JENIS-JENIS BURUNG DI AREA KONSERVASI
MANGROVE PHE WMO
(Bangkalan dan Gresik)
JENIS-JENIS BURUNG DI AREA KONSERVASI
MANGROVE PHE WMO
(Bangkalan dan Gresik)
Iwan (Londo) Febrianto Cipto Dwi Handono Happy Ferdiansyah
Ivan Martin, Agus Azhari, Alfa Hardjoko, Iwan Londo, Cipto Dwi Handono, Radityo Pradipta, Lukman Nurdini, Ragil Siti Rihadini, Siti Rochayatunn Sutedjo, M. Soedjoko dan Happy Ferdiansyah, Rusman Budi Prasetyo
PENGARAH
PENYUSUN
PENULIS
ISBN DESAIN
FOTO & SKETSA
Kuncoro Kukuh
Iwan (Londo) Febrianto Cipto Dwi Handono Happy Ferdiansyah
Team Bird Consultant Ganda Putra Simatupang
President/General Manager
Sr. Manager QHSSE Ops
Bird Consultant
Bird Consultant
Bird Consultant
KONTRIBUTOR
PENERBIT
Cetakan Pertama, Agustus 2017 Agus Sucahyo Sunu Priambodo Febri Eka Pradana Widia Sri Kadarsih Annisa Pramudita Neni Widiarti
PT. Eco Sains Indonesia
JENIS-JENIS BURUNG DI AREA KONSERVASI MANGROVE PHE WMO
(Bangkalan dan Gresik)
Jl. Serutu no.2 Gresik Kota Baru, Manyar
Gresik, Jawa Timur 61151
telp: +628123456811 [email protected] www.ecosains.co.id
Copyright PT Eco Sains Indonesia
Dilarang keras memperbanyak/menggandakan buku ini tanpa seizin pihak PT. Eco Sains Indonesia
PT. ECO SAINS INDONESIA
978-602-50279-0-1
Keterkaitan manusia dengan lingkungan sudah ada sejak manusia menghuni planet bumi ini. Antara manusia dan lingkungan memiliki hubungan ketergantungan yang sangat erat. Manusia mendapatkan unsur-unsur yang diperlukan dalam hidupnya senan asa berinteraksi dengan lingkungan dimana dia berada.
Sementara lingkungan hidup adalah mencakup keadaan alam yang luas.
PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) menyadarai sepenuhnya akan pen ngnya menjaga, mengelola dan melindungi lingkungan hidup. Diterbitkannya kebijakan keanakearagaman haya adalah upaya kami untuk terus selalu berkomitmen terhadap kelestarian lingkungan hidup, keanekaragaman haya , kesejahteraan generasi yang akan datang.
Kegiatan iden fikasi burung-burung ini kami lakukan dalam upaya untuk meningkatkan status keanekaragaman haya di sekitar area kegiatan kami. Lokasi konservasi yang berada di ORF Gresik serta Taman Pendidikan Mangrove Desa Labuhan Bangkalan Madura, adalah sangat tepat dimana kedua kawasan tersebut adalah area yang berdekatan dengan lokasi kegiatan operasi produksi PHEWMO serta daerah pesisir untuk tempat migrasi burung pantai.
Kami patut berbangga bahwa PHE WMO adalah bagian dari langkah perubahan dalam menjaga, melestarikan dan mengembangkan keanekaragaman haya secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Sebuah langkah nyata yang dak hanya sekedar slogan.
Sebagai bagian dari upaya itu, kami dengan bangga menyajikan buku “Jenis Burung- Burung di Area Konservasi Mangrove PHE WMO (Bangkalan dan Gresik)” sebagai usaha publikasi dan media pembelajaran kepada masyarakat umum untuk mendapatkan informasi jenis burung-burung hingga mendapatkan pengetahuan tentang pen ngnya menjaga ekosistem burung beserta habitatnya.
Kami berharap buku ini dapat menjadi referensi para pembaca terhadap keberagaman jenis burung di lingkungan sekitaranya serta upaya untuk menjaga dan melestarikan keanekaragaman haya .
Salam Lestasi
Sambutan President/
General Manager
Kuncoro Kukuh -President/ GM-
Sambutan President/ General Manager
(Bangkalan dan Gresik)
JENIS-JENIS BURUNG DI PHE WMO
Lonchura punctulata
“Bondol Peking”
Artamus leucorynchus
“Kekep babi”
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kemudahan dan kelancaran dalam proses penyusunan buku “Jenis Burung-Burung di Area Konservasi Mangrove PHE WMO (Bangkalan dan Gresik)”
ini. Buku ini disusun oleh m yang telah berkegiatan langsung di lapangan, dan telah melalui beberapa tahapan. Tim yang terdiri dari rekan-rekan Bird Consultant dan m PHE-WMO telah melakukan pengamatan secara intense dalam kurun waktu 6 bulan untuk mendapatkan data yang disusun komunika f di dalam buku ini.
Buku ini terutama dimaksudkan sebagai buku pegangan bagi managemen, staff, dan bisa dijadikan informasi serta panduan bagi rekan-rekan peneli yang ingin mengembangkan peneli an burung liar di kawasan PHE-WMO (Bangkalan & Gresik). Namun, harapan besar kami buku ini dapat bermanfaat juga bagi berbagai pihak yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai pengamatan dan iden fikasi jenis burung.
Kami telahmenyusun buku ini dengan maksimal dan kami mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan buku ini, sehingga kami dapat menyelesaikan buku ini dengan baik.
Sebagai “naskah berkembang” selayaknya ilmu yang dak memiliki batas, kami percaya bahwa buku ini tetap terbuka untuk penyempurnaan lebih lanjut; dan masukan dari para pembaca dan pemakai sesuai perkembangan dan kondisi nyata di masyarakat sangat kami harapkan.
Surabaya, 17Agustus 2017 Tim Penyusun
Kata
Pengantar
Tringa hypoleucos
“Trinil Pantai”
Kata Pengantar
IVAN MARTINC
DAFTAR
PENYUSUN SAMBUTAN
ISI
HALAMAN JUDUL
KATA
PENGANTAR DAFTAR ISI
LATAR BELAKANG HABITAT
BURUNG
Habitat Burung di Bangkalan...3
Definisi burung ...7
Populasi Burung ...8
Habitat Burung di ORF PHE-WMO Gresik...6
Persebaran...8
Burung Pantai...9
...1
...3
... 7
DAFTAR TABEL DAFTAR SINGKATAN ii iii Presiden/General Manager v vii ix x ix x DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISTILAH PENDAHULUAN 1
1 A B C
Topografi Burung Pantai...10Habitat Burung Pantai...12
Ancaman Terhadap Burung Pantai Indonesia...13
Kondisi dan Kegiatan yang Berkaitan dengan Burung Pantai di Indonesia...16
Burung Migrasi...17
Definisi...17
Fungsi dan Tujuan Migrasi...18
Daur Migrasi Burung Pantai...18
TEKNIK IDENTIFIKASI BURUNG ... 19
D
Teknik Pengamatan dan Dokumentasi Burung...19Memahami Bagian Dasar dari Tubuh Burung...19
Membiasakan Diri dengan Alat-alat Pengamatan Burung... 21
HASIL PENGAMATAN... 29
PENGAMATAN 29
2 A
DAFTAR PUSTAKA
109
D A F T A R
G A M B
A R
DAFTAR GAMBAR
ix
1
3
Peta Sebaran Substrat, Tanah Kecamatan Sepulu
Peta Kesesuaian Hidup Mangrove Kecamatan Sepulu, Bangkalan
4
4 5 5
10 11
11 18
19 20
20 20
22 23 24
25 29
Peta Sebaran Suhu
Kecamatan Sepulu, Bangkalan Peta Sebaran Salinitas
Kecamatan Sepulu
Sketsa Sederhana dari Seekor Tubuh Burung Pantai
Topografi Sederhana Burung Pantai
Contoh Ciri Khas untuk Mengidentifikasi Burung Kedidi golgol
Rangkuman Daur Migrasi Burung Pantai
Gambar Kepala dan Bagian atau Ciri yang bisa Menjadi Penentu Jenis Spesies Burung Tertentu
Bagian-bagian pada Tubuh Burung
Foto Burung Madu Sriganti Jantan dan Betina
Bagian Sayap Dorsal
Macam-macam Bentuk Ekor Burung
Perbandingan Ukuran Tubuh Burung Pantai
Foto-foto Hasil Pengamatan Foto Burung Gajahan Pengala dan Luntur HArimau
Bagian Sayap Ventral
2
4 5 6 7 8 9 10
15 11
16
13
14
12
D A F T A R
A T B E L
DAFTAR TABEL
ix Tabel Bentuk Paruh Berbagai
1
Macam Kelompok Burung
24
DAFTAR ISTILAH
Aves : kelompok hewan Vertebrata karena memiliki tulang belakang, tubuhnya berbulu, memiliki sayap serta dapat terbang.
