• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISBN 978-602-9167-26-9 - Hang Tuah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ISBN 978-602-9167-26-9 - Hang Tuah"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

Arya Brahmanta, drg., Sp.Ort Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya Desain Sampul: Tim Penerbit. Pasien kedokteran gigi restorasi di desa Sukolilo yang datang berobat di RSGM FKG UHT /Arya Brahmanta-Cet.1- Surabaya Fakultas Kedokteran Gigi tahun 2017. Mereka adalah orang tua luar biasa yang membesarkan dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang. Terima kasih atas pengorbanannya, nasehat dan doanya yang tiada habisnya.

Pambudi Rahardjo, MS., Sp.Ort (K) selaku Kepala Departemen Ortodonti yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, bimbingan dan motivasi yang membangun kepada penulis. Staf pengajar, pegawai dan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis.

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

PENDAHULUAN

Standar atau norma ini memungkinkan seseorang mengetahui tingkat keparahan atau derajat variasi anomali dentofasial dan merencanakan pengobatannya. Parameter standar yang menunjukkan karakteristik suatu populasi terbatas pada bagian dunia tertentu, misalnya parameter standar yang diperoleh dari sampel bule di Amerika. Untuk itu dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk melihat secara deskriptif gambaran sefalometri tulang, gigi dan jaringan lunak anak tahap kedokteran gigi Kecamatan Sukolilo yang datang berobat di RSGM FKG UHT dengan membandingkan nilai mean dengan nilai rata-rata. standar. atau norma berasal dari orang bule.

Bagaimana gambaran sefalometri rangka, gigi dan jaringan lunak anak fase penggantian gigi di pemukiman Sukolilo yang datang berobat di RSGM FKG UHT. Kebaruan dari penelitian ini adalah belum ada standar parameter di Indonesia yang cocok untuk pasien anak pada fase pergantian gigi, karena selama ini yang digunakan adalah standar ras bule.

DUKUNGAN DATA DAN TEORI

Demografi Indonesia

  • Kota Surabaya

Surabaya adalah ibu kota provinsi Jawa Timur, Indonesia dan merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Dengan populasi metropolitan sebanyak 3 juta jiwa, Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri dan pendidikan di kawasan timur Indonesia. Konon kata Surabaya berasal dari kisah mitos pertarungan antara sura (hiu) dan baya yang akhirnya menjadi kota Surabaya.

Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di utara dan timur, Kabupaten Sidoarjo di selatan, dan Kabupaten Gresik di barat. Surabaya terletak di dataran rendah, ketinggian antara 3 – 6 m dpl, kecuali di bagian selatan terdapat 2 perbukitan yaitu di daerah Lidah dan Gayungan, ketinggian antara 25 – 50 m dpl dan di bagian barat agak bergelombang. Kota Surabaya terbagi menjadi 5 wilayah yaitu Surabaya Tengah, Timur, Barat, Utara dan Selatan yang terdiri dari 31 kecamatan.

Meskipun suku Jawa merupakan suku mayoritas (83,68%), Surabaya juga menjadi rumah bagi berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk suku Madura.

Ortodonti

Fase Gigi Pergantian

Gigi geraham pertama permanen biasanya merupakan gigi permanen pertama yang tumbuh pada usia sekitar lima hingga enam tahun. Terjadinya erupsi gigi memerlukan dua proses, yaitu resorpsi tulang alveolar dan akar gigi sulung sebagai jalur erupsi gigi serta mekanisme erupsi gigi itu sendiri sesuai arah yang telah ditentukan. Gusi yang tebal atau adanya gigi supernumerary dapat menunggu erupsi gigi, hambatan mekanis ini dapat menyebabkan deformasi akar gigi yang disebut dilaserasi.

Seperti halnya gigi susu, waktu dan urutan erupsi gigi permanen berubah hingga 6 bulan lebih awal atau lebih lambat (Rahardjo, 2009). Saat gigi menembus gingiva, ia tumbuh dengan cepat hingga hampir mencapai bidang oklusal. Gigi kemudian akan terpengaruh oleh kekuatan mengunyah dan kecepatan erupsinya akan sangat berkurang hingga tampak berhenti total.

Penampilan gigi tampak konsisten dengan ankylosis, gigi ini akan tampak cekung dibandingkan gigi di sebelahnya. Karena kecepatan erupsi gigi kurang lebih berhubungan dengan pertumbuhan ramus dalam arah vertikal, maka ketika terjadi percepatan pertumbuhan rahang, erupsi gigi juga dapat terjadi dengan cepat. Setelah gigi mencapai bidang oklusal, kecepatan tumbuhnya dipengaruhi oleh tekanan yang berlawanan arah dengan arah tumbuhnya, misalnya gaya pengunyahan ditambah tekanan dari bibir, pipi, dan lidah.

Pertumbuhan gigi yang cepat dapat terulang kembali jika gigi tanggal, gigi antagonis kehilangan kontak dan tumbuh dengan cepat meskipun pada usia tua (Rahardjo, 2009).

