ISSN: 2963-6941 (Online), Indonesia e-journal OJS of UNRI
Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sipil
Journal homepage: https://jtrs.ejournal.unri.ac.id/index.php/jtrs
IDENTIFIKASI KONDISI DAERAH RESAPAN AIR BERBASIS SIG
(Studi Kasus di Kabupaten Bengkalis)
*Rizki Ramadhan Husaini
1, Muhammad Yazid
2, Muhammad Al Amin
31,2,3 Program Studi S-1 Teknik Sipil, Universitas Abdurrab, Pekanbaru
e-mail: rizki.ramadhan@univrab.ac.id
Abstract Articlehistory:
Received:
14 September 2022 Accepted:
04 November 2022 Availableonline:
29 November 2022 Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi daerah resapan air dan menyampaikan
solusi alternatif pada kondisi resapan air existing yang mengarah pada tren negatif.
Melalui metode analisis overlay parameter-parameter penentu berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No: P.32/MENHUT-II/2009 yaitu jenis tanah, curah hujan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, serta citra satellite untuk melihat kenampakan existing dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil analisis menunjukkan kondisi daerah resapan air Kabupaten Bengkalis terdapat dalam empat klasifikasi, yaitu kondisi Baik 85,34% didominasi lahan perkebunan dengan tanaman berkayu keras, Normal Alami 8,75% didominasi lahan semak dan belukar, Mulai Kritis 5,21% dan Agak Kritis 0,70% didominasi oleh bangunan permukiman/campuran. Kondisi daerah resapan air Agak Kritis terluas berada pada Kecamatan Bantan 4,43%, kondisi daerah resapan air Mulai Kritis terluas berada pada Kecamatan Mandau 18,06%. Adapun solusi alternatif yang bisa diterapkan pada daerah Kabupaten Bengkalis dengan kondisi resapan air Agak Kritis dan Mulai Kritis seperti pengaturan kawasan/zona perhatian khusus dengan ketentuan: pemberian disinsentif pembangunan konstruksi bertingkat pada kawasan mulai kritis, pajak yang lebih tinggi, penerapan prinsip zero delta Q Policy, tingkat kerapatan bangunan rendah atau KDB dan KLB yang lebih luas, menggunakan material yang memiliki daya serap air tinggi.
Keywords:
Daerah Resapan Air, Analisis Overlay, GIS, Kabupaten Bengkalis.
1. PENDAHULUAN
Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Riau. Secara letak geografis memiliki batas-batas: Utara-Selat Malaka; Selatan-Kabupaten Siak dan Kabupaten Kepulauan Meranti; Barat-Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Rokan Hulu, dan Kota Dumai; Timur- Selat Malaka dan Kabupaten Kepulauan Meranti, dengan luas wilayah ± 8.643,09 km² dan jumlah penduduk berdasarkan sensus BPS tahun 2019 sebanyak 573.003 jiwa dan 610.143 jiwa pada tahun 2020. Jumlah penduduk yang semakin bertambah dan wilayahnya yang masuk dalam kawasan perbatasan negara, menunjukkan nilai strategis tersendiri. Sejalan dengan hal tersebut, pastinya menyebabkan kebutuhan lahan meningkat dan akan berdampak pada hutan yang diubah menjadi lahan pertanian, dan selanjutnya lahan pertanian akan dikonversi menjadi permukiman (lahan terbangun).
Daerah terbangun menyebabkan daerah yang kedap air. Kondisi ini membuat peresapan air berkurang sehingga berpotensi terjadi banjir dimusim penghujan. Daerah masuknya air dari
permukaan tanah ke dalam zona jenuh air sehingga membentuk suatu aliran air tanah yang mengalir ke daerah yang lebih rendah disebut daerah resapan air (Wibowo, 2006). Fungsi daerah resapan air adalah untuk menampung air hujan yang turun.
Sebelum mencapai permukaan tanah air hujan akan tertahan oleh vegetasi (interception).
Sementara air hujan yang mampu mencapai permukaan tanah, sebagian akan teresapkan ke dalam tanah (infiltrasi) hingga mencapai tingkat kapasitas lapang, dan sisanya akan melimpas melalui permukaan tanah (direct run-off) menuju ke alur-alur sungai untuk kembali ke laut (Asdak, 2010). Secara tidak langsung daerah resapan air memegang peran penting sebagai akuifer dan pengendali banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu teknologi yang sampai saat ini masih terus mengalami perkembangan. SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa, dan memetakan hasil.
16 Data yang diolah pada SIG adalah data spasial
yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab pertanyaan seperti lokasi, kondisi, tren, pola dan pemodelan.
Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya (Prahasta, 2011). Sebagai contoh, Sistem Informasi Geografis dapat melakukan analisis data dan dapat dijadikan sebagai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan geografi, termasuk masalah pemetaan potensi daerah resapan air.
Apabila suatu wilayah tidak memiliki penempatan daerah resapan air yang baik bukan hal yang tidak mungkin akan menjadi penyebab berbagai bencana alam. Salah satu cara untuk mengidentifikasi daerah resapan air diterangkan pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No: P.32/MENHUT-II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS). Teknik identifikasi daerah resapan pada peraturan ini menggunakan metode penumpang-tindihan peta (map overlay).
Dengan parameter-parameter yang mempengaruhi daerah resapan air adalah jenis tanah atau batuan, curah hujan, kemiringan lereng dan penggunaan lahan atau penutup lahan.
Kurangnya informasi mengenai kondisi dan potensi daerah resapan air di Kabupaten Bengkalis, dan deteksi dini guna meminimalisir aspek negatif yang terjadi jika daerah resapan air mengarah pada tren negatif, serta hal yang telah diterangkan diatas mendasari penulis melakukan penelitian Identifikasi kondisi daerah resapan air berbasis SIG (Studi Kasus di Kabupaten Bengkalis). Penelitian ini dimaksud untuk memetakan daerah-daerah yang potensial sebagai zona-zona resapan air di Kabupaten Bengkalis menggunakan metode kombinasi skoring dan aritmatik dalam analisis spasial.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infiltrasi
Infiltrasi merupakan proses meresapnya air ke dalam tanah. Aliran infiltrasi masuk melewati permukaan tanah, sehingga sangat dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah. Tanah sebagai median aliran mempunyai beberapa klarifikasi yaitu permeabilitas tanah, kelembaban tanah, porositas tanah, jenis tanah dan lain-lain. Ada tiga cara untuk menentukan besarnya infiltrasi (Knapp, 1978 dalam Asdak 2010), yakni menentukan beda volume aliran permukaan pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan, menggunakan alat infiltrometer dan teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan.
Dalam penelitian ini penulis memodifikasi/ membuat justifikasi dalam penentuan kelas-skor kemampuan infiltrasi berdasarkan proporsi, landform dan bahan induk.
2.2 Daerah Resapan Air
Kawasan/daerah resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. Jika DAS/Sub DAS yang bersangkutan permasalahan utamanya adalah besarnya fluktuasi aliran, misalnya banjir yang tinggi dan kekeringan maka dipandang perlu untuk dilakukan penilaian tentang tingkat kekritisan peresapan daerah resapan terhadap air hujan.
Semakin besar tingkat resapan (infiltrasi) maka semakin kecil tingkat air larian, sehingga debit banjir dapat menurun dan sebaliknya aliran dasar (base-flow) dapat naik, demikian pula cadangan air tanahnya. Teknik Identifikasi daerah resapan dapat dilakukan seperti halnya mengevaluasi lahan, yang dalam hal ini dapat didekati dengan metode penumpang-tindihan peta atau map over-lay (McHard,1971; Carpenter, 1979).
2.3 Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah adalah cara untuk mengumpulkan dan mengelompokkan tanah berdasarkan sifat dan ciri morfologi, mineralogi, fisika dan kimia tanahnya yang sama atau hampir sama, kemudian diberi nama agar mudah dikenal, diingat, difahami dan digunakan serta dapat dibedakan satu dengan lainnya. Tanah yang diklasifikasikan adalah benda alami yang terdiri dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang terbentuk dipermukaan bumi dari hasil pelapukan bahan induk tanah oleh interaksi faktor iklim, relief, organisma dan waktu, berlapis-lapis dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman, sedalam 2 m atau sampai batas aktifitas biologi tanah (Soil Survey Staff, 2014).
Klasifikasi tanah dilakukan mengikuti Kunci penetapan Jenis Tanah berdasarkan perkembangan horison tanah yang disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kunci penetapan Jenis Tanah berdasarkan perkembangan horison tanah
Kelompok Tanah
Susunan Horison
Jenis Tanah Tanah Organik H Organosol Tanah Mineral I. Tanpa Perkembangan
(A)R Litosol Ac Aluvial Regosol
Grumusol Umbrisol (Ranker) Renzina
Ii. Dengan Perkembangan A(B)C Arenosol Abwc Andosol Latosol
Molisol (Brunizem) Kambisol
Abgc Gleisol
Abtc Nitosol Podsolik Mediteran Abtgc Planosol Absc Podsol Abxc Oksisol
Sumber: Buku Ajar, Morfologi dan Klasifikasi Tanah (LPDIK Universitas Andalas)
17 2.4 Curah Hujan
Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas permukaan horizontal. Hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul dalam.
Curah hujan di Indonesia pada umumnya sangat bervariasi secara spasial dan temporal. Secara umum terdapat siklus tahunan dan setengah tahunan di dalam pola musiman curah hujan.
2.5 Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relatif terhadap bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Dimana kondisi kemiringan lereng akan sangat berpengaruh pada besarnya aliran permukaan serta peluang infiltrasi.
2.6 Penggunaan Lahan
Selain faktor alam, aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi kondisi daerah resapan air adalah penutup lahan. Sebagai contoh penutup lahan hutan tentunya memiliki kemampuan yang lebih besar dalam proses infiltrasi jika dibandingkan daerah dengan penutup lahan berupa permukiman.
2.7 Terminologi Banjir
Dalam istilah teknis, banjir adalah aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas tampung sungai, dan dengan demikian aliran air sungai tersebut akan melewati tebing sungai dan menggenangi daerah di sekitarnya (Asdak, 2004). Terdapat banyak jenis banjir, sebagai contoh banjir bandang, banjir sungai, banjir estuari, banjir pantai, banjir dari danau, banjir dari kanal atau saluran air, dan banjir akibat luapan air tanah (De Bruijn, 2007 dalam De Bruijn, 2009). Banjir menjadi fenomena alami dan musiman di berbagai area delta dataran rendah. konteksnya dengan penelitian ini ialah Kabupaten Bengkalis yang merupakan daerah dengan kontur relative datar dan didominasi jenis tanah organic/organosol menjadi parameter yang perlu di highlight dan ditindaklanjuti karena berpotensi menjadi daerah rawan bencana banjir.
2.8 Sistem Informasi Geografis (SIG)
SIG berfungsi untuk memasukkan, menyimpan, memanajemen, melakukan analisis dan visualisasi data spasial. Terdapat 4 kemampuan aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis yang dikenal sebagai 4M, yaitu: Pengukuran (measurement), Pemetaan (mapping), Pemantauan (monitoring), Pemodelan (modeling). Fungsi dan kemampuan SIG secara sederhana dapat dirangkum dalam gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1. Ilustrasi Fungsi dan kemampuan SIG (Sumber: www.geospasialis.com) 2.9 Data Satelit
Menurut Ferard Puturuhu, data satelit atau penginderaan jauh atau citra menggambarkan objek di permukaan bumi relatif lengkap, dengan wujud dan letak objek yang mirip dengan wujud dan letak di permukaan bumi dalam liputan yang luas. Citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu objek, daerah atau fenomena, hasil rekaman pantulan atau pancaran objek oleh sensor penginderaan jauh, dapat berupa foto atau data digital.
2.10 ArcGIS
ArcGIS adalah salah satu software yang dikembangkan oleh ESRI (Environment Science dan Research Institute) yang merupakan kompilasi fungsi- fungsi dari berbagai macam software GIS yang berbeda seperti GIS desktop, server, dan GIS berbasis web. Software ini mulai dirilis pada tahun 2000 oleh ESRI. Kegunaanya aplikasi ini untuk menampilkan data spasial, membuat peta, serta melakukan analisis data spasial (Siregar, 2014).
Adapun beberapa tools yang berkaitan dengan penelitian/pengkajian ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Overlay Analisis
Overlay adalah teknik penggabungan beberapa peta dalam SIG untuk mendapatkan hasil berupa peta baru dengan informasi yang menyeluruh.
Overlay seringkali dikenal dengan teknik tumpang susun.
Gambar 2.2. Ilustrasi analisis overlay (Sumber: ArcGIS 10.4 Help)
2. Intersect Analisis
Intersect digunakan untuk menggabungkan dua set data spasial yang saling berpotongan, hanya feature-feature yang terdapat di dalam extent kedua tema atau layar ini yang akan ditampilkan.
Atribut yang terdapat pada kedua layar ini juga akan digabungkan bersama shapefile yang baru.
18 Gambar 3.3. Ilustrasi Intersect
(Sumber: ArcGIS 10.4 Help)
3. METODE
3.1 Data yang digunakan
Adapun data yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Data Penelitian
No. Jenis Data Sumber Fungsi
1 Curah hujan Kabupaten Bengkalis
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Kampar data tahun 2016- 2021.
Mengetahui infiltrasi potensial
2 Jenis tanah Skala 1:50.000 dalam Peta tanah semi detail Kabupaten Bengkalis
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Kementerian Pertanian, update tahun 2016
3 Data kemiringan lereng
Peta tematik Perda RTRW Provinsi Riau tahun 2018- 2038.
