• Tidak ada hasil yang ditemukan

klasifikasi jenis mikrofosil foraminifera di daerah Bongo dan sekitarny

N/A
N/A
Fadhil Abdillah Ahmad

Academic year: 2024

Membagikan "klasifikasi jenis mikrofosil foraminifera di daerah Bongo dan sekitarny "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

klasifikasi jenis mikrofosil foraminifera di daerah Bongo dan sekitarnya

Regina Malaka

1,Program Studi Teknik Geologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo 1Moutong, Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Indonesia.

reginamalaka5@gmail.com

Abstrak

Salah satu cabang ilmu paleontologi yang dikenal sebagai mikropaleontologi mempelajari mikrofosil. Fosil ini sangat banyak ditemukan di berbagai tempat, terutama pada batuan di dalam tanah, ataupun batuan yang terdapat di dalam laut.

Tidak banyak orang yang mengetahui spesies apa - apa saja yang ditemukan tersebut. Foraminifera planktonic, juga dikenal sebagai fosil plankton, merupakan bagian dari pengetahuan yang dikumpulkan dalam bidang mikropaleontologi.

Foraminifera bentos dan plankton adalah dua jenis fosil foraminifera yang tidak dapat ditemukan begitu saja di batuan.

foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar yang tersusun sambung-menyambung selama masa pertumbuhannya.

Bahkan ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang.

Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau partikel - partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau aragonit) tergantung dari spesiesnya. Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari 100 mikrometer sampai 20 sentimeter. Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Fosil foraminifera yang ditemukan dalam tubuh batuan harus diuraikan melalui proses khusus. Metode ini dikenal sebagai preparasi mikrofosil. Dalam tahap selanjutnya dari analisis fosil, yaitu tahap determinasi, ketepatan dalam pengerjaan akan sangat membantu. Pada tahap ini, genus dan spesies (taksonomi) suatu organisme akan diidentifikasi berdasarkan karakteristik foraminifera. Masing -masing karakteristik foraminifera akan menunjukkan kecenderungan unik, baik dalam habitatnya maupun saat organisme dapat mengalami pemfosilan.

Kata kunci: Mikropaleontologi,Foraminifera,Bentos dan plankton

Abstract

One branch of paleontology known as micropaleontology studies microfossils. These fossils are found in many places, especially in rocks in the ground or rocks in the sea. Not many people know what species were found. Planktonic foraminifera, also known as plankton fossils, are part of the knowledge accumulated in the field of micropaleontology.

Benthic foraminifera and plankton are two types of foraminifera fossils that cannot simply be found in rocks. Foraminifera generally consist of rooms that are arranged continuously during their growth period. There are even the simplest shapes, namely an open tube or a ball with one hole. Foraminifera shells are composed of organic material, grains of sand or other particles held together by cement, or CaCO3 crystals (calcite or aragonite) depending on the species. Foraminifera provide data on the relative ages of marine sedimentary rocks. There are several reasons that foraminifera fossils are very valuable microfossils, especially for determining the relative age of layers of marine sedimentary rock. Mature foraminifera have sizes ranging from 100 micrometers to 20 centimeters. Foraminifera have been found abundantly as fossils, at least for a period of 540 million years. Foraminifera fossils found in rock bodies must be decomposed through a special process. This method is known as microfossil preparation. In the next stage of fossil analysis, namely the determination stage, accuracy in the work will be very helpful. At this stage, the genus and species (taxonomy) of an organism will be identified based on the characteristics of the foraminifera. Each characteristic of foraminifera will show unique tendencies, both in their habitat and when the organism can undergo fossilization.

Keywords: micropaleontology,Foraminifera, benthos and plankton

(2)

I. P

ENDAHULUAN

Foraminifera merupakan organisme bersel satu (uniseluler) yang memiliki kemampuan untuk membentuk cangkang/test nya sendiri. Beberapa spesies dapat memiliki panjang lebih dari 100 mm atau lebih akan tetapi secara umum memiliki ukuran test kurang dari 100.