Baji : bagian ekor berbentuk menyerupai kapak atau pasak yang runcing.
Binokuler : alat bantu penglihatan berupa dua lensa untuk memperjelas obyek yang diama dari jarak jauh.
Bulu Primer : bulu – bulu besar yang terletak pada bagian luar sayap apabila sayap dibentangkan.
Bulu Terbang : bagian bulu pada burung yang berfungsi untuk terbang yang melipu bulu sayap dan ekor.
Develop : mengembangkan.
Distribusi : sebaran.
Endemik :organism yang
penyebarannya terbatas pada daerah tertentu.
Fase : tahapan dari suatu proses.
Kolek f : suatu hal yang bersifat gabungan atau secara bersama – sama.
Habitat : tempat organisme hidup dan berkembang biak secara alami.
Mangrove : jenis tumbuhan yang hidup pada air payau yang dipengaruhi pasang surut air laut.
Migrasi : perpindahan suatu mahkluk hidup secara musiman antara dua wilayah geografis.
Organisme : segala jenis makhluk hidup.
Punah : salah satu kriteria status kepunahan keanekaragaman haya , yaitu dak ditemukan lagi di alam.
Satwa Liar : binatang yang hidup liar tanpa campur tangan manusia; hidup liar di habitat asli.
Status : keadaan atau kedudukan suatu organisme.
Tengkuk : bagian leher di antara punggung dan mahkota.
Terestrial : terkait dengan tanah atau permukaan tanah.
Tungging : bagian di antara perut dan penutup ekor bagian bawah.
Tunggir : bagian belakang burung tempat tumbuhnya bulu ekor.
Tungkai : bagian tubuh diantara paha dan jari kaki.
Zona : penentuan kawasan berdasarkan pembagian suatu wilayah.
DAFTAR SINGKATAN
PHE-WMO : Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore
LC : Least Concern
CR : Cri cally Endangered D : Dilindungi
EN: Endangered
IUCN : Interna onal Centre for Research in Agroforestry (World Agroforestry Centre) NA : Non Appendiks
TD : Tidak Dilindungi VU : Vulnerable
JPEG : Joint Photographic Experts Group
LATAR BELAKANG
1
Monitoring populasi burung liar telah dilakukan di banyak negara beberapa tahun terakhir, hal ini dikarenakan burung liar merupakan salah satu indikator yang cukup baik untuk menunjukkan perubahan lingkungan sekitarnya (Koskimies, 1989). Pada tahun 1986 Morrison secara kri s telah melakukan review terhadap validitas burung liar sebagai bioindikator kondisi lingkungan. Burung telah sering digunakan sebagai bioindikator untuk banyak alasan, termasuk : (1) ekologinya yang sudah dipahami banyak orang, (2) hubungan antara komunitas burung, asosiasi vegetasinya, dan teritori yang jelas serta mudah terama (Keast, 1990;
Pe y and Avery, 1990); (3) Burung meng-cover level yang berbeda dalam piramida makanan di masing-masing habitat (Bunce et al., 1981; Burrough, 1986); (4) Burung mudah terlihat dan
dah pengumpulan data yang cukup cepat dak hanya untuk kehadiran/penampakan namun juga kelimpahannya (Haila, 1985;
Wiens, 1989). Burung pantai sendiri, yang lebih dikenal dengan is lah shorebird merupakan salah satu bioindikator kondisi lahan basah. Beberapa peneli an telah menggunakan kelimpahan shorebird dan waterbird area lahan basah (Burger et al., 2015). Sebagian dari jenis shorebird merupakan jenis burung yang melakukan migrasi, yang kemudian disebut burung migran. Seiring dengan perkembangan industri yang ada dewasa ini, perubahan kondisi lahan basah pun tak terelakkan.
untuk menentukan kualitas suatu Dengan monitoring ru n keberadaan populasi shorebird di sepanjang garis pantai dan lahan basah di Indonesia akan membantu menjaga dan memantau kualitas lahan basah. Dalam beberapa peneli an, shorebird dan jenis burung lainnya juga dijadikan indikator pencemaran logam berat di wilayah lahan basah di sekitar wilayah industri (Salah-Eldein et al., 2012; Nighat et al., 2013; Burger et al, 2015). Kecamatan Sepulu merupakan salah satu Kecamatan yang termasuk di dalam Desa Labuhan Bangkalan, Madura.
Kecamatan Sepulu merupakan salah satu desa binaan PHE –WMO.
Dalam upayanya untuk mendevelop desa ini, PHE-WMO telah membentuk kelompok tani mangrove yang dikenal dengan kelompok tani 'Cemara Sejahtera'.
Hamparan pantai pasir di wilayah kecamatan Sepulu ini merupakan habitat ideal bagi shorebird, sehingga lokasinya sangat sesuai untuk proses monitoring populasi shorebird dan burung air lainnya.
Dengan komunitas mangrove yang cukup lebat, seharusnya menambah jumlah ketersediaan pangan bagi biota-biota di area tersebut, termasuk burung air dan shorebirdnya.
Selain Kecamatan Sepulu di Desa Labuhan, Bangkalan, Madura, Monitoring juga dilakukan di area industri, yaitu di area ORF PHE-WMO Pertamina di Desa Sidorukun Gresik. Kondisi di area sekitar ORF PHE-WMO Gresik berbeda dengan Desa Labuhan. Tanah di sekitar ORF dominan tanah keras dengan vegetasi tumbuhan, semak dan beberapa jenis pohon mangrove.
Jenis burung yang dijumpai pun dominan burung passerine atau burung petengger. Namun dengan monitoring ru n akan membantu mengetahui kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung di wilayah tersebut, yang akan membantu kita menentukan bagaimana kualitas lingkungan di sekitar area ORF PHE-WMO Gresik.
HABITAT
2
n Deskripsi Lokasi
Kecamatan Sepulu merupakan salah satu kecamatan di Desa Labuhan, Kabupaten Bangkalan, Madura. Wilayah pantainya berpasir dan tercover dengan komunitas mangrove.
PHE-WMO telah membangun saung dan bagunan yang dimanfaatkan sebagai lokasi mee ng, diskusi dan secretariat kelompok tani. Sejak akhir 2014, 3500 mangrove telah ditanam sepanjang 1,5 km sepanjang garis pantai di desa Labuhan. Selain penanaman mangrove, masyarakat pun di edukasi untuk mengelola budidaya kepi ng soka.
n Pemanfaatan Lahan
- Te m p a t W i s a t a Pe n d i d i ka n MangroveDengan penanaman m a n g r o v e y a n g m a s s i v e d a n pengelolaan oleh kelompok tani mangrove 'Cemara Sejahtera', komunitas mangrove di kecamatan
Lokasi mangrove tersebut pun dimanfaatkan untuk sarana edukasi dan wisata, sehingga lokasi tersebut dikenal sebagai tempat wisata pendidikan mangrove.Secara ru n rombongan dari sekolah- sekolah bergan an datang ke lokasi tersebut dan Pemukiman Penduduk
Selain dimanfaatkan sebagai tempat wisata edukasi, lokasi mangrove di kec Sepulu juga dak jauh dari pemukiman penduduk. Hal inilah yang menjadikan pemahaman dan peranan masyarakat di lokasi tersebut sangatlah pen ng.