Sefalometri

Dengan sefalometri tiga dimensi diagnosis dan perencanaan pengobatan menjadi lebih tepat (Rahardjo, 2009). Ensefalometri sinar-X dimulai sekitar awal tahun 1930-an oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di AS untuk meneliti dan mempelajari maloklusi dan disproporsi rahang. Pada awalnya sefalometri banyak digunakan untuk mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kompleks kraniofasial kemudian dikembangkan sebagai alat yang sangat berguna untuk evaluasi kondisi klinis, misalnya untuk membantu diagnosis, perencanaan perawatan di bidang ortodontik (Rahardjo, 2009).

Dengan demikian, sefalometri dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari pengukuran kuantitatif bagian-bagian tertentu di kepala untuk memperoleh informasi tentang pola kraniofasial. Saat pengambilan radiografi, pasien dalam keadaan oklusi ringan, kecuali mulut terbuka dan gigi tidak dalam oklusi. Dengan sefalometri standar, dimungkinkan untuk membandingkan kondisi seseorang pada waktu yang berbeda atau kondisi seseorang pada waktu yang berbeda atau kondisi seseorang dengan populasi atau membandingkan kondisi antar populasi.

Ada semacam konsensus dalam pernyataan bahwa yang disebut sefalometri adalah gambaran kepala pada arah lateral, meskipun ada pula sefalometri yang merupakan gambaran kepala pada arah posteroante-rior (Rahardjo, 2009).

Gambar 2.1  Gambar  skematik  untuk  mendapatkan  sefalo- sefalo-metri  standar,  jarak  sumber  sinar  ke  bidang  midsagital 150cm, jarak bidang midsagital ke film  15 cm (Jacobson, 2006)
Gambar 2.1 Gambar skematik untuk mendapatkan sefalo- sefalo-metri standar, jarak sumber sinar ke bidang midsagital 150cm, jarak bidang midsagital ke film 15 cm (Jacobson, 2006)

Kegunaan Sefalometri

Anatomi Landmark

Titik-Titik Jaringan Keras

Articulare (Ar): terletak di persimpangan batas bawah dasar tengkorak dan permukaan posterior kondilus mandibula.

Titik-Titik Jaringan Lunak

  • Analisis Sefalometri
  • Tracing Sefalometri

Meskipun analisis sefalometri memberikan data yang lebih akurat, namun diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan analisis sefalometri (Rahardjo, 2009). Besar kecilnya sudut dipengaruhi oleh letak titik A pada arah sagital, apakah lebih anterior atau posterior, sedangkan garis SN dapat dianggap lokasinya stabil. Sudut ANB adalah selisih antara sudut SNA dan SNB dan mewakili rasio rahang atas dan mandibula.

Untuk mengartikan sudut ANB perlu diketahui besar kecilnya sudut SNA dan SNB, karena rahang mana yang tidak normal tidak dapat diketahui hanya dengan melihat besar kecilnya sudut ANB. Apabila hanya diketahui besar kecilnya sudut ANB, maka cara menentukan kecenderungan maloklusi hanya dapat diketahui dengan bila besarnya 4° maka termasuk maloklusi kelas II, dan bila ukurannya kurang dari 0° berarti terdapat maloklusi kelas II. merupakan maloklusi kelas III. Meskipun ada yang berpendapat bahwa rahang mungkin berada pada posisi yang tidak normal seperti sebagian besar teori dalam buku tersebut, namun sebenarnya hal tersebut dipengaruhi oleh sudut kemiringan yang terjadi pada rahang yang harus diperhitungkan selama perawatan, dan inilah yang menjadi penyebabnya. disebut pengukuran sudut ANB (Profit, 2007).

Yang pertama adalah tinggi muka seseorang, bila jarak vertikal antara negara dengan titik A dan titik B bertambah maka sudut ANB akan mengecil. Selain itu, jika SNA dan SNB menjadi lebih lebar dan rahang menjadi lebih memanjang, meskipun posisi horizontalnya tidak berubah, hal ini tetap menjadi pertimbangan karena sudut ANB besar. Analisis gigi, posisi gigi seri atas dapat terbaca pada sudut yaitu perpotongan sumbu gigi seri atas (garis yang menghubungkan gigi seri dan apeks) dengan garis SN, FH dan Maksila.

Letak gigi seri rahang bawah dapat dilihat pada perpotongan sumbu gigi seri bawah dan garis GoGn atau garis mandibula (garis yang menyentuh tepi bawah mandibula melalui Menton). Untuk gigi seri atas dan bawah, sudut yang lebih besar dari rata-rata menunjukkan posisi gigi seri protrusif, sudut yang lebih kecil menunjukkan posisi gigi seri mundur. Langkah selanjutnya dalam analisis Steiner adalah mengevaluasi hubungan gigi seri atas dengan garis NA dan kemudian gigi seri bawah dengan garis NB untuk menggambarkan proyeksi relatif (Proffit, 2007).

