Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kesesuaian kantin sehat di sekolah dasar di kecamatan Medan Belawan tahun 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan pengelola kantin (Pv=0,014). sikap pengelola kantin (Pv=0.003), pergantian kantin bulanan (pv=0.010), pengawasan internal (pv=0.10) dan pengawasan eksternal (pv=0.002) dengan kesesuaian kantin sehat. Sedangkan faktor yang berhubungan dengan kesesuaian kantin sehat erat kaitannya dengan kebersihan sanitasi lingkungan sekitar.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kesesuaian kantin sehat pada sekolah dasar di Kecamatan Medan Belawan. Hasil statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap pengelola kantin dengan kesesuaian kantin sehat di SD se-Kecamatan Medan Belawan (p=0,003 < 0,05). Namun keadaan di lapangan menunjukkan sebagian besar kantin di SDN Kecamatan Medan Belawan belum memenuhi kriteria kantin sehat.
Signifikansi hubungan omzet bulanan kantin dengan kesesuaian kantin sehat di SDN Kota Medan, dimana 62,2% responden mempunyai omset harian rendah yaitu ≤ Rp. Berdasarkan hasil distribusi frekuensi diperoleh sebagian besar responden tidak mendapat pengawasan internal dari pihak sekolah yaitu sebesar 63,6%, dan hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengawasan internal dengan kebugaran seseorang. kantin SD Kecamatan Medan Belawan (p=0.010 < .0 .05). Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan internal yang dilakukan sekolah akan menunjang terwujudnya kantin sehat.
Exp B) = 22,080 menunjukkan bahwa variabel pengetahuan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kesesuaian kantin sehat di SD Negeri Kecamatan Medan Belawan, artinya pengetahuan pengelola kantin yang baik mempunyai kecenderungan meningkatkan kesesuaian kantin sehat sebesar 22.080 kali lebih besar dibandingkan pengetahuan pengelola kantin yang hilang.
ARTIKEL PENELITIAN
Tingkat Hygiene Penjamah Makanan di Pelabuhan Kelas I Medan dan Faktor yang
Mempengaruhi
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p-value = 0,578 (p > 0,05), hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin penjamah makanan dengan higiene penjamah makanan. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p-value = 0,484 (p > 0,05), hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara lama kerja penjamah makanan dengan higiene penjamah makanan. Hubungan Kelompok Umur Dengan Higiene Penjamah Makanan Di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Tahun 2017.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p-value = 0,000 (p < 0,05), hal ini menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan penjamah makanan dengan higiene penjamah makanan. Hasil uji statistik dengan uji chi-square diperoleh p-value = 0,000 (p < 0,05), hal ini menunjukkan ada hubungan antara sikap penjamah makanan dengan higiene penjamah makanan. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p-value = 0,007 (p < 0,05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tindakan penjamah makanan dengan higienitas penjamah makanan.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p-value = 0,470 (p > 0,05), hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kelompok umur penjamah makanan dengan higiene penjamah makanan. 10 Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan nilai p = 0,007 (p < 0,05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tindakan penjamah makanan dengan higienitas penjamah makanan.
Hubungan Suhu dan Kelembaban dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Petugas
Beberapa pekerja kantoran mungkin merasa lega ketika memasuki ruangan dingin dan berhenti menghirup asap dari luar. Keadaan dimana penghuni gedung mengeluhkan gangguan kesehatan dan kenyamanan yang timbul selama berada di dalam gedung, namun gejalanya tidak spesifik dan tidak dapat diketahui penyebabnya disebut Sick Building Syndrome (SBS). Rumah Sakit sebagai salah satu institusi kesehatan harus menyadari bahwa lingkungan kantor sangat mempengaruhi kesehatan para pekerjanya, karena selain sebagai sarana kesembuhan pasiennya juga diharapkan dapat mencegah berbagai permasalahan kesehatan yang mungkin timbul bagi seluruh karyawannya. pekerja selama mereka berada di rumah sakit sebagai lingkungan kerja mereka.
Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap hubungan suhu dan kelembaban dengan keluhan SBS pada bulan Januari 2018 di RS Swasta X Depok dengan sampel seluruh petugas administrasi sebanyak 48 orang dengan menggunakan metode cross sectional. Hasil survei menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p-value 0,036 dengan OR 4,0) antara suhu dalam ruangan dengan keluhan pekerja terhadap SBS. Kami berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada pihak manajemen rumah sakit untuk lebih memperhatikan ruang dan kenyamanan saat bekerja di dalam ruangan.
The modern world allows an increase in the percentage of workers who work in the office. When this trend continues, exposure to the office environment will greatly affect the health and productivity of workers. Some office workers may feel relieved when they step into an air-conditioned room and stop inhaling fumes from outside.
Without realizing it, the air they breathe in the office can be more dangerous to their health. The situation where building occupants complain of health and comfort problems that occur while staying in a building, but the symptoms are not specific and the cause is not identified as Sick Building Syndrome (SBS). The hospital, as one of the healthcare institutions, must be aware that the office environment has a great impact on the health of its employees, as it is not only expected to be a vehicle for healing for patients, but also expected to is able to prevent various health problems that may arise. to all employees while they stay in the hospital as their working environment.
This research was conducted to reveal the relationship between temperature and humidity with SBS complaints in January 2018 at Private X Hospital in Depok with a sample of 48 administrative staff using a cross-sectional method. The results showed that there was a significant association (p-value 0.036 with OR 4.0) between room temperature with SBS complaints in workers. It is hoped that this research will be an input for the hospital management to pay more attention to facilities and working comfort in the room.
