ASPEK-ASPEK HUKUM KELUARGA DALAM AWIG-AWIG DESA PAKRAMAN
1Oleh:
I Ketut Sudantra2, I Made Walesa Putra3, Yuwono4 Abstrack
This research is a normative research that aimed to identify family law aspects on legal regulation that created by customary law society of desa pakraman in Bali. Those regulation usually known as awig-awig desa pakraman. This research used nine awig-awig desa pakraman that represented all regencies on Bali Province. The result shows that family law aspect is regulated on a specific chapter of awig-awig desa pakraman titled: Sukerta Tata Pawongan. This chapter regulated relationship between human, specially on family relation. Family law aspects that regulated on this chapter covered: (1) matter of marriage (indik pawiwahan), (2) matter of divorce (indik nyapian), (3) matter of lineage (indik sentana), and (4) matter of inheritance (indik warisan).
Keywords: family law, awig-awig, customary law society, desa pakraman.
Abstrak
Peneltan n adalah peneltan hukum normatf yang bertujuan untuk mengidentifikasi aspek-aspek hukum keluarga dalam peraturan-peraturan hukum yang dbuat oleh kesatuan masyarakat hukum adat desa pakraman d Bal.
Peraturan-peraturan tersebut lazm dsebut awg-awg desa pakraman. Peneltan dlakukan terhadap semblan awg-awg desa pakraman yang mewakl seluruh kabupaten/kota yang ada d Provns Bal. Hasl peneltan menunjukkan bahwa aspek-aspek hukum keluarga datur dalam awg-awg desa pakraman dalam satu bab khusus yang berjudul: Sukerta Tata Pawongan. Bab n mengatur hubungan antara sesama manusa khususnya kehdupan bersama dalam keluarga. Aspek- aspek hukum yang datur dalam bab n melput: (1) prhal perkawnan (ndk pawwahan), (2) prhal perceraan (ndk nyapan), (3) prhal anak keturunan (ndk sentana), dan (prhal pewarsan (ndk warsan).
Kata Kunc: hukum keluarga, awg-awg, kesatuan masyarakat hukum adat, desa pakraman
1 Artkel n berasal dar peneltan yang dbaya dar Dana SP DIPA (2015) Program Stud Kenotaroatan PPS Unud., dan mengucapkan termakash kepada Kepala Program Stud Kenotaratan PPS Unud yang telah memfasltas peneltan n.
2 Penuls pertama adalah dosen pada Program Stud Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unud; dosen Program Stud Magster (S2) Ilmu Hukum PPS Unud; dosen Program Magster (S2) Kenotaratan PPS Unud, Denpasar. Alamat Jalan Mudng Mekar Gang Gadung No. 8, Kerobokan Kaja, Kuta Utara, Badung.
Emal: [email protected]
3 Penuls kedua adalah dosen pada Program Stud Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unud, Denpasar.
Alamat: Jl. Gn. Batur Perum Nusa Bum Ayu 7a Denpasar. Emal: [email protected]
4 Penuls ketga adalah dosen pada Program Stud Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unud, Denpasar.
Alamat: Jl. P. Saelus I No. 6 Denpasar. Emal: [email protected]
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Sampa saat n bangsa Indonesa belum mempunya hukum keluarga yang bersfat nasonal, kecual pada bdang hukum perkawnan5. Walaupun sudah pernah ada upaya untuk merumuskan hukum kekeluargaan nasonal, tetap karena konds sosal budaya masyarakat Indonesa yang hterogen, sampa saat n belum dapat dbentuk hukum kekeluargaan nasonal. Bag masyarakat adat Bal (etns Bal yang berama Hndu), hukum yang berlaku d bdang hukum keluarga adalah Hukum Adat Bal.
Wnda dan Sudantra merumuskan Hukum Adat bal tersebut sebaga
”kompleks norma-norma, bak dalam wujudnya yang tertuls maupun tdak tertuls, bers perntah, kebolehan dan larangan, yang mengatur kehdupan masyarakat bal yang menyangkut hubungan antara sesama manusa, hubungan manusa dengan lngkungan alamnya, dan hubungan manusa dengan Tuhannya”6
Dar pengertan d atas, maka dapat dketahu bahwa hukum yang berlaku bag masyarakat adat Bal dbdang kekeluargaan adalah hukum
adat Bal d mana wujudnya (1) ada yang tertuls; dan (2) ada yang tdak tertuls. Hukum adat Bal yang wujudnya tertuls bukanlah dalam pengertan ”tertuls” sebagamana bentuk peraturan perundang-undangan sepert tertuls dalam bentuk peraturan perundang-undangan Republk Indonesa, melankan mempunya wujud ”tertuls”, msalnya dalam bentuk paswara raja-raja ataupun dalam bentuk awig-awig tertuls.
Mengngat hukum adat Bal sebagan wujudnya tdak tertuls, maka untuk dapat mengetahu hukum adat yang senyatanya berlaku, dealnya orang harus hdup dan melakukan peneltan d tengah-tengah masyarakat d mana hukum adat tu berlaku. Dengan demkan hukum adat dapat diidentifikasi dari pola-pola kelakuan masyarakat yang ajeg. Akan tetap, apabla cara tu tdak dapat dlakukan, para akadems dan prakts hukum dapat mengenal hukum adat dar sumber-sumber tertuls d mana hukum adat telah dcatat atau ddokumentaskan. Salah satu sumber hukum adat Bal yang wujudnya tertuls adalah awig-awig desa pakraman.
Menurut Peraturan Daerah Provns Bal Nomor 3 Tahun 2001 sebagamana telah dubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003, awig-awig desa pakraman adalah aturan-aturan yang dbuat oleh desa pakraman yang dpaka sebaga pedoman dalam pelaksanaan tri hita karana. Peraturan Daerah tersebut tdak secara ekplst menjelaskan konsep tri hita karana,
5 Sejak dberlakukannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawnan Bangsa Indonesa telah mempunya hukum yang bersfat nasonal walaupun undang-undang tersebut mash member peluang berlakunya keanekaragaman hukum, yatu hukum agama dan hukum adat.