Sudut inklinasi gigi seri yang lebih besar dari normal berarti gigi dalam keadaan memanjang, sedangkan jika kurang dari normal berarti gigi retrusif. Analisis Ricketts, pertama tarik garis dari jaringan lunak dagu hingga ujung hidung yang merupakan garis E (garis E = garis estetika).

Gambar 2.4  Jaringan lunak (Bishara, 2001)
Gambar 2.4 Jaringan lunak (Bishara, 2001)

Basis kranium dan ear rods

Maksila

Mandibula

METODE PENELITIAN

  • Jenis Penelitian
  • Populasi Dan Sampel Penelitian
  • Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .1 Variabel penelitian
    • Definisi operasional .1 SNA
  • Alat Dan Bahan Penelitian a. Tracing box viewer
  • Lokasi Dan Waktu Penelitian
  • Prosedur Pengambilan Data
  • Analisis Data

Populasi dalam penelitian ini adalah anak sefalometri kecamatan Sukolilo yang datang berobat ke RSGM FKG UHT pada fase pergantian gigi. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria sampel penelitian (total sampel), dengan kriteria sebagai berikut. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Sukolilo dan Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG Universitas Hang Tuah Surabaya pada bulan Juni – Desember 2012.

Analisis hasil sefalometri dengan mengukur sudut SNA, SNB, ANB, inklinasi gigi seri atas – NA, inklinasi gigi seri bawah – NB, sudut interincisal, analisis jaringan lunak.

HASIL PENELITIAN

PEMBAHASAN

Profil dentofasial suku Deuteromalay menurut Winoto (1981) adalah bagian tengah wajah tampak lebih menonjol dan gigi seri rahang atas lebih menonjol dibandingkan ras bule. Winoto (1981) menjelaskan ras deuteromelayu mempunyai muka yang lebih cembung, gigi geligi bimaxillary, dan sudut Frankfort yang tinggi. Sedangkan dari segi pengukuran sefalometri, masyarakat Surabaya (deuteromelayu) memiliki sudut rahang atas-mandibula yang lebih tinggi dan sudut kemiringan gigi seri-insisivus yang lebih besar dibandingkan penduduk Inggris dan Tiongkok.

Profil wajah jaringan lunak ras Deuteromelayu yang termasuk ras Mongoloid lebih menonjol dibandingkan ras Kaukasoid (Kusoemahardja cit Andriani, 2009). Menurut Sukadana (1979 cit Andriani, 2009), suku Jawa merupakan suku terbesar di pulau Jawa dan termasuk dalam subras Indonesia Malaysia yang mempunyai ciri-ciri fisik tertentu antara lain hidung cekung, bibir tebal, warna coklat tua, kadang-kadang dilipat. mata, terkadang rambut hitam jernih, lurus atau bergelombang dan kulit coklat. Soehardono (1981 cit Andriani, 2009) mengatakan bahwa profil orang Jawa lebih cembung, hidungnya tidak lancip, dan dagunya tidak terlalu menonjol.

Sedangkan menurut Winot (1981), ras deuteroma memiliki wajah lebih cembung dan tonjolan gigi bimaksila dibandingkan ras bule. Menurut Graber (1972), analisis estetika profil wajah menyangkut posisi dagu, bibir, gigi seri atas dan bawah. Profil wajah orang Indonesia umumnya cembung, hidung dan dagu tidak terlalu menonjol, serta bibir atas lebih ke belakang dibandingkan bibir bawah.

Suatu kondisi estetis akibat penonjolan dan penonjolan gigi seri rahang atas dan bawah sehingga menyebabkan bibir dan wajah cembung menonjol. Menurut Harkati (1989), kemiringan gigi seri atas dan bawah pada laki-laki relatif lebih maju dibandingkan perempuan, sehingga laki-laki cenderung memiliki gigi yang menonjol.

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Gambar

Gambar 2.1  Gambar  skematik  untuk  mendapatkan  sefalo- sefalo-metri  standar,  jarak  sumber  sinar  ke  bidang  midsagital 150cm, jarak bidang midsagital ke film  15 cm (Jacobson, 2006)
Gambar 2.2  Antomi  Landmark  pada  radigrafi  sefalometri  lateral (Bishara, 2001)
Gambar 2.3  Landmark pada tracing sefalometri lateral (Bis- (Bis-hara, 2001)
Gambar 2.4  Jaringan lunak (Bishara, 2001)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa tujuan metode pemberian tugas yaitu anak memperoleh pemantapan cara mempelajari materi pelajaran secara lebih efektif karena dalam kegiatan,melaksanakan

12 Gambar 4.3 Beban 1 kg dengan jarak 45 cm Gambar 4.4 Beban 1,5 kg dengan jarak 45 cm Gambar 4.5 Beban 2 kg dengan jarak 45 cm Pada tahap ini sensor ditanamkan kedalam media tanah