Struktur dan komposisi dinding test Foraminifera terdiri dari beberapa komposisi, utamanya tersusun atas senyawa kalsium karbonat. Foraminifera utamanya foraminifera kecil memiliki pseupodia sehingga digolongkan dalam kelas Sarcodina(Haynes,1981).

Fosil foraminifera yang terkandung dalam suatu batuan, tentu akan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, seperti memiliki karakteristik morfologi, bentuk cangkang hingga ornamen-ornamen penyusun dinding tes foraminifera, akan tetapi hampir seluruh mikrofosil mempunyai sifat fisik yang sama, yaitu ukurannya yang sangat kecil dan kadang sangat mudah hancur karena sangat rapuh. Sifat fisik yang demikian menyebabkan perlunya perlakuan khusus dalam pengambilan sampel batuan, memisahkannya dari material pembawa, lalu menimpannya ditempat yang aman dan terlindung dari kerusakan secara kimia dan fisika(Hottinger, 2006).

beberapa bagian penting pada sel foraminifera hidup.

Dapat kita ketahui terdapat bagian berupa inti sel (nukleus), Food vacuoles, Mitokondria, Endoplasma dan Ektoplasma, Badan golgi, Ribosom, dan Pseupodia.

Komponen sel tersebut akan mendukung cara hidup, metabolisme dan fotosintesis yang perlu dilakukan untuk mendapatkan energi. Setelah melewati sejarah pemfosilannya, bagian yang terawetkan yaitu test dan apertur (Pringgoprawiro,2000).

II.

DASAR TEORI A. Mikropaleontologi

Mikropaleontologi adalah cabang dari ilmu paleontologi yang khusus mempelajari sermua sisa-sisa yang berukuran kecil sehingga pada pelaksanaannya harus menggunakan alat bantu mikroskop. Contoh mikrofosil adalah hewan foraminifera (Maha dkk, 2009).

B. foraminifera

Foraminifera adalah merupakan mikrofosil yang sangat penting dalam studi mikropaleontologi. Hal ini disebabkan karena jumlahnya yang sangat melimpah pada batuan sedimen. Secara defenisi foraminifera adalah organisme bersel tunggal yang hidup secara aquatik (terutama hidup di laut), mempunyai satu atau lebih kamar-kamar yang terpisah satu dengan yang lainnya oleh sekat-sekat (septa) yang ditembusi oleh lubang-lubang halus (foramen), (Postuma).

Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari

kamar-kamar yang tersusun sambungmenyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang.

Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau partikel-partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau aragonit) tergantung dari spesiesnya ( Katili,)

Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari 100 mikrometer sampai 20 sentimeter.

Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi.

Ilmu paleontologi dalam ilmu geologi dikenal sebagai mikropaleontologi, yang mempelajari sisa-sisa organisme yang telah terawetkan di alam dalam bentuk fosil berukuran mikro. (Sanjoto, 2005).

Hewan foraminifera contohnya adalah plankton dan benthos, hidup pada dasar laut. Plankton bentuk testnya adalah bulat dan susunan kamarnya adalah trochospiral, sedangkan benthos bentuk testnya adalah pipih dan susunan kamar planispiral. Kedua-duanya ini adalah merupakan bagian dari fhilum protozoa (Cushman,1969).

Foraminifera planktonik memiliki cara hidup dengan mangambang atau melayang di air laut mulai dari sekitar permukaan hingga kedalaman 1000 meter. Mereka memiliki ukuran sekitar 50 sampai 100 mikron. Ciri utama dari foraminifera planktonik adalah memilliki cangkang yang berbentuk bulat dengan komposisi gamping hyaline dan susunan kamar trochospiral. Foraminifera planktonik berperan penting dalam ekosistem laut, yaitu sebagai indikator lingkungan dan bioindikator dalam penelitian perubahan iklim dan perubahan lingkungan laut, menentukan umur relatif pada batuan sedimen.