6 Wayan P. Wnda dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Denpasar:
Lembaga Dokumentas dan Publkas Fakultas Hukum Unverstas Udayana, hlm. 6.
tetap secara umum telah dpaham bahwa tri hita karana menyangkut tga aspek hubungan yang harus djaga kesembangannya, yatu (1) hubungan antara sesama manusa (pawongan), (2) hubungan antara manusa dengan lngkungan alamnya (palemahan), dan (3) hubungan antara manusa dengan Tuhannya (parhyangan)7. Desa pakraman sendr adalah kesatuan masyarakat hukum adat tertoral d Bal yang mempunya tatanan hukum sendr dalam mengatur kehdupan warganya..
Mengacu pada Buku Pedoman/
Tekns Penyusunan Awig-awig dan Keputusan Desa Adat yang dkeluarkan oleh Bro Hukum Setda Propns Bal (2001), ada dua aspek hubungan antara sesama manusa yang menjad substans awig-awig desa pakraman, yatu (1) bdang kehdupan bersama dalam keluarga yang datur dalam bab Sukerta Tata Pawongan; dan (2) aspek kehdupan bersama dalam masyarakat yang datur dalam bab Sukerta Tata Pakraman8. Dlhat dar pembdangan tu, aspek-aspek hukum yang mengatur kehdupan keluarga termasuk lngkup bdang kehdupan bersama dalam keluarga (Sukerta Tata Pawongan)
Dengan demkan, untuk mengetahu pengaturan aspek hukum
keluarga menurut hukum adat Bal maka hal itu dapat diidentifikasi dengan melhat pengaturannya dalam awig-awig desa pakraman.
Problem yang harus dhadap dalam usaha mempelajar hukum adat Bal sebagamana yang tercantum dalam awig-awig desa pakraman adalah fakta bahwa desa pakraman yang ada d Bal berjumlah rbuan9. Sebagamana dpaham bahwa setap desa pakraman berhak mengurus rumah tangganya sendr sehngga mempunya otonom dalam membuat awig-awig. Konds n memungknkan bahwa bsa saja pengaturan aspek-aspek hukum keluarga berbeda antara awig-awig desa pakraman yang satu dengan pengaturannya dalam awig-awig desa pakraman lannya, sehngga menjad permasalahan tersendr untuk dapat mengetahu mengena hukum keluarga menurut hukum adat Bal vers awig- awig desa pakraman.
Berdasarkan fakta tersebut, maka pentng dan relevan dadakan peneltan terhadap awig-awig desa pakraman, terutama awig-awig desa pakraman yang tertuls. Dengan mengadakan peneltan terhadap awig-awig desa pakraman maka akan dketahu secara umum aspek-aspek hukum keluarga yang datur dalam awig-awig desa pakraman.
9 Data terkahr menunjukkan bahwa desa pakraman yang ada d Bal mencapa 1488 desa. Lhat: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bal Pemerntah Provns Bal, 2015, Data Bali Membangun 2014, hlm. V.1
7 Lhat Keputusan Semnar Kesatuan Tafsr Terhadap Aspek-aspek Agama Hndu, dalam:
I Gust Ngurah Sudana dan I Made Artha, 2006, Samhita Bhisama Parisada Hindu Dharma Indonesia, Denpasar: Parsada Hndu Dharma Indonesa Provns Bal, hlm. 91.
8 Bro Hukum Setda Provns Bal, 2001, Pedoman/Teknis Penyusunan Awig-awig dan Keputusan Desa Adat, tanpa nama penerbt.
1.2. Perumusan Masalah
Fokus kajan dalam tulsan n membahas permasalahan sebaga berkut:
1. Apakah aspek-aspek hukum keluarga datur dalam awig-awig desa pakraman?
2. Bagamana pengaturan substans aspek-aspek hukum keluarga dalam awig-awig desa pakraman?
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum peneltan n bertujuan untuk mengkaj pengaturan aspek-aspek hukum keluarga dalam awig-awig desa pakraman. Secara khusus, peneltan n dtujukan untuk mengetahu: (1) eksstens hukum keluarga dalam awig-awig desa pakraman; (2) pengaturan substans aspek-aspek hukum keluarga dalam awig-awig desa pakraman.
II. METODE PENELITIAN Permasalahan dalam peneltan n dkaj dengan menggunakan metode peneltan hukum normatf, dengan mengandalkan awig-awig (tertuls) desa pakraman sebaga bahan hukum prmer. Untuk dapat memaham dan menjelaskan nformas yang dperoleh dar awig- awig tersebut, dalam peneltan n juga dgunakan bahan-bahan hukum sekunder, terutama lteratur-lteratur hukum adat, khususnya hukum adat Bal. Mengngat awig-awig desa pakraman dtuls dalam bahasa Bal,
tak terhndarkan juga dalam peneltan n dgunakan bahan non-hukum, yatu Kamus Bahasa Bal yang dmanfaatkan untuk menjelaskan stlah-stlah atau pun konsep-konsep yang dmuat dalam awig-awig desa pakraman atau pun yang dtemukan dalam lteratur- lteratur hukum adat Bal.
Pengumpulan bahan hukum dlakukan dengan teknk penelusuran kepustakaan. Agar awig-awig yang dtelt representatf mewakl Bal, maka dcar awig-awig desa pakraman yang secara representatf mewakl kabupaten-kabupaten yang ada d Bal.
Bahan hukum sekunder dan bahan non hukum dcar dan dkumpulkan melalu penelusuran lteratur d perpustakaan dan nternet.. Informas yang dperoleh dar bahan-bahan hukum tersebut d-fotocopy dan atau dcatat dengan menggunakan metode pencatatan model sstem kartu (card- system).
