertanya kepada guru karena sudah disediakan gagasannya. Misalnya, pada kegiatan bermain pasir guru sudah memberi gagasan berupa hasil cetakan berbagai bentuk menggunakan pasir dan diletakkan pada piring-piring plastik yang disediakan.

(2) Pijakan Sebelum Main

Kegiatan yang dilakukan pada pijakan sebelum main diawali dengan guru mempersilahkan anak untuk duduk melingkar. Duduk melingkar dimaksudkan agar semua anak dan guru bisa saling berhadapan dan saling berinteraksi. Setelah semua anak duduk tenang guru mengawali dengan mengucap salam, menyapa anak, menanyakan kabar hari itu, mengabsen anak baik yang hadir maupun yang tidak hadir dan mengajak anak untuk bernyanyi maupun permainan.

Setiap sentra menentukan tema pembelajaran pada minggu/hari itu diawali dengan membacakan sebuah buku/menunjukkan gambar dan media pembelajaran terkait dengan tema yang sedang di pilih.

Selanjutnya guru mengajak anak untuk diskusi/Tanya jawab tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki tentang tema pembelajaran. Saat berdiskusi guru terlihat memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan pendapat, bercerita pengalaman, dan bertanya.

Sebelum anak dipersilahkan bermain, guru memberikan gagasan bagaimana menggunakan bahan- bahan dan alat main agar saat bermain anak dapat mengerjakan secara mandiri. Guru juga mengajak anak untuk membuat aturan main dan harapan untuk pengalaman main setiap anak.

Saat anak sudah siap bermain guru mengingatkan waktu main yaitu 60 menit dan mengingatkan kembali aturan main untuk mengembalikan alat main setelah digunakan secara mandiri.

(10)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

(3) Pijakan Selama main

Kegiatan pembelajaran inti atau disebut pijakan selama main merupakan kegiatan pembelajaran melalui bermain di sentra-sentra yang di siapkan. Guru memberikan waktu kepada anak untuk bermain, di awali dengan memilih kegiatan main yang di sukai. Saat anak bermain di kegiatan inti guru mengamati setiap anak dan sesekali mendatangi anak yang memerlukan bantuan. Internalisasi nilai karakter yang sangat terlihat pada tahapan ini adalah guru tidak langsung membantu anak dalam menyelesaikan tugas namun guru mengajak anak untuk secara bertahap menyeselaikan kegiatan main sesuai kemampuan/perkembangannya. Tidak ada target anak harus mengerjakan tugas seperti keinginan guru, namun yang lebih penting adalah anak menyelesaikan tugas yang dipilih secara tuntas.

Selain mengamati anak bermain, guru juga mengajak anak untuk berkomunikasi secara aktif, menanyakan konsep yang diajarkan, mencontohkan komunikasi yang tepat, memperkuat dan memperluas bahasa anak, meningkatkan sosialisasi melalui dukungan hubungan teman sebaya, dan mendokumentasikan pertkembangan serta kemajuan main anak

(4) Pijakan Setelah main

Selesai bermain anak diajak guru untuk membereskan bahan dan alat main ke tempat semula secara mandiri dengan cara mengelompokkan bahan main berdasarkan bentuk maupun jenisnya.

Selanjutnya anak diajak duduk melingkar kembali dan dilakukan Tanya jawab untuk mengingat kembali konsep pengetahuan yang telah di temukan dan saling menceritakan pengalaman mainnya

(5) Kegiatan penutup dan kepulangan anak

Selesai bermain anak diijinkan untuk beristirahat, bermain out door. Jika waktu beristirahat sudah cukup anak-anak akan berbaris mencuci tangan, masuk kembali ke dalam ruangan, makan snack, menyanyi dan berdo’a sesudah makan. Seluruh tahapan yang dilakukan oleh anak dilakukan dengan cara memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan sendiri sehingga terbiasa untuk mandiri.

c. Evaluasi/Penilaian Perkembangan

Selanjutnya pada tahap evaluasi, guru mengobservasi kemandirian anak sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi kemandirian ini terintegrasi dengan nilai-nilai dan karakter yang lain. Evaluasi dilaksanakan dengan cara mendokumentasikan perkembangan anak, terutama tentang kemandirian, melalui teknik pengumpulan data berupa skala capaian, catatatan observasi, dan hasil karya anak.

Evaluasi/ Penilaian dan pelaporan perkembangan anak usia dini merupakan bagian penting dalam rangkaian program pendidikan anak usia dini.

Penilaian dan pelaporan memiliki banyak makna dan tujuan yang utamanyanya berpusat pada bagaimana memahami anak dan memberi program yang lebih

(11)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta

sesuai dengan perkembangan anak. Hal yang perlu ditegaskan dalam tujuan penilaian, proses penilaian, pelaporan penilaian, dan bagaimana menindaklanjuti hasil penilaian untuk perbaikan layanan atau peningkatan layanan yang paling sesuai dengan anak.

