• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal PPKn Vol. 9 No. 1 Januari 2021

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Jurnal PPKn Vol. 9 No. 1 Januari 2021"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

69

AKTUALISASI NILAI–NILAI KARAKTER BANGSA

DALAM ORGANISASI KEMASYARAKATAN: PERSPEKTIF PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Ascosenda Ika Rizqi

1*

, Sapriya

2

1

Mahasiswa pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

2

Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

*Email: senda.air@gmail.com

Abstract: Indonesia right now is like losing local wisdom that becomes the character building aspect; the education of character that refers to the character of nations so that it can be built through existing cultures in society. Also, how implementation of national character values can be implemented within socially-based organizations. Such in Pasuruan City, the small public organizations certainly always receive upgrading and orientation from the politic and national entities of Pasuruan City every year. Moreover, unofficial public organizations are so important to reform and orient deeper in order to make values-the value of national character especially in Pasuruan City can be understood and mitigate the impact of society.

Keywords: National Character, Community Organization, Pasuruan City

PENDAHULUAN

Efendi (2015) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan kehidupan masyarakat dan juga sebagai dinamisator masyarakat itu sendiri, sehingga harapannya pendidikan menjadi status quo bagi pijakan dalam masyarakat, walaupun jika berbicara mengenai pendidikan tidak sedikit persoalan yang mendasarinya terutama di era pandemi COVID–19 saat ini, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi pembentukan karakter manusia pada dasarnya. Pendidikan Karakter juga sudah menjadi permasalahan di berbagai negara termasuk di Indonesia.

Adanya pandangan pro dan kontra telah mewarnai pendidikan karakter sejak lama yang seharusnya Pendidikan karakter menjadi tugas sekolah namun dalam implementasinya kurang mendapatkan perhatian, hal ini juga dijelaskan oleh Lickona (2013:9) bahwa berkembangnya penyakit sosial di tengah masyarakat seperti rusaknya dan mundurnya moral, akhlak dan etika juga disebabkan karena kurangnya perhatian terhadap keberhasilan implementasi Pendidikan karakter.

Permasalahan Pendidikan karakter menurut Latif (2018:281) tercermin melalui verbalisme dengan lalu lintas komunikasi satu arah, beberapa bentuk pendidikan budi

pekerti juga diberikan terfragmentasi dalam bentuk pelajaran khusus tanpa diupayakan terintegrasi ke dalam keseluruhan mata pelajaran dan pembelajaran terutama dalam dunia nonformal yang pada akhirnya menumpulkan kapasitas moral judgement, selain itu pendidik juga memberikan prinsip moral umum secara satu arah tanpa melibatkan partisipasi peserta didik guna bertanya dan mengajukan pengalaman empiriknya.

Terlihat jelas bahwa implementasi Pendidikan karakter termasuk saat ini di Indonesia terutama di tengah–tengah kondisi pandemi Covid–19 tidak sedikit permasalahan yang dihadapi oleh negeri ini, mulai dari tidak tertib atau tidak patuhnya menjalankan aturan protokol kesehatan, adanya perlawanan dari masyarakat terhadap alat negara, tenaga medis serta tenaga kesehatan dalam menjalankan protokol kesehatan, maraknya tawuran antar pelajar dan kejahatan yang terjadi di tengah pandemi, inilah salah satu contoh bahwa pendidikan karakter masih terdapat rintangan terjal dalam implementasinya di lapangan.

Kelemahan nyata Pendidikan karakter tersebut menurut Latif (2018) karena bangsa Indonesia menghadapi masalah besar yaitu bangsa yang korup

(2)

70

dengan moralitas yang lembek, jika hal ini tetap berlanjut dalam arti jatuhnya karakter bangsa maka akan dipastikan bahwa bangsa akan kehilangan segalanya.