Habitat Burung di Bangkalan
-
Gambar 1 : Peta Sebaran Substrat Tanah, Kecamatan Sepulu, Bangkalan
Gambar 2 : Peta Kesesuaian Hidup Mangrove Kecamatan Sepulu, Bangkalan
Gambar 3 : Peta Sebaran Suhu Kecamatan Sepulu, Bangkalan
Gambar 4 : Peta Sebaran Salinitas Kecamatan Sepulu, Bangkalan
n Deskripsi Lokasi
ORF PHE-WMO Pertamina terletak di Desa Sidorukun – Gresik.
Lokasi pengamatan di area kantor OFR PHE-WMO Pertamina. Vegetasi di area pengamatan dominan dengan vegetasi mangrove jenis api-api dan rizhopora. Tanah keras cenderung berlumpur, dan jarang hamparan tanah datar yang luas membuat burung pantai jarang terama dalam kelompok besar di area ini. Banyaknya vegetasi pohon, dan semak membuat burung jenis petengger atau passerine cukup sering terama di area ini.
n Pemanfaatan Lahan
- Area ini dominan dimanfaatkan sebagai area industri, sehingga disturbansi dari manusia cukup banyak di area ini.
Habitat Burung di ORF
PHE-WMO Gresik
BURUNG
3
Definisi Burung
Burung termasuk dalam kelas Aves, sub Phylum Vertebrata dan masuk ke dalam Phylum Chordata, yang diturunkan dari hewan berkaki dua (Welty, 1982;
Darmawan, 2006). Burung dibagi dalam 29 ordo yang terdiri dari 158 famili, merupakan salah satu diantara kelas hewan bertulang belakang. Burung berdarah panas dan berkembangbiak melalui telur.
Tubuhnya tertutup bulu dan memiliki bermacam- macam adaptasi untuk terbang.
Burung memiliki pertukaran zat yang cepat kerena terbang memerlukan banyak energi. Suhu t u b u h nya n g g i d a n t e ta p sehingga kebutuhan makanannya banyak (Ensiklopedi Indonesia, 1992; Darmawan, 2006). Welty ( 1 9 8 2 ) d a l a m D a r m a w a n (2006), mendeskripsikan burung sebagai hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan hinggap, paruh dak bergigi, jantung memiliki empat ruang, rangka ringan, memiliki kantong udara, berdarah panas, dak memiliki kandung kemih dan bertelur.
Persebaran
Burung Burung dapat menempa pe habitat yang beranekaragam, baik habitat hutan maupun habitat bukan hutan seper tanaman perkebunan, tanaman pertanian, pekarangan, gua, padang rumput, savana dan habitat perairan (Alikodra, 2002;
Syafrudin, 2011). Penyebaran jenis burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat hidup burung, melipu adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompe si dan seleksi alam (Welty, 1982; Dewi, 2005;
Syafrudin, 2011). Pergerakan satwaliar baik dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tuntutan hidupnya. Burung membutuhkan suatu koridor untuk melakukan pergerakan yang dapat menghubungkan dengan sumber keanekaragaman. Penyebaran suatu jenis burung disesuaikan dengan kemampuan pergerakkannya atau kondisi lingkungan seper pengaruh luas kawasan, ke nggian tempat dan letak geografis. Burung merupakan kelompok satwaliar yang paling merata penyebarannya, ini disebabkan karena kemampuan terbang yang dimilikinya (Alikodra, 2002; Syafrudin 2011). Kehadiran suatu burung pada suatu habitat merupakan hasil pemilihan karena habitat tersebut sesuai untuk kehidupannya.
Pemilihan habitat ini akan menentukan burung pada lingkungan tertentu (Partasasmita, 2003; Rohadi, 2011). Beberapa pesies burung nggal di daerah-daerah tertentu, tetapi banyak spesies yang bermigrasi secara teratur dari suatu daerah ke daerah yang lain sesuai dengan perubahan musim.
Jalur migrasi yang umum dilewa oleh burung yaitu bagian Utara dan Selatan bumi yang disebut La tudinal. Pada musim panas, 8 burung-burung bergerak atau nggal di daerah sedang dan daerah-daerah sub Ark k dimana terdapat tempat-tempat untuk makan dan bersarang, serta kembali ke daerah tropik untuk beris rahat selama musim salju.
Beb erap a s p es ies b u ru n g melakukan migrasi al tudinal yaitu ke daerah-daerah pegunungan selama musim panas dan ini terdapat di Amerika Utara bagian Barat (Pra wi, 2005;
Rohadi, 2011).
Populasi Burung
Populasi adalah kelompok kolek f organisme-organisme dari spesies yang sama (atau kelompok-kelompok lain dimana masing-masing individu dapat bertukar informasi gene k) yang menduduki ruang atau tempat tertentu, memiliki berbagai ciri atau sifat yang unik dari kelompok dan bukan merupakan sifat indivi-
-du. Sifat tersebut antara lain kerapatan, natalitas (laju kelahiran), mortalitas (laju kema an), penyebaran umur, potensi bio k, dispersi, dan bentuk pertumbuhan atau perkembangan (Odum, 1993;
Satriyono, 2008).
Populasi burung dapat dihitung pada saat burung sedang berkumpul dipohon tempat dur ataupun bersarang. Perhitungan dapat dilakukan baik saat burung akan dur dan mencari makan (Alikodra, 1990). Karakteris k suatu populasi dibentuk oleh interaksi- interaksi antara individu dengan lingkungannya baik dalam skala waktu ekologi maupun evolusioner, dan seleksi alam dapat merubah semua karakteris k tersebut. Dua karakteris k pen ng pada populasi manapun adalah kepadatan dan jarak antar individu (Campbell, Reece, Mitchell, 2004; Satriyono, 2008). Kelimpahan adalah is lah umum yang digunakan untuk suatu populasi satwa dalam hal jumlah yang sebenarnya dan kecenderungan naik 9 turunnya populasi atau keduanya.
Kelimpahan erat kaitannya dengan distribusi, sehingga biasanya kedua is lah ini seringkali digunakan bersama-sama (Mahmud, 1991;
Darmawan, 2006).
Burung Pantai
Dalam bahasa Inggris burung pantai sering disebut sebagai “shorebirds” atau
Secara umum, burung pantai dapat diar kan sebagai sekelompok burung air yang secara ekologis bergantung kepada kawasan pantai sebagai tempat mereka mencari makan dan/atau berbiak, berukuran kecil sampai sedang dengan berbagai bentuk dan ukuran paruh yang disesuaikan dengan keperluannya untuk mencari dan memakan mangsanya (Howes, 2003).
Sebagian besar dari kelompok ini merupakan pengembara ulung yang menghabiskan waktu berbiak di belahan bumi utara dan waktu mencari makan di belahan bumi selatan, yang kemudian sering disebut sebagai burung migran.
Secara taksonomis, sebagian besar burung pantai tergolong kedalam 2 suku besar, yaitu Charadriidae dan Scolopacidae (Howes, 2003).
Sementara itu, beberapa jenis lainnya termasuk kedalam suku lain yang memiliki jumlah jenis yang lebih sedikit, yaitu Jacanidae, Rostratulidae, Haematopodidae, Recurvirostridae, Burhinidae, Glareolidae dan Phalaropidae (Howes, 2003).
