KAITAN ANTARA OBSERVASI DAN WAWANCARA
Tugas Mata Kuliah Assesmen: Observasi & Interview
Dosen Pengampu : Nafeesa, S.Psi., M.Psi
Kelas B2, Kelompok 5:
Ghaniya Ilmi 188600205 Sabam Esterada Pasaribu 188600211
Dewi Fortuna 188600233 Firizkyna Putri Ardian 188600236 Jeremy Marthin Siregar 188600259
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan tema
“Kaitan antara Observasi dan Wawancara”
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan, akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak, tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bisa membantu kita untuk menambah wawasan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Medan, 10 April 2020
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...1
C. Tujuan...1
BAB II PEMBAHASAN...2
A. Sejarah...2
B. Aspek-aspek Nonverbal selama Wawancara...3
C. Diskusi Kelompok...8
1. Leaderless Group Discussion (LGD)...8
2. Focus Group Discussion (FGD)...9
BAB III PENUTUP...11
Kesimpulan...11
DAFTAR PUSTAKA...12
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam melakukan penelitian, khususnya penelitian kualitatif harus melewati beberapa prosedur untuk mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan. Dalam penelitian kualitatif, perolehan data merupakan hal yang sangat penting. Peneliti dan perjalanan penelitian bergantung pada data yang diperoleh. Untuk memperoleh data, tentunya harus melakukan asesmen terlebih dahulu. Penggalian data dapat dilakukan dengan banyak cara,bisa dengan melakukan observasi maupun wawancara. Namun pada makalah ini, pembahasan yang kami bawakan akan menekankan pada kaitan antara observasi dan wawancara tersebut.
B. Rumusan Masalah
- Apa saja kaitan antara observasi dan wawancara?
- Apa saja aspek-aspek nonverbal selama wawancara?
- Apa saja bentuk-bentuk dalam diskusi kelompok?
C. Tujuan
- Untuk mengetahui kaitan antara observasi dan wawancara.
- Untuk mengetahui aspek-aspek nonverbal selama wawancara.
- Untuk mengetahui bentuk-bentuk dalam diskusi kelompok.
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah
Dalam bidang penelitian, baik yang bersifat formal maupun informal, observasi dan wawancara merupakan dua metode asesmen yang paling tua. Jauh sebelum penemuan tulisan, orang membuat penilaian dan evaluasi terhadap orang lain dengan mengobservasi perilaku mereka dan menceritakannya. Sebagai contoh, ujian lisan, digunakan untuk mengevaluasi pegawai negeri di Cina dan untuk menguji mahasiswa pada abad pertengahan di lembaga- lembaga seperti Universitas Oxford dan Bologna. Namun sampai saat ini, observasi dan wawancara tetap populer dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan situasi-situasi klinis (Arken, 1996)
Observasi dan wawancara pada hakekatnya adalah sama. Keduanya melibatkan perhatian yang mendalam dan mendengarkan perilaku-perilaku nonverbal maupun verbal serta menarik kesimpulan berdasarkan penemuan-penemuan tersebut. Namun seorang pewawancara (interviewer) yang berinteraksi dengan orang yang diwawancarai (interviewee), pertama-tama memfokuskan pada respon-respon verbal yang dibuat oleh interviewee terhadap serangkaian pertanyaan. Akan tetapi pada wawancara biasanya interviewee menyadari bahwa dirinya sedang diamati. Hal ini menyebabkan interviewee mungkin berperilaku kurang alami (cenderung dibuat-buat). Namun di sisi lain, wawancara memberikan kesempatan yang lebih besar dibandingkan observasi dalam mendapatkan detail dari pikiran-pikiran, aspirasi-aspirasi dan kondisi dalma diri seseorang, seperti halnya informasi mengenai perilaku seseorang di masa lalu. Dengan demikian, keduanya baik observasi maupun wawancara sebaiknya digunakan secara bersamaan (Arken, 1996)
Adapun beberapa perbedaan dari observasi dengan wawancara adalah sebagai berikut:
1. Observasi
- Memerlukan analisis yang tepat oleh peneliti dan sering menghasilkan output yang paling akurat meskipun sangat memakan waktu
- Merupakan penelitian terbuka dan dapat memakan waktu berbulan-bulan, karena peneliti harus menetapkan dirinya sebagai bagian dari komunitas yang dia amati
- Mendapatkan data berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara langsung oleh responden. Para pengamat yang berpartisipasi dianjurkan untuk tidak terlalu mencolok agar aktivitas yang dilakukan oleh responden tidak dibuat- buat.
