International Journal Management Science and Business, 4(2) (2023) 89-100
International Journal
Management Science and Business
Journal homepage
https://ejournal.upi.edu/index.php/msb
The Effect of Internal Control and Whistle Blowing on Fraud Prevention in Banking
Nasihah Fauzia1,Aristanti Widyaningsih2,Meta Arief 3
Program Studi Magister Ilmu Akuntansi, Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia
Correspondence: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3
A B S T R A C T A R T I C L E I N F O Fraud is an unlawful act that is very detrimental to the
company. All kinds of ways are done so as to prevent acts of fraud. The purpose of this study is to determine the Effect of Internal Control and Whistleblowing on Fraud Prevention. The research method used in this study is method SLR (Systematic Literature Review) where the sample in this study were 25 journal samples. For further research, it is expected to examine other factors that might influence fraud prevention apart from Internal Control and Whistleblowing factors. The benefits of this research are expected to be a reference for further research.
How to cite article
Nasihah Fauzia (2023). The Effect of Internal Control and Whistle Blowing on Fraud Prevention in Banking. International Journal Management Science and Business, Page 89-100
Article History:
Submitted/Received 03 Jan 2022
Revised 12 March 2022 Accepted 07 May 2023 First Available online 31 May 2022
Publication Date 1 November 2022
Keyword:
Internal Control Whistleblowing Fraud Prevention Paper Type:
Research Paper
1. INTRODUCTION
Semakin pesatnya perkembangan ekonomi ditunjang dengan perkembangan teknologi sebanding dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk di suatu negara. Perusahaan dalam meningkatkan perekonomian memiliki banyak manfaat bagi masyarakat namun tidak terlepas dengan adanya fraud atau kecurangan. Tindakan Fraud masih marak terjadi di banyak negara bahkan di Indonesia. Berbagai macam tindakan fraud terjadi seperti memanipulasi data, baik laporan keuangan, pengadaan barang, tindak korupsi, bahkan gratifikasi masuk ke dalam kategori fraud. Hasil survey yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam fraud Indonesia 2019 menghasilkan jenis fraud yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah korupsi sedangkan apabila dilihat secara global, jenis fraud yang paling banyak adalah asset misappropriation. Hal ini menunjukan bahwa pencegahan terhadap fraud masih harus terus dilakukan dan dikembangkan agar tidak terjadi lagi fraud yang merugikan perusahaan bahkan negara Indonesia
Fraud telah berkembang dengan luas, seperti di Indonesia terdapat beberapa kasus fraud yang terjadi seperti salah satunya pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang masih dalam proses kejaksaan agung menetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika sebagai tersangka kasus kerugian dalam pengadaan BTS ( Base Transceiver Station) 4G dan infrastruktur lainnya dengan kerugian Rp 8,3 Triliun. Selain instansi kementerian tindakan fraud ini pun terjadi di semua instansi, baik pemerintah, perusahaan BUMN/BUMD dan juga perusahaan swasta. Berdasarkan Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2021, dalam laman katadata.co.id pada kasus korupsi berdasarkan modus (Semester 1 tahun 2021) memperoleh hasil bahwa kegiatan atau proyek fiktif merupakan cara yang paling sering digunakan oleh pelaku tindakan korupsi. Sebanyak 53 kasus korupsi dilaporkan menggunakan metode ini pada semester I-2021. Metode penggelapan digunakan dalam 41 kasus. Ada juga 30 kasus korupsi terkait penyalahgunaan anggaran (Gambar 1)
Segala macam bentuk fraud yang terjadi tentu membawa dampak negatif bagi banyak pihak, tidak hanya bagi instansi dan pegawai serta management yang berada di dalamnya tetapi juga pihak eksternal, yaitu masyarakat. Upaya pencegahan fraud nampaknya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain peran pengendalian internal, pengaruh budaya organisasi dalam perusahaan serta penerapan whistleblowing, dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut sepertinya memiliki peran dalam mencegah terjadinya fraud. Pengendalian intern nampaknya mempunyai peran yang besar dalam upaya pencegahan fraud. Pengendalian internal adalah suatu proses mengawasi yang dirancang agar terciptanya sasaran kinerja dalam mencapai target perusahaan dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai peranan penting dalam suatu perusahaan seperti dewan direksi, manajemen dan anggota lainnya.