4 Penutup
Lahan Peta Dasar Perda
RTRW Kab.
Bengkalis tahun 2022-2042
Mengetahui infiltrasi aktual 5 Peta CITRA
SPOT 7
2016-2020
Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Mengetahui kondisi existing daerah resapan air 6 Batas
Administrasi
Badan Informasi Geospasial
Mengetahui batas lokasi penelitian 7 Peta RBI
Digital
Badan Informasi Geospasial
Mengetahui batas lokasi penelitian 3.2 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan ekstraksi data spasial berupa data curah hujan, data kemiringan lereng, data jenis tanah, dan data penggunaan penutup lahan, kemudian dilakukan penotasian, skoring setiap parameter. Selanjutnya dilakukan analisa (overlay) data spasial menggunakan GIS. Pendekatan ini dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif sebagaimana yang digambarkan pada diagram alir pikir Gambar 3.1.
Selesai
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian 3.3 Analisis Data
Analisis data yang dimaksudkan adalah analisis untuk menentukan infiltrasi potensial dan infiltrasi aktual dengan menggunakan metode overlay. Menurut RTkRHL-DAS (2009), infiltrasi potensial dipengaruhi oleh faktor curah hujan, jenis tanah dan kemiringan lereng, Sedangkan untuk infiltrasi aktual dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Keempat faktor tersebut kemudian disajikan dalam bentuk peta. Adapun klasifikasinya sebagai berikut:
Tabel 3.3. Klasifikasi dan skor curah hujan dengan kemampuan infiltrasi Klas Curah hujan rerata
tahunan (mm) Infiltrasi Skor Notasi
I <2500 Rendah 1 e
II 2500-3500 Sedang 2 d
III 3500-4500 Agak besar 3 c
IV 4500-5500 Besar 4 b
V >5500 Sangat besar 5 a
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia (P.32/MENHUT-II/2009) Tabel 3.4. Hubungan permeabilitas tanah dan nilai infiltrasi
Klas Deskripsi Permeabiilitas (cm/jam)
Transform nilai faktor Infiltrasi (fc) Notasi
I Cepat >12,7 >0,45 a
II Agak cepat 6,3-12,7 0,20-0,45 b
III Sedang 2,0-6,3 0,10-,20 c
IV Agak lambat 0,5-2,0 0,04-0,10 d
V Lambat <0,5 <0,04 e
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia (P.32/MENHUT-II/2009)
19
Tabel 3.4.1 Klasifikasi dan skor jenis tanah untuk Infiltrasi KLASIFIKASI
Kls Jenis tanah Infiltrasi Skor Notasi
I Andosol hitam Besar 5 a
II Andosol coklat Agak besar 4 b
III Regosol Sedang 3 c
IV Latosol Agak kecil 2 d
V Aluvial Kecil 1 e
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia (P.32/MENHUT-II/2009) Tabel 3.5. Klasifikasi dan skor kemiringan lereng untuk Infiltrasi Kls Lereng
(%)
Deskripsi Transform nilai pactor Infiltrasi Infiltrasi (fc) Skor Notasi
I <8 Datar Besar >0,80 5 a
II 8-15 Landai Agak besar 0,70-0,80 4 b
III 15-25 Bergelombang Sedang 0,50-0,70 3 c
IV 25-40 Curam Agak kecil 0,20-0,50 2 d
V >40 Sangat curam Kecil <0,20 1 e
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia (P.32/MENHUT-II/2009)
Tabel 3.6. Klasifikasi dan skor penggunaan lahan untuk kemampuan infiltrasi.
No. Deskripsi besar infiltrasi/resapan
Tipe penggunaan
lahan Skor NOTASI
1 Kecil Permukiman, sawah 1 E
2 Agak kecil Hortikultura (landai) 2 D
3 Sedang Belukar/lahan terbuka 3 C
4 Agak besar Kebun/perkebunan 4 B
5 Besar Hutan lebat 5 A
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia (P.32/MENHUT-II/2009)
Proses overlay/tumpang susun hasil kemampuan infiltrasi potensial terhadap data penggunaan lahan (infiltrasi aktual) menggunakan model pengkajian daerah resapan air Direktorat Jendral RTkRHL-DAS (2009) sebagaimana tersaji pada Gambar 3.2 berikut:
Gambar 3.2. Garis Besar Pendekatan Penyusunan Model Pengkajian Daerah Resapan Air.
(Sumber: Direktorat Jendral RTkRHL-DAS,2009)
4.
