• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUDUL MAKALAH (KONSEP DAN TEORI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL)

N/A
N/A
Firman Muhamad Ramdan

Academic year: 2023

Membagikan "JUDUL MAKALAH (KONSEP DAN TEORI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

JUDUL MAKALAH

(KONSEP DAN TEORI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Multikultural dan karakter

Dosen Pengampu:

Dr. Yadi Fahmi Arifudin, M.Pd.I

Oleh:

Firman Muhamad Ramdan

KELAS B SEMESTER 1

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI)

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG TAHUN 2023

1

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr. Yadi Fahmi Arifudin, M.Pd.I sebagai dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Multikultural dan karakter yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Kaeawang, 10 November 2023

Firman Muhamad Ramdan

(3)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Sub-CPMK...1

B Indikator...1

C Studi Kasus...1

BAB II PEMBAHASAN...2

A. Teori Pendidikan Multikultural...2

1. Teori Pendidikan Multikultural Menurut Para Ahli...3

2. Teori Sosial Multikultural...5

B. Konsep Pendidikan Multikultural...7

1. Konsep Pendidikan Mulrikultural Menurut Banks...8

2. Konsep pendidikan multikultural atas lima dimensi,...10

BAB III PENUTUP...12

DAFTAR PUSTAKA...13

ii

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Gambar di ambil dari Pinterest http://wq.proof.press/stories/the-rise-and-fall-of- the-american-melting-pot/...1

(5)

BAB I PENDAHULUAN A. Sub-CPMK

1. Mahasiswa mampu memahami teori pendidikan multikultural 2. Mahasisiwa mampu memahami konsep pendidikan multikultural

B Indikator

1. Mahasiswa mampu menjelaskan teori pendidikan multikultural 2. Mahasiswa mampu menyebutkan teori pendidikan multikultural 3. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep pendidikan multikultural 4. Mahasiswa mampu menyebutkan konsep pendidikan multikultural C Studi Kasus

Gambar 1 Gambar di ambil dari http://wq.proof.press/stories/the-rise-and-fall-of-the-american- melting-pot/

(6)

BAB II PEMBAHASAN A. Teori Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural diartikan sebagai sebuah definisi bahwa pendidikan multikultural dipahami sebagai sebuah konsep pendidikan yang memberikan kesempatan sama kepada semua peserta didik tanpa memandang gender, kelas sosial, kelompok etnik, ras, dan karakteristik kultural mereka guna mendapatkan pendidikan di sekolah. Secara etimologis, pendidikan multikultural dibentukdari dua kata yakni pendidikan dan multikultural. Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya mengembangkan diri seseorang pada tiga aspek dalam kehidupannya, yakni pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Multikultural adalah keberagaman budaya yang menggambarkan kesatuan berbagai kelompok sosial, kebudayaan, dan suku bangsa yang berbeda dalam suatu negara.

Sejumlah teori tentang pendidikan multikultural diberikan oleh para sarjana, peneliti sertaorganisasidalam kurun waktu lebih dari tiga puluh tahun terakhir. Siswa harus diajar memahami semua jenispengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi pengetahuan dan interpretasi yang berbeda-beda. Lebih lanjut dijelaskan bahwa siswa yang baik adalah siswa yang selalu mempelajari pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam membiarkan konstruksi pengetahuan. Para siswa perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan masing-masing.

Pendidikan multikultural diartikan sebagai sebuah definisi bahwa pendidikan multikultural dipahami sebagai sebuah konsep pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik tanpa memandang gender dan kelas sosial, kelompok etnik, ras, dan karakteristik kultural merekauntuk mendapatkan kesempatan yang sama di sekolah.

Dalam sejarahnya, menurut Melani Budianta, multikulturalisme diawali dengan teori melting pot yang sering diwacanakan oleh J. Hector seorang imigran asal

(7)

Normandia. Dalam teorinya, Hector menekankan penyatuan budaya dan melecehkan budaya asal, sehingga seluruh imigran Amerika hanya memiliki satu budaya baru yakni budaya Amerika, walaupun diakui bahwa monokultur mereka itu lebih diwarnai oleh kultur White Angso Saxon Protentant (WASP) sebagai kultur imigran kulit putih berasal Eropa.