Gambar 1
Laporan Indonesian Corruption Watch (ICW)
Tindakan fraud biasanya dipengaruhi oleh adanya peluang untuk pelaku melakukan kecurangan. Apabila pengendalian internal perusahaan lemah maka memunculkan peluang untuk melakukannya. Sistem pengendalian internal memiliki pengaruh penting dalam suatu perusahaan/organisasi. Dalam meminimalisir adanya peluang maka harus dilakukan pengendalian intern yang baik dalam perusahaan. Apabila sistem pengendalian berjalan efektif, maka kegiatan operasional juga dapat berjalan secara efektif dan juga efisien sehingga meminimalisir adanya penyimpangan dalam proses operasional koperasi (Wardana et all, 2017). Tindakan fraud juga dapat ditangani dengan adanya suatu sistem yang mengatur untuk orang-orang atau pihak tertentu yang mengetahui adanya indikasi tindakan kecurangan dan berani menentang serta melaporkan tindakan tersebut yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan maupun masyarakat. Pencegahan fraud tersebut dilakukan dengan whistleblowing system yang diterapkan oleh perusahaan. Whistleblowing adalah suatu laporan mengenai adanya pelanggaran yang disampaikan seseorang baik dari dalam maupun dari luar perusahaan bahwa terdapat tindakan kecurangan yang terjadi. (Indriasih, 2020).
Teori Fraud Diamond
Lembaga Teori Fraud Diamond merupakan pengembangan dari Teori Fraud Triangle Wolfe dan Hermanson tahun 2004, mereka menambahkan unsur kapabilitas sebagai unsur keempat selain tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Tekanan adalah motivasi bagi seseorang untuk melakukan misrepresentasi, yang normal bagi organisasi untuk melakukan penipuan baik pembuatan dokumen/transaksi fiktif. Di bawah tekanan, ada empat kondisi umum yang dapat menyebabkan terjadinya fraud, menurut SAS No.99. Stabilitas keuangan, tekanan eksternal, kebutuhan keuangan individu, dan tujuan keuangan adalah contoh dari kondisi ini.
2. Peluang adalah kondisi yang memberikan kesempatan kepada manajemen atau karyawan untuk memanipulasi data. Peluang dapat muncul sebagai akibat dari penggunaan posisi, pengawasan manajemen yang tidak memadai, atau pengendalian internal yang tidak memadai. Ada tiga jenis peluang penipuan laporan keuangan, sebagaimana tercantum dalam SAS No.99. Keadaan ini adalah keadaan modern, manajemen yang tidak efektif, dan desain hierarkis.
3. Individu mampu melakukan perbuatan tidak jujur secara sadar dan sengaja melalui rasionalisasi, yaitu sikap atau watak yang mendorongnya untuk berbuat demikian.
4. Kapasitas, seperti yang ditunjukkan oleh Wolfe dan Hermanson (2004), fraud tidak akan terjadi tanpa kemampuan pelaku untuk mengeksploitasi kekurangan kontrol untuk melakukan dan menyembunyikan fraud. Tanpa orang yang tepat dengan keahlian untuk melakukan setiap aspek penipuan, penipuan tidak akan pernah terjadi.
Menurut Wolfe dan Hermanson (2004), posisi seseorang dalam suatu organisasi dapat memberi mereka kemampuan untuk memanfaatkan peluang melakukan fraud. Karakteristik
berikut dikaitkan dengan elemen kemampuan dalam tindakan fraud: posisi/kemampuan, pikiran, confidence/ego, kemampuan intimidasi, kebohongan yang layak, kekebalan untuk terhadap stress.