Setelah dolah dan danalss dengan teknk-teknk penalaran dan argumentas hukum yang relevan, akhrnya keseluruhan hasl peneltan dsajkan secara deskrptf analss.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Ruang Lingkup Hukum
Keluarga dalam Awig-awig Desa Pakraman.
Dar peneltan terhadap awig- awig desa pakraman dapat dketahu bahwa awig-awig desa pakraman mengatur aspek-aspek hukum keluarga dalam satu bab (sarga) tersendr, yatu
yatu dalam bab (sarga) yang berjudul Sukerta Tata Pawongan. Ruang lngkup hukum keluarga yang datur dalam bab n melput:
(1) Prhal perkawnan (indik pawiwahan)
(2) Prhal perceraan (indik nyapian)
(3) Prhal keturunan (indik sentana);
(4) Prhal dan pewarsan (indik warisan).
Berkut n akan durakan pengaturan masng-masng substans aspek-aspek hukum keluarga tersebut.
3.2. Pengaturan Aspek Hukum Perkawinan (Pawiwahan) Dalam masyarakat adat Bal, terdapat beberapa stlah yang dgunakan untuk menyebut perkawnan, dantaranya: nganten, masomahan, makurenan, alaki rabi, mekerab kambe, merabian, pawiwahan, dan lan- lan10. Dar hasl peneltan dketahu bahwa stlah tekns yang dgunakan dalam awig-awig desa pakraman untuk menyebut perkawnan adalah
”pawiwahan”. Masalah perkawnan datur pada bagan (palet) khusus d bawah ttel Indik Pawiwahan yang pada umumnya mengatur aspek-aspek sebaga berkut:
(1) Pengertan perkawnan;
(2) Cara dan bentuk perkawnan (pemargin pawiwahan)
(3) Syarat-syarat perkawnan (pidabdab sang pacang mawiwaha)
(4) Prosedur perkawnan (pemargin pawiwahan)
Ad. 1. Pengertan Perkawnan
Hampr semua awig-awig desa pakraman yang dtelt mengatur secara eksplisit mengenai difinisi perkawnan. Dar semblan awig- awig desa pakraman yang dtelt hanya dtemukan satu awig-awig yang tidak memberikan rumusan difinisi perkawnan, yatu Awig-awig Desa Pakraman Gadungan (Tabanan).
Tetap dar peneltan terhadap pasal- pasal yang terdapat dalam bagan (palet) ndk pawwahan, dapat dpaham bahwa konsep perkawnan yang danut dalam Awig-awig Desa Pakraman Gadungan tdak berbeda dengan konsep perkawnan yang datur oleh awig-awig yang lan.
Temuan peneltan juga menunjukkan bahwa terdapat keseragaman mengena rumusan difinisi perkawinan. Sebagai contoh, dapat ditunjuk perumusan difinisi perkawnan yang dtentukan dalam Pawos 52 Awig-awig Desa Adat Bangklet (Bangl). Secara lengkap, pawos tersebut menentukan bahwa ”Pawiwahan inggih punika petemoning purusa predana melarapan panunggalan kayun cuka cita maduluran upasaksi sekala niskala”
Rumusan yang perss sama dtemukan dalam Pawos 49 Awig-awig Desa
10 I Ketut Sudantra, I Gust Ngurah Sudana dan Komang Gede Narendra, 2011, Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali, Denpasar: Udayana Unversty Press, hlm. 3.
Adat Badngkayu (Jembrana), Pawos 68 Awg-awg Desa Adat Unggasan (Badung), dan Pasal 50 Awg- awg Desa Adat Geryana Kangn (Karangasem). Rumusan yang sedkt berbeda dtemukan dalam Pawos 68 Awig-awig Desa Adat Jungutbatu (Klungkung) yang menambahkan frasa ”laki istri” setelah frasa ”purusa lan pradana”, untuk menegaskan bahwa stlah ”purusa-pradana”
menyangkut jens kelamn para phak yang melakukan perkawnan
Walaupun dtemukan terdapat varas-varas tertentu dalam kalmatnya, dapat dtegaskan secara umum bahwa difinisi perkawinan menurut awig-awig desa pakraman adalah suatu katan antara lak-lak (purusa) dan perempuan (pradana) yang ddasarkan atas perasaan suka sama suka, yang dlakukan melalu rangkaan upacara agama yang dsakskan oleh masyarakat dan roh leluhur (”upasaksi sakala-niskala)”.
Ad 2. Cara dan bentuk perkawnan Selan mengatur mengena difinisi perkawinan, awig-awig desa pakraman juga mengatur tentang cara perkawnan. Yang dmaksud dengan cara d sn adalah proses awal perkawnan. Sepert dketahu, dalam hukum adat Bal dkenal dua cara perkawunan dlakukan, yatu (1) perkawnan memadik (pepadikan) yatu perkawnan yang dlakukan dengan cara memnang;; (2) perkawnan ngerorod (merangkat),
yatu perkawnan yang dlakukan dengan cara lar bersama (kawn lar)11. Sesua dengan sstem kekeluargaan yang danut dalam masyarakat hukum adat d Bal, dalam hukum adat Bal semula dtemukan dua bentuk perkawnan, yatu (1) perkawnan biasa; yatu perkawnan d mana phak str (yang berstatus pradana) mennggalkan keluarga asalnya (orang tua dan saudara-saudara sekandung) selanjutnya masuk mengkut keluarga suam (phak purusa); dan (2) perkawnan nyeburin (nyentana), yatu perkawnan d mana s suam (yang berstatus pradana) mennggalkan keluarga asalnya (orang tua dan saudara sekandungnya). Belakangan, dtemukan bentuk perkawnan ketga, yatu bentuk perkawnan d mana phak suam ataupun str masng-masng tetap berstatus sebaga bagan dar keluarganya masng-masng. Bentuk perkawnan n dsebut perkawnan pada gelahang, nadua umah, atau stlah lan12.