Sejauh ini, di seluruh dunia telah teriden fikasi paling dak sebanyak 214 jenis burung pantai, dimana 65 jenis diantaranya telah tercatat di Indonesia (Howes, 2003).
Topografi Burung Pantai
Topografi dari seekor burung pantaiseper pada gambar di bawah yang menunjukan bagian-bagian tubuh dan bulu tertentu dari burung tersebut.
Gambar 5 :Sketsa Sederhana dari Tubuh Seekor Burung Pantai (Sketsa oleh Ragil S. Rihadini)03).
Untuk dapat mengiden fikasi suatu jenis burung pantai tertentu, akan sangat bermanfaat jika kita juga dapat mengenali bagian-bagian tubuh dari burung tersebut.
Pengenalan terhadap suatu jenis burung biasanya akan semakin meningkat seiring dengan waktu dan bertambahnya pengalaman si pengamat. Semakin sering kita mengama suatu jenis tertentu, maka kita akan semakin menger bahwa suatu bagian tubuh tertentu terdiri dari bagian- bagian yang lebih kecil dengan masing-masing karakteris knya sendiri.
Gambar-gambar dibawah ini akan memperlihatkan bagian-bagian yang lebih rinci dari bagian tubuh burung (burung pantai), yang akan sangat bermanfaat untuk dapat membedakan suatu jenis dengan jenis lainnya.
Paruh
Kepala
Punggung
Sayap
Ekor
Perut Dada
Kaki
Jari Kaki
Bagian Atas
Bagian Bawah
Gambar 6 : Topografi sederhana burung pantai (Howes et al., 2003)
Gambar 7 : Contoh cirikhas untuk mengiden fikasi burung kedidi golgol Calidris ferruginea (Howes, 2003)
Habitat Burung Pantai
Burung pantai dalam kehidupannya banyak tergantung kepada keberadaan pantai dan/atau lahan basah secara umum (Howes, 2003). Mereka menjadikan areal pantai/lahan basah sebagai tempat untuk mencari makan maupun beris rahat. Berikut adalah beberapa habitat pen ng bagi burung pantai, baik untuk mencari makan maupun untuk beris rahat selama dalam periode migrasi mereka.
a. Mangrove dan hamparan lumpur (Mudflat)
Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan mangrove terbesar di dunia.
Sebagian besar diantaranya terdapat di Irian Jaya (58% dari jumlah total), Sumatera (19%), dan Kalimantan (16%). Mangrove Indonesia dikenal sebagai kawasan hutan sejenis yang paling beragam di dunia dan sekaligus merupakan pelabuhan bagi kehidupan berbagai j e n i s h e wa n d a n t u m b u h a n . Sebanyak 189 jenis tumbuhan telah diketahui hidup di kawasan mangrove Indonesia (Noor et al., 2000) dan lebih dari 170 jenis burung (Noor, 1994) juga diketahui hidup di kawasan mangrove, termasuk beberapa jenis yang terancam punah.
Sebagian besar kelompok burung air dan beberapa jenis burung passerine menjadikan mangrove sebagai habitat untuk mencari makan, berbiak atau sekedar beris rahat. Untuk kelompok jenis burung pantai (khususnya migran), hamparan lumpur merupakan habitat yang sangat sesuai untuk mencari mangsa mereka. Disamping itu, akar mangrove merupakan tempat is rahat yang baik selama air pasang dalam musim pengembaraannya (Howes, 2003).
b. Danau alam dan buatan
Indonesia memiliki lebih dari 500 buah danau dengan luas permukaan sekitar 5.000 km2 atau 0 , 2 5 % d a r i l u a s p e r m u ka a n wilayah negara (Giesen, 1993). Dua buah pe danau yang terdapat di wilayah Indonesia menyediakan habitat yang baik bagi burung pantai, yaitu danau (alami dan buatan) air tawar dan payau di sekitar areal mangrove serta danau-danau yang berhubungan dengan sistem tata sungai, seper danau tapak kuda di Papua serta Danau Sentarum di Kalimantan Barat yang menyediakan habitat berlumpur yang luas pada saat air surut (Howes, 2003).
c. Lahan Basah Buatan
Lahan basah buatan juga merupakan salah satu pe lahan basah yang banyak terdapat di IndonesiaIndonesia. Se daknya 285.000 hektar tambak telah tercatat di Indonesia. Sebagian besar diantaranya terdapat di Pulau Jawa yang juga merupakan pulau terpadat di Indonesia. Pada saat kering (bera-panen atau akan disemai lagi), tambak menyediakan habitat yang sering digunakan oleh burung-burung migran untuk mencari makanan.
d. Lokasi Pen ng Burung Pantai di Indonesia
Dari berbagai sistem lahan basah yang telah teriden fikasi, se daknya terdapat 19 lokasi /kelompok lokasi di Indonesia memiliki kepen ngan bagi burung air secara internasional dan telah memenuhi kriteria Ramsar. Hampir seluruh lokasi tersebut terletak di daerah hamparan lumpur pantai yang bersambung dengan hutan mangrove. Analisa data yang tersedia menunjukkan bahwa ke-19 lokasi tersebut mewakili lebih dari 90% total penghitungan burung pantai yang ada selama ini (Howes, 2003).
Ancaman Terhadap Burung Pantai di Indonesia
Secara umum, terdapat 2 macam ancaman utama bagi burung pantai di Indonesia, yaitu perubahan peruntukan dan p e r u s a k a n h a b i t a t s e r t a perburuan dalam skala yang dak berkelanjutan. Penggunaan racun dan pes sida dalam pertanian d i te n ga ra i j u ga m e r u p a ka n ancaman potensial bagi burung air.
Meskipun demikian, diperlukan peneli an yang lebih mendalam untuk menentukan ngkat gangguan yang di mbulkannya. Perubahan peruntukan dan perusakan habitat. Lokasi-lokasi pen ng utama burung pantai di Indonesia, kecuali di Pulau Jawa, umumnya terletak di daerah yang memiliki ngkat kepadatan penduduk yang rela f rendah
seper di Pantai Timur Sumatera, Sulawesi dan Irian Jaya. Dengan kondisi tersebut, meskipun baru sebagian kecil dari lokasi tersebut yang telah termasuk kedalam kawasan lindung, akan tetapi pada umumnya lokasi-lokasi tersebut rela f kurang mendapat tekanan dari kegiatan pengalihfungsian habitat oleh manusia.
Kondisi sebaliknya terjadi di Pulau Jawa. Dengan jumlah populasi penduduk yang sangat nggi, dalam kenyataannya Pulau Jawa masih merupakan lokasi pilihan bagi burung-burung pantai migran untuk singgah mencari makan. Meskipun demikian, dengan kemajuan pembangunan serta ngkat kegiatan penduduk yang sangat nggi, sangat dimungkinkan bahwa lokasi-lokasi pen ng tersebut akan menyusut atau bahkan hilang pada satu atau dua dekade mendatang.
Hilangnya hutan mangrove di Pantai Utara Jawa akan memperkecil ngkat produk fitas biologis pada daerah hamparan lumpur dan pada akhirnya akan menurunkan daya dukung bagi burung-burung pantai migran yang singgah dan mencari makan di daerah tersebut. Sebagian besar pengalihfungsian hutan mangrove di Indonesia terkait dengan kegiatan penebangan kayu serta pengembangan daerah menjadi kawasan lain yang memiliki nilai ekonomi jangka pendek, seper tambak. Pada perkembangannya, dalam jangka panjang kemudian diketahui bahwa lahan basah buatan tersebut dak lagi memiliki nilai ekonomi yang baik.
Tambak di pantura, misalnya, terbuk beberapa diantaranya kemudian dak layak usaha lagi karena adanya serangan virus udang. Data dari Ditjen Perikanan (1991) menunjukkan bahwa sekitar 268.000 ha. Hutan bakau di Indonesia telah dialihfungsikan menjadi tambak, dimana sebagian besar diantaranya terdapat di pantai utara Jawa dan Sulawesi Selatan.