Gambar 2 Skema Fraud Diamond Fraud
Bank Syariah merupakan bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba karena tidak memberikan bunga kepada nasabahnya baik penyimpan dana maupun peminjam dana (Syauqoti & Ghozali, 2018). Perbankan Syariah pertama ada di Indonesia pada tahun 1992 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia tanpa adanya dukuran dari peraturan perundang - undangan yang memadai (Irawan, 2018) Seiring berkembangnya perbankan syariah.
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mendefinisikan fraud sebagai tindakan ilegal yang dilakukan dengan maksud mencapai tujuan tertentu, seperti memanipulasi atau memberikan laporan palsu kepada pihak tertentu. Fraud dapat terdiri dari berbagai jenis kejahatan atau tindakan kriminal, termasuk perampokan, korupsi, penggelapan sumber daya, pencurian data, pengawasan atau penyembunyian fakta, dan lebih jauh lagi mengandung pencemaran (Wardana dkk., 2017).
Pedoman Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/POJK.03/2019 fraud adalah perbuatan menyimpang atau pengucilan yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, memanipulasi data, memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lainnya, yang terjadi di lingkungan perbankan dan
FRAUD
Pressu re
Opport unity
Ration alizatio n Capabil
ty
juga memanfaatkan kantor bank sehingga bank, nasabah, atau pihak lain mengalami kerugian dan pelaku fraud mendapatkan keuntungan finansial, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jenis tindakan fraud lainnya yaitu adalah pemerasan, melakukan transaksi ganda, penyalahgunaan sumber daya, pembocoran data/informasi dan tindak perbankan lainnya.
Penipuan manajemen disebut sebagai Management Fraud, sedangkan penipuan yang dilakukan karyawan disebut sebagai Employee Fraud. Menurut Tuanakotta (2014), ada kemungkinan kerjasama bak di dalam perusahaan maupun dengan pihak ketiga di luar perusahaan dalam hal kecurangan manajemen dan kecurangan karyawan. Ada beberapa kemungkinan penyebab fraud.
Wolfe & Hermanson (2004) menyatakan bahwa rasionalisasi atau pembenaran dapat menarik individu ke arah fraud, yang membuka pintu peluang. Namun menurut Teori Fraud Diamond, individu juga harus kompeten atau mampu mengenali pintu yang terbuka sebagai peluang untuk mengeksploitasinya.
Dalam studinya, Wolfe dan Hermanson (2004) mengidentifikasi enam kategori orang yang mampu melakukan kecurangan:
1. Kedudukan atau jabatan seseorang dalam perusahaan memberikan peluang untuk melakukan fraud yang tidak dapat dimanfaatkan oleh jabatan atau jabatan lain.
2. Individu yang memiliki keahlian yang diperlukan untuk mengenali dan memanfaatkan kelemahan pengendalian internal dan memanfaatkan posisi, jabatan, atau akses otorisasi mereka sebaik-baiknya.
3. Orang yang memiliki ego besar dan sangat yakin bahwa mereka tidak akan tertangkap, atau orang yang dapat dengan mudah bernegosiasi untuk keluar dari masalah jika tertangkap.
4. Orang yang melakukan fraud secara efektif adalah orang yang dapat mendorong orang lain untuk melakukan atau menyembunyikan tindakan fraud.
5. Orang yang sukses dan mampu berbohong secara konsisten dan efektif.
6. Mereka yang berhasil melakukan fraud memiliki keterampilan manajemen stres yang sangat baik.
Pedoman Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/POJK.03/2019 Tentang Pelaksanaan Strategi Anti Fraud mengatur komitmen bagi bank untuk melakukan Strategi Anti Fraud serta memberikan komitmen kepada bank yang lebih lengkap untuk memberikan manfaat tambahan.
Peningkatan pengendalian internal secara efektif dalam upaya meminimalisir terjadinya risiko fraud perlu dilakukan dengan mengimplementasikan Strategi Anti Fraud guna mencegah terjadinya kembali kasus-kasus penyimpangan operasional perbankan dan pelanggaran lainnya yang dapat menimbulkan kerugian langsung maupun tidak langsung kepada bank, nasabah, dan/atau pihak lain. Fraud adalah jenis penyimpangan perbankan yang paling umum.