2. Wawancara
- Lebih mudah dilaksanakan, namun para peserta kurang dapat memberikan jawaban yang jujur.
- Merupakan penelitian tertutup dan terstruktur yang menggunakan satu set pertanyaan yang hanya membutuhkan waktu beberapa jam.
- Lebih mudah untuk dicatat, biasanya dilakukan dengan bantuan tape recorder.
- Mendapatkan data yang lebih kompleks dan subjektif. Seorang interviewee akan memberitahu interviewer apa yang mereka pikirkan, yang tidak selalu sama dengan apa yang mereka lakukan. Dalam hal apa pun, itu bisa diwarnai oleh persepsi mereka tentang apa yang ingin interviewer dengar atau apa yang mereka pikir harus mereka katakan.
B. Aspek-aspek Nonverbal selama Wawancara
Ada beberapa aspek dalam komunikasi nonverbal yang diperlihatkan klien yang cenderung menjadi minat utama dari parapsikolog klinis selama interview (Nietzel dkk, 1998) :
1. Penampilan fisik – tinggi, berat, kerapian, gaya, dan kondisi pakaian, cirri-ciri yang tiadak biasa, perkembangan otot, gaya rambut.
2. Gerakan-gerakan isyarat (gestures); gerakan-gerakan pengulangan dari lengan, tangan, kepala, kaki; tics atau penampilan lain dari gerakan-gerakan tidak disengaja; cara berjalan, memegang rokok, korek api, atau benda-benda lain.
3. Postur – sikap atau gaya berjalan yang malas, kaku, menyilangkan atau tidak menyilangkan kaki, kepala di tanga.
4. Kontak mata – konstan, bergerak dengan cepat, tidak menatap.
5. Ekspresi wajah – tersenyum, mengerutkan dahi, menyeringai, menaikkan alis.
6. Keterbangkitan emosi – menangis, mata berair, berkeringat, bibir kering, sering menelan, pipi memerah atau pucat, reaksi kaget, ketawa yang tidak tepat.
7. Percakapan – nada suara, kecepatan, bicara tidak jelas, gagap, blocking (tidak bisa berkata-kata), aksen, kejelasan, gaya, pertukaran tiba-tiba atau ada yang dihilangkan.
Poin-poin Penting untuk Observasi dalam Wawancara 1. Hubungan Membina Kemampuan
Hubungan baik adalah lingkungan yang hangat, nyaman dan hubungan yang mendorong klien untuk berbicara secara bebas dan jujur tentang topik apa pun yang relevan dengan wawancara. Agar terjalin hubungan yang terdapat beberapa cara , yaitu :
a) Senyum hangat, sambutan yang bersahabat, jabat tangan, percakapan kecil. Jangan lupa mempersilakan klien untuk duduk, hubungan baik terkadang akan tercipta secara berangsur-angsur. Sikap kita merupakan kuncinya.
b) Hindari raut muka datar, melainkan menunjukkan ekspresi kepedulian dan ketertarikan akan membuat nyaman.
c) Menghargai karakteristik ruangan, termasuk sediakan kursi dengan tinggi (tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya)
d) Jangan menerima telepon dan hindari hal-hal yang dapat dilakukan dengan cara bicara, agar dapat memusatkan perhatian sepenuhnya dan sepenuhnya tulus mengenai ketertarikan dengan perkumpulan klien.
e) Menghindari istilah istilah psikologi
f) Menyesuaikan tingkat pendidikan dan menyesuaikan bahasa 2. Empati
Keakuratan persepsi tentang apa yang mempengaruhi klien untuk memahami tentang apa yang terjadi pada klien, dan akhirnya, apa peran klien Anda dalam pengalaman itu.
Efektivitas tanggapan empatik tergantung pada kualitas hubungan dengan klien. Respons empati memungkinkan klien mengetahui bahwa Anda menerima, memahami, dan mengonfirmasi "dunianya" tanpa membuat penilaian tentang dunia itu. Kunci proses ini tetap fokus pada klien Anda setiap saat.