HASIL DAN DISKUSI4.1 Kemampuan Infiltrasi Di Daerah Penelitian 4.1 Jenis Tanah
Tabel 4.1. Klasifikasi jenis tanah dan infiltrasi di Kabupaten Bengkalis.
No Jenis Tanah
* Infiltrasi
** Skor
** Luas (Ha)
* %
* Justifikasi
**
1 Aluvial Sulfik Kecil 1 7839,46 0,92% P.32/Menhut-II/2009 2 Aluvial Sulfidik Kecil 1 37454,71 4,38% P.32/Menhut-II/2009
3 Gleisol Distrik Agak Kecil 2 16371,23 1,91%
Dataran Banjir pada Sungai Lurus, dengan bahan induk Endapan liat, pasir dan organik
4 Gleisol Fluvik Agak Kecil 2 8687,56 1,02%
Jalur Maender, dengan bahan induk Endapan liat, pasir dan organik
5 Gleisol Sulfik Agak Kecil 2 79627,16 9,30%
Punggung dan Cekungan Pesisir Resen dengan bahan induk Endapan liat 6 Kambisol
Distrik Kecil 1 2224,82 0,26% Peneplain, dengan
bahan induk batuliat 7 Kambisol Gleik Kecil 1 67848,13 7,93%
Peneplain, dengan bahan induk batuliat dan batupasir
8 Organosol Fibrik Besar 5 216918,24 25,35%
Gambut Topogen Air Tawar (>3,0m), dengan bahan induk endapan organik 9 Organosol
Hemik Besar 5 65462,14 7,65% Gambut Topogen
Pasang Surut (>3,0 m) Organosol
Hemik Agak Besar 4 58172,05 6,80%
Gambut Topogen Pasang Surut (1,0 - 2,0 m) Organosol
Hemik Agak Kecil 2 359,17 0,04% Gambut Topogen
Pasang Surut (0,5 - 1,0 m) 10 Organosol
Saprik Besar 5 167327,09 19,55% Gambut Topogen
Pasang Surut (>3,0 m) 11 Podsolik Haplik Agak Kecil 2 9677,13 1,13% Peneplain, dengan bahan induk batuliat 12 Podsolik Kromik Agak Kecil 2 95613,23 11,17% Peneplain, dengan
bahan induk batuliat dan batupasir
13 Pertambangan Kecil 1 15966,41 1,87%
Tidak tersedia jenis tanahnya dan interpretasi citra menampakkan Lahan terbangun/ galian
14 Permukiman Kecil 1 8739,28 1,02%
Tidak tersedia jenis tanahnya dan interpretasi citra menampakkan Lahan terbangun
15 Pulau kecil Agak Kecil 2 92,44 0,01%
Tidak tersedia jenis tanahnya dan interpretasi citra menampakkan Lahan kosong
(Sumber: (**) Analisis Data Penelitian, 2022 (*) Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementrian Pertanian, 2016.) Berdasarkan data hasill pengolahan, pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Bengkalis didominasi oleh jenis tanah dengan tingkat Infiltrasi “Besar” yaitu 52,55%
dari luas total, dengan jenis tanah “Organosol”.
4.2 Curah Hujan
Tabel 4.2. Data curah hujan dan infiltrasi di Kab.
Bengkalis.
No Curah Hujan
(mm/th) Infiltrasi Skor Not
asi Luas (Ha)
1 <1000 Rendah 1 e 38473,68
2 1000-2500 Rendah 1 e 801908,83 3 2500-3000 Sedang 2 d 23926,95
Total 864309,47
Berdasarkan data yang telah diolah menggunakan metode Interpolasi, yang digunakan adalah Inverse Distance Weighted dan disajikan pada Tabel 4.2.
dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Bengkalis memiliki tingkatan curah hujan yang masuk dalam kategori kemampuan infiltrasi “Rendah” dengan total 98,53% dari luasan Kabupaten Bengkalis.
20 4.3 Kemiringan Lereng
Tabel 4.3. Kemiringan lereng Kabupaten Bengkalis.
No Kemiringan
Lereng Keterangan Infiltrasi Skor Luas (Ha)
1 0 - 3% Datar Besar 5 692501,85
2 3 - 8% Datar Besar 5 41,27
3 8 - 15% Landai Agak Besar 4 157958,77
4 15 - 25% Bergelombang Sedang 3 13807,21
Total 864309,10
Tabel 4.3. Menunjukkan bahwa kondisi topografi di Kabupaten Bengkalis didominasi kondisi datar, yaitu sebesar 80% dari total luasan Kabupaten Bengkalis. Untuk topografi bergelombang menyebabkan kurangnya air yang dapat terinfiltrasi, karena sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan. Tetapi pada wilayah datar dan landai akan berdampak baik dalam proses infiltrasi, dikarenakan air yang jatuh terlebih dahulu menggenang di atas permukaan tanah dan kemudian akan terinfiltrasi ke dalam tanah.