Strategi anti-fraud setidaknya harus memiliki empat pilar yaitu pencegahan, deteksi, investigasi, pelaporan dan sanksi. Perlu juga dipantau, dievaluasi, dan ditindaklanjuti dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Anti fraud awareness, identifikasi kerawanan dalam setiap aktivitas yang berpotensi merugikan bank, dan kebijakan Know Your Employee sebagai upaya pengendalian sumber merupakan langkah-langkah pencegahan yang bertujuan untuk mengurangi potensi risiko terjadinya fraud kekuatan manusia.
2. Paling sedikit kebijakan dan mekanisme penanganan pengaduan whistleblowing, surprised audit, dan sistem pemantauan disertakan dalam deteksi, yang mencakup langkah-langkah yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan menemukan fraud dalam kegiatan usaha bank.
3. Examination, Reporting and Penalty adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data, kerangka pengungkapan memuat beban persetujuan atas kejadian fraud. Bukti yang menimbulkan kecurigaan fraud dikumpulkan selama penyelidikan.
Bank kemudian membuat mekanisme pelaporan untuk investigasi internal dan OJK atas
kejadian fraud. Kebijakan pengenaan sanksi terhadap fraud juga harus dikembangkan oleh bank. Kebijakan tersebut sekurang-kurangnya harus memuat jenis sanksi berdasarkan pelanggaran yang dilakukan, mekanisme pengenaan sanksi, dan pihak yang berwenang menjatuhkan sanksi.
4. Langkah-langkah seperti pemantauan tindak lanjut terhadap fraud dan pemeliharaan data kejadian fraud sebagai alat evaluasi termasuk dalam pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut. Bank dapat membuat mekanisme tindak lanjut untuk memperkuat sistem pengendalian intern dan mengatasi kekurangan, berdasarkan hasil evaluasi, untuk mencegah agar kecurangan tidak terjadi lagi.
Pengendalian Internal
Menurut Committee of Sponsoring Organization (COSO), suatu sistem kerja yang terstruktur bertujuan untuk mengontrol perusahaan dilaksanakan oleh manajemen dan karyawan dalam perusahaan sebagai suatu kesatuan adalah suatu pengendalian internal. Suatu control dalam perusahaan bertujuan untuk mengetahui kinerja sesuai dengan peraturan atau tidak sehingga tercapainya tujuan perusahaan. Pengendalian internal yang diterapkan dengan baik diharapkan dapat mengurangi kasus penyalahgunaan wewenang dan meningkatkan kepercayaan publik. Selain itu, pelaku fraud tidak akan memiliki banyak peluang untuk merugikan bisnis jika adanya kontrol yang efektif.
Perusahaan akan terlindungi dari kecurangan dengan pengendalian internal yang baik, meskipun anggota atau karyawan berniat melakukan kecurangan. Namun, pengendalian internal yang baik tidak menjamin bahwa kecurangan tidak akan pernah terjadi, tetapi setidaknya dapat mengurangi kemungkinan terjadinya fraud. Jika ada indikasi fraud dalam organisasi, hal itu dapat segera dikenali dan diselesaikan dengan cepat sehingga organisasi dapat menghindari kemalangan yang lebih besar (Kesumawati et all, 2021).
Dalam Pengendalian Internal terdapat 5 bagian menurut Amin Widjaja Tunggal (2010:196), sebagai berikut:
1. Lingkungan pengendalian, juga dikenal sebagai lingkungan pengendalian internal, berfungsi sebagai dasar untuk setiap dan semua aspek pengendalian internal.
2. Identifikasi risiko merupakan bagian dari penilaian risiko (Risk Assessment). Pengujian faktor eksternal seperti kemajuan teknologi, persaingan, dan pergeseran ekonomi adalah bagian dari identifikasi risiko. Sifat kegiatan bisnis, persaingan karyawan, dan karakteristik pemrosesan sistem informasi merupakan contoh faktor internal.