Wibowo (2013:3) juga menjelaskan bahwa Indonesia sekarang ini seperti kehilangan kearifan lokal yang menjadi character building sejak beberapa puluh tahun lalu, beberapa contoh maraknya tawuran antar pelajar, demonstrasi yang berujung ricuh, kasus Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang seakan di bungkam oleh media terutama di tengah arus pandemi COVID-19 saat ini seakan menjadi pemandangan sehari–hari yang bisa kita saksikan melalui media cetak maupun media elektronik. Lonto dan Pangalila (2019:146) juga menjelaskan terkait lemahnya karakter yang dapat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu:

In the National Character Development Master Design, it was emphasized that there was uncertainty about identity and national character which led to: (1) the disorientation and inadequacy of Pancasila values as the philosophy and ideology of the nation, (2) the limitations of integrated policy tools in realizing essential values Pancasila, (3) the shifting of ethical values in the life of nation and state, (4) waning awareness of national cultural values, (5) threat of national disintegration, and (6) weakening of national independence

Penjelasan di atas menegaskan bahwa ada beberapa komponen yang menyebabkan ketidakpastian identitas dan karakter bangsa, diantaranya adalah:

disorientasi dan ketidakmampuan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah dan ideologi bangsa, keterbatasan kebijakan integrasi guna mewujudkan nilai esensial Pancasila, adanya pergeseran nilai etika dalam kehidupan bangsa dan negara, memudarnya nilai budaya bangsa, adanya ancaman disintegrasi bangsa dan melemahnya kemandirian bangsa.

Pembinaan karakter bangsa dengan nilai–nilai luhur Pancasila bertujuan agar

bangsa Indonesia mampu bersikap dan bertingkah laku dengan sepatutnya sehingga mampu mengantar bangsa menuju kesuksesan hidup sesuai dengan cita–cita bangsa Indonesia terutama generasi muda saat ini agar terus memperjuangkan nilai luhur Pancasila agar dapat dirasakan kehadirannya dalam implementasi dan aktualisasi kehidupan sehari-hari. Kaelan (2014:13) menegaskan melalui penjelasan bahwa:

Pancasila as way of life serves as a direction, purpose and orientation of life, drawn to ourselves each man, continues and extends the form a unit with nature and proceeds on his way closer to the creator. In the spiritual dimension and the basis of the sanctity

“qalbu”, clarity of conscience, every man able and very easy to understand and embrace the values of Pancasila. Based on the belief about the truth of the Pancasila, the human will in turn moved to always put pancasila is honored, among other, as the paradigm of science.

Pendapat tersebut menjelaskan bahwa Pancasila seyogyanya digunakan sebagai pedoman hidup, arah dan tujuan yang ditujukan kepada diri kita masing- masing, artinya bahwa Pancasila harus hidup dimulai dari diri kita sendiri dan terlihat nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Mulyono dalam Sumarto (2018) juga menjelaskan bahwa Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara terbentuk sebagai hasil kesepakatan politik para pendiri bangsa ketika mendirikan Indonesia yang merdeka. Pancasila hadir sebagai ideologi di tengah konflik antara kapitalisme dan komunisme, Pancasila tidak berorientasi kepada individualisme, kolektivisme maupun penganut paham teokrasi dan sekuler, akan tetapi Pancasila memposisikan diri sebagai konsep ilmiah, rasional dan kritis yang mendukung perdamaian dunia dan peningkatan kesejahteraan, keadilan serta kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 alinea 4 sebagai cita–

cita luhur bangsa Indonesia.

(3)

71

Pertanyaannya adalah mengapa pendidikan karakter yang telah di implementasikan sejauh ini di dalam pendidikan formal ternyata belum maksimal, lalu bagaimana implementasi nilai-nilai karakter bangsa dapat di implementasikan dalam organisasi sosial berbasis masyarakat? Sebagai bahan pertimbangan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dilakukan melalui Pendidikan formal dan Pendidikan masyarakat melalui organisasi sosial.

Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat 2 tahun 2003 dan UU Pendidikan Tinggi nomor 12 tahun 2012 dijelaskan bahwa Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan menjadi mata pelajaran dan mata kuliah wajib di jenjang Pendidikan formal, hal ini menjadi kunci bahwa muatan materi Pendidikan Pancasila dan Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya sebatas teori di dalam kelas namun dalam praktiknya dapat di aktualisasikan ke dalam kegiatan–kegiatan kemasyarakatan dalam hal ini bagaimana keterlibatan aktif masyarakat (civic engagement) serta budaya masyarakat (civic culture) dapat berjalan beriringan melalui organisasi sosial berbasis masyarakat.

Merujuk hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pasuruan tahun 2019 dan kajian Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Pasuruan tahun 2019 menunjukkan banyak sekali organisasi masyarakat yang ada di kota pasuruan, dari sekian banyak organisasi kemasyarakatan tersebut yang terdaftar secara resmi di bakesbangpol hanya sedikit, artinya pemerintah kota pasuruan hanya mengakui keberadaan organisasi kemasyarakatan di kota pasuruan yang sedikit tersebut.