Mengidentifikasi foraminifera planktonik secara manual menggunakan mikroskop diperlukan keahlian tinggi dan menghabiskan proses waktu relatif lama. Karena foraminifera planktonik memiliki banyak spesies dan memiliki variasi morfologi yang rumit. Untuk itu diperlukan pendekatan otomatis untuk membuat sistem dalam mengenali, dan mengklasifikasikan spesies foraminifera planktonik berdasarkan kelas genus secara akurat dan efisien(Kasnita,2020).

Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara. hidup secara vagile (merambat merayap) dan sessile (menambat). Alnt yang digunakan untuk merayap pada benthos yang vagile adalah pseudopodia.

Terdapat yang semula sesile dan berkembang menjadi vagile serta hidup sampai kedalaman. 3000 meter di bawah permukaan laut. Material penyusun test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin, gampingan. Foraminifera benthonik sangat baik digunakan untuk indikator paleoecology dan bathymetri, karena sangat peka terhadap perubahan lingkungan yang terjadi (Pandita, 2015).

Mikrofosil Setiap fosil (biasanya kecil) untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah mikroskop. Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19 mm seperti

(3)

genus fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari foil- fosil makro serta bagian-bagian tubuh dari fosil makro yang mengamainya menggunakan mikroskop serta sayatan tipis dari fosil-fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannya foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya (Srinivasan,1983).

Foraminifera sangat penting dalam geologi karena memiliki bagian yang keras dengan ciri masiing-masing foram, antara lain:

a. Planktonik (mengambang), ciri-ciri:

• Susunan kamar trochospiral

• Bentuk test bulat

• Komposisi test Hyaline b. Benthonik (di dasar laut), ciri-ciri:

• Susunan kamar planispiral

• Bentuk test pipih

• Komposisi test adalah aglutine dan aranaccous

Bentuk luar foraminifera, jika diamati dibawah mikroskop dapat menunjukkan beberapa kenampakan yang bermacam-macam dari cangkang foraminifera, meliputi:

• Dinding, lapisan terluar dari cangkang foraminifera yang berfungsi melindungi bagian dalam tubuhnya. Dapat terbuat dari zat-zat organik yang dihasilkan sendiri atau dari material asing yang diambil dari sekelilingnya.

• Kamar, bagian dalam foraminifera dimana protoplasma berada.

• Protoculum, kamar utama pada cangkang foraminifera.

• Septa, sekat-sekat yang memisahkan antar kamar.

• Suture, suatu bidang yang memisahkan antar 2 kamar yang berdekatan..

• Aperture, lubang utama pada cangkang foraminiferra yang berfungsi sebagai mulut atau juga jalan keluarnya protoplasma

III.

METODEOLOGI

A. Lokasi Dan Waktu Penelitan

Lokasi penelitian berada di daerah bongo dan sekitarnya yang dengan menggunakan peta topografi yang dengan titik koordinat pada (ST 1) 0°30'9" N 123°1'56" E dan ST 2 0°30'1" N 123°0'25" E. waktu saat pengambilan batuan pada daerah penelitian novembar 2023.

Gambar 1. Lokasi penelitian daerah Bongo dan sekitarnya

B. Jenis penelitian

Studi kualitatif dan kuantitatif terdiri dari survei lapangan dan analisis laboratorium. Survei lapangan melakukan analisis kualitatif terutama dengan mengambil sampel batuan dari singkapan batuan yang layak. Analisis kuantitatif dilakukan saat analisis dilakukan di Laboratorium petrografi dan mineralogi.

C. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang di gunakan sebagai berikut:

1. Kompas 2. Palu

3. Mesh (penyaring) 4. Larutan H2O2 5. Kantong sampel 6. Spidol

7. Kain tebal/tipis 8. Jarum

9. Kamera 10. Mikroskop

D. Tahap pengeringan

dari proses penghancuran batuan menjadi serbuk, kemudian pelepasan foraminifera bersamaan dengan sedimen melalui perendaman material yang sudah halus dengan larutan H2O2. Perendaman dilakukan selama 24 jam. Setelah perendaman selesai, sampel batuan yang sudah dalam bentuk hancuran dicuci dan diayakan dengan air keran. Setelah pencucian dan pengayakan dianggap cukup, sampel akan dikeringkan. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan pengeringan buatan atau alami.

Pengayakan dialkukan dengan menggunakan alat yang disebut mesh. Cahaya matahari membantu proses secara alami. Kelemahan metode ini adalah ketidakpastian tentang intensitas cahaya matahari karena bergantung pada cuaca dan waktu yang dibutuhkan yang relatif lama.

Secara buatan, pengeringan dilakukan menggunakan oven dengan suhu ± 300 dan waktu pengeringan tidak lebih dari 30 menit (tergantung pada kondisi kebasahan dan kelembaban sampel). Tidak diragukan lagi, proses pengeringan ini tidak membutuhkan waktu yang lama.

E. Tahap analisis mikroskop

Sampel akan siap untuk dimasukkan ke meja mikroskop untuk analisis setelah kering. Dengan menggunakan mikroskop binokuler, analisis mikrofosil dilakukan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menghasilkan taksonomi, yang nantinya akan memberikan informasi tentang umur batuan dan lingkungan pengendapan yang membawa fosil tersebut.

(4)

IV.

DATA DAN ANALISIS

Hasil survei yang dilakukan di wilayah penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa jenis singkapan batugamping di wilayah tersebut. Sampel batu gamping yang ditemukan mengandung foraminifera, jadi sampel tersebut diambil untuk dilakukan analisis mikropaleontologi. Hasil analisis menunjukkan tiga jenis fosil foraminifera bentonik, yang penjelasannya adalah sebagai berikut:

Gambar 1 fosil Astrorhiza compressiuscula Chapman

1. CHROMISTA (KINGDOM) 2. HAROSA (SUBKINGDOM) 3. ASTRORHIZIDA (ORDER) 4. ASTRORHIZINA (SUBORDER) 5. ASTRORHIZOIDEA (SUPERFAMILY) 6. ASTRORHIZIDAE (FAMILY)

Gambar 2 fosil jaculella acuta Brady,

1. Chromista (Kingdom) 2. Harosa (Subkingdom) 3. Astrorhizida (Order) 4. Hippocrepinina (Suborder) 5. Hippocrepinoidea (Superfamily) 6. Hippocrepinidae (Family)

Gambar 3 fosil Rhaphidoscene onica Jennings

1. ASTRORHIJIDA (ORDO) 2. ASTRORHIJINA (SUBORDO) 3. ASTRORHIJOIDEA (SUPERFAMILY) 4. ASTRORHIJIDAE (FAMILY)

V.

KESIMPULAN

Hasil analisis yang di dapat di daerah bongo dan sekitarnya di temukan memiliki batu gamping yang di mana mengandung foraminifera yang akan di lakukan analisis di laboratoritum dan dari hasil analisis akan menunjukkan terdapat 3 jenis-jenis fosil yaitu Astrorhiza compressiuscula Chapman, jaculella acuta Brady, Rhaphidoscene onica Jennings.

U

CAPAN

T

ERIMA

K

ASIH

Terimakasih kepada dosen yang membimbing dan mengajarkan mata kuliah Mikropaleontologi, dan juga asistennya yang membantu dan membimbing selama praktikum berlangsung.

Referensi

[1] Cushman, J.A., 1969 Foraminifera Their Clasification and Economic Use. Cambridge, Massachusets, USA Harvard University Press [2] Haynes, J. R. 1981. Foraminifera. Macmillan

Publishers LTD: London

[3] Hottinger, L. (2006). Illustrated glossary of terms used in foraminiferal research. Carnets de Géologie (Notