• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

N/A
N/A
Annisa Sakinah

Academic year: 2023

Membagikan "PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pengantar

Transaksi/hubungan dagang Potensi melahirkan sengketa dagang

Negosiasi

Penyelesaian melalui pengadilan atau arbitrase Dasar hukum bagi forum

Kesepakatan para pihak Apabila terjadi kekosongan forum

Common law dengan konsep “long arm jurisdiction

B. Para Pihak dalam Sengketa

1. Sengketa antara Pedagang dan Pedagang

Cara penyelesaian bergantung pada kebebasan dan kesepakatan para pihak Menentukan forum pengadilan dan hukum apa yang akan diberlakukan

Ada batasannya

2. Sengketa antara Pedagang dan Negara Asing

Kontrak dagang dalam nilai yang relative besar Masalah imunitas Negara

Pengertian jure imperii dan jure gestiones dalam HI Badan peradilan umumnya menganut jure gestiones

(2)

C. Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa

1. Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus) Prinsip Fundamental

Badan-badan peradilan termasuk (termasuk arbitrase) harus menghormati apa yang para pihak sepakati

(1) bahwa salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak berupaya menipu, menekan atau menyesatkan pihak lainnya;

(2) bahwa perubahan atas kesepakatan harus berasal dari kesepakatan kedua belah pihak. Artinya, pengakhiran kesepakatan atau revisi terhadap muatan kesepakatan

harus pula berdasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak.

2. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa

Termuat dalam Psl 7 The Uncitral Model Law on International Commercial Arbitration

Pasal ini memuat definisi mengenai perjanjian arbitrase, yaitu perjanjian penyerahan sengketa ke suatu badan arbitrase. Menurut pasal ini penyerahan sengketa kepada arbitrase merupakan kesepakatan atau perjanjian para pihak. Artinya, penyerahan suatu

sengketa ke badan arbitrase haruslah berdasarkan pada kebebasan para pihak untuk memilihnya.

3. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum

Kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini termasuk kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono)

4. Prinsip Itikad Baik (Good Faith)

5. Prinsip Exhaustion of Local Remedies

Menurut prinsip ini, hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, maka langkah- langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional suatu negara harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted).

(3)

D. Forum Penyelesaian Sengketa

1. Negosiasi

Kohona mengatakan bahwa negosiasi adalah "an efficacious means of settling disputes relating to an agreement, because they enable parties to arrive at conclusions having regard to the wishes of all the disputants."

Kelemahan utama dalam penggunaan cara ini dalam menyelesaikan sengketa adalah: pertama, manakala para pihak berkedudukan tidak seimbang. Salah satu pihak kuat, yang lain lemah. Dalam keadaan ini, salah satu pihak kuat berada dalam posisi untuk menekan pihak lainnya. Hal ini acapkali terjadi manakala dua pihak bernegosiasi untuk menyelesaikan sengketanya di antara mereka.

Kelemahan kedua adalah bahwa proses berlangsungnya negosiasi acapkali lambat dan bisa memakan waktu lama. Ini terutama karena sulitnya permasalahan-permasalahan yang timbul di antara para pihak. Selain itu jarang sekali adanya persyaratan penetapan batas waktu bagi para pihak untuk menyelesaian sengketanya melalui negosiasi ini

Kelemahan ketiga, adalah manakala suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya. Keadaan ini dapat mengakibatkan proses negosiasi ini menjadi tidak produktif.

2. Mediasi

 Melalui pihak ketiga

 Usulan-usulan penyelesaian informal

 A quick, cheap and effective result

 Penyelesaian melalui mediasi tidak mengikat

3. Konsiliasi

 Konsiliasi lebih formal daripada mediasi

 Komisi konsiliasi

 Tahap tertulis dan lisan

4. Arbitrase

(4)

 Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga ini bisa individu, arbitrase terlembaga atau arbitrase sementara (ad hoc).

 Adapun alasan utama mengapa badan arbitrase ini

semakin banyak dimanfaatkan adalah sebagai berikut:

(1) kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang pertama dan terpenting adalah penyelesaiannya yang relatif lebih cepat daripada proses berperkara melalui pengadilan.

(2) sifat kerahasiaannya. Baik kerahasiaan mengenai persidangannya maupun kerahasiaan putusan arbitrasenya.

(3) Dalam penyelesaian melalui arbitrase, para pihak memiliki kebebasan untuk memilih ‘hakimnya’ (arbiter) yang menurut mereka netral dan akhli atau spesialis mengenai pokok sengketa yang mereka hadapi.

(4) Keuntungan lainnya dari badan arbitrase ini adalah dimungkinkannya para arbiter untuk menerapkan sengketanya berdasarkan kelayakan dan kepatutan (apabila memang para pihak menghendakinya).

(5) Dalam hal arbitrase internasional, putusan arbitrasenya relative lebih dapat dilaksanakan di negara lain dibandingkan apabila sengketa tersebut diselesaikan melalui misalnya pengadilan.

Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu submission clause, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir. Alternatif lainnya,atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (klausul arbitrase atau arbitration clause).

Baik submission clause atau arbitration clause harus tertulis. Sistem hukum nasional dan internasional mensyaratkan ini sebagai suatu syarat utama untuk arbitrase. Dalam hukum nasional kita, syarat ini tertuang dalam pasal 1 (3) UU Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Dalam instrumen hukum internasional, termuat dalam Pasal 7 ayat (2) UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration 1985, atau pasal II Konvensi New York 1958.

(5)

lembaga-lembaga arbitrase internasional terkemuka misalnya adalah the London Court of International Arbitration (LCIA), the Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce (ICC) dan the Arbitration Institute of the Stockholm Chamber of Commerce (SCC).

Di samping kelembagaan, pengaturan arbitrase sekarang ini ditunjang pula oleh adanya suatu aturan berabitrase yang menjadi acuan bagi banyak negara di dunia, yaitu Model Law on International Commercial Arbitration yang dibuat oleh the United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL)

Referensi

Dokumen terkait

Table 2.1 continued Authors Country Data Variables used Methods Main findings Dogan and Aslan 2017 25 EU countries 1995–2011 CO2emissions, GDP pc, energy consumption, and tourist

Setelah klik Detail Usulan dan Upload Proposal maka akan muncul menu kelengkapan proposal yang diusulkan sebagai berikut: a Edit / tambah anggota b Edit / tambah add anggota mahasiswa