Organisasi kemasyarakatan yang terdaftar di bakesbangpol tersebut dapat dipastikan setiap tahunnya selalu mendapatkan pembinaan dan orientasi dari bakesbangpol kota pasuruan, sehingga harapannya dengan adanya perhatian dari pemerintah kota pasuruan ada sinergitas antara organisasi masyarakat dan pemerintahan, karena salah satu tugas dari organisasi kemasyarakatan adalah menjadi jembatan antara pemerintah daerah dengan masyarakat.

organisasi kemasyarakatan yang tidak mendapatkan ijin resmi dari bakesbangpol inilah yang menjadi perhatian tersendiri di kota pasuruan sehingga perlu adanya pembinaan dan orientasi yang lebih mendalam agar nilai–nilai karakter kebangsaan terutama di kota pasuruan dapat dipahami dan mengurangi benturan yang terjadi di masyarakat.

Aspek penting yang hendaknya mendapatkan perhatian dalam berorganisasi terutama dalam organisasi kemasyarakatan adalah pendidikan karakter bagi anggota organisasi kemasyarakatan yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi sorotan.

Inilah yang menjadi pertimbangan bahwa organisasi masyarakat selain menjadi jembatan antara pemerintah daerah dengan masyarakat juga harus memberikan teladan yang baik bagi masyarakat terutama di wilayah kota pasuruan.

NILAI-NILAI KARAKTER

Kedudukan nilai karakter dalam sistem pendidikan di Indonesia memiliki tempat yang strategis. Hal ini dapat diidentifikasi dari tujuan pendidikan nasional bahwa nilai merupakan inti dari proses pendidikan (UU No. 20 Tahun 2003). Selain itu, nilai-nilai karakter yang ada dalam tujuan pendidikan nasional diperoleh pula dari kebudayaan daerah serta kebiasaan yang telah lama terpelihara dan terjaga dari satu generasi ke generasi berikutnya. Membentuk nilai tentunya tidak langsung berwujud dalam waktu singkat, namun dibutuhkan sebuah usaha yang tidak sebentar serta membutuhkan suatu program yang tepat dan terencana dengan baik.

Mulyana (2011:106) menjelaskan mengenai Pendidikan bahwa

tujuan dari Pendidikan adalah menghasilkan kepribadian manusia secara matang baik secara intelektual, emosional dan spiritual, salah satu komponen esensial tersebut berupa nilai (values) dan kebajikan (virtues).

Nilai menurut Mustari Mustafa (2011:15) berasal dari Bahasa asing yaitu value, dalam kehidupan sehari–hari, nilai merupakan sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Dalam pembahasan ini nilai

(4)

72

merupakan kualitas yang berbasis moral.

Menurut Muhaimin (1993:190) menjelaskan bahwa “value is determination or quality of an object which involves any sort or appreciation or interest” Artinya bahwa “Nilai merupakan suatu penetapan, atau suatu kualitas objek yang menyangkut segala jenis apresiasi atau minat”.

Membicarakan nilai Hofstede (1980:19) juga menjelaskan bahwa nilai itu sebagai a broad tendency to prefer certain states of affairs over others, yang artinya nilai itu sangat luas daripada sesuatu yang lain, disamping itu Hofstede dalam Ndraha (2005:29) juga menjelaskan bahwa

A value is a conception, explicit or implicit, distinctive of an individual or characteristic of a group, of the desirable which influences the selection from modes, means and ends of actions

Nilai berarti sebuah konsep baik secara gamblang maupun secara khas setiap individu maupun kelompok yang diinginkan guna mempengaruhi sebuah pilihan. Adapun beberapa nilai–nilai karakter menurut Snook dalam Aspin (2007:81) menjelaskan bahwa nilai–nilai karakter diterjemahkan sebagaimana berikut:

1. Care and Compassion

2. Doing Your Best (Menjadi yang Terbaik)

3. Fair Go

4. Freedom (Merdeka atau Kebebasan) 5. Honesty and Trustworthiness (Kejujuran

dan Dapat Dipercaya) 6. Integrity (Integritas) 7. Respect (Peduli)

8. Responsibility (Tanggung Jawab)

9. Understanding, Tolerance, and Inclusion (Pemahaman, Toleransi, dan Inklus)

Haidt (2012) juga menjelaskan mengenai nilai–nilai karakter sebagaimana berikut:

1. Care (Peduli) 2. Fairness (Keadilan) 3. Liberty (Kebebasan) 4. Loyalty (Kesetiaan)

5. Authority (Kewenangan) dan 6. Sanctity (Menjujung Nilai)

Menjelaskan mengenai nilai atau karakter terutama dalam pendidikan formal memang tidak dapat dikatakan berjalan sebagaimana mestinya, hal ini juga di perkuat oleh pendapat Aspin (2007) yang menjelaskan

values education in schools is unlikely to be successful (in fact may be positively miseducative) unless care is taken to set it in context.”