Hasl peneltan menunjukkan bahwa awig-awig desa pakraman tdak membedakan antara konsep cara dengan konsep bentuk perkawnan.
Bak cara maupun bentuk perkawnan drumuskan dalam satu uraan pasal
11 Wayan P. Wnda dan Ketut Sudantra, op.cit., hlm. 85.
12 I Ketut Sudantra, I Gust Ngurah Surana, dan Komang Gede Narendra, op.ct., hlm.6- 10.; Lhat juga, Putu Dyatmkawat, 2013, Kedudukan Hukum Perkawinan Pada Gelahang, Denpasar: Fakultas Hukum Unverstas Dwjendra-Udayana Unversty Press, hlm. 137-139.
(pawos). Msalnya, Pawos 52 Awg- awg Desa Adat Bangklet (Bangl) menentukan sebaga berkut:
Pemargin Pawiwahan, luwire:
(1) Pepadikan;
(2) Ngerorod;
(3) Nyeburin
Kalau dterjemahkan secara bebas, pasal tersebut mengurakan tentang pelaksanaan perkawnan yang melput (1) memnang, (2) kawn lar;
dan (3) perkawnan d mana suam kut str(nyeburin). Ketentuan yang sama datur dalam Pawos 50 Awig- awig Desa Adat Geryana Kangn;
Pawos 68 Awg-awg Desa Adat Jungutbatu, dan lan-lan. Berbeda dengan awig-awig yang lan, Awig- awig Desa Adat Penarukan hanya mengatur satu cara perkawnan, yatu petrkawnan ngerorod. Mengena bentuk perkawnan pada gelahang, hanya dtemukan satu awig-awig yang mengaturnya, yatu Awig-awig Desa Pakraman Gadungan yang menyebut bentuk perkawnan n dengan sebutan perkawnan nadua umah.
Ad. 3. Syarat-syarat perkawnan Dalam awig-awig desa pakraman juga datur mengana syarat-syarat perkawnan. Adapun mengena syarat- syarat perkawnan tersebut, adalah sebaga berkut:
a. Sudah dewasa (sampun manggeh deha teruna)
b. Berdasarkan kehendak para phak (sangkaning pada rena/
tan kapaksa)
c. Sesua dengan ketentuan agama (nganutin kecaping ahama) d. Tdak berhubungan darah
dekat((tan gamia gemana) e. Dlakukan upacara suda wadani
dalam hal pasangan berbeda agama(kawisudayang prade pengambile sios agama miwah kapatiwangi);
f. Pelaksanaan perkawnan juga mengkut Undang-undang Perkawnan yang dkeluarkan oleh pemerntah (pamargin pawiwahan mangda taler nganutin Undang-undang Perkawinan saking sang mawarat).
D sampng syarat-syarat tersebut, awig-awig desa pakraman juga mengatur mengena syarat sahnya perkawnan (pengesahan perkawnan).
Awig-awig menyebut konsep sah dengan stlah kapatutang (pawiwahan sane kapatutang) sedangkan tdak sah dsebut tan patut. Hasl peneltan menunjukkan bahwa menurut awig- awig desa pakraman, perkawnan danggap sah (kapatutang) apabla sudah dlaksanakan rangkaan upacara agama (pabyakala, pasakapan, dan kapajatiang ring Kahyangan Desa) dan dsakskan oleh kepala adat (prajuru). Awig-awig desa pakraman juga menentukan bahwa perkawnan wajb dmuat dalam catatan perkawnan d desa pakraman dan juga dcatatkan dalam catatan perkawnan Pemerntah.
Ad. 4. Prosedur Perkawnan
Aspek prosedur perkawnan juga datur dalam awig-awig desa pakraman, bak yang dlakukan dengan cara memnang maupun kawn lar. Pada prnspnya, apapun cara yang dtempuh, semua awig- awig yang dtelt menentukan bahwa setap orang yang akan melakukan perkawnan terlebh dahulu wajb mesadok (melapor, membertahukan) kehendaknya untuk kawn kepada kepala adat (Prajuru) dan kepala adat selanjutnya memastkan apakah perkawnan tersebut sesua atau tdak sesua dengan ketentuan yang berlaku.
Hasl peneltan juga menunjukkan bahwa terdapat adanya perbedaan prosedur dalam perkawnan memnang (mepadik) dengan kawn lar (ngerorod). Dalam perkawnan memnang (pepadikan) proses perkawnan ddahulu dengan pembcaraan-pembcaraan antara keluarga calon pasangan pengantn, dengan nsatf dar keluarga calon mempela lak-lak. Acara n dsebut makruna (memnang). Dtemukan varas-varas mengena berapa kal acara n dlakukan, ada yang menentukan dlakukan sekal, ada yang menentukan dua kal, atau tga kal. Sarana yang dgunakan pun bervaras. Dalam perkawnan ngerorod proses perkawnan dawal dengan dlarkannya calon mempela perempuan oleh calon mempela lak- lak. Dalam proses n, semua awig- awig yang dtelt menentukan bahwa
tdak dperkenankan mengajak calon mempela perempuan langsung ke rumah mempela lak-lak sebelum dadakan upacara pengesahan perkawnan (pabyakalan). Setelah proses ”melarkan” n terjad, segera dtndaklanjut oleh keluarga calon mempela lak-lak dengan mengutus sekurang-kurangnya dua orang utusan ke rumah orang tua s perempuan untuk membertahukan bahwa anak gadsnya sudah dlarkan untuk dkawn oleh calon mempela lak-lak. Dalam awig- awig, acara n dsebut dengan stlah pamiluku atau mepejati.