Sedangkan penyelidikan risiko menggabungkan kemungkinan terjadinya bahaya dan cara mengawasi risiko.
3. Kebijakan dan prosedur kegiatan pengendalian (Control Activities) memastikan bahwa karyawan mengikuti instruksi dari manajemen. Pemisahan tanggung jawab dan pengendalian sistem informasi adalah contoh aktivitas pengendalian.
4. Sistem akuntansi, yang mencakup metode dan catatan yang dibuat untuk mencatat, memproses, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) dan untuk menjaga akuntabilitas terkait aset, utang, dan ekuitas, adalah contoh sistem informasi yang relevan untuk tujuan pelaporan keuangan. Kemampuan Manajemen Informasi dan Komunikasi untuk mengendalikan aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang akurat dipengaruhi oleh kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem ini.
5. Pemantauan menetapkan dan mempertahankan pengendalian internal merupakan tanggung jawab manajemen yang paling penting. Pengendalian internal dipantau oleh manajemen untuk melihat apakah perlu diubah sebagai respons terhadap keadaan yang
berubah. Pengamatan adalah cara yang paling umum untuk menentukan sifat pelaksanaan pengendalian internal dalam jangka panjang. Mengambil tindakan korektif dan segera menentukan desain dan pengoperasian kontrol adalah bagian dari pemantauan ini.
Ketersediaan peluang mempengaruhi kemungkinan kecurangan akuntansi. Pintu terbuka ini dapat dibatasi dengan kontrol internal yang layak. Karyawan akan lebih mungkin terlibat dalam fraud jika pengendalian internal saat ini tidak memadai atau tidak efektif. Menurut (Wardana et al, 2017), hal ini menunjukkan bahwa pencegahan fraud meningkat dengan pengendalian internal.
Whistleblowing
Menurut Wati (2019), tindakan melaporkan dugaan penipuan atau tindakan ilegal dalam suatu organisasi yang menimbulkan ancaman atau kerugian disebut sebagai whistleblowing.
Perusahaan membutuhkan dukungan banyak pihak untuk dapat melaksanakan tindakan pelaporan kecurangan (Anandya et al., 2020) karena kecurangan sektor bisnis sulit dikenali.
Menurut Tuanakotta (2010), salah satu keuntungan dari whistleblowing system adalah dapat mendeteksi secara dini permasalahan yang diakibatkan oleh pelaku fraud. Menurut (Anandya et al., 2020), whistleblowing adalah pemberitahuan atau penyampaian informasi dari anggota organisasi atau perusahaan atau pihak lain dari organisasi tersebut, dimana penyampaian ini terkait dengan perilaku menyimpang atau di luar ketentuan yang berlaku oleh seseorang yang melakukannya dalam ruang lingkup perusahaan. Definisi ini berasal dari Miceli, M., Near, J., dan Dworkin (2008).
Seseorang yang memberikan laporan ini sering disebut sebagai whistleblower. Sistem ini selain bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang aktivitas fraud, tetapi juga dapat berfungsi sebagai pengawas tidak langsung dari interaksi karyawan, karena setiap karyawan saling mengawasi saat melakukan pekerjaannya, sistem ini membuat setiap karyawan lebih mungkin untuk tidak melakukan tindakan fraud karena hal tersebut (Anandya et al., 2020).
Brandon dalam (Widiyarta et al, 2017) whistleblowing terdiri dari dua bentuk yaitu whistleblowing internal dan whistleblowing eksternal. Ketika satu atau lebih karyawan mengetahui bahwa karyawan lain atau kepala bagian melakukan penipuan, mereka melaporkannya ke pimpinan perusahaan yang lebih tinggi, hal ini dikenal sebagai whistleblowing internal. Whistleblowing eksternal mengacu pada situasi di mana seorang karyawan membocorkan informasi tentang penipuan yang dilakukan oleh manajemen kepada masyarakat umum karena ia sadar bahwa kecurangan akan merugikan masyarakat.