1. Teori Pendidikan Multikultural Menurut Para Ahli a. Horace Kallen

Horace Kallen adalah perintis teori multikultur. Budaya di sebut pluralisme budaya (cultural pluralism) jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi dan nilai-nilai. Pluralisme budaya didefinisikan oleh Horace Kallen sebagai "menghargai berbagai tingkat perbedaaan dalam batas- batas persatuan nasional”.

b. James A. Banks

James A. Banks di kenal sebagai perintis pendidikan multicultural.

Banks yakin bahwa pendidikan seharusnya lebih mengarah pada mengajari mereka bagaimana berpikir dari pada apa yang dipikirkan.

Siswa perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi sesuai kepentingan masing-masing.

Siswa perlu diajari dalam menginterpretasikan sejarah masa lalu dan dalam pembuatan sejarah. Siswa harus berpikir kritis dengan memberi pengetahuan dan ketrampilan yang memadai dan memiliki komitmen yang tinggi untuk berpartisipasi dalam tindakan demokratis

c. Bill Martin

Bill Martin menulis, bahwa isu menyeluruh tentang multikulturalisme bukan sekedar tempat bernaung berbaga kelompok budaya, namun harus membawa pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal. Seperti halnya Banks, Martin menentang tekanan dari Afrosentri dan tradisionalis Barat. Martin menyebut keduanya

3

(8)

"consumeris multiculturalism". Multikulturalisme bukan "consumerist"

tetap "transformational", yang memerlukan kerangka kerja. Masyaraka harus memiliki visi kolektif tipe baru yang berasal dari perubahan sosial yang muncul lewat transformasi

d. Martin J. Beck Matustik

Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang multikultural di masyarakat Barat berkaitan dengan norma/tatanan.

Pembahasan multikultural berada pada pemikiran kembali norma Barat (the western canon) yang mengakui adanya multikultural. Teori multikulturalisme berasal dari liberalisasi pendidikan dan politik Plato.

Republik, karya Plato, bukan hanya memberi norma politik dan akademis klasik bagi pemimpin dari negara ideal, namun juga menjadi petunjuk tentang pendidikan bagi yang tertindas. Matustik yakin bahwa kita harus menciptakan pencerahan multikultural baru yaitu "multikulturalisme lokal yang saling bergantung secara global sebagai lawan dari monokultur nasional.

e. Judith M.Green

Judith M.Green menunjukkan bahwa multikulturalisme bukan hanya di AS. Kelompok budaya kecil harus mengakomodasi dan memiliki toleransi dengan budaya dominan. Amerika memberi tempat perlindungan dan memungkinkan kelompok kecil itu mempengaruhi kebudayaan yang ada. Secara bersamasama, kelompok tersebut memperoleh kekuatan dan kekuasaan untuk membawa perubahan dan peningkatan dalam ekonomi, partisipasi politis dan media massa. Untuk itu diperlukan pendidikan dan lewat pendidikanlah Amerika meraih kesuksesan terbesar dalam transformasi dan sejak kelahirannya. Amerika selalu memiliki masyarakat multikultural yang telah bersatu lewat perjuangan, interaksi, dan kerjasama

(9)

f. Paulo Freire

Paulo Freire Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dan secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama

g. Azyumardi Azra

Azyumardi Azra mendefinisikan pendidikan multicultural sebagai pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan. Selanjutnya Azyumardi Azra menjelaskan bahwa istilah Multikultural dapat digunakan pada tingkat deskristif maupun normatif, yang menggambarkan isu-isu dan masalah- masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat multikultural, oleh sebab itu kurikulum pendidikan multicultural mencangkup subjek seperti toleransi, tema-tema tentang perbedaan etnik/kultural, agama, bahasa, deskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, serta kemanusian universal

2. Teori Sosial Multikultural

Hal lain yang melatar belakangi pendidikan multikultural adalah adanya 3 (tiga) teori sosial yang dapat menjelaskan hubungan antar individu dalam masyarakat dengan beragam latar belakang agama, etnik, bahasa, dan budaya. Menurut Ricardo L. Garcia. ketiga teori sosial tersebut adalah: (1) Melting Pot I: Anglo Conformity, (2) Melting Pot II: Ethnic Synthesis, dan (3) Cultural Pluralism: Mosaic Analogy.