Dalam hal ini Aspin menjelaskan bahwa Pendidikan nilai yang dilaksanakan melalui Pendidikan formal dalam hal ini sekolah tidak mungkin dapat berhasil kecuali di atur sedemikian rupa, sehingga pendidik juga dapat berkontribusi dalam hal proses belajar mengajar.

Nilai–nilai seperti inilah yang seharusnya terpatri dalam masyarakat Kota Pasuruan yang notabene selain dikenal sebagai masyarakat pesisir juga dikenal sebagai salah satu kota santri.

NILAI–NILAI KARAKTER BANGSA Pasandaran (2017:2) menjelaskan bahwa nilai–nilai kebangsaan menjadi semakin penting bagi bangsa Indonesia dalam membangun serta memperkuat kehidupan masyarakat yang sangat pluralistik. Nilai-Nilai Kebangsaan menjadi sangat penting, di satu sisi yang lain terkait dengan realitas kemajemukan masyarakat, dalam realitas di masyarakat kita belum mampu membangun kehidupan bersama guna menghargai kemajemukan yang ada.

Kehidupan dan laporan media masa baik cetak maupun elektronik masih teramati kecenderungan semakin meluasnya konflik horisontal, kesenjangan ekonomi masyarakat dan antar daerah yang masih dirasakan, pengabaian atas hak–hak asasi manusia, lemahnya jaminan terhadap kebebasan beragama terhadap kelompok–

kelompok minoritas, rendahnya kesadaran dan penghormatan terhadap simbol–simbol negara, rasa keadilan masyarakat yang terusik, rasa ketenteraman masyarakat terusik dengan perilaku anarkistik ketika hendak berdemonstrasi.

Di pihak lain, nilai–nilai kebangsaan ini mempunyai peran yang sangat besar karena terkait dengan identitas diri sebagai masyarakat, bangsa dan negara

(5)

73

atau sebagai identitas kebangsaan. Identitas kebangsaan yang berisi nilai-nilai kebangsaan itu harus mendorong tumbuhnya rasa kebanggaan diri sebagai suatu bangsa. Identitas kebangsaan akan mendorong sikap dan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan itu.

Pembahasan tentang nilai-nilai kebangsaan memerlukan pemahaman bersama mengenai nilai. Nilai selalu akan menunjuk pada kualitas atau standar yang menjadi acuan untuk menyatakam sesuatu bernilai baik sikap, perilaku, ide ataupun gagasan, benda, peristiwa, ataupun produk.

Nilai-nilai tersebut memiliki fungsi untuk memberikan arah baik bagi individu, masyarakat, bangsa dan negara dan ataupun institusi. Aspin dan Judith (2007:34) mendefinisikan tujuan nilai sebagai berikut:

One of the aims of values education therefore will be to give us a knowledge of the rules which function in this locus and mode of relating to other people, and to seek to produce in us a grasp of its underlying principles, together with the ability to apply these rules intelligently, and to develop the settled disposition to do so

Nilai–nilai kebangsaan merupakan standar etik yang diakui, diterima, dan diyakini sebagai suatu yang baik dan benar oleh suatu masyarakat bangsa, dan negara.

Nilai-nilai itu tumbuh, berkembang dan menjadi a common spiritual and psychological sentiment sebagai ciri kebangsaan. Sebagai ciri kebangsaan, maka nilai-nilai kebangsaan akan mencerminkan jati diri, identitas bangsa atau nation identity. Nilai-nilai kebangsaan ini akan menjadi kekuatan motivasional bagi perilaku baik individu maupun sosial. Nilai- nilai kebangsaan yang kuat di dalam diri seorang atlit misalnya akan menjadi kekuatan motivasional untuk berprestasi, menjadi kekuatan motivasional untuk berkorban bagi bangsa dan negara. Nilai- nilai kebangsaan dengan demikian akan menjadi kekuatan suatu bangsa untuk memperkuat ketahanan, pembelaan dan pembangunan bangsa dan negara. Nilai- nilai kebangsaan dilandasi oleh sistem nilai yang dipercayai, yang telah teruji

kebenarannya melalui perjalanan sejarah suatu bangsa, negara, dan masyarakat.