3.3. Pengaturan Aspek Hukum Perceraian (Nyapian)
Awig-awig yang dtelt juga mengatur aspek-aspek hukum d bdang perceraan. Istlah yang dgunakan dalam awig-awig adalah nyapian atau palas perabian. Aspek-aspek yang datur terkat dengan perceraan n adalah, sebaga berkut: (1) sebab- sebab putusnya perkawnan; (2) dasar (sebab) terjadnya perceraan; (3) prosedur perceraan; (4) sanks-sanks dalam perceraan.
Mengena sebab putusnya perkawnan, awig-awig menyebutkan ada dua sebab, yatu perkawnan putus karena perceraan (palas marabian), dan perkawnan putus karena kematan salah satu phak (kapademan). Sedangkan mengena dasar perceraan, awig-awig umumnya menyebut dua hal, yatu: (1) karena kehendak bersama (sangkaning pada lila); (2) karena adanya masalah
antara suam-str (mawiwit wicara).
Prosedur pelaksanaan perceraan terlebh dahulu wajb dbertahukan secara tertuls kepada Pemerntah, dalam hal n Pengadlan sehngga jelas ada keputusan tentang perceraan tersebut (atur supeksa pailikitan ring sang Ngawiwenang wastu tinas apadang pamutuse kabawos nyapian).
Setelah ada keputusan dar Pengadlan kemudan Prajuru (pengurus adat) mengumumkan perceraan tersebut kepada warga desa adat melalu paruman (rapat) desa (Prajuru Desa nyobyahang kawentanya ring paruman desa). Beberapa awig-awig menentukan bahwa phak yang bercera dkenakan sanks adat sesua dengan keputusan desa yang bersangkutan (keni panebas swaran kulkul manut pararem).
3.4. Pengaturan Aspek Hukum Tentang Keturunan (Sentana) Keturunan adalah orang yang meneruskan kelangsungan suatu keluarga. Dalam awig-awig desa pakraman, prhal keturunan datur dalam Bab (Sarga) Sukerta Tata Pawongan, khususnya pada Bagan (Palet) Indik Sentana13. Secara gramatkal, sentana berart anak atau keturunan14. VE. Korn, penelt dan penuls Hukum Adat Bal juga menegaskan bahwa stlah
sentana berart anak keturunan yang menggantkan bapaknya sebaga kepala keluarga15.
Dalam hukum adat Bal, gars keturunan dlacak dar gars lak-lak, karena sstem kekeluargaan yang danut oleh masyarakat bal adalah sstem kekeluargaan patrlneal yang dsebut purusa atau kapurusa)16. Dar pasal- pasal (pawos) awig-awig yang dtelt tdak dtemukan adanya ketentuan yang menegaskan secara ekplst tentang sstem kekeluargaan yang djadkan dasar pengaturan hukum keluarga dalam awig-awig desa pakraman.
Namun dengan menganalss secara cermat keseluruhan awig-awig desa pakraman, khususnya Bab (Sarga) Sukerta Tata Pawongan dapat dpastkan bahwa sstem kekeluargaan purusa menjwa hukum keluarga yang datur dalam awig-awig desa pakraman. Indkas-ndkas yang dapat menguatkan kesmpulan tersebut, antara lan dapat dlhat pada prnsp- prnsp yang danut dalam awig-awig desa pakraman, sebaga berkut:
(1) Dalam perkawnan, secara umum danut prnsp bahwa mempela perempuan mengkut keluarga phak mempela lak-lak (str kut suam). Prnsp n msalnya dapat dsmpulkan dar ketentuan
13 Dtemukan juga awig-awig desa pakraman yang tdak mengatur secara khusus prhal sentana, msalnya Awig-awig Desa Adat Penarukan.
14 Sr Res Anandakusuma, 1986, Kamus Bahasa Bali, Denpasar: CV Kayumas, hlm. 177.
15 V.E. Korn, 1978, Hukum Adat Kekeluargaan di Bali, terjemahan I Gde Wayan pangkat, Denpasar: Bro Dokumentas dan Publkas Hukum Fakultas Hukum & Pengetahuan Masyarakat Unverstas Udayana, hlm. 7.
16 Wayan P Wnda dan Ketut Sudantra, op.cit.
hlm., 78.
awig-awig desa pakraman yang menentukan bahwa: ”... sang istri keajak budal ring pakubon sang lanang...” (mempela perempuan dajak pulang kerumah mempela lak-lak);
(2) Ahl wars adalah keturunan (anak) lak-lak (pratisentana purusa) atau anak perempuan yang dkukuhkan statusnya sebaga purusa (sentana rajeg), bak anak kandung maupun anak angkat.
Prnsp-prnsp d atas adalah asas hukum yang secara umum danut dalam sstem kekeluargaan purusa.
Dalam awg-awg desa pakraman, aspek-aspek yang datur pada Bagan (Palet) Indik Sentana adalah sebaga berkut:
(1) Jens-jens anak keturunan (sentana);
(2) Kedudukan anak luar kawn;
(3) Pengangkatan anak
Mengena jens-jens sentana, awg-awg desa pakraman pada umumnya membedakan anak keturunan menjad dua, yatu anak kandun (pratisentana) dan anak angkat (sentana paperasan). Istlah pratisentana tampaknya menunjuk pada konsep anak kandung yang sah, sebab awig-awig desa pakraman mendifinisikannya sebagai ”...sentana sane metu sangkaning pawiwahan sane patut” (anak yang lahr dar perkawnan yang sah). D luar anak kandung sah, awg-awg juga mengatur tentang anak luar kawn yang dsebut dengan stlah
babinjat atau astra. Tetap dalam awig- awig yang dtelt tdak ada penegasan mengena kedudukan anak luar kawn n dalam keluarga. Beberapa awig- awig yang dtelt hanya menentukan bahwa dsalam hal terjad kelahran anak luar kawn wajb dlakukan upacara agama tertentu yang tujuannya mengembalkan kesembangan gab (menglangkan kekotoran gab), msalnya dalam bentuk upacara yang dsebut pamrayascita, panyangaskara (widi widana) miwah pras kundulan;
sesipatan; dan lan-lan.