Ketiga teori tersebut populer dengan sebutan teori masyarakat majmuk (communal theory)

5

(10)

1. Melting Pot I: Anglo Conformity

berpandangan bahwa masyarakat yang terdiri dari individu- individu yang beragam latar belakang agama, etnik, bahasa, dan budaya, harus disatukan ke dalam satu wadah yang paling dominan. Teori ini melihat individu dalam masyarakat secara hirarkis, yaitu kelompok mayoritas dan minoritas. Misalnya, bila mayoritas individu dalam suatu masyarakat adalah pemeluk agama Islam, maka individu lain yang memeluk agama non-Islam harus melebur ke dalam Islam. Bila yang mendominasi suatu masyarakat adalah individu yang beretnik Jawa, maka individu lain yang beretnik non-Jawa harus mencair ke dalam etnik Jawa, dan demikian seterusnya.Teori ini hanya memberi peluang kepada kelompok mayoritas untuk menunjukkan identitasnya. Sebaliknya, kelompok minoritas tidak memperoleh hak untuk mengekspresikan identitasnya. Identitas disini bisa berupa agama, etnik, bahasa, dan budaya.

2. Melting Pot II: Ethnic Synthesis

Karena teori pertama tidak demokratis, maka muncul teori kedua, yaitu Melting Pot II: Ethnic Synthesis. Teori yang dipopulerkan oleh Israel Zangwill ini memandang bahwa individuindividu dalam suatu masyarakat yang beragam latar belakangnya, disatukan ke dalam satu wadah, dan selanjutnya membentuk wadah baru, dengan memasukkan sebagian unsur budaya yangdimiliki oleh masing-masing individu dalam masyarakat tersebut. Identitas agama, etnik, bahasa, dan budaya asli para anggotanya melebur menjadi identitas yang baru, sehingga identitas lamanya menjadi hilang. Bila dalam suatu masyarakat terdapat individuindividu yang beretnik Jawa, Sunda, dan Batak, misalnya, maka identitas asli dari ketiga etnik tersebut menjadi hilang, selanjutnya membentuk identitas baru. Islam Jawa di kraton dan masyarakat

(11)

sekitarnya yang merupakan perpaduan antara nilai-nilai Islam dan nilai- nilai kejawen adalah salah satu contohnya. Teori ini belum sepenuhnya demokratis, karena hanya mengambil sebagian unsur budaya asli individu dalam masyarakat, dan membuang sebagian unsur budaya yang lain 3. Cultural Pluralism: Mosaic Analogy

Mengingat teori kedua belum sepenuhnya demokratis, lalu muncul teori ketiga, yaitu Cultural Pluralism: Mosaic Analogy Teori yang dikembangkan Berkson ini berpandangan bahwa masyarakat yang terdiri dari individu-individu beragam latar belakang agama, etnik, bahasa, dan budaya, memiliki hak mengekspresikan identitas budayanya secara demokratis. Teori ini tidak meminggirkan identitas budaya tertentu, termasuk identitas budaya kelompok minoritas sekalipun. Bila dalam suatu masyarakat terdapat individu pemeluk agama yang beragam, maka semua pemeluk agama tersebut diberi peluang untuk mengekspresikan identitas keagamaannya masing-masing. Bila individu dalam suatu masyarakat berlatar belakang budaya Jawa, Madura, Betawi, dan Ambon, misalnya, maka masing-masing individu berhak menunjukkan identitas budayanya, bahkan diizinkan untuk mengembangkannya. Masyarakat yang menganut teori ini, terdiri dari individu yang sangat pluralistik, sehingga masing-masing identitas individu dan kelompok dapat hidup dan membentuk mosaik yang indah.