Nilai-nilai itu apabila terinternalisasi melalui proses karakterisasi, akan menjadi karakter seseorang, masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai bangsa secara normatif, sosiologis, politis, dan kultural kita memiliki nilai-nilai kebangsaan yang tercermin di dalam nilai-nilai Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Binneka Tunggal Ika.

OGANISASI SOSIAL BERBASIS MASYARAKAT

Organisasi Sosial menurut Etzioni (1985) merupakan unit sosial (atau pengelompokan manusia) yang sengaja dibentuk atau dibentuk kembali dengan penuh pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam pembahasan yang lain organisasi sosial terbentuk guna memahami hubungan dalam suatu masyarakat, hal ini di ungkapkan oleh Brown dan Barnett (1942:34) yang menjelaskan:

In terms of the above argument, the concept of social organization comprehends the system of obligation-relations existing in a given society at a given time; this system of obligation-relations is most adequately evidenced by the commonly held sets of behavior anticipations.

Organisasi sosial merupakan kelompok sosial besar yang sederhana dimana jenjang kepemimpinan dan pemisahan peran diformalkan ke dalam urutan dan birokrasi yang ditentukan atau diatur dalam sebuah norma termasuk cara berkomunikasi yang menjadi sebuah aturan yang harus dijalankan. Tanpa sebuah manajemen organisasi yang jelas, sebuah kelompok sosial yang besar dapat menjadi kacau serta perkembangan organisasi dapat dilihat dari sebuah kualitas SDM, reaksi organisasi terhadap tugas dan kebutuhan anggotanya.

Organisasi masyarakat merupakan salah satu tanda bahwa suatu negara menerapkan prinsip demokrasi dan Hak Asasi Manusia karena dalam organisasi masyarakat mengenal adanya hak kebebasan berserikat (freedom of association), berkumpul (freedom of

(6)

74

assembly) dan mengeluarkan pendapat (freedom of expression), dimana ketiga kebebasan tersebut merupakan konsepkonsep yang terdapat di dalam Hak Asasi Manusia. Kebebasan untuk berorganisasi di Indonesia terdapat juga dalam ketentuan Pasal 28 E ayat 3 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menegaskan bahwa:

Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat Mendirikan sebuah organisasi di Republik Indonesia juga di tulis dalam Undang–Undang Nomor 39 tahun 1999 pasal 24 ayat 2 tentang Hak Asasi Manusia bahwa:

Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kebebasan tersebut di ataslah yang menjadi dasar bagi masyarakat untuk membuat suatu wadah agar dapat menyalurkan aspirasinya serta berperan aktif dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan dengan membentuk organisasi masyarakat. Wujud partisipasi masyarakat ini yang merupakan suatu upaya konkret dalam pengembangan demokrasi untuk dapat menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan, kebersamaan, dan kejujuran yang merupakan implementasi dalam menerapkan Hak Asasi Manusia.

Interaksi yang dilakukan oleh ormasormas yang memiliki kepentingan yang beragam ini yang akan menjadi suatu acuan dan dasar dalam menentukan arah dan kebijakan serta interaksi politik yang dipakai dalam negara Indonesia yang majemuk ini.

Organisasi masyarakat di Indonesia diharapkan mampu menampung serta mewujudkan kepentingan bersama yang berazaskan pancasila, sehingga semua masyarakat mendapatkan manfaat yang rill

dari keberadaan ormas. Dalam sejarahnya, tidak dapat di pungkiri bahwasanya, ormas memang memiliki konstribusi besar dalam penyelenggaraan negara, namun di lain sisi keberadaannya juga menimbulkan banyak kekhawatiran sehingga muncul berbagai macam pro dan kontra.