Disamping itu, 877.200 hektar lainnya telah berada dibawah HPH pada tahun 1985 (Dephut dan FAO, 1990). Dalam kaitannya dengan kehidupan burung-burung air, pengalih fungsian tersebut akan
sangat berpengaruh terhadap ketersediaan makanan serta perubahan fungsi ekosistem.
Hilangnya habitat alami akan menyebabkan hilangnya keanekaragaman makanan yang merupakan pendukung kehidupan mereka.
Perburuan burung daerah sepanjang pantai utara Jawa Barat dikenal sebagai tempat perburuan burung air, termasuk burung air migran. Milton dan Marhadi (1989) memperkirakan selama tahun 1984 - 1986 sebanyak 300.000 ekor burung air telah ditangkap se ap tahun. Sementara Noor (1988) memperkirakan bahwa selama tahun 1987 -1988 jumlah tersebut menurun menjadi 200.000 ekor per tahun. Lebih 50% dari burung air yang ditangkap adalah burung-burung migran. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa jumlah burung yang ditangkap, untuk beberapa jenis telah melampaui daya dukungnya. Contohnya adalah cengkeg (Ixobrychus sinensis) yang merupakan jenis yang paling banyak ditangkap. Di tempat berbiaknya, di Jepang, diketahui bahwa jenis ini telah dikategorikan sebagai burung langka.
Jenis yang lain adalah Terik Asia (Glareola maldivarum), yang bermigrasi dari Australia menuju ke utara, diperkirakan ditangkap sebanyak 45.000 ekor per tahun. Untuk memberikan dukungan terhadap penangkapan ini, Barter (1990) menghitung diperlukan paling dak sebanyak 300.000 burung dewasa. Sayang sekali, populasi burung tersebut diperkirakan dak akan mencapai jumlah tersebut, sehingga penangkapan burung di pantai utara Jawa Barat tersebut telah melampaui daya dukung untuk jenis tersebut. Beberapa peneli an di daerah tersebut menunjukkan bahwa latar belakang yang menyebabkan penangkapan burung tersebut adalah karena adanya tekanan ekonomi terhadap masyarakat setempat, sehingga jalan keluarnya harus dilakukan dengan pendekatan ekonomi pula.
Kondisi dan Kegiatan yang Berkaitan dengan Burung Pantai di Indonesia
Kebijakan dan perundang- undangan Sampai saat ini dak ada peraturan perundang- undangan khusus yang berkaitan dengan burung pantai di Indonesia.
Undang-undang perlindungan yang ada saat ini adalah UU No. 5/1990 mengenai sumber daya
alam haya dan ekosistemnya, yang kemudian didukung oleh PP No. 7 tahun 1999. Dibawah Undang- undang ini, sekitar 400 jenis burung di Indonesia telah mendapat perlindungan. Sayangnya, hanya 9 jenis burung pantai yang termasuk jenis yang dilindungi.
Undang-undang tersebut melarang untuk menangkap memelihara dan memperjualbelikan jenis-jenis burung yang dilindungi, termasuk bagian-bagian tubuh dan telurnya, baik hidup maupun ma .
Perjanjian dan kerjasama internasional Indonesia telah menjadi anggota dari berbagai perjanjian dan kerjasama internasional dibidang perlindungan hidupan liar, termasuk burung pantai.
Diantaranya seper CITES dan Conven on on Biodiversity. Pada tahun 1991, Indonesia telah mera fikasi Konvensi Ramsar mengenai lahan basah yang memiliki kepen ngan internasional, khususnya sebagai habitat burung air. Melalui konvensi ini, se ap negara anggota mengajukan lokasi lahan basah tertentu yang telah memenuhi kriteria, sebagai lahan basah yang memiliki kepen ngan internasional dan kemudian membuat dan melakukan rencana pengelolaan kawasan tersebut beserta sumber daya di dalamnya.
Masyarakat internasional juga diharapkan dapat membantu usaha tersebut. Indonesia telah memasukan Taman Nasional Berbak di Jambi dan Taman Nasional Wasur di Irian Jaya sebagai situs Ramsar. Kedua kawasan tersebut telah diketahui sebagai lokasi pen ng persinggahan burung pantai yang bermigrasi. Untuk perlindungan burung pantai migran, Indonesia juga telah turut serta dalam kesepakatan mul lateral negara- negara di kawasan Asia dan Oseania yang disebut East Asian – Australasian Shorebird Site Network. Sama halnya dengan Konvensi Ramsar, dalam kesepakatan ini se ap negara anggota diharuskan untuk mengajukan lokasi-lokasi yang pen ng bagi persinggahan burung migran. Taman Nasional Wasur telah diajukan sebagai lokasi tersebut.
Burung Migrasi
Definisi
Menurut Peterson (1980) kata migrasi berasal dari Migrare yang ar nya pergi dari satu tempat ke tempat lain. Dalam konteks burung, Campbell dkk. (1985) dalam Dic onary of birds menjelaskan bahwa kata
“migrasi” hanya ditujukan kepada pergerakan dari populasi burung
yang terjadi pada waktu tertentu se ap tahun, antara tempat berbiak dengan satu atau lebih lokasi dak berbiak, dan oleh karena itu melibatkan adanya kegiatan terbang pada arah tujuan tertentu.
Dalam penger an yang lebih spesifik di Indonesia, termasuk kedalam kelompok burung air migran adalah kelompok burung air yang menghabiskan sebagian hidupnya di Indonesia pada waktu tertentu saja, yaitu pada musim dak berbiak, dimana biasanya individu yang bermigrasi tersebut menghindari perubahan kondisi alam yang ekstrim di lokasi berbiak mereka. Dalam konsep migrasi yang kita pahami diatas, maka kelompok burung air migran tersebut dak berbiak di Indonesia, sehingga itulah sebabnya kita dak pernah menemukan telur ataupun anak burung dari kelompok burung air migran.
Penger an burung air migran acapkali disalah- menger kan. Seringkali populasi koloni berbiak burung air (di Pulau Rambut atau Pulau Dua, misalnya) dianggap sebagai burung migran yang datang dari luar. Hal tersebut tentu saja dak benar, karena burung air migran dak akan ditemukan berbiak di Indonesia, apalagi dalam bentuk koloni yang berjumlah banyak.
Kesalah menger an tersebut dalam beberapa kasus akan kurang menguntungkan, terutama apabila kita akan membuat rencana pengelolaan spesies yang baik dan benar, dimana rencana pengelolaan terhadap burung air penetap dan burung air migran selayaknya dibedakan.
Fungsi dan Tujuan Migrasi
Secara umum suatu makhluk hidup melakukan migrasi disebabkan karena dua hal berikut ini (Howes, 2003), yaitu:
1. Untuk memberikan tanggapan terhadap tekanan yang disebabkan oleh kondisi alam, untuk kelangsungan hidup mereka
2. Untuk memungkinkan digunakannya lingkungan yang berbeda sebagai bagian dari siklus kehidupan mereka.
Daur Migrasi Burung Pantai
Keteraturan dan ketepatan waktu dalam merespon tekanan alam merupakan kunci sukses burung migran dalam melanjutkan hidupnya. Oleh karena
keteraturan tersebut, para ahli telah berhasil memetakan gambaran umum mengenai keberadaan burung migran pada saat-saat tertentu. Bagi kita di Indonesia yang merupakan tempat persinggahan antara, pengetahuan mengenai daur migrasi tersebut dapat digunakan sebagai informasi dalam melakukan pengamatan terhadap burung migran. Dari informasi tersebut secara umum dapat disimpulkan bahwa waktu terbaik untuk mengama burung pantai migran adalah pada saat mereka memulai perjalanan menuju belahan bumi selatan (September – Maret) dan saat mereka kembali ke lokasi berbiak (Maret – April).