B. Konsep Pendidikan Multikultural

Ketika membahas multikultural atau studi budaya lainnya, maka konsep ethic dan emic akan selalu muncul

Ethic adalahsudut pandang dalam mempelajari budaya dari luar sistem budaya itu, dan merupakan pendekatan awal dalam mempelajari suatu sistem budaya asing. Sementara emic sebagai sudut pandang merupakan studi perilaku

7

(12)

dari dalam sistem budaya tersebut. Ethic adalah aspek kehidupan yang muncul konsisten pada semua budaya, emic adalah aspek kehidupan yang mmuncul dan benar hanya pada satu budaya tertentu. Jadi, ethic menjelaskan universalitas suatu konsep kehidupan, sedangkan emic menjelaskan keunikan dari sebuah konsep budaya

Pemahaman kedua konsep ini sangat penting dan menjadi dasar dalam memahami budaya dalam Pendidikan Multikultural. Sebuah perilaku manusia kita akui kebenarannya sebagai sebuah ethic, maka dapat dikatakan bahwa perilaku tersebut universal termasuk kebenarannya. Misalnya, ekspresi tertawa pada semua budaya adalah untuk mengekspresikan rasa senang. Sebaliknya, sebuah perilaku atau nilai hanya diketemukan pada satu budaya dan hanya benar pada budaya tersebut, dalam studi Pendidikan Multikultural tidak boleh digeneralisasi. Misalnya, Suku Dayak di Kalimantan yang memenggal kepala setiap musuh yang dibunuh atau Suku Indian yang mengambil kulit kepala dari musuhnya yang telah meninggal adalah salah satu perilaku emic yang khas dan benar hanya pada budaya tersebut. Perilaku khas Suku Dayak itu tidak dapat digeneralisir dalam analisa untuk menjelaskan perilaku seluruh suku di Indonesia.

1. Konsep Pendidikan Mulrikultural Menurut Banks

Banks menjelaskan bahwa pendidikan multikultural sebagai sebuah ide atau konsep berupaya menegakkan bahwa semua peserta didik harus memiliki kesempatan yang sama untuk belajar tanpa memperhatikan ras, etnis, kelas sosial, atau gender yang melekat dalam diri mereka. Pendidikan multikultural juga sebagai gerakan reformasi pendidikan yang berusaha mereformasi sekolah yang memberikan kesempatan belajar yang sama kepada semua peserta didik.

Banks menyatakan bahwa pendidikan multikultural dapat dikonsepsikan atas lima dimensi :

(13)

a. Integrasi konten ; pemaduan konten menangani sejauh mana guru menggunakan contoh dan konten dari beragam budaya dan kelompok untuk menggambarkan konsep, prinsip, generalisasi serta teori utama dalam bidang mata pelajaran atau disiplin mereka

b. Proses penyusunan pengetahuan; sesuatu yang berhubungan dengan sejauh mana guru membantu siswa paham, menyelidiki, dan untuk menentukan bagaimana asumsi budaya yang tersirat, kerangka acuan, perspektif dan prasangka di dalam disiplin mempengaruhi cara pengetahuan disusun di dalamnya

c. Mengurangi prasangka; dimensi ini fokus pada karakteristik dari sikap rasial siswa dan bagaimana sikap tersebut dapat diubah dengan metode dan mater pengajaran.

d. Pedagogi kesetaraan; pedagogi kesetaraan ada ketika guru mengubah pengajaran mereka ke cara yang akan memfasilitasi prestasi akademis dari siswa dari berbagai kelompok ras, budaya, dan kelas sosial

e. Budaya sekolah dan struktur sekolah yang memberdayakan; praktik pengelompokan dan penamaan partisipasi olah raga, prestasi yang tidak proporsional, dan interaksi staf, dan siswa antar etnis dan ras.