Berikut visualisasi peta parameter-parameter infiltrasi potensial Kabupaten Bengkalis yang terlihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1. (a) Peta Infiltrasi Jenis Tanah, (b) Peta Infiltrasi Curah Hujan, (c) Peta Infiltrasi
Kemiringan Lereng 4.4 Infiltrasi Potensial
Resapan air potensial atau “infiltrasi potensial” di daerah penelitian diperoleh dari hasil kompilasi antara data jenis tanah, curah hujan, dan kemiringan lereng. Untuk pembuatan peta infiltrasi potensial digunakan metode aritmetika, dengan cara melakukan overlay parameter- parameter daerah potensi resapan air, selanjutnya dilakukan penjumlahan antara skor dengan bobot pada masing-masing parameter daerah potensi resapan air (infiltrasi). Adapun hasilnya sebagai berikut:
Tabel 4.4. Nilai infiltrasi potensial No Tingkat
Infiltrasi Luasan
(Ha) Presentase (%)
1 Sangat Kecil 614,67 0,07%
2 Kecil 351892,10 40,71%
3 Sedang 511802,72 59,22%
Total 864309,49 100,00%
Tabel 4.4. Menunjukkan persentase bahwa infiltrasi potensial dari overlay curah hujan, jenis tanah, dan kemiringan lereng didominasi oleh kemampuan infiltrasi “Sedang” yaitu sebesar 59,22% dari total luasan Kabupaten Bengkalis.
Berikut visualisasi peta infiltrasi potensial Kabupaten Bengkalis yang terlihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Peta Infiltrasi Potensial Kabupaten Bengkalis
4.5 Infiltrasi Aktual
Potensi daerah resapan air aktual di daerah penelitian diperoleh dari hasil kompilasi antara kemampuan infiltrasi dari data penggunaan lahan.
Penggunaan lahan disajikan dalam bentuk peta tutupan lahan yang diklasifikasi berdasarkan kondisi lahan aktual. Penyajian Nilai “infiltrasi aktual” dari tiap penggunaan lahan tersaji pada klasifikasi penggunaan lahan dan penotasian pada Tabel 4.5.
21 Tabel 4.5. Klasifikasi penggunaan lahan
Kabupaten Bengkalis
Keterangan
* Notasi
** Infiltrasi
** Luasan
(HA)* Persentase (%)*
Bangunan bukan-
permukiman E Kecil 8753,933 1,01
Bangunan
permukiman/campuran E Kecil 26511,38 3,07
Danau/telaga alami E Kecil 12418,09 1,44
Hamparan pasir pantai E Kecil 855,29 0,10
Hutan lahan rendah A Besar 147519,08 17,07
Hutan mangrove A Besar 2610,60 0,30
Hutan rawa/gambut A Besar 46126,30 5,34
Hutan tanaman A Besar 38904,55 4,50
Kebun dan Tanaman campuran (tahunan dan
semusim) B
Agak
Besar 158285,92 18,31
Kolam air asin/payau
(tambak) E Kecil 26,25 0,003
Kolam air tawar E Kecil 21,40 0,002
Lahan terbuka alami lain C Sedang 23219,83 2,69 Lahan terbuka diusahakan C Sedang 1293,02 0,15 Perkebunan dengan
tanaman berkayu keras A Besar 327636,37 37,91
Semak dan belukar C Sedang 67346,27 7,79
Sungai E Kecil 978,39 0,11
Tampungan air lain E Kecil 544,11 0,06
Tanaman semusim lahan
basah (sawah) E Kecil 471,10 0,05
Tanaman semusim lahan
kering C Sedang 786,87 0,09
TOTAL 864308,74 100,00
(Sumber: (**) Analisis Data Penelitian, 2022 (*) Data Penutup Lahan dalam peta Dasar Perda RTRW Kab. Bengkalis tahun 2022-2042.)
Dari tabel klasifikasi penggunaan lahan Kabupaten Bengkalis, dapat dilihat bahwa didominasi oleh hutan dengan persentase 27,21% dan perkebunan dengan persentase 56.22% dari luas Kabupaten Bengkalis. Adapun peta tutupan lahan Kabupaten Bengkalis dapat dilihat pada Gambar 4.3 dibawah ini.