Menurut Undang–Undang nomor 17 tahun 2013 pasal 5 tentang organisasi kemasyarakatan, dijelaskan bahwa tujuan organisasi masyarakat adalah sebagaimana beikut:

a. Meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat

b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat

c. Menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

d. Melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika dan budaya yang hidup dalam masyarakat

e. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup

f. Mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat

g. Menjaga, memelihara dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa

h. Mewujudkan tujuan negara

Menambahkan mengenai fungsi organisasi menurut Undang–Undang No.17 tahun 2013 pasal 6, dijelaskan bahwa organisasi masyarakat berfungsi sebagai berikut:

a. Penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan organisasi

b. Pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi c. Penyalur aspirasi masyarakat

d. Pemberdayaan masyarakat e. Pemenuhan pelayanan sosial

f. Partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa

g. Pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dengan fungsi tersebut, Ormas bebas melakukan atau membuat program sendiri dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat dan tidak terlepas dari nilai- nilai dan norma yang berlaku dalam

(7)

75

masyarakat. Namun, Ormas merupakan bagian dari bentuk masyarakat sipil yang bersifat independen dan mengutamakan kepentingan publik. Kedua lembaga tersebut merupakan kumpulan dari organisasi-organisasi atau institusi-institusi yang menyuarakan kepentingan rakyat.

Karakteristik utama masyarakat sipil adalah di ranahnya yang berada antara keluarga dan negara, menikmati otonomi dari negara dan digerakkan oleh kesukarelawanan dari para anggota masyarakat (White 1994).

Peningkatan jumlah organisasi sosial seperti halnya di Kota Pasuruan Jawa Timur yang menyediakan berbagai pelayanan sosial tersebut patut diberi dukungan dan disambut gembira. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat kepedulian masyarakat dalam mengupayakan pelayanan sosial bagi warga ma-syarakat yang mengalami masalah dan memerlukan bantuan. Namun situasi kondusif terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisasi-organisasi sosial yang bergerak dalam usaha kesejahteraan sosial tersebut pada sisi lain memunculkan persoalan baru yaitu masih lemahnya kemampuan keorganisasian dan manaje-rial sebagai keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan sosial. Kemampuan dan keterampilan manajerial dan keorganisasian merupakan sebagian permasalahan dari sejumlah masalah penting yang dihadapi oleh sejumlah organisasi sosial tersebut.

Sebagian besar dari orga-nisasi sosial tersebut dikelola secara tradisional, dalam arti bahwa secara struktur serta penyelenggaraannya masih bercirikan tradisional yang didominasi dan dikelola secara „kekeluargaan‟ dengan dorongan

„altruistik‟ semata, padahal agar tercapainya pelayanan sosial yang efektif dan efisien adalah tidak cukup dengan hanya mengandalkan niat „baik‟ semata. Kondisi budaya tardisional yang nampak tidak hanya pada struktur dan pengelolaannya saja, namun juga masih tertanam secara mentalitet yang kemudian muncul ke dalam perilaku ke sehariannya. Pelayanan sosial yang sebagian orang menyebutnya dengan usaha kesejahteraan sosial merupakan perwujudan konsep kesejahteraan sosial dalam memberikan bantuan kepada masyarakat. Kahn (1973:22),

mendefinisikan pelayanan sosial sebagai berikut:

Pelayanan sosial terdiri dari program-program yang diada-kan tanpa mempertimbangkan mekanisme pasar untuk menjamin suatu tingkat dasar dalam penyediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan untuk meningkatkan kehidupan kemasyarakatan serta kemampuan perorangan untuk melaksanakan fungsifungsinya, guna memperlancar kemampuan menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan serta lembaga-lembaga masyarakat yang mengalami kesulitan dan keterlantaran.

Kemampuan dan keahlian manajemen organisasi pelayanan tersebut akan menunjang efektifitas pelayanan sosial yang diberikan kepada para

„pelanggannya‟. Sebagaimana di-nyatakan oleh Jones dan May (1992:20), sebagai berikut:

The final set of reasons for social workers and welfare workers to develops skills in organisational analysis and practice concern their personal needs as workers. If workers are to be effective in organization, they need to under- stand and be able to deal with personal stress frequently experien- ced in organizational life.

Para pekerja sosial perlu mengembangkan kemampuan analisis dan praktek dalam organi-sasi pelayanan sosial, dan jika ingin bekerja secara efektif maka mereka juga perlu memahami dan mampu menghadapi tekanan–tekanan yang dialami dalam kehidupan keorganisasian tersebut.