Dalam beberapa awig-awig desa pakraman juga datur mengena sentana rajeg, yatu anak kandung perempuan yang dkukuhkan statusnya purusa dan melakukan perkawnan nyeburin (”Sentana Rajeg inggih punika, pratisentana wadon (pradana) sane kamanggehang lanang (purusa) tur risampun ngelaksanayang pawiwahan nyeburin”). Hasl peneltan juga menunjukkan bahwa terdapat awg- awg desa pakraman yang samasekal mengatur prhal sentana rajeg, yatu Awig-awig Desa Adat Pgenarukan dan Awig-awig Desa Adat Geryana Kangn. Kedua desa pakraman tersebut terakhr n masng-masng terletak d Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Karangasem.
Kecual Awig-awig Desa Adat Penarukan yang memang samasekal tdak mengatur secara khusus prhal anak keturunan (sentana), semua awig- awig lannya yang dtelt mengatur prhal pengangkatan anak. Istlah-
stlah yang dgunakan untuk menyebut perbuatan hukum pengangkatan anak, antara lan: ngidih sentana, ngangkat sentana; sedangkan untuk anak angkat dsebut dengan stlah sentana paperasan. Namun demkan, tdak ada satu pun awig-awig yang dtelt merumuskan difinisi konsep anak angkat ataupun pengangkatan anak.
Namun demkan, dengan penafsran konseptual dapat dpaham bahwa pengangkatan anak adalah proses menjadkan anak orang lan menjad anak sendr untuk meneruskan keturunan orang tua angkat.
Hasl peneltan menunjukkan bahwa aspek-aspek yang duatur dalam awig-awig desa pakraman berkatan dengan pengangkatan anak n, melput prosedur pengangkatan anak; syarat anak yang dangkat dan mengena sahnya pengangkatan anak Mengena prosedur pengangkatan anak, pada umumnya awig-awig desa pakraman menentukan sebaga berkut:
(1) Setap orang yang berkehendak mengangkat anak wajb melapor kepada kepala adat (Bendesa) dalam waktu terterntu sebelum pengangkatan anak
(2) Kepala adat mengumumkan kepada warga d wlayah desa pakraman mengena rencana pengangkatan anak tersebut, kalau ada phak yang beberatan supaya menyampakan keberatannya kepada kepala adat dalam batas waktu tertentu (3) Kepala adat kemudan membahas
kengnan mengangkat anak tersebut dan memberkan keputusan sesua ketentuan yang berlaku
(4) Jka pengangkatan anak tdak sesua prosedur d atas, kepala adat berwenang menunda upacara pengangkatan anak tersebut, memberkan tuntunan supaya semua permasalahan dselesakan terlebh dahulu Mengena syarat anak yang dangkat sebaga anak angkat, awig- awig desa pakraman pada umumnya menentukan bahwa orang yang dapat dangkat menjad anak angkat adalah:
a. Orang yang beragama Hndu;
b. Dar keluarga gars bapak; kalau tdak ada dar gars bapak, boleh dar gars bu; kalau juga tdak ada dbolehkan sekehendak hat tetap tetap yang beragama Hndu.
Mengena sahnya pengangkatan anak, awig-awig desa pakraman menentukan bahwa pengangkatan anak danggap sah (paperesan sane kapatut) apabla dlakukan melalu upacara agama yang khusus untuk pengangkatan anak, yatu widi widana peparasan; dsakskan oleh kepala adat yang akan mencatat dan mengumunkan pengangkatan anak tersebut; dan dsarkan (dumumkan) d wlayah desa pakraman.
3.5. Pengaturan Aspek Hukum Waris
Pewarsan pada dasarnya suatu proses penerusan harta
pennggalan dar satu generas kepada generas bekutnya. Hasl peneltan menunjukkan bahwa semua awig- awig yang dtelt mengatur masalah pewarsan. Aspek hukum pewarsan datur secara khusus dalam satu bagan (palet) d bawah bab (sarga) Pawongan dengan ttel: Indik Warisan. Dalam bagan n, aspek-aspek pewarsan yang datur adalah sebaga berkut:
(1) Prhal harta warsan;
(2) Prhal ahl wars
(3) Prhal kewajban ahl wars (4) Prhal gugurnya hak mewars (5) Kedudukan anak perempuan dan
janda
(6) Tatacara pembagan warsan (7) Pemberan hbah kepada anak
yang kawn ke luar (8) Prhal tadanya ahl wars
Berkut n akan durakan pengaturan aspek-aspek hukum pewarsan tersebut sebagamana dtemukan dar hasl peneltan terhadap awig-awig desa pakraman.
Prhal konsep harta warsan yang dalam awig-awig dsebut dengan stlah ”warisan”, semua awig- awig desa pakraman yang dtelt merumuskan warsan sebaga harta kekayaan dan tanggungjawab yang dperuntukkan untuk mewujudkan kesejahteraan lahr batn suatu keluarga dar nenek moyang kepada keturunannya. Rumusan demkan, msalnya, dtentukan dalam Pawos 59 Awig-awig Desa Pakraman Gadungan yang merumuskan konsep warsan sebaga berkut: ”Warisan inggih
punika arthabrana saha ayah-ayahan ngupadi sukerta sekala niskala saking kaluhuranya marep ring turunanya”.