Gambar 8 : Rangkuman Daur Migrasi Burung Pantai (Howes et al., 2003).
Teknik Pengamatan dan Dokumentasi Burung
1. Memahami Bagian Dasar dari Tubuh Burung
Se ap inchi dari bagian tubuh burung memiliki nama, kadang corak atau warna yang berbeda. Se ap bagian tubuh burung memiliki label yang berbeda yang akan mempermudah kita dalam proses iden fikasi jenis burung.
n Kepala
Gambar 9 : Gambar kepala dan bagian atau ciri yang bisa menjadi penentu jenis spesies burung tertentu(Serhal et al,2013)
TEKNIK IDENTIFIKASI BURUNG
4
Gambar 10 :Bagian-bagian pada tubuh burung (Serhal et al,2013)
Gambar 12: Bagian sayap Ventral (Serhal et al,2013)
Gambar 11 : Bagian sayap Dorsal (Serhal et al,2013)
Se ap spesies burung yang berbeda seringkali memiliki perbedaan yang sangat pis dengan spesies lainnya. Misal, perbedaan warna kalung di lehernya, beda warna lingkar matanya, dan sebagainya. Karena itulah dalam proses pengamatan burung kita perlu menggunakan beberapa perlengkapan.
Perlengkapan yang seringkali diperlukan antara lain adalah sebagai berikut :
a. Binocular
b. Telescope, Co-Binocular 3. Proses Iden fikasi Jenis Burung
Menggunakan Buku Lapangan
Mempelajari proses iden fikasi burung sangat menyenangkan namun disaat yang sama seringkali membuat frustasi, apalagi jika perbedaan spesies yang dijumpai sangat pis dengan spesies lainnya. Karena itulah kita membutuhkan buku panduan lapangan. Buku panduan lapangan biasanya berisi jenis-jenis burung di suatu area beserta sketsa dan penjelasan mengenai ke-khasan jenis burung tersebut, yang akan membantu kita untuk proses iden fikasi.
Untuk area Jawa-Bali kami biasa menggunakan Panduan Lapangan oleh McKinnon, untuk area Wallacea biasa menggunakan Panduan Lapangan oleh Brian J. Coates dan K. David Bishop, sedangkan untuk daerah Papua biasa menggunakan buku Pandauan Lapangan Bruce M. Beehler et al., yang semuanya diterbitkan oleh birdlife & LIPI.
2. Membiasakan diri dengan Alat-Alat Pengamatan Burung
Pengamatan dan Kriteria Iden fikasi Burung a. Ukuran Tubuh
Gambar 13 : Perbandingan ukuran tubuh burung pantai (sketsa oleh Ragil Si Rihadini)
Menentukan ukuran tubuh burung sangat pen ng dalam proses iden fikasi jenis burung yang terama . Seringkali menentukan ukuran menjadi lebih sulit terutama dengan jarak pengamatan yang jauh dari objek.
Biasanya proses penentuan ini menjadi lebih mudah saat kita membandingkan dengan ukuran burung yang umum atau sering dijumpai seper tekukur biasa, cerek jawa (untuk burung pantai), atau burung gereja.
Namun perlu diingat, ukuran tubuh burung seringkali Nampak lebih besar pada saat pencahayaan kurang, dan juga sulit untuk memperkirakan ukuran
Solusinya, kita dapat membandingkan ukuran tubuh burung yang terama dengan burung lain yang sudah dapat kita iden fikasi yang juga dalam posisi terbang.
b. Warna Bulu
Warna bulu seringkali menjadi pembeda satu spesies burung dengan spesies burung lainnya. Warna bulu biasanya juga menjadi penunjuk habitat dari seekor burung, misal, burung yang habitatnya di pepohonan (burung hutan) seringkali warna dan coraknya lebih bervariasi dibandingkan burung pantai yang habitatnya di lahan basah. Burung yang habitatnya di pepohonan seringkali berwarna cerah, sedangkan burung yang habitatnya di lahan basah (pantai, pertambakan, rawa, dll) warnanya cenderung didominasi hitam, abu- abu, coklat atau pu h.
Gambar 14 : (1) burung jenis Gajahan Pengala yang habitatnya di pantai atau lahan basah lainnya, warna bulu dominan coklat, hitam dan pu h (Iwan Londo) (2) Burung jenis Luntur Harimau yang habitatnya di pohon bertajuk lebat warna bulunya lebih cerah dan lebih bervariasi (dokumentasi dari Google).
Selain menunjukkan habitat, warna bulu juga seringkali menjadi penanda jenis kelamin suatu spesies burung yang dijumpai / terama . Contoh burung madu srigan atau Nectarinia jugularis, pejantannya ditandai dengan bulu berwarna biru metalik di bagian lehernya.
IWAN LONDO C
(1)
(2)
Gambar 15 : (1) Burung Madu Srigan jJantan (2) Burung Madu Srigan Be na (Dokumentasi : Radityo Pradipta)
c. Bentuk Paruh
Bentuk paruh burung dapat membantu kita mengiden fikasi kelompok burung, jenis makanan dan habitat dari burung tersebut. Berikut contoh beberapa bentuk paruh burung dan hubungannya dengan jenis makanan, habitat dan kelompoknya.
Tabel 1 : Bentuk Paruh berbagai macam kelompok burung
(1) (2)
Beak Shape Habitat Food Group
Trees Rock
Wetlands Wetlands Wetlands
Wetlands
Meat
Herbs Roots
Herbs Grains
Big worm in the mud
Crustaceans in water
Raptors
Geese
Ducks
Waders (Curlew)
Waders (Curlew)
d. Sayap (Bentuk, Corak & Pola)
Bentuk, pola, struktur dan corak sayap juga dapat menjadi penentu dalam proses iden fikasi termasuk postur tubuh burung. Hal ini terutama akan terlihat pada kelompok burung pemangsa atau raptors.
e. Ekor (Bentuk, Warna Bulu)
Burung seringkali menggunakan ekornya sebagai kemudi, melambatkan kecepatan saat terbang, dan beberapa menggunakan ekornya untuk menarik lawan jenis atau bahkan untuk berkembang biak (Serhal et al, 2013). Bentuk dan proporsi ekor burung membantu kita menentukan kelompok dari jenis burung yang kita ama . Apakah ekornya menggarpu, berbentu seper kipas, melingkar, menutup atau terbuka.
Gambar 16 : Macam-macam bentuk ekor burung (Serhal et al,2013) f. Kaki
Panjang dan warna dari kaki burung dapat membantu kita menentukan spesies dari burung yang kita ama , terutama untuk shorebirds dan wader (waterbird dengan kaki panjang).
g. Kebiasaan Khusus
Apakah burung tersebut dapat berenang? Dapatkah burung tersebut memanjat pohon? Apakah burung tersebut sering mengibaskan ekornya?
Cobalah untuk mencatat dan mengama perilaku burung tersebut secara cermat. Burung selalu bergerak dan kadang kita dak memiliki kesempatan untuk mengama morfologinya secara de l. Perilakunya dapat menjadi salah satu indikator untuk menentukan family atau jenis burung tersebut.
h. Habitat
Perha kan habitat atau lokasi kamu melakukan pengamatan datau monitoring. Habitat dan lokasi kamu bisa menjadi pembatas kelompok dan jenis burung yang akan kamu jumpai. Dengan memahami batasan kelompok burung yang akan kamu jumpai, akan mempermudah iden fikasi jenis burung yang kamu ama .
I. Suara
Ini adalah rahasia terakhir dalam proses iden fikasi jenis burung, yaitu suaranya. Se ap jenis burung memiliki suara yang khas, bahkan para pengamat burung ahli akan bisa mengiden fikasi jenis burung hanya dengan mendengarkan suaranya saja.