Konsepsi mengenai pendidikan multikultural banyak ditemui dalam berbagai literatur dan ditemukan pengertian yang beragam pula, namun pada dasarnya terdapat dua kekuatan utama yang berpengaruh atau yang mendorong dilaksanakannya pendidi kan tersebut yaitu keanekaragaman dan n ilai keadilan.

Di samping itu, bertujuan untuk rnencegah ancaman desintegrasi sosial yang disebabkan oleh dampak negatif etnisitas.

Pendidikan multikultural meliputi tiga hal yakni ide atau konsep, gerakan reformasi pendidikan, dan suatu proses. Tiga hal tersebut merupakan konseptualisasi pendidikan multikultural, yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria dan wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras,

9

(14)

etnis, dan kultur yang bermacam-macam akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah.

Cummins and Sayers memberikan konsep pendidikan multikultural sebagai suatu upaya untuk menciptakan pemahaman dan penghargaan antar sesama manusia dari semua etnis. Pendidikan multikultural menitikberatkan kepada penilaian dan pemahaman budaya lain.

Beberapa konsep pendidikan multikultural menurut Geneva Gay didefinisikan atas karakteristik kultural dari kelompok-kelompok yang berbeda, sementara yang lain dititikberatkan pada masalah-masalah sosial (seperti:

tekanan, kekuatan politik, realokasi sumber-sumber ekonomi).

Bennet dalam Tilaar menyatakan bahwa konsep pendidikan multikultural meliputi dua hal. Pertama, nilai-nilai inti (core values) dari pendidikan multikultural. Kedua, tujuan pendidikan multikultural.

Dari definisi di atas, yang diberikan Banks dan kedua dari Cummins, Jim, Dennis Sayers, dan Geneva Gay terdapat tiga karakteristik konsep pendidikan multikultural. Pertama, pendidikan multikultural diartikan sebagai upaya untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan; Kedua, pendidikan multikultural dimaknai sebagai upaya pengakuan, penerimaan, pemahaman, dan penghargaan atas sesama manusia. Keduanya berangkat dari kenyataan bahwa setiap orang memiliki latar belakang kultural dan sosial yang berbeda-beda; dan Ketiga, pendidikan multikultural dikaitkan dengan kekuasaan politik dan masalahmasalah sosial.

2. Konsep pendidikan multikultural atas lima dimensi, a. Dimensi integrasi isi/materi (content integration).

Dimensi ini berkaitan dengan upaya untuk menghadirkan aspek kultur yang ada ke ruang-ruang kelas. Seperti pakaian, tarian, kebiasaan, sastra, bahasa, dan sebagainya. Dengan demikian, diharapkan akan mampu mengembangkan kesadaran pada diri siswa akan kultur milik kelompok lain. Menurut Banks, konsep atau nilai-

(15)

nilai tersebut dapat diintegrasikan ke dalam materi-materi, metode pembelajaran, tugas/latihan, maupun evaluasi yang ada dalam buku pelajaran.

b. Dimensi konstuksi pengetahuan (knowledge construction).

Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk memahami dan merekonstruksi berbagai kultur yang ada. Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mengenal, menerima, menghargai, dan merayakan keragaman kultural.

c. Dimensi pendidikan yang sama/adil (an equity paedagogy)

Dimensi ini menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya (culture) ataupun sosial (social).

d. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice reduction).

Dimensi ini sebagai upaya agar para siswa menghargai adanya berbagai kultur dengan segala perbedaan yang menyertainya.

Menurut Hilda Hernandez, mengungkapkan sangat penting adanya refleksi budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status sosial ekonomi, dalam proses pendidikan multikultural.

e. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan stuktur sosial (Empowering school culture and social stucture)

Dimensi ini merupakan tahap dilakukannya rekonstruksi baik struktur sekolah maupun kultur sekolah. Hal tersebut diperlukan untuk memberikan jaminan kepada semua siswa dengan latar belakang yang berbeda agar mereka merasa mendapatkan pengalaman dan perlakuan yang setara dalam proses pembelajaran di sekolah.