Akan sulit bagi seorang pengelola organisasi pelayanan sosial dan termasuk organisasinya yang akan mengembangkan kariernya dalam organisasi pelayanan sosial jika mereka sendiri tidak dapat mengembangkan keterampilan, baik dalam kemampuan analisis maupun keterampilan praktek sesuai dengan bentuk dan jenis

(8)

76

pelayanan sosial yang diberikan kepada kliennya.

ORGANISASI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Manusia merupakan mahluk sosial yang ingin berinteraksi dalam suatu pergaulan komunitas (zoon politicon), demikian pula dalam suatu organisasi terdapat pembagian tugas dan petugas, yang pada intinya persekutuan dari beberapa orang, agar hubungan kerja dalam organisasi berjalan dengan baik maka dibentuk sejumlah aturan yang harus dipatuhi oleh segenap anggota organisasi.

Mengikuti kegiatan dalam suatu organisasi sangatlah penting peranannya terutama dalam mendewasakan pola pikir dan sikap, disamping dapat membangun sebuah pergaulan atau jaringan. Selain itu mengikuti sebuah organisasi dapat melatih disiplin, tanggung jawab, berlatih memimpin dan dipimpin oleh orang lain, melatih diri terhadap aturan main (mekanisme), dan banyak manfaat lain-lain yang bisa didapatkan dari berorganisasi.

Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) merupakan perkumpulan masyarakat dalam suatu wilayah yang membentuk organisasi yang sifat dan strukturnya teratur, biasanya mulai dari tingkat tertinggi/pusat sampai tingkat terendah/pimpinan di tingkat daerah atau bahkan rukun warga. Ndraha (2005:14) juga menjelaskan bahwa salah satu kebutuhan manusia sesuai dengan nilai hirarkisnya adalah kebutuhan sosial (Belonging and social needs)

Membahas organisasi masyarakat juga tidak lepas dari peran warga negara selaku anggota dari suatu organisasi tersebut, jika di relevansikan dengan pendidikan kewarganegaraan terutama berkaitan dengan organisasi masyarakat tentu tidak lepas dari peran Pendidikan Kewarganegaraan Kemasyarakatan (PKnK) yang memiliki tujuan membentuk warganegara menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan yang tentunya tetap berpegang teguh kepada Pancasila, pembahasan tersebut juga di tulis oleh Somantri dan Udin (2017:4) yang menjelaskan bahwa:

tujuan akhir PKnK atau Civic Community Education sama, yakni membentuk individu warganegara menjadi manusia yang secara utuh memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanaha air yang dijiwai oleh nilai- nilai Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pendidikan Kewarganegaraan Kemasyarakatan (PKnK) merupakan salah satu konsep penting yang dikaji berkenaan dengan civic engagement atau keterlibatan warganegara. American Psychologist Association (2012) mendefinisikan civic engagement sebagai "Individual and collective actions designed to identify and address issues of public concern.

Berdasarkan definisi tersebut, keterlibatan warganegara adalah tindakan individu dan tindakan bersama yang dirancang untuk mengidentifikasi dan perhatian terhadap isuisu umum.

Keterlibatan warga negara (civic engagement) menurut Nasirin dan Isnami (2018:325) merupakan suatu kondisi atau norma dimana warga negara secara individual ataupun kolektif berpartisipasi aktif di kehidupan bermasyarakat berdasarkan keterampilan, keahlian, pengetahuan, yang berkombinasi dengan nilai-nilai, motivasi dan komitmen untuk melakukan perubahan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik.

Sementara itu, Korten (1998) mendefinisikan civic engangement sebagai berikut:

civic engagement is about the right of the people to define the public good, determine the policies by which they will seek the good, and reform or replace institutions that do not serve that good.

Pendidikan Kewarganegaraan Kemasyarakatan berkenaan dengan hak orang untuk mengartikan kebaikan umum, menentukan beberapa kebijakan dan akan merubah atau menempatkan kembali beberapa lembaga yang tidak melayani kebaikan tersebut.

(9)

77

Hoskin and Deakin Crick (2010) mengidentifikasi warga negara aktif pada abad 21 dari berbagai konsep yang dijelaskan diantaranya:

1. Engagement and participation of people in their society;

2. Participation is not only political but alsoabout civic and civic society;

3. Learning inschool is part of a lifelong experience;

4. Includes both active and „passive‟

elements;

5. Involves active dimensions of citizenship from skills development as well as a base of knowledge and understanding;

6. Citizenship based on theoretical approaches from liberal, communitarian and civic republican traditions where activity ranges from individualistic and challenge driven approaches to more collective actions and approaches

Aulia dan Iqbal (2019:4) menjelaskan mengenai kewarganegaraan aktif salah satunya adalah warga yang dari waktu ke waktu mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman untuk dapat membuat keputusan berdasarkan informasi tentang komunitas dan tempat kerja mereka dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup di dalamnya.