Strategi whistleblowing di bidang perbankan tercantum dalam POJK No 39/2019 bahwa strategi harus direncanakan secara wajar, lugas, dan dapat dilaksanakan dengan baik untuk memberikan kesadaran dan perhatian kepada pegawai dan otoritas bank untuk melaporkan tindakan fraud yang terjadi di bank. Dalam meningkatkan efektivitas kebijakan whistleblowing di bank, paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut, untuk memitigasi dan mencegah terjadinya fraud secara efektif :
1. Bank wajib berkomitmen untuk meningkatkan saluran komunikasi internal, memberikan dukungan dan perlindungan penuh kepada setiap pelapor fraud, menjaga kerahasiaan identitas pelapor fraud, serta menyelidiki dan mengungkapkan laporan yang mereka terima. Dalam hal ini dimungkinkan pelapor secara anonim dan memberikan hadiah kepada pelapor pemberi laporan yang didukung dengan bukti yang cukup.
2. Ketentuan pengaduan fraud bank wajib menyusun ketentuannya sendiri yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait pengaduan fraud.
3. Sistem pelaporan dan mekanisme tindak lanjut laporan fraud dapat diterima melalui berbagai cara antara lain melalui telepon, surat, email, dan fax. Selain itu, bank perlu
mengembangkan kerangka whistleblowing yang meyakinkan tentunya berisi kejelasan tentang sistem, termasuk metode whistleblowing, sarana, dan pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab dalam menangani pelaporan. Mekanisme yang jelas untuk menindaklanjuti laporan fraud harus dimasukkan ke dalam sistem pelaporan.
2. METHOD
Metode yang digunakan dalam research ini adalah literature review. Tahap awal pencarian data dalam research ini adalah mencari dan mengumpulkan data berupa jurnal di google scholar dengan judul pencarian “Pengaruh Pengendalian Internal dan Whistleblowing Terhadap Pencegahan Fraud” dan memunculkan rata- rata 2.270 jurnal. Dan didapat jurnal yang relevan maka didapat 29 jurnal. Berikut pemetaan proses pencarian jurnal:
1.
2.
3.
Gambar 3 Skema Pencarian Jurnal
Berdasarkan proses pencarian jurnal tersebut, didapatlah jurnal dengan komposisi:
Tabel 1 Komposisi Jurnal
Tema Jurnal Jumlah
Jurnal mengenai pengaruh pengendalian internal 2 Jurnal mengenai pengaruh whistleblowing 3 Jurnal mengenai pengaruh pengendalian internal dan
whistleblowing
19
Jumlah 24
Setelah melakukan pengumpulan jurnal dan didapat sebanyak 29 jurnal, penulis melakukan pemilahan agar jurnal yang akan di review sesuai dengan tema research dan up to date. Dari hasil pemilahan, didapat 24 jurnal yang relevan dengan kriteria yang diinginkan penulis. Dari 24 jurnal, dimana 2 jurnal diantaranya meneliti mengenai pengaruh pengendalian internal terhadap pencegahan fraud, 3 jurnal diantaranya meneliti mengenai pengaruh whistleblowing terhadap pencegahan fraud, dan 19 diantaranya meneliti mengenai pengaruh pengendalian internal whistleblowing terhadap pencegahan fraud.
Gambaran Singkat Pengelompokan Artikel Pencarian Jurnal
di Google Schoolar
Proses pemilahan dengan kriteria:
relevan & update Didapat:
Google Schoolar (29)
Didapat: Google Schoolar (24)
Gambar 4
Jurnal mengenai pengaruh pengendalian internal dan atau whistleblowing
Gambar 5
Jurnal mengenai pengaruh pengendalian internal dan whistleblowing 3. RESULTS AND DISCUSSION
Hubungan antara Pengendalian Internal Terhadap Pencegahan Fraud
Syariah compliance merupakan pedoman yang menjadi pembeda utama antara lembaga keuangan syariah dengan lembaga keuangan konvensional karena syariah compliance merupakan salah satu pedoman penting dalam pengembangan lembaga keuangan syariah.