Administrasi Rumah Sakit Swasta X
Sick Building Syndrome (SBS) dikenal sebagai masalah kesehatan kerja yang berkaitan dengan kualitas udara dalam ruangan dan buruknya ventilasi di gedung perkantoran. Di seluruh dunia, 2,7 juta orang meninggal karena polusi udara, 2,2 juta di antaranya disebabkan oleh polusi udara dalam ruangan.1. Sebuah penelitian di Amerika menyimpulkan bahwa 4.449 responden dari 27 gedung perkantoran yang menggunakan pendingin ruangan (AC) mengalami gejala SBS akibat kualitas udara dalam ruangan yang buruk.
Kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, jumlah karbon dioksida di udara, polusi udara, sirkulasi udara dan rasio udara luar terhadap udara yang disirkulasikan.2. Sedangkan kondisi udara yang panas dapat menurunkan prestasi kerja dan mempengaruhi kenyamanan penghuni gedung di dalam ruangan. 3 Suhu ruangan secara langsung dapat mempengaruhi saraf sensorik selaput lendir dan kulit serta dapat memberikan respon neurosensori tidak langsung yang mengakibatkan perubahan sirkulasi darah. Di Indonesia, kekhawatiran terhadap SBS mulai muncul, dalam lampiran Standar K3 Kantor dijelaskan bahwa gangguan kesehatan SBS disebabkan oleh kualitas ruangan yang buruk seperti ventilasi yang buruk, kelembapan yang terlalu rendah/tinggi, suhu ruangan yang terlalu panas. /dingin, debu, jamur, polusi udara kimia, dll. akan terjadi jika pekerjaan, peralatan dan lingkungan kerja tidak dirancang dengan baik.
Misalnya, orang lanjut usia dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah lebih mungkin mengalami keluhan SBS. Variabel terikatnya adalah keluhan SBS, kemudian hasil pengukurannya dianalisis untuk memperoleh hubungan antar variabel. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rasa kantuk dan sulit berkonsentrasi pada pekerja kantoran antara lain suhu, kelembapan, aliran udara, dan pencahayaan.
Distribusi gejala responden dengan keluhan SBS di RS Swasta X di Depok Gejala Jumlah penderita keluhan SBS. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara suhu ruangan dengan keluhan SBS pada karyawan (p-value 0,036). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban dalam ruangan dengan keluhan SBS pada pekerja (p-value 0,539).
Orang lanjut usia dengan daya tahan tubuh lemah lebih mungkin mengalami keluhan SBS. Suhu dan kelembaban dalam ruangan merupakan 2 (dua) hal penting yang harus diperhatikan untuk menjaga produktivitas kerja. Sick Building Syndrome” Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Persahabatan Jakarta: CDK-189/vol.39 No.1.
Studi Komparatif Prenatal Yoga dan Senam Hamil terhadap Kesiapan Fisik
Fini Fajrini 2 , Noor Latifah 3
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta Email : [email protected], [email protected], [email protected].
Analisis Hubungan Iklim (Curah Hujan,
Kelembaban, Suhu Udara dan Kecepatan Angin) dengan Kasus ISPA di DKI Jakarta
Tahun 2011 – 2015
Nining Arini 2 , Abdullah Syafei 3
2.3 Bachelor of Public Health Science Program, Advanced Indonesian College of Health Sciences HZ-gebouw Jalan Harapan Nr. 50 Lenteng Agung Zuid-Jakarta Postcode 1260 Tel.
Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) terhadap Status Gizi Balita
Hasil uji chi-square menunjukkan kelima indikator Kadarzi dan perilaku Kadarzi berpengaruh terhadap status gizi balita berdasarkan indeks BB/U. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan kelima indikator Kadarzi dan perilaku Kadarzi mempunyai nilai korelasi positif dengan gizi balita menurut indeks BB/U. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya korelasi positif antara kelima indikator Kadarzi dan perilaku Kadarzi dengan gizi balita menurut indeks TB/U.
Artinya semakin baik perilaku Kadarzi maka semakin baik pula status gizi balita menurut indeks TB/U. Artinya perilaku pemberian ASI eksklusif mempunyai pengaruh paling besar terhadap status gizi balita menurut indeks TB/U. Gambaran status gizi balita menurut indeks TB/U berdasarkan lima indikator Kadarzi dan perilaku Kadarzi dijelaskan pada Tabel 5.
Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku teratur menimbang berat badan dengan status gizi balita. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya korelasi positif antara rutin menimbang berat badan dengan status gizi balita, baik menurut indeks BW/U maupun TB/U. Anak dengan status gizi baik pada keluarga yang memberikan ASI eksklusif lebih banyak dibandingkan dengan keluarga yang tidak memberikan ASI eksklusif.
Di sisi lain, balita dengan status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada keluarga yang tidak memberikan ASI eksklusif. Hasil uji chi square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara perilaku memberikan ASI eksklusif dengan status gizi balita. Hasil uji chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi kapsul vitamin A dengan status gizi balita.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara perilaku keluarga sadar gizi terhadap status gizi balita baik menurut indeks BB/U maupun indeks TB/U (p<0,05). Hasil uji korelasi spearman menunjukkan konsumsi makanan yang berbeda mempunyai pengaruh paling besar terhadap status gizi balita menurut indeks BB/U. Indikator Kadarzi yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap status gizi balita menurut indeks TB/U adalah pemberian ASI eksklusif.