(warsan adalah harta benda dan kewajban-kewajban yang dtujukan bag kesejahteraan lahr batn dar nenek moyang kepada keturunannya) Jens-jens harta warsan yang datur dalam awig-awig desa pakraman, melput
(1) Harta pusaka yang menjad mlk bersama (duwe tengah), bak yang mempunya nla ekonom sepert sawah, ladang, termasuk tanah ayahan desa; maupun yang mempunya nla sakral (relgo mags) sepert: tempat pemujaan keluarga (sanggah/
merajan dan pusaka-pusaka;
(2) Harta bersama (pagunakayan) yatu harta yang dperoleh selama perkawnan berlangsung;
(3) Harta bawaan (tadtadan/
jiwadana);
(4) Utang-putang.
Mengena ahl wars, tdak dtemukan pengaturan mengena difinisi konsep ahli waris dalam awig- awig yang dtelt, tetap dengan penafsran sstemats dapat dpaham bahwa ahl wars adalah orang yang berhak menerma harta warsan. Asas n dapat dpaham , msalnya, dar ketentuan Pawos 60 ayat (2) Awg- awg Desa Pakraman Gadungan yang menyatakan bahwa ”swadarmaning ahli waris, patut: ha. Nerima saha nngwasayang tetamian pahan kel uharanya...”(kewajban ahl wars
adalah menerma dan menguasa harta warsan..)
Awig-awig desa pakraman menentukan bahwa ahl wars melput: anak kandung lak- lak (pratisentana lanang), anak perempuan yang berstatus purusa (pratisentana wadon sentana rajeg), dan anak angkat (sentana paperasan).
Phak-phak nlah yang dapat dsebut sebaga ahl wars dalam kelompok keutamaan pertama. Awg-awg tdak membedakan poss ketga ahl wars tersebut. Dalam hal ahl wars dar kelompok keutamaan pertama n tdak ada, maka barulah ahl wars dhtung dar kelompok keutamaan kedua, yatu: keturunan lak-lak (purusa) dalam gars lurus ke atas, yatu ayah, kakek, dan seterusnya. Dalam hal kelompok ahl wars keutamaan kedua n juga tdak ada, maka yang menjad ahl wars adalah kelompok keutamaan ketga, yatu keturunan purusa dalam gars menyampng, yatu: saudara atau keponakan, saudara sepupu atau keponakan sepupu, dan seterusnya.
D sampng mengatur prhal phak-phak yang berstatus sebaga ahl wars, awig-awig desa pakraman juga mengatur kedudukan anak perempuan dan janda (atau duda dalam perkawnan nyeburin). Hasl peneltan menunjukkan bahwa semua awig-awig desa pakraman yang dtelt memposskan anak perempuan dan janda dengan status bukan ahl wars (boya ahli waris).
Namun demkan, awg-awg desa
pakraman juga menentukan bahwa mereka mempunya hak terbatas dan bersyarat atas harta warsan. Dkatakan mempunya hak terbatas dan bersyarat karena mereka hanya berhak untuk menghasl (muponin) harta warsan, dengan syarat anak perempuan belum kawn ke luar (dereng kesah mawiwaha).
Ahl wars mempunya kewajban-kewajban (tanggungjawab) tertentu, yang dsebut swadharmaning ahli wars, yatu:
a. Menerma dan menguasa harta warsan;
b. Bertanggung jawab terhadap tempat pemujaan keluarga (sanggah/mrajan) dan pura berkut pelaksanaan upacaranya;
c. Menggantkan kewajban- kewajban dar pewars;
d. Melaksanakan upacara kremas jenasah pewars (ngaben), selanjutnya melaksanakan upacara ptra yadnya untuk roh leluhur pewars;
e. Membayar utang-utang pewars sesua logka.
Dalam awig-awig desa pakraman juga datur prhal konds- konds yang dapat menjad alasan gugurnya hak mewars dar seorang ahl wars. Konds-konds tersebut lazmnya dsebut ninggal kedaton, yatu suatu konds dmana seorang ahl wars mengabakan atau mennggalkan tanggungjawabnya (swadharma-nya) d rumah keluarganya, termasuk kewajbannya
terhadap orang tua. Pada umumnya awig-awig yang dtelt menyebutkan kondisi-kondisi yang dikwalifikasikan nnggal kedaton adalah: pndah agama (nilar kawitan lan sasananing agama Hindu), durhaka atau tdak melakukan kewajban kepada orang tua (alpaka guru rupaka), dan kawn ke luar (kesah mawiwaha)
Pembagan harta warsan dapat terjad apabla terdapat lebh dar satu ahl wars. Pada umumnya semua awg-awg yang dtelt menganut prnsp bahwa pembagan warsan dlakukan secara musyawarah mufakat (paigum) dalam keluarga, walaupun beberapa awg-awg yang dtelt juga memberkan gars-gars tegas mengena kedudukan masng-masng ahl wars terhadap harta warsan tertentu, msalnya untuk harta pagunakaya (harta pencaharan, harta bersama) para ahl wars mempunya hak yang sama, sedangkan untuk tanah-tanah karang ayahan desa (tanah adat) menjad hak ahl wars yang berstatus krama ngarep (ahl wars yang mempunya tanggungjawab penuh kepada desa).
mengena bagan Apabla cara musyawarah gagal sehngga terjad sengketa, maka penyelesaan dlakukan dengan menggunakan mekansme penyelesaan perkara yang datur dalam awig-awig desa pakraman, yatu dengan melbatkan kepala adat (prajuru) sesua tngkatannya. Apabla cara n pun gagal, maka sengketa pembagan warsan dapat dselesakan melalu Pengadlan (Sang Rumawos).
Adakalanya dalam suatu keluarga tdak terdapat ahl wars (kaputungan). Awg-awg desa pakraman pada umumnya juga sudah mengantspas hal n, dengan menentukan bahwa menjad tugas kepala adat untuk menemukan ahl wars dar gars purusa yang berhak mewars harta warsan tersebut.