Menurut (Wulpiah, 2017), syariah compliance adalah ketaatan lembaga keuangan syariah
terhadap prinsip-prinsip syariah. Dalam pengoperasiannya lembaga keuangan syariah harus mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya pada tata cara bermuamalat.
Berdasarkan research yang telah dilakukan, terdapat dua jurnal mengenai bagaimana pengaruh pengendalian internal dalam pencegahan fraud. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Kuntadi Cris et all, 2023) variabel penerapan sistem pengendalian intern (x1) berpengaruh terhadap pencegahan fraud (y), hal ini juga sejalan dengan penelitian (Armelia, Putu Ayu et all, 2020) bahwa dalam pengelolaan keuangan desa di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng, efektivitas pengendalian internal ini berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pencegahan fraud.
Pengendalian internal sebagai strategi anti fraud Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan salah satu pilar dalam penerapannya, dilakukan dengan memonitor tindak lanjut atas tindakan fraud yang telah terjadi sebelumnya baik yang sesuai dengan peraturan internal ataupun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, melakukan evaluasi atas kejadian fraud sebagai alat bantu evaluasi sehingga dapat diketahui penyebab terjadinya fraud dan apa kelemahannya sehingga bisa ditindaklanjuti untuk langkah-langkah perbaikan dengan memperbaiki sistem pengendalian intern sehingga tidak kembali tindakan fraud.
Apabila pengendalian internal perusahaan yang diterapkan semakin efektif maka pencegahan fraud dapat dilakukan. Aktivitas pengawasan yang berkaitan dengan penilaian berkala atau berkelanjutan merupakan salah satu aspek pengendalian internal (Arens et al., 2003).
Kecurangan akuntansi diharapkan dapat diminimalisir dengan pengendalian internal yang baik. Menurut Arens (2009:370), sistem pengendalian internal terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan jaminan yang wajar kepada manajemen bahwa perusahaan telah mencapai tujuannya.
Hubungan antara Whistleblowing Terhadap Pencegahan Fraud
Berdasarkan research yang telah dilakukan, terdapat tiga jurnal mengenai bagaimana pengaruh pengendalian whistleblowing terhadap pencegahan fraud. Berdasarkan hasil research yang dilakukan oleh (Hariawan et all, 2020) menghasilkan whistleblowing system berpengaruh positif terhadap pencegahan fraud. Artinya fraud akan semakin baik apabila whistleblowing system semakin aktif maka pencegahan fraud akan terjadi. Hal ini sejalan juga dengan penelitian (Lestari Ida Ayu et all, 2021) dan research (Anandya Komang Candra, 2020) bahwa hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara whistleblowing system terhadap pencegahan fraud, budaya organisasi terhadap pencegahan fraud, dan moralitas individu terhadap pencegahan fraud.
Hubungan antara Pengendalian Internal dan Whistleblowing dengan Pencegahan Fraud Berdasarkan research yang telah dilakukan, terdapat 19 jurnal yang membahas dampak pengendalian internal dan whistleblowing terhadap pencegahan fraud. Tiga belas jurnal tersebut menyatakan bahwa pengendalian internal dan whistleblowing berdampak pada pencegahan kecurangan, namun enam jurnal menyatakan bahwa pengendalian internal dan whistleblowing tidak berdampak pada pencegahan kecurangan.
Dalam studi (Wardana et al, 2017) berpendapat bahwa pencegahan fraud di DPU Kab Buleleng secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh pengendalian intern. Oleh karena itu, ada atau tidak adanya peluang berdampak pada fraud. Peluang ini dapat dibatasi dengan kontrol internal yang layak. Sistem Pengendalian Internal berperan penting dalam organisasi, dengan pengendalian internal yang baik kegiatan fungsional juga dapat berjalan dengan baik dan efisien sehingga penyimpangan dapat diminimalisir. Di sisi lain, akan ada peluang terjadinya kecurangan jika pengendalian internal yang ada tidak memadai. Ini menunjukkan bahwa pencegahan fraud mendapat manfaat dari pengendalian internal. Hal ini berbeda dengan hasil research (Melati et al, 2022) yang beralasan bahwa budaya organisasi, proaktif fraud audit dan whistleblowing secara signifikan mempengaruhi tindakan pencegahan fraud dalam mengawasi cadangan BOS. Sebaliknya, fraud prevention dalam pengelolaan Dana BOS tidak terpengaruh oleh pengendalian internal.
