Pendeskripsian Foraminifera Plantonik
Alvan Arif Nugraha1a, Agung Saspra Yoga, David Parulian Hutauruk1, Ernest Abednego Pakpahan1, Fajri Gustianto Aghdag1, Fiona Delisa1, Noval Juan Restu Sitinjak1, Yoga Prabu
Ananta1, Hissy Ijitiha Sari
Program Studi Teknik Geologi, Jurusan Teknologi Produksi dan Industri, Institut Teknologi Sumatera Email : [email protected]
Abtract
Microfossils are fossils that generally measure no more than 4 mm and are generally smaller than 1 mm. So to study it requires a light or electron microscope. The use of microfossils is that sediment layers of the same age can look completely different, different microfossils can function well in sediments of different ages. Foraminifera is one of the organisms of the protist kingdom with a means of motion in the form of pseudopodia or what is often called rhizopoda (false legs).
Foraminifera generally live in the marine environment as plankton and benthos. Foraminifera shells which are generally composed of calcium carbonate can record environmental conditions at the time of their life such as salinity levels, temperatures, currents, and different types of sediments and ocean depths. Sieving is a mechanical separation of particles or materials based on differences in particle size. The sieving of microfossil preparation aims to obtain microfossil specimens in the sample. In observing the foraminifera in this practicum, a light microscope was used, where the sample was observed to obtain the presence of the foraminifera.
Keywords : Microfossil, foraminifera, sample
Abstrak
Mikrofosil merupakan fosil yang umumnya berukuran tidak lebih dari 4 mm dan umumnya lebih kecil dari 1 mm. Sehingga untuk mempelajarinya dibutuhkan miksroskop cahaya ataupun elektron. Adapun kegunaan mikrofosil yaitu pada lapisan sedimen yang berumur sama dapat terlihat sama sekali berbeda, mikrofosil yang berbeda dapat berfungsi dengan baik pada sedimen yang berumur beda. Foraminifera adalah salah satu organisme dari kingdom protista dengan alat gerak berupa pseudopodia atau yang sering disebut dengan rhizopoda (kaki semu). Foraminifera umumnya hidup di lingkungan laut sebagai plankton dan bentos. Cangkang foraminifera yang umumnya tersusun dari kalsium karbonat dapat merekam kondisi lingkungan pada saat hidupnya seperti tingkat salinitas, suhu, arus, dan jenis sedimen dan kedalaman laut yang berbeda. Sieving atau pengayakan merupakan proses pemisahan partikel atau material secara mekanis yang didasarkan pada perbedaan ukuran partikel. Dilakukannya pengayakan pada preparasi mikrofosil bertujuan untuk mendapatkan spesimen mikrofosil pada sampel. Pada pengamatan formanifiera pada praktikum kali ini digunakan mikroskop cahaya, dimana sampel diamati untuk mendapatkan keberadaan foraminifera tersebut.
Kata Kunci : Mikrofosil, foraminifera, sampel
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Lingkungan pengendapan merupakan suatu keadaan yang kompleks tempat sedimen diendapkan dan dipengaruhi oleh faktor fisika,kimia dan biologi yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Unsur dari ketiga faktor tersebut diantaranya adalah arus, kedalaman,penetrasi cahaya, salinitas, temperatur, kalsium karbonat dan kandungan flora dan fauna. Banyak cara dalam melakukan analisis lingkungan pengendapan diantaranya dengan memperhatikan geometri endapan, litologi, struktur sedimen, pola arus purba dan kandungan fosil. (Fauzielly, 2008)
Fosil foraminifera yang terkandung dalam suatu batuan, tentu akan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, seperti memiliki karakteristik morfologi, bentuk cangkang hingga ornamen-ornamen penyusun dinding tes foraminifera, akan tetapi hampir seluruh mikrofosil mempunyai sifat fisik yang sama, yaitu ukurannya yang sangat kecil dan kadang sangat mudah hancur karena sangat rapuh. Sifat fisik yang demikian menyebabkan perlunya perlakuan khusus dalam pengambilan sampel batuan, memisahkanya dari material pembawa, lalu menimpanya ditempat yang aman dan terlindung dari kerusakan secara kimia dan fisika. (Prabowo, 2020)
Dalam melalukan prepasari mikrofosil tentu diperlukannya proses pengayakan dimana partiker dipisahkan berdasarkan ukuran besar butirnya. Adapun tujuan dilakukannya pengakayan pada praktikum kali ini yaitu untuk mendapatkan mikrofosil dari sampel.
Ukuran mikrofosil sangatlah kecil untuk diamati menggunakan mata secara langsung, oleh karena itu dalam melakukan pengmatan sampel digunakan mikroskop cahaya untuk mengamati keberadaan foraminifera pada sampel.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum ini yaitu : 1. Apa penjelasan foraminifera plantonik ?
2. Apa perbedaan foraminifera plantonik dan bentonik ? 3. Bagaimana perkembangbiakan foraminifera plantonik ?
1.3 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari praktikum ini yaitu : 1. Mengetahui apa itu foraminifera plantonik
2. Mengetahui perbedaan foraminifera plantonik dan bentonik 3. Mengetahui cara berkembang biak foraminifera plantonik
1.4 Potensi dan Manfaat Prakitkum Potensi dan manfat dari praktikum ini yaitu :
1. Praktikan dapat mendeskripsikan foraminifera palntonik
2. Praktikan dapat membedakan foraminifera plantonik dan bentonik
1.5 Tinjauan Pustaka
Mikropaleontologi adalah cabang dari ilmu pada ilmu paleontologi yang khusus mempelajari sermua sisa-sisa yang berukuran kecil sehingga pada pelaksanaannya haru smenggunakan alat bantu mikroskop. Contoh mikrofosil adalah hewan foraminifera.