(2) Buku Catatan & Sketsa Burung
Selalu bawa buku catatan dan pensil/bolpoint. Ke ka kamu melakukan sebuah observasi dan monitoring jenis burung jangan pernah lupa untuk membawa catatanmu dan catat informasi berikut :
- Tanggal
- Waktu Pengamatan (Mulai – Selesai) - Lokasi pengamatan
- Tipe habitat
- Spesies yang terama - Jumlah individu - Ak vitas individu
Selain catatan di atas, sebagai informasi tambahan kita juga bisa menggambar sketsa burung yang kita ama , hal ini akan membantu apabila
kita mengalami kesulitan dalam proses iden fikasi, kita bisa memeriksa kembali hasil iden fikasi kita kepada rekan kita yang memiliki pengalaman
lebih.
Dewasa ini, menggambar sketsa burung juga bisa digan kan dengan cara mendokumentasikan burung yang terama menggunakan
kamera atau digiscoping.
Hasil
Pengamatan
Bangkalan-Madura
Cinnyris jugularis
Nama Lokal : Burung-madu Srigan
English Name : Olive-backed sunbird
IUCN Status :Least Concern (LC)
Anthreptes malacensis
Nama Lokal : Burung-madu Kelapa
English Name : Brown-throated Sunbird
IUCN Status :Least Concern (LC)
Acridotheres javanicus
Nama Lokal : Burung-kerak Kerbau
English Name : White-vented Myna
IUCN Status :Least Concern (LC)
Sturnus contra
Nama Lokal : Burung-jalak Suren English Name : Pied Myna
IUCN Status :Least Concern (LC)
Orthotomus sutorius
Nama Lokal : Burung-cinenen Pisang
English Name : Common Tailorbird
IUCN Status :Least Concern (LC)
Aegithina phia
Nama Lokal : Burung-cipoh Kacat
English Name : Common iora
IUCN Status :Least Concern (LC)
Artamus leucorhynchus
Nama Lokal : Burung-kekep Babi
English Name : White-Breasted woodswallow
IUCN Status :Least Concern (LC)
Gerygone sulphurea
Nama Lokal : Burung-remetuk Laut
English Name : Golden-bellied gerygone
IUCN Status :Least Concern (LC)
Lonchura leucogastroides
Nama Lokal : Burung-bondol Jawa English Name : Javan Munia
IUCN Status :Least Concern (LC)
Rhipidura javanica
Nama Lokal :Burung-kipasan Belang English Name : Pied fantail
IUCN Status :Least Concern (LC)
Prinia flaviventris
Nama Lokal : Burung-perenjak Rawa
English Name : Yellow-bellied prinia
IUCN Status :Least Concern (LC)
Turnix suscitator
Nama Lokal : Burung-gemak Loreng
English Name : Barred bu onquail
IUCN Status :Least Concern (LC)
Lonchura punctulata
Nama Lokal : Burung-bondol Peking
English Name : Scaly-breasted Munia
IUCN Status :Least Concern (LC)
Pycnonotus goiavier
Nama Lokal : Burung-merbah Cerukcuk
English Name : Yellow-vented bulbul
IUCN Status :Least Concern (LC)
Pycnonotus aurigaster
Nama Lokal : Burung-cucak Ku lang English Name : Sooty-Headed Bulbul IUCN Status :Least Concern (LC)
c Cipto_deha
Zosterops palpebrosus
Nama Lokal : Burung-kacamata Biasa
English Name : Oriental White-eye
IUCN Status :Least Concern (LC)
Streptopelia chinensis
Nama Lokal : Burung-tekukur Biasa English Name : Spo ed dove
IUCN Status :Least Concern (LC)
Apus nipalensis
Nama Lokal : Burung-kapinis Rumah English Name : House Swi
IUCN Status :Least Concern (LC)
Dokumentasi Google
Alcedo coerulescens
Nama Lokal : Burung-raja Udang Biru
English Name : Small-blue Kingfisher
IUCN Status :Least Concern (LC)
Amaurornis phoenicurus
Nama Lokal : Burung-kareo Padi
English Name : White-breasted Waterhen
IUCN Status :Least Concern (LC)
Tringa stagna lis
Nama Lokal : Burung-trinil Rawa English Name : Marsh Sandpiper IUCN Status :Least Concern (LC)
*) Migratory Bird
Tringa nebularia
Nama Lokal : Burung-trinil Kaki Hijau English Name : Green Sandpiper IUCN Status :Least Concern (LC)
*) Migratory Bird
Collocalia linchi
Nama Lokal : Burung-walet Linchi English Name : Cave swi let
IUCN Status :Least Concern (LC)
Ardeola speciosa
Nama Lokal : Burung-blekok Sawah (Bulu berbiak) English Name : Javan Pond Heron
IUCN Status :Least Concern (LC)
Geopelia striata
Nama Lokal : Burung-perkutut Jawa English Name : Zebra Dove
IUCN Status :Least Concern (LC)
Butorides striata
Nama Lokal : Burung-kokoan Laut
English Name : Striated Heron
IUCN Status :Least Concern (LC)
Nyc corax nyc corax
Nama Lokal : Burung-kowak Malam Kelabu
English Name : Black Crowned Night Heron
IUCN Status :Least Concern (LC)
Egre a garze a
Nama Lokal : Burung-kuntul Kecil English Name : Li le Egret
IUCN Status :Least Concern (LC)
Prinia inornata
Nama Lokal :Burung-perenjak Padi English Name : Plain Prinia
IUCN Status :Least Concern (LC)
Lalage nigra
Nama Lokal :Burung-kapasan Kemiri (Jantan) English Name : Pied Triller
IUCN Status :Least Concern (LC)
Lalage nigra
Nama Lokal : Burung-kapasan Kemiri (Be na) English Name : Pied Triller
IUCN Status :Least Concern (LC)
Caprimulgus affinis
Nama Lokal : Burung-cabak Kota
English Name : Savannah Nightjar
IUCN Status :Least Concern (LC)
Columba livia
Nama Lokal : Burung-merpa Batu English Name : Common pigeon IUCN Status :Least Concern (LC)
h ps://id.wikipedia.org/wiki/Columbidae
Corvus macrorhynchos
Nama Lokal : Burung-gagak Kampung English Name : Large-billed Crow IUCN Status :Least Concern (LC)
h p://orientalbirdimages.org/
(http://orientalbirdimages.org/birdimages.php?action=birdspecies&Bird _ ID=2353&Bird_Image_ID=332&Bird_Family_ID=)
Heteroscelus brevipes
Nama Lokal :Trinil Ekor Kelabu
English Name :Gray-tailed Ta ler
IUCN Status :Near Threatened(NT)
Charadrius javanicus
Nama Lokal :Cerek Jawa English Name :Javan Plover
IUCN Status :Near Threatened(NT)
Cacoman s merulinus
Nama Lokal : Burung-wiwik Kelabu
English Name : Plain ve Cuckoo
IUCN Status :Least Concern (LC)
Chlidonias leucopterus
Nama Lokal : Burung-dara Laut Sayap pu h English Name : White-winged Tern
IUCN Status :Least Concern (LC)
Chlidonias hybridus
Nama Lokal : Burung-dara Laut kumis English Name : Whiskered Tern
IUCN Status :Least Concern (LC)
Sterna albifrons
Nama Lokal : Burung-dara Laut Kecil English Name : Li le Tern
IUCN Status :Least Concern (LC)
Tringa totanus
Nama Lokal :Burung-trinil Kaki Merah (Bulu berbiak) English Name :Common redshank
IUCN Status :Least Concern (LC)
*) Migratory Bird
Haliastur Indus
Nama Lokal : Burung-elang Bondol English Name : Brahminy Kite
IUCN Status :Least Concern (LC)
Sterna hirundo
Nama Lokal : Burung-dara Laut Biasa English Name : Common Tern