Menurut POJK No. 39 Tahun 2019, whistleblowing berperan penting dalam pencegahan fraud sebagai salah satu langkah Otoritas Jasa Keuangan untuk mengidentifikasi dan mendeteksi fraud dalam kegiatan usaha bank. Seseorang akan lebih mungkin untuk melaporkan penipuan jika whistleblowing digunakan. Whistleblowing membutuhkan dukungan dari semua lapisan kerja suatu organisasi dalam mengungkap adanya kecurangan.
Whistleblowing yang efektif dan lugas akan meningkatkan partisipasi pegawai dalam mengungkap dugaan kecurangan (Melati et all., 2022). Selain berfungsi sebagai penyalur untuk kegiatan fraud, sistem ini juga berfungsi sebagai sarana pemantauan interaksi anggota secara tidak langsung. Setiap karyawan takut melakukan kecurangan karena sistem ini karena mereka tahu satu sama lain mengawasi aktivitas mereka. Sehingga tindakan penipuan tidak akan dilakukan karena hal tersebut (Anandya et al., 2020).
Menurut Mersa et al. (2021), research menemukan bahwa sistem whistleblowing, sistem pengendalian intern, budaya organisasi, dan keadilan organisasi pada Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Timur berpengaruh positif dan signifikan terhadap pencegahan fraud. Hal ini sesuai research (Anandya et all, 2020) bahwa sistem kerja whistleblowing berpengaruh terhadap pencegahan aktivitas fraud. Hal ini dikarenakan sistem pelaporan pelanggaran diterapkan baik sebagai saluran pelaporan fraud maupun secara tidak langsung sebagai mekanisme pengawasan. Hal ini diperoleh dari perhitungan masing-masing variabel yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan dan positif.
4. CONCLUSION
Menurut Otoritas Jasa Keuangan, salah satu pilar mengenai pencegahan fraud terdapat langkah-langkah untuk meminimalisir potensi terjadinya fraud, dengan cara melaksanakan strategi anti fraud yaitu dengan deteksi salah satu upaya dalam pelaksanaannya adalah menyediakan layanan whistleblowing, mencakup kebijakan, mekanisme serta penanganannya. Karena dalam pelaksanaannya sistem pelaporan pelanggaran ini tidak hanya mencakup sebagai sarana untuk melakukan pelaporan kecurangan, namun juga merupakan salah satu bentuk pengawasan maka Whistleblowing system memiliki hasil positif dan signifikan berpengaruh terhadap pencegahan fraud (Anandya et all, 2020).
Dan pilar lainnya adalah pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut dengan maintenance data kejadian fraud sebagai pedoman dalam proses evaluasi setelah itu memperkuat atau memperbaiki sistem pengendalian intern serta menyusun mekanisme tindak lanjut untuk memperbaiki kelemahan sehingga fraud tidak terulang kembali. Dalam hal ini pengendalian internal berperan dalam pencegahan fraud. Pernyataan tersebut sesuai dengan research
(Wardana et all, 2017) bahwa ada atau tidaknya peluang untuk melakukan kecurangan dapat mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi. Kecurangan tersebut dapat dicegah dengan menghapus peluang sehingga pelaku tidak memiliki kesempatan melakukannya dan dengan memaksimalkan pengendalian intern. Karyawan akan lebih mungkin terlibat dalam penipuan jika pengendalian internal saat ini tidak memadai atau tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa pencegahan fraud meningkat dengan pengendalian internal.
5. REFERENCES