Penilaian dan pelaporan pada pendidikan anak usia dini tidak difokuskan pada hasil yang ingin dicapai tetapi lebih kepada memberi perhatian yang cukup anak belajar, atau apa yang anak perlukan. Adapun tahapan yang dilakukan dalam mengevaluasi perkembangan anak meliputi :

1) Perencanaan Evaluasi

Evaluasi pembelajaran direncanakan dengan menetapkan indikator perkembangan sesuai kelompok usia anak di setiap RPPH. Adapun indikator yang di evaluasi terkait dengan nilai kemandirian misalnya : Berpisah dengan orang tua tanpa menangis, Mengenal barang milik sendiri dan orang lain, Menolong diri sendiri dalam kegiatan sehari-hari, Melaksanakan tugas sampai selesai, Mulai membersihkan alat makan sendiri, Membuang sampah pada tempatnya, Mampu membersihkan diri setelah BAK-BAB dengan bantuan, Memilih kegiatan sesuai keinginan, Meletakkan barang sendiri pada tempatnya, dan Membereskan alat main setelah digunakan

2) Pelaksanaan Evaluasi

Evaluasi pembelajaran berlangsung sejak anak datang sampai pulang. Guru melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yaitu: observasi, unjuk kerja, penugasan, tanya jawab, dan hasil karya. Itu semua untuk memastikan bahwa indikator perkembangan yang di rencanakan dapat tercapai secara optimal. Waktu penilaian dilaksanakan sejak anak datang sampai anak pulang, melalui pembiasaan sehari-hari maupun kegiatan pembelajaran. Proses pengumpulan data penilaian dicatat dan dikumpulkan melalui beberapa cara pencatatan meliputi: catatan anekdot, skala capaian, dan hasil karya.

KESIMPULAN

Internalisasi nilai kemandirian di TK Aisyiyah Nuraini dilaksanakan melalui model pembelajaran Sentra yang dalam pembelajarannya berpusat pada anak. Pada prakteknya internalisasi nilai-nilai kemandirian ini dilaksanakan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Pada tahap perencanaan, disusun kurikulum yang di dalamnya terkandung nilai-nilai kemnadirian. Secara umum dalam kurikulum TK Nuraini dikembangkan enam aspek perkembangan anak yang meliputi: aspek nilai-nilai agama dan moral, aspek fisik motorik, aspek kognitif, aspek perkembangan bahasa, aspek perkembangan sosial emosional, dan aspek perkembangan seni.

Selain itu sebagai TK Aisyiyah kurikulum TK Nur’aini juga mengintegrasikan pembelajaran Al Islam, Kemuhammadiyahan/Keaisyiyahan sebagai muatan materi yang mengaliri seluruh aspek perkembangan. Nilai-nilai kemandirian terlihat dengan jelas pada rumusan kompetensi dasar dan indikator-indikator perkembangan dari masing-masing kompetensi dasar itu. Nilai kemandirian dimaksud adalah: percaya diri, mandiri, tanggung jawab, kemampuan mengatasi

(12)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, dan kemampuan menolong diri sendiri.

Pada tahap pelaksanaan, disusun berbagai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang bersifat praktis-implementatif. SOP dibuat dengan tujuan melatih kemandirian anak melalui pembiasaan. Pada tahap pelaksanaan ini nilai kemandirian diimplementasikan ke dalam proses pembelajaran. Ini dilakukan sejak anak datang hingga anak pulang melalui pembiasaan dan pembelajaran melalui bermain. Permainan yang dimaksud menggunakan model pembelajaran sentra yang mencakup empat pijakan main yaitu pijakan lingkungan main, pijakan sebelum main, pijakan saat main dan pijakan setelah main.

Adapun SOP yang di susun adalah SOP: penyambutan anak, bermain bebas, cuci tangan, kegiatan, pengalaman motorik kasar, toilet training, pijakan sebelum main, pijakan selama main, pijakan saat main, pijakan setelah makan, dan saat kepulangan anak. Secara pentahapan implementasi pembiasaan meliputi:

penyambutan anak, kegiatan pra pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran inti (yang terdiri dari pijakan lingkungan main, pijakan sebelum main, pijakan selama main, dan pijakan setelah main).

Selanjutnya pada tahap evaluasi guru mengobservasi kemandirian anak sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Evaluasi dilaksanakan dengan cara mendokumentasikan perkembangan anak, terutama tentang kemandirian. Ini dilakukan melalui teknik pengumpulan data skala capaian, catatatan observasi, dan hasil karya anak.

DAFTAR PUSTAKA

Elzabeth B. Harlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi V, Jakarta: Erlangga, 1980

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta:

UI-PRESS, 1992

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2005)

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakrata:

Rineka Cipta, 2006)

Sutrisno Hadi, Metodologi Research (jilid II), (Yogyakarta : Andi Offset, 2002), 192

Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian-Penelitian Ilmiah, Dasar,Metode, Tekhnik, (Bandung : Tarsito, 1982): 140

Yohana E. Hardjadinata, Batitaku Mandiri, Jakarta: Dian Rakyat, 2009,

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian anak usia dini di RA Perwanida 01 Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012. Metode

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh cara pengasuhan orang tua yang berbeda-beda sehingga membentuk karakter anak yang berbeda pula khususnya dalam hal

Buku seri pendidikan orang tua yang berjudul Menumbuhkan Kemandirian pada Anak disusun untuk memberikan informasi tentang apa dan bagaimana cara orang tua dalam

Hasil dari penelitian ini menjelaskan bagaiamana guru dan orang tua memiliki pandangan bahwa kemandirian anak itu penting dikembangkan karena dengan itu anak

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cara SPS Batik ini dalam berkomunikasi dengan orang tua anak didik mereka dengan memfasilitasi buku Penghubung sebagai dokumentasi

Penelitian Ismaniar 2019 memberikan hasil bahwa orang tua dengan pola asuh otoriter adalah orang tua yang lebih berkuasa terhadap segala aktivitas anak seperti memilih permainan harus

kemandirian anak sebagai generasi penerus agar dapat terampil dan tangguh tidaklah mudah, untuk lepas dari tanggung jawab orang tua dan dapat melaksanakan tugasnya secara mandarin

Semakin baik pola asuh demokratis orang tua, semakin baik pula kemandirian anak, sehingga akan berpengaruh terhadap proses perkembangan sosial emosional anak itu sendiri, yakni anak