Gambar 4.3. Peta Infiltrasi Aktual Kabupaten Bengkalis
4.6 Kondisi Daerah Resapan Air Kabupaten Bengkalis
Kondisi daerah resapan air Kabupaten Bengkalis dilakukan dengan mengoverlay kemampuan infiltrasi potensial dan infiltrasi aktual. Klasifikasi kondisi daerah resapan air dibagi menjadi 6 kelas sesuai dengan Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRLHDAS), 2009. Penjelasan setiap kriteria daerah resapan adalah sebagai berikut:
1) Kondisi baik ialah resapan air kedalam tanah sangat lancar.
2) Normal alami yaitu resapan air kedalam tanah masih dalam keadaan normal lancar.
3) Mulai kritis yaitu resapan air kedalam tanah mulai terhambat oleh permukaan.
4) Agak kritis yaitu kondisi resapan air semakin melambat.
5) Kritis yaitu resapan air buruk.
6) Sangat kritis yaitu kondisi resapan air sangat buruk yang kedap diatas permukaan.
Dari hasil pengklasifikasian kondisi daerah resapan air Kabupaten Bengkalis tersaji pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil klasifikasi kondisi resapan air di Kab. Bengkalis
No Notasi Kondisi
Resapan air Luasan
(Ha) Persentase (%) 1 cA, cB, dA, dB, dC, eA, eB, eC Baik 736634,05 85,34
2 cC, eE, Normal Alami 75535,72 8,75
3 dE Mulai Kritis 44961,24 5,21
4 cE Agak Kritis 6005,16 0,70
Grand Total 863136,17 100,00
Terhadap kawasan yang telah di identifikasi kondisi daerah resapan air, dilakukan analisis untuk melihat kondisi existing daerah resapan air, hasilnya seperti yang disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.7. Kondisi existing resapan air Kabupaten Bengkalis
Kon
disi Agak kritis Mulai Kritis Normal Alami Baik
PENUTUP LAHAN
Bangunan permukiman/
campuran
Bangunan permukiman/
campuran
Bangunan permukiman/
campuran
Kebun dan Tanaman campuran (tahunan dan semusim) Danau/telaga
alami
Bangunan bukan- permukiman
Bangunan bukan-
permukiman Hutan mangrove Hamparan
pasir pantai Danau/telaga alami Danau/telaga alami Hutan rawa/gambut Tampungan
air lain Hamparan pasir
pantai Hamparan pasir
pantai Hutan tanaman
Kolam air asin/payau (tambak)
Lahan terbuka
alami lain Hutan lahan rendah Kolam air tawar
Lahan terbuka diusahakan
Lahan terbuka alami lain
Sungai Semak dan belukar
Lahan terbuka diusahakan
Tampungan air lain Sungai
Perkebunan dengan tanaman berkayu keras Tanaman semusim
lahan basah (sawah) Tanaman semusim lahan kering
Semak dan belukar Tanaman semusim lahan kering Luas
(Ha)
6005,17 44961,24 75535,72 736634,05
% 0,70 5,21 8,75 85,34
Dari tabel 4.7. dapat dilihat bahwa kondisi resapan air dengan luasan terbesar di daerah penelitian yaitu 85,20% dari luas daerah penelitian terdapat pada kondisi resapan baik yang didominasi oleh kawasan perkebunan dan kawasan hutan (Hutan mangrove, Hutan rawa/gambut, Hutan tanaman).
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan dan hasil analisis penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
22 1. Kondisi daerah resapan air di Kabupaten
Bengkalis terdapat empat klasifikasi, yaitu kondisi Baik, Normal Alami, Mulai Kritis dan Agak Kritis. Adapun persentase masing- masing kriteria dari luas total wilayah penelitian yaitu 863.136,18 Ha, Kondisi peresapan air Baik 85,34%, Normal Alami 8,75%, Mulai Kritis 5,21% dan Agak Kritis 0,70%.
2. Kondisi daerah resapan air agak kritis terbesar berada pada Kecamatan Bantan 4,43%, dan kondisi daerah resapan air mulai kritis terbesar berada pada Kecamatan Mandau.
3. Untuk kondisi baik penutup lahan didominasi oleh perkebunan dengan tanaman berkayu keras, kondisi normal alami didominasi oleh semak dan belukar, kondisi mulai kritis dan agak kritis didominasi oleh bangunan permukiman/campuran.
4. Dalam proses analisis SIG, luas Kabupaten Bengkalis berdasarkan data batas administrasi jika dibandingkan dengan luas hasil analisis (Kondisi Resapan Air) terdapat kehilangan (tidak teridentifikasi) luasan sebesar 0,14%.