IUCN Status :Least Concern (LC)
Pachycephala grisola
Nama Lokal : Burung-Kancilan Bakau English Name : Mangrove Whistler IUCN Status :Least Concern (LC)
c Lukman Nurdini
Passer montanus
Nama Lokal : Burung-gereja Erasia
English Name : Eurasian Tree Sparrow
IUCN Status :Least Concern (LC)
Ac s hypoleucos
Nama Lokal :Burung-trinil Pantai English Name : Common Sandpiper IUCN Status :Least Concern (LC)
*) Migratory Bird
Orthotomus sepium
Nama Lokal : Burung-cinenen Jawa
English Name : Olive-backed tailorbird
IUCN Status :Least Concern (LC)
Merops philippinus
Nama Lokal : Burung-kirik Kirik Laut
English Name : Blue-Tailed Bee Eater
IUCN Status :Least Concern (LC)
Halcyon chloris
Nama Lokal :Burung-cekakak Sungai
English Name : Collared Kingfisher
IUCN Status :Least Concern (LC)
Dicaeum trochileum
Nama Lokal :Burung-cabai Jawa
English Name : Scarlet-headed Flowerpecker
IUCN Status :Least Concern (LC)
Numenius phaeopus
Nama Lokal :Burung-gajahan Pengalah English Name : Whimbrel
IUCN Status :Least Concern (LC)
*) Migratory Bird
Hasil
Pengamatan
PHE-WMO Gresik
Cinnyris jugularis
Nama Lokal : Burung-madu Srigan
English Name : Olive-backed sunbird
IUCN Status :Least Concern (LC)
Aegithina phia
Nama Lokal :Burung-cipoh Kacat
English Name : Common iora
IUCN Status :Least Concern (LC)
Lonchura punctulata
Nama Lokal :Burung-bondol Peking
English Name : The Scaly-breasted Munia
IUCN Status : Least Concern (LC)
Gerygone sulphurea
Nama Lokal :Burung-remetuk Laut
English Name : Golden-bellied gerygone
IUCN Status :Least Concern (LC)
Orthotomus ruficeps
Nama Lokal : Burung-cinenen Kelabu English Name : Ashy tailorbird
IUCN Status : Least Concern (LC)
c Lukman Nurdini
Dicaeum trochileum
Nama Lokal :Burung-cabe Jawa
English Name : Scarlet-headed Flowerpecker
IUCN Status :Least Concern (LC)
Geopelia striata
Nama Lokal :Burung-perkutut Jawa English Name : Zebra Dove
IUCN Status :Least Concern (LC)
Lonchura leucogastroides
Nama Lokal :Burung-bondol Jawa
English Name : Javan Munia
IUCN Status :Least Concern (LC)
Passer montanus
Nama Lokal : Burung-gereja Erasia
English Name : Eurasian Tree Sparrow
IUCN Status :Least Concern (LC)
Rhipidura javanica
Nama Lokal :Burung-kipasan Belang English Name : Pied fantail
IUCN Status :Least Concern (LC)
Prinia flaviventris
Nama Lokal : Burung-perenjak Rawa
English Name : Yellow-bellied prinia
IUCN Status :Least Concern (LC)
Prinia inornata
Nama Lokal :Burung-perenjak Padi English Name : Plain Prinia
IUCN Status :Least Concern (LC)
Streptopelia chinensis
Nama Lokal : Burung-tekukur Biasa English Name : Spo ed dove
IUCN Status :Least Concern (LC)
Pycnonotus goiavier
Nama Lokal : Burung-merbah Cerukcuk
English Name : Yellow-vented bulbul
IUCN Status :Least Concern (LC)
Alcedo coerulescens
Nama Lokal : Burung-raja Udang Biru
English Name : Small-blue Kingfisher
IUCN Status :Least Concern (LC)
Halcyon sancta
Nama Lokal :Burung-cekakak Australia English Name : Sacred kingfisher
IUCN Status :Least Concern (LC)
Apus nipalensis
Nama Lokal : Burung-Kapinis Rumah English Name : House Swi
IUCN Status :Least Concern (LC)
Ardeola speciosa
Nama Lokal : Burung-blekok Sawah (Bulu berbiak) English Name : Javan Pond Heron
IUCN Status :Least Concern (LC)
Butorides striata
Nama Lokal : Burung-kokoan Laut
English Name : Striated Heron
IUCN Status :Least Concern (LC)
Pycnonotus aurigaster
Nama Lokal : Burung-cucak Ku lang English Name : Sooty-Headed Bulbul IUCN Status :Least Concern (LC)
c Cipto_deha
Collocalia linchi
Nama Lokal : Burung-walet Linchi English Name : Cave swi let
IUCN Status :Least Concern (LC)
Egre a garze a
Nama Lokal : Burung-kuntul Kecil English Name : Li le Egret
IUCN Status :Least Concern (LC)
Nyc corax nyc corax
Nama Lokal : Burung-kowak Malam Kelabu
English Name : Black Crowned Night Heron
IUCN Status :Least Concern (LC)
Artamus leucorhynchus
Nama Lokal : Burung-kekep Babi
English Name : White-Breasted woodswallow
IUCN Status :Least Concern (LC)
Lalage nigra
Nama Lokal : Burung-kapasan Kemiri (Jantan) English Name : Pied Triller
IUCN Status :Least Concern (LC)
Ac s hypoleucos
Nama Lokal :Burung-trinil Pantai
English Name : The Common Sandpiper IUCN Status :Least Concern (LC)
*) Migratory Bird
Tringa glareola
Nama Lokal : Burung-trinil Semak English Name : Wood Sandpiper IUCN Status :Least Concern (LC)
*) Migratory Bird
DAFTAR PUSTAKA
Koakimies, Per . 1989. Bird as a tool in Environmental Monitoring. Ann. Zool.
Fennici 26 : 153-166.
Keast, A., 1990. Biogeography and Ecology of Forest Bird Communi es. SPB Academic.
Pe y, S.J., Avery, M.I., 1990. Forest Bird Communi es. Occasional Papers 26.
Forestry Commission, Edimburgh.
Haila, Y., 1985. Birds as a tool in reserve planning. Oenis Fennica 62, 96 – 100.
Wiens, J.A., 1989. Landscape interac ons, scaling and ecosystem dynamics. In : Proceedings of the Fourth Annual Landscape Symposium, Colorado State University.
Bunce, R.G.H., Barr, C.J. Whi aker, H.A., 1981. An Integrated System of Land Classifica on. Annual Report Ins tute of Terrestrial Ecology, pp. 28 – 33.
Burrough, P.A., 1986. Principles of Geographical Informa on System for Land Resources Assessment. Monographs on Soil and Resources Survey No.12. Oxford University Press, Oxford.
Burger, Joanna., Gochfeld, Michael., Powers, Charles W., Clarke, James H., Brown, Kevin., Kosson, Davin., Niles, Lawrence., Dey, Amanda., Jeitner, Chris an., Pi ield, Taryn., 2013. Determining Environmental Impacts for Sensi ve Species : Using Iconic Species as Bioindicators for Management Policy. Journal of Environmental Protec on, 2013 4, 87-95.
Nighat, Shagu a., Iqbal, Shahid., Nadeem, Muhammad Sajid., Mahmood, Tariq., Shah, Syed Israr., 2013. Es ma on of Heavy Metal Residues from the Fethers of Falconidae, Accipitridae, and Strigidae in Punjab, Pakistan. Turkish Journal of Zoology 37 : 488 – 500.
Salah – Eldein, A.M., Gamal-Eldein, M.A. Mohamadeen, Lamiaa I. 2012.
Resident Wild Birds as Bio-indicator for Some Heavy Metals Pollu on in Lake Manzala. SCVMJ, XVII (1).
Sukmantoro W., M. Irham, W. Novarino, F. Hasudungan, N. Kemp & M.
Muchtar. 2007. Daftar Burung Indonesia no. 2. Indonesian
ISBN : 978-602-50279-0-1