Foraminifera adalah merupakan mikrofosil yang sangat penting dalam studi mikropaleontologi. Hal ini disebabkan karena jumlahnya yang sangat melimpah pada batuan sedimen. Secara defenisi foraminifera adalah organisme bersel tunggal yang hidupsecara aquatik (terutama hidup di laut), mempunyai satu atau lebih kamar-kamar yangterpisah satu dengan yang lainnya oleh sekat-sekat (septa) yang ditembusi oleh lubang-lubang halus (foramen). Hewan foraminifera contohnya adalah plankton dan benthos,hidup pada dasar laut. Plankton bentuk testnya adalah bulat dan susunan kamarnya adalah trochospiral, sedangkan benthos bentuk testnya adalah pipih dan susunan kamar planispiral. Kedua-duanya ini adalah merupakan bagian dari fhilum protozoa. (Yuflih, 2013)
Foraminifera planktonik adalah foraminifera yang cara hidupnya mengambang atau melayang di air, sehingga fosil ini sangat baik untuk menentukan umur dari suatu lingkungan pengendapan (umur dari satu batuan). Secara umum foraminifera dibagi berdasarkan famili, genus, serta spesies yang didasarkan antara ciri-ciri yang nampak.
Susunan kamar foraminifera plantonik dibagi menjadi : 1. Planispiral yaitu sifatnya berputar pada satu bidang, semua kamar terlihat dan pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh: Hastigerina. 2. Trochospiral yaitu sifat berputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama. Contoh: Globigerina. 3. Streptospiral yaitu sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh: Pulleniatina. Foraminifera planktonik lebih tahan terhadap pengaruh lingkungan jika dibandingkan dengan foraminifera bentonik. (Lisly, 2021)
2. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Genus Orbolina
Formaninifera plantonik genus ini dicirikan dengan jenis dinding hyalin, dimana dinding ini terbentuk oleh pertumbuhan kristal kalsit berkat tempat organik, dibentuk oleh proses yang disebut biomineralisasi yang dilakukan secara eksternal ke tubuh protoplasma.
Kemudian mempunyai bentuk cangkang unilacular, dengan jenis putaran planispiral.
Pada bagian aperture, posisi aperture yaitu peripheral dengan bentuk membulat dan jumlahnya satu. Pada bagian kamar berbentuk spherical dengan jumlah kamar 8. Sampel ini memiliki ornamentasi pada cangkangnya berupa umbilical plug. Foraminifera ini muncul keterdapatannya pada miosen sampai holosen (sekarang).
Gambar 2.1 foraminifera orbolina dari sisi ventral, dorsal, peripheral
2.2 Genus Globoquadrina
Foraminifera genus ini memiliki jenis dinding hyalin, terbentuknya dinding hyalin disebabkan oleh pertumbuhan kristal kalsit berkat tempat organik, dibentuk oleh proses yang disebut biomineralisasi yang dilakukan secara eksternal ke tubuh protoplasma.
Memiliki bentuk cangkang spherical, dengan jenis putaran streptospiral. Pada bagian aperture, memiliki posisi terminal, dengan bentuk tidak beraturan dan berjumlah satu.
Kemudian pada bagian kamar sape, bentuk kamar yang terlihat berbentuk triangular dengan jumlah kamar sebanyak 3 buah kamar.
Gambar 2.2 foraminifera globoquadrina dari sisi ventral, dorsal, peripher
3. KESIMPULAN
Pada praktikum pada kali ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Foraminifera planktonik adalah foraminifera yang cara hidupnya mengambang atau melayang di air, sehingga fosil ini sangat baik untuk menentukan umur dari suatu lingkungan pengendapan 2. Foraminifera plantonik umumnya hidup dengan cara mengambang di permukaan air, sedangkan foraminifera bentonik hidup menggunakan sesile dan vefile dan dijumpai di dasar laut 3. Foraminifera plantonik berkembangbiak dengan cara reproduksi, secara umum melibatkan pergantian antara generasi haploid dan diploid, haploid pada awalnya memiliki nukelus tunggal dan kemudian mengalami pembelahan.
4. REFERENSI
Fauzielly, L., 2008. Foraminifera Sebagai Penciri Paleo Environment : Studi Kasus Pada Lintasan Kali Bentur, Ngawean, Blora. jurnal.unpad.ac.id, Volume 6, p. 7.
Lisly, P., 2021. BIOSTRATIGRAFI FORAMINIFERA PLANTONIK “SECTION A”
FORMASI TONASA DAERAH KARAMA KECAMATAN BANGKALA BARAT KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI
SELATAN. repository.unhas.ac.id, p. 35.
Prabowo, I., 2020. Ketetapan Dalam Preparasi-Determinasi Fosil Foraminifera Plankton Sebagai Penentu Umur Relatif Batuan dan Lingkungan Pengendapan.
ejournal.sttmigas.ac.id, Volume 2, p. 8.
Yuflih, S., 2013. Kegunaan Mikrofosil Dalam Menentukan Lingkungan Pengendapan.
academia.edu, p. 4.