11

(16)

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan

Secara etimologis, pendidikan multikultural dibentukdari dua kata yakni pendidikan dan multikultural. Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya mengembangkan diri seseorang pada tiga aspek dalam kehidupannya, yakni pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Multikultural adalah keberagaman budaya yang menggambarkan kesatuan berbagai kelompok sosial, kebudayaan, dan suku bangsa yang berbeda dalam suatu negara.

Teori Pendidikan Multikultural Menurut Para Ahli 1. Horace Kallen

2. James A. Banks 3. Bill Martin

4. Martin J. Beck Matustik 5. Judith M.Green

6. Paulo Freire 7. Azyumardi Azra

Konsep Pendidikan Mulrikultural Menurut Banks

Banks menyatakan bahwa pendidikan multikultural dapat dikonsepsikan atas lima dimensi :

1. Integrasi konten

2. Proses penyusunan pengetahuan 3. Mengurangi prasangka

4. Pedagogi kesetaraan

5. Budaya sekolah dan struktur sekolah yang memberdayakan

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, Rossi. 2016. Desain Pembelajaran Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar Kalijaga Yogyakarta.

Suryana, Yaya, & Rusdiana. (2015). Pendidikan Multikultural Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bangsa Konsep, Prinsip Dan Implementasi. Bandung:

CV Pustaka Mulia

Retnani, Dwi. (2023). Pendidikan Multikultural. Bojongsari: Eureka Media Aksara Tutuk, Ningsih,. (2019). Pendidikan Multikultural. Jogjakarta: Pustaka Senja Khairiah,, Hj,. Multikultural Dalam Pendidikan Islam

Tutuk, Ningsih,. (2019). Pendidikan Multikultural. Jogjakarta: Pustaka Senja

Wulandari, Taat. (2020). Konsep Dan Praksis Pendidikan Multikultural. Jogjakarta:

UNY Press

Hepni. (2020). Pendidikan Islam Multikultural Telaah Nilai, Strategi, Model Pendidikan Di Pesantren. Jogjakarta: Lkis

Pahrudin, Agus., Syafrimen, & Juabdin, Heru. (2017). Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural: Perjumpaan Berbagai Etnis Dan Budaya.

Lampung: Pustaka Ali Imron.

13

Referensi

Dokumen terkait

Standar Kompetensi : Mahasiswa menganalisis dan menjelaskan secara sistematis dan benar pendidikan demokrasi dan pendidikan multikultural sebagai salah satu bentuk

Pada pembelajaran seni budaya berbasis pendidikan multikultural terdapat tiga aspek yang nantinya akan dapat mensukseskan pendidikan multikultural, ketiga aspek

keterpaduan sosial dalam masyarakat kota Salatiga, hal inilah yang menjadi salah satu. faktor yang melatar belakangi lahirnya forum persaudaraan antar etnis di

Pada pembelajaran seni budaya berbasis pendidikan multikultural terdapat tiga aspek yang nantinya akan dapat mensukseskan pendidikan multikultural, ketiga aspek

Priyatna (2013: 70) menjelaskan bahwa interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang dinamis antara individu dan individu, antara individu dan kelompok, atau antara

Dengan pendekatan multiskala, kurikulum tersebut tetap menjadi acuan, namun dalam inplementasinya pada pendidikan sekolah di Kalimantan Barat, dimensi - dimensi

berbasis pendidikan multikultural dapat dikembangkan baik dengan basis teori behavioristik, kognitif, maupun konstruktivistik. Tinggal bagaimana guru dan siswa

LANDASAN TEORI Teori Pengertian pendidikan multikultural Menurut Hilda Hernandez dalam Mahfud 2010:168, mengartikan pendidikan multikultural sebagai pengakuan terhadap realitas