3. Teknik Pertanyaan: Terbuka
Pertanyaan yang memungkinkan penjawab memberikan jawaban secara terbuka dan luas. Sifatnya tidak diarahkan, Misalnya:
a) Klien lebih banyak untuk membuka perasaannya.
b) Dengan pertanyaan terbuka, kita akan mendapatkan informasi yang lebih kaya dari klien.
c) Buka pertanyaan sebagai pembuka à Apa yang bisa saya bantu?
d) Buka pertanyaan untuk mengelaborasi dan memperkaya cerita klien e) Buka pertanyaan untuk memperjelas sudut pandang klien
4. Teknik Pertanyaan: Tertutup
Pertanyaan yang biasanya dapat dijawab dengan jawaban ya atau tidak, atau dijawab dengan satu atau dua kata. Teknik ini bersifat diarahkan. Namun demikian, akan menjadi pertanyaan utama dan membuat klien menerima pewawancara memiliki agenda tertentu pada kliennya. Pertanyaan tertutup akan membuat klien setuju. Contoh: "Apakah kamu marah?"
5. Penyalahgunaan Pertanyaan
a. Bersikap Intrusif : Tugas pertama pewawancara adalah membuat klien percaya pada kita (pewawancara). Buat klien sulit bicara saat wawancara, jangan terpaksa klien bicara karena akan buat klien terhindar dan jangan percaya pada pewawancara.
b. Menginterogasi klien : Menanyakan hal yang bersifat pribadi dengan daftar pertanyaan yang sangat panjang akan membuat klien merasa perlu dan diinterogasi.
Hal ini akan membuat klien menentang berbicara.
c. Mengontrol mengeksplorasi klien : Pertanyaan yang terus-menerus ditanyakan akan membuat klien tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sebenarnya. Klien dapat diterima untuk menyampaikan seluruh pesan dan perasaannya.
d. Menggunakan pertanyaan 'mengapa' : Kata ‘Mengapa’ dengan ‘Sebagian’ tidak akan dapat mengungkap hal-hal yang berada di ‘di dalam diri’ klien, justru yang bertentangan mengungkap hal yang ‘di luar diri’ klien. Justru pertanyaan yang menggunakan ‘Apa’, ‘Bagaimana’, dan ‘Kapan’ membuat klien senang dan mau mengungkapkan hal-hal yang di dalam dirinya.
e. Memuaskan kebutuhan konselor : Bertanya hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu pewawancara hanya akan membuat klien merasa terhindar. Merefleksikan kembali hal yang harus dibicarakan akan membantu pewawancara untuk dapat membantu inti masalah klien tanpa meminta terlalu banyak
a. Perilaku Non Verbal
Perilaku non-verbal adalah perilaku yang dalam berkomunikasi menggunakan pesan-pesan non-verbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Misalnya ekspresi wajah yaitu alis dinaikkan, bibir dirapatkan, bibir menganga, dan sebagainya merefleksikan panggilan klien. Bahasa Tubuh, Postur tubuh, posisi duduk, gerakan tangan, tarikan napas, dsb.
b. Perilaku Verbal : Perilaku verbal sebenarnya adalah komunikasi verbal yang biasa dilakukan sehari-hari. Klien cenderung berbicara tentang pewawancara yang tertarik dan mau mendengar. Pewawancara menerima kata-kata yang ditekankan / diberi perhatian oleh klien
c. Konflik, diskrepansi, dan inkongruensi : Pewawancara harus mewaspadai diskrepansi antara tindakan verbal dan nonverbal klien selama wawancara.
Inkongruensi dapat membantah bahwa klien tidak nyaman untuk membahas masalah tertentu atau klien tidak jujur.
7. Keterampilan Mendengarkan Aktif a. Mendorong
Berbagai variasi verbal dan nonverbal berarti bahwa konselor atau terapis dapat digunakan untuk mendorong klien untuk terus berbicara. Termasuk anggukan kepala, gerakan terbuka, dan ekspresi wajah positif yang mendorong klien untuk terus berbicara.
- Dorongan Nonverbal
a) Berikan jarak 10-15 detik untuk diam, jangan bicara tanpa henti.
b) Namun jangan terlalu lama, karena akan terlihat Anda tidak tertarik atau tidak diundang.
c) Gunakan bahasa tubuh dan kontak mata namun jangan berlebihan - Dorongan Verbal
a) Ulangi kata terakhir yang baru saja diucapkan i-tee dengan nada yang berbeda.
b) Uraikan perkataan yang diucapkan oleh i-tee sebelumnya b. Refleksi Konten
Berfokus pada konten dan mengklarifikasi apa yang telah dikomunikasikan.