SIMPULAN

Melalui Pendidikan

Kewarganegaraan Kemasyarakatan (PKnK) inilah harapannya ada sinergi antara pemerintah daerah dengan masyarakat pasuruan pada umumnya, disamping organisasi masyarakat dapat membentuk karakter anggotanya agar menjadi teladan bagi warga sekitarnya dalam hal ini merujuk kepada nilai karakter, disamping itu dengan adanya organisasi masyarakat juga diharapkan menjadi jembatan antara warga dengan pemerintah daerah agar program kerja pemerintah daerah dan organisasi masyarakat dapat berjalan beriringan, selain itu inilah salah satu bukti bahwa Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya dapat dilaksanakan dalam nuansa Pendidikan formal namun juga dapat dilaksanakan dalam nuansa Pendidikan nonformal melalui masyarakat dalam

organisasi kemasyarakatan, sehingga pendidikan kewarganegaraan dapat menjadi muatan materi yang “mengasyikkan” bagi dunia Pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Aspin, David N. and Judith D Chapman.

(2007). Values Education and Lifelong Learning Principles, Policies, Programmes. Springer:

Netherlands

Aulia, Syifa Siti dan Iqbal Arpannudin.

(2019). Pendidikan

Kewarganegaraan Dalam Lingkup Sosio Kultural Pendidikan Nonformal. Jurnal Civic Education, 3 (1)

Brown, G, Gordon and James H. Barnett.

(1942). Social Organization And Social Structure. University Of Connectic: Philadelphia.

Dewi, Dinie Anggraini. (2017).

Membangun Karakter Kebangsaan Generasi Muda Bangsa Melalui Integrasi Pendidikan Formal, Informal Dan Nonformal. Jurnal CIVICS ISSN 2527-9742, 2 (1) 57 Efendi, Defindo. (2015). Dasar-Dasar Ilmu

Pendidikan. UNP: Padang

Etzioni, Amitai. (1985). Organisasi- organisasi Modern. Jakarta:

Universitas Indonesia.

Hofstede, Geert. (1980). Culture‟s concequences International Differences in Work Related.

Values SAGA, Beverly Hills, Ca Hoskins, B., & Deakin-Crick, R. (2010).

Competences for learning to learn and active citizenship:different currencies or two sides of the same coin? European Journal of Education, 45(1),Part II.

Jones, A. & May. J. (1995). Working in Human Service Organizations.

Longman. (5-23) Encyclopedia of Social Work. 19th Edition, Book third, NASW Press. (2483- 2490) Kaelan. (2014). The Philosophy of

Pancasila:The Way of Life of Indonesian Nation. Pradigma Press:

Yogyakarta

(10)

78

Kahn, Alfred J. (1973). Social Policy and

Social Services. Random house:

New York

Korten, C. David. (1998). Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Latif, Yudi. (2018). Wawasan Pancasila:

Bintang Penuntun untuk pembudayaan. Mizan Media Utama: Bandung

Lickona, Thomas. (2013). Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Nusa Media: Bandung Nasirin, Ahmad dan Isnarmi. (2018).

Penguatan civic engangement di Lembaga Pelayanan Sosial (Studi

Aksi Cepat Tanggap Padang).

Journal of Civic Education ISSN:

2622-237X (1) 4

Ndraha, Taliziduhu. (2005). Teori Budaya Organisasi. Asdi Mahasatya:

Jakarta

Somantri, M. Numan dan Udin Winataputra. (2017). Disiplin Pendidikan Kewarganegaran:

Kultur Akademis dan Pedagogis.

Laboratorium PKn UPI: Bandung Undang–Undang No.17 tahun 2013 tentang

Organisasi Masyarakat

Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Referensi

Dokumen terkait

4.1087 Ilmy Amiqoh Ilmu Administrasi Publik 4.1088 Dikhla Rif`A Ilmu Administrasi Publik 2.39 4.1089 Elfananda Istiqlalia Ilmu Administrasi Publik 4.1090 Hamida Condrowati Jayadi