Apabla ternyata benar-benar tdak ada ahl wars yang berhak atas harta warsan, beberapa awg-awg desa pakraman menentukan bahwa harta tersebut menjad hak desa pakraman (kedaut antuk desa).
D sampng mengatur aspek- aspek hukum pewarsan, dalam artan penerusan harta warsan kepada mereka yang berstatus sebaga ahl wars, beberapa awig-awig desa pakraman yang dtelt juga mengatur prhal pemberan harta (hbah) kepada anak yang bukan berstatus sebaga ahl wars. Msalnya, dalam Pawos 85 ayat (5) Awig-awig Desa Adat Ungasan dtentukan bahwa: ”Perwaris kengin maweweh rikala maurip pinaka jiwa dana, tadtadan/bekel, makacihna maweweh tetep ring pianak sane kesah mawiwaha (pewars dapat memberkan hbah kepada anak yang kawn keluar berupa pemberan tetap sebaga jiwadana(harta untuk nafkah), tadtadan/bekal)
IV. PENUTUP 4.1. Simpulan
Berdasarkan uraan d atas akhrnya dapat dsmpulkan sebaga berkut:
1. Aspek-aspek hukum keluarga datur dalam awig-awig desa pakraman dalam satu bab (sarga) khusus yang mengatur kehdupan bersama dalam keluarga, yang dber judul Sukertha Tata Pawongan.
2. Secara substansal, pengaturan aspek-aspek hukum keluarga yang datur dalam awig-awig desa pakraman adalah sebaga berkut:
(1) Prhal perkawnan datur dalam bagan (palet) indik pawiwahan yang melput pengaturan mengena pengertan perkawnan;
cara dan bentuk perkawnan (pemargin pawiwahan);
syarat-syarat perkawnan (pidabdab sang pacang mawiwaha); dan prosedur perkawnan (pemargin pawiwahan)
(2) Prhal perceraan datur dalam bagan (palet) indik nyapian yang d dalamnya datur aspek-aspek tentang sebab putusnya perkawnan, dasar perceraan, prosedur perceraan, dan sanks-sanks dalam perceraan.
(3) Prhal anak keturunan datur dalam bagan (palet) indik sentana yang melput:
pengaturan tentang jens- jens anak keturunan (sentana), kedudukan anak luar kawn; dan pengangkatan
anak;
(4) Prhal pewarsan datur dalam bagan (palet) indik warisan yang d dalamnya datur aspek-aspek tentang harta warsan; prhal ahl wars, kewajban ahl wars, gugurnya hak mewars, kedudukan anak perempuan dan janda, tatacara pembagan warsan, pemberan hbah kepada anak yang kawn ke luar, dan prhal tadanya ahl wars
4.2. Saran
Peneltan n baru sampa pada tahap identifikasi hukum, yaitu identifikasi norma-norma hukum keluarga d dalam awig-awig desa pakraman. Kepada para penelt dsarankan untuk melanjutkan peneltan n dengan peneltan terhadap asas-asas hukum yang terkandung dalam norma-norma tersebut. Dengan begtu, dharapkan dapat diidentifikasi pula nilai-nilai hukum adat Bal unversal yang berlaku dalam masyarakat. D sampng tu, peneltan n adalah peneltan hukum normatf yang hanya menelt norma- noorma hukum adat Bal sebagamana tertuls dalam ktab yang belum tentu menggambarkan perlaku hukum masyarakat dalam kenyataannya.
Karena tu, peneltan hukum emprs perlu dlakukan untuk mengetahu apakah norma-norma hukum keluarga sebagamana yang tertuls dalam awig-
awig desa pakraman dpraktekkan atau sebalknya dalam kehdupan tanya masyarakat desa pakraman yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku:
Anandakusuma Sr Res, 1986, Kamus Bahasa Bali, CV Kayumas, Denpasar,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bal Pemerntah Provns Bal, 2015, Data Bali Membangun 2014
Dyatmkawat Putu, 2013, Kedudukan Hukum Perkawinan Pada Gelahang, Fakultas Hukum Unverstas Dwjendra-Udayana Unversty Press, Denpasar.
Bro Hukum Setda Provns Bal, 2001, Pedoman/Teknis Penyusunan Awig-awig dan Keputusan Desa Adat
Korn V.E., 1978, Hukum Adat Kekeluargaan di Bali, terjemahan I Gde Wayan Pangkat, Bro Dokumentas dan Publkas Hukum Fakultas Hukum &
Pengetahuan Masyarakat Unverstas Udayana, Denpasar.
Sudantra I Ketut, I Gust Ngurah Sudana, dan Komang Gede Narendra, 2011, Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali, Udayana Unversty Press, Denpasar
Sudana I Gust Ngurah dan I Made Artha, 2006, Samhita Bhisama Parisada Hindu Dharma
Indonesia, Parsada Hndu Dharma Indonesa Provns Bal, Denpasar.
Wnda Wayan P. dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga Dokumentas dan Publkas Fakultas Hukum Unverstas Udayana, Denpasar.
B. Awig-awig Desa Pakraman:
Awg-awg Desa Adat Badngkayu, Jembrana (Maseh 1995)
Awg-awg Desa Adat Bangklet, Bangl (Maseh 1996)
Awg-awg Desa Adat Belega, Ganyar (Maseh 1995)
Awg-awg Desa Adat Geryana Kangn, Karangasem (Isaka 1908)
Awg-awg Desa Adat Jungutbatu, Nusa Penda, Klungkung(tanpa tahun)
Awg-awg Desa Adat Pedungan, Denpasar (Maseh 1986)
Awg-awg Desa Adat Penarukan, Buleleng (Maeh1986)
Awg-awg Desa Adat Ungasan, Badung (Maseh 1991).
Awg-awg desa Pakraman Gadungan, Tabanan (Maseh 2004)