Parafrase akan menunjukkan kepada klien bahwa Anda telah mendengar apa yang telah dikatakan dan mendorongnya untuk melangkah lebih jauh ke diskusi.
Pewawancara memberi umpan balik kepada klien esensi dari apa yang baru saja dikatakan dengan memperpendek dan mengklarifikasi komentar klien. Parafrase bukan parroting; itu menggunakan beberapa kata-kata Anda sendiri ditambah kata- kata utama yang penting dari klien. Tujuan parafrase adalah memfasilitasi eksplorasi dan klarifikasi masalah klien.
Dalam refleksi , konselor hanya mengulang perkataan klien. Ini hanya akan bermanfaat untuk memberikan garis besar cerita klien atau kompilasi meminta klien selesai memintanya yang belum selesai. Jangan terlalu sering melakukan parroting c. Refleksi Perasaan
Identifikasi emosi kunci klien dan berikan mereka kembali untuk mengklarifikasi pengalaman afektif. Sering dikombinasikan dengan parafrase & peringkasan.
Melalui perilaku klien dengan kata-kata afektif seperti "sedih", "gila", "senang" dan
"takut". emosi primer, yaitu :
a) Sedih tidak bahagia, tertekan, menangis, dll.
b) Gila marah, kesal, bermusuhan, dll.
c) Senang senang, santai, nyaman, dll.
d) Takut ketakutan, cemas, khawatir, dll d. Meringkas
Mirip dengan parafrase tetapi digunakan untuk memperjelas dan menyaring apa yang klien katakan dalam rentang waktu yang lebih lama. Ringkasan dapat digunakan untuk memulai atau mengakhiri wawancara, untuk pindah ke topik baru, atau untuk mengklarifikasi masalah yang kompleks. Sangat berguna untuk mengatur pemikiran tentang apa yang terjadi pada wawancara
4 dimensi dari parafrase dan ringkasan yang akurat:
a) Batang kalimat: terkadang menggunakan nama klien. Nama membantu mempersonalisasi sesi.
b) Kata-kata kunci: Kata kunci tepat milik klien yang mereka gunakan untuk menggambarkan situasi mereka.
c) Inti dari apa yang dikatakan klien dalam bentuk yang lebih singkat dan lebih
d) Pemeriksaan: Secara implisit atau eksplisit, tanyakan kepada klien untuk memastikan bahwa apa yang Anda berikan kepadanya akurat.
C. Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok banyak di gunakan untuk mengobservasi perilaku seseorang dalam situasi terstruktur. Bentuk diskusi kelompok yang ukup populer antara lain adalah Leader Group Discussion (LGD), DAN Focus Group Discussion (FGD).
1. Leaderless Group Discussion (LGD)
Leaderless Group Discussion (LGD) adalah diskusi kelompok tanpa ditunjuknya seorang pemimpin, yang mana kedudukan semua anggota sama pada awalnya. Kondisi demikian merupakan sebuah simulasi bagi suatu kelompok yang mengikuti diskusi dalam keadaan tertekan dan tanpa arah. Sehingga dengan kondisi demikian akan terlihat bagaimana kepribadian individu dalam caranya bekerja sama, menanggapi suatu masalah dan berinteraksi satu sama lain, bahkan motivasi dan persepsinya dalam mengemukakan pendapat. Leaders Group Discussion yaitu dapat berpikir analitis, kestabilan emosi, penyesuaian diri dengan orang lain, tindakan kerja sama, dan sikap kepemimpinan. Berpikir analistis tentunya sangat terlihat dari respon peserta terhadap masalah yang sedang di diskusikan. Stabilitas emosi akan muncul disaat peserta di tuntut untuk menghargai orang lain dan diharuskan untuk mendengarkan. Kemudian kerja sama kelompok berkaitan dengan kemampuan membagi waktu setiap peserta untuk mengemukakan pendapatnnya seefektif mungkin. Kepemimpinan, dimana orang yang memiliki jiwa pemimpin akan mencoba mengarahkan orang lain akan pandangan yang dimilikinya.
Leaderless Group Discussion (LGD) yang secara ekstensif telah digunakan pada assesment center untuk menyeleksi personil eksekutif pada jabatan tertentu. LGD banyak digunakan untuk tingkatan supervisor ke atas. Dalam pengujian LGD, sebuah kelompok kecil (biasanya kurang dari 12 orang) diminta untuk mendiskusikan atau sosial dalam waktu 30 menit-1jam. Para obsever dan penilai lainnya memberikan penilaian pada performasi dari individu-individu anggota kelompok tersebut. Penilaian biasanya meliputi kemampuan mempengaruhi, pelaksanaan tugas dan kerja sama yang diperlihatkan pada peserta (Arken 1996). Leaderless Group Discussion sering juga disebut sebagai Dinamika Kelompok, karena disini akan di lihat bagaimana dinamika yang terjadi dalam kelompok tersebut.
2. Focus Group Discussion (FGD)
Focus group discussion (FGD) Adalah diskusi kelompok terarah. FGD biasa juga disebut sebagai metode dan teknik dalam mengumpulkan data kualitatif dimana sekelompok orang berdiskusi tentang suatu fokus masalah atau topik tertentu yang dipandu oleh seorang moderator. Awalnya FGD merupakan metode dan teknik pengumpulan data yang dikembangkan dalam bidang pemasaran. Fgd juga digunakan untuk mengetahui citra produk, desain produk, dan sebagainya. Dalam perkembangan FGD mulai dikembangkan dan digunakan dalam bidang Psikologi Klinis dan Sosial. Ekowarni (2002) memberikan contoh dari model Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terpadu) dengan memperhatikan beberapa hal dibawah ini;
I. Kapan digunakan?
Untuk melakukan pelacakan atau penelusuran kualitatif.
Data yang ingin diperoleh tidak dapat digali dengan menggunakan metode lain.
Menggali opini persepsi secara langsung dari sumber data suatu komunitas.
II. Bagaimana memilih partisipan?
Kelompok terdiri dari partisipan yang relatif homogen guna menghindari konflik.
Tidak ada partisipan yang karena kedudukan, posisi, maupun status, akan menimbulkan tekanan pada partisipan lain.
Partisipan memiliki pemahaman atau keterlibatan dalam tema diskusi.
Jumlah partisipan dalam kelompok antara 6-12 orang.
III. Apakah harus ada topik khusus?
Harus ada (pertanyaan khusus) yang menjadi topik atau tema diskusi.
Dinamika kelompok harus tetap terpusat pada tema.
Pemikiran kelompok harus dibangun dan menghindari dominasi pendapat individu
IV. Peran Moderator
Harus mempunyai karakterfleksibel, objektif, empatik, persuasif, danpendengar yang baik.
Mampu mengatasi situasi sulit V. Perlukah asisten moderator?
Asisten moderator yang mempunyai kemampuan yang sama dalam melakukan
“group management” tetapi mempunyai tugas berbeda. Moderator secara langsung mengarahkan kelompok dan sebaiknya tidak melakukan pencatatan.
Asisten moderator melakukan pencatatan maupun perekaman dengan kamera,
“tape-recorder” atau “videotape”. Asisten moderator juga bertugas untuk menyiapkan papan peraga atau logistik yang diperlukan.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Observasi dan wawancara merupakan dua metode asesmen yang paling tua. Jauh sebelum penemuan tulisan, orang membuat penilaian dan evaluasi terhadap orang lain dengan mengobservasi perilaku mereka dan menceritakannya. Observasi dan wawancara pada hakekatnya adalah sama. Keduanya melibatkan perhatian yang mendalam dan mendengarkan perilaku-perilaku nonverbal maupun verbal serta menarik kesimpulan berdasarkan penemuan-penemuan tersebut.
Terdapat beberapa aspek dalam komunikasi nonverbal yang diperlihatkan klien yang cenderung menjadi minat utama dari para psikolog klinis selama interview terdiri dari:
penampilan fisik, gesture, postur, kontak mata, ekspresi wajah, keterbangkitan emosi, serta percakapan (nada dan kecepatan).
Dalam melakukan observasi perilaku dalam situasi yang terstruktur cara yang dapat digunakan yaitu dengan melakukan diskusi kelompok. Adapun bentuk dari diskusi kelompok yang cukup popule yaitu: (1) Leader Group Discussion (LGD), dan (2) Focus Group Discussion (FGD).
DAFTAR PUSTAKA