5.2 SARAN
Berdasarkan tujuan dan hasil analisis penelitian dapat disampaikan saran atau rekomendasi sebagai berikut:
1. Kondisi daerah resapan air yang masuk dalam kategori Baik dan Normal alami, sebaiknya oleh stakeholder terkait sebagian daerah (yang memenuhi kriteria) dialokasikan untuk menjadi kawasan lindung resapan air.
2. Terhadap kondisi daerah resapan air yang termasuk dalam kategori Mulai kritis dan Agak Kritis, direkomendasikan stakeholder terkait dalam pemanfaatan ruang kawasan menjadikan daerah tersebut sebagai zona perhatian khusus (menerapkan aturan tertentu yang memperhatikan lebih detail persyaratan dalam pembangunan konstruksinya, seperti pemberian disinsentif pembangunan konstruksi bertingkat pada kawasan mulai kritis, pajak yang lebih tinggi, penerapan prinsip zero delta Q Policy, tingkat kerapatan bangunan rendah atau KDB dan KLB yang lebih luas, menggunakan bahan yang memiliki daya serap air tinggi) agar pemanfaatan ruang pada daerah tersebut tidak merambah hingga menjadi daerah kritis dan sangat kritis (daerah dengan kemampuan resapan air buruk), yang berpotensi menjadi kawasan rawan bencana banjir, daerah kekeringan dan sebagainya;
3. Sebaiknya stakeholder bersangkutan atau akademisi melakukan kajian eksplisit guna menemukan kebijakan yang kontekstual serta merencanakan pemanfaatan kawasan berwawasan lingkungan di Kab. Bengkalis pada khususnya, Provinsi Riau dan wilayah lain pada umumnya.
4. Guna penelitian selanjutnya lebih baik, pada penggunaan data jenis tanah perlu dilakukan
penelitian dengan pengambilan contoh (sample) tanah lapangan (existing) sebagai bentuk validasi dan pembanding. Selain itu, kepada peneliti selanjutnya disarankan agar bisa menambah parameter atau data ketinggian, suhu, drainase, air tanah dan data lainnya dalam proses analisis.
6. DAFTAR PUSTAKA
Adibah, Niswatul. 2013. Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Analisis Daerah Resapan Air. Jurnal Geodesi. Semarang : UNDIP.
BPS Kabupaten Bengkalis. (2021). Kabupaten Bengkalis dalam angka 2021.
Fiantis Dian, Buku Ajar Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK).
Universitas Andalas.
Hendirana, Ika. 2013. Sistem Informasi Geografis Penentuan Wilayah Rawan Banjir di Kabupaten Buleleng. KARMAPATI vol 2 no 5. Bali : Universitas Pendidikan Ganesha
Hamzah H. 2016. Analisis Kondisi Resapan Air dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Gunungkidul. Skripsi. Surakarta : Universias Muhammadiyah.
Keys to Soil Taxonomy, United States Department of Agriculture, Natural Resources Conservation Service Twelfth Edition, 2014.
Mentayani, I., Hadinata, I. Y., & Prayitno, B. 2013.
Karakteristik dan formasi keruangan kota-kota berbasis perairan di Indonesia. Lanting Journal of Achitecture, 2(2), 71–82. Retrieved from http://ejournal.unlam.ac.id/index.
php/lanting/article/viewFile/714/668
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia.
2009. Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS). Peraturan Menteri Kehutanan No: P.32/Menhut-II/2009.
Prahasta, Eddy. 2011. Tutorial ArcGIS Desktop untuk Bidang Geodesi dan Geomatika. Bandung:
Informatika.
Quinoza Guvil, dkk. 2018. Analisis Potensi Daerah Resapan Air Kota Padang. Jurnal Geodesi.
Padang: Institut Teknologi Padang.
Sudarmanto, Arief. 2013. Analisis kemampuan infiltrasi lahan berdasarkan hidrometeorologis dan karakteristik DAS pada sub DAS Kreo Jawa.
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 2013 ISBN 978-602-17001-1-2. Semarang: UNDIP
23 SNI 7645-1:2014, Klasifikasi penutup lahan Bagian 1:
Skala kecil dan Menengah, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Wahyuni, dkk. 017. Identifikasi Daerah Resapan Air di Sub Daerah Aliran Sungai Malino Hulu Daerah Aliran Sungai Jeneberang Kabupaten Gowa.
Jurnal Hutan dan Masyarakat, Vol. 9 (2): 93- 104, ISSN: 1907-5316. ISSN ONLINE: 2613- 9979. DOI: http://dx.doi.org/
10.24259/jhm.v9i2.2891.
Wibowo Mardi 2006. Model Penentuan Kawasan Resapan Air Untuk Perencanaan Tata Ruang Berwawasan Lingkungan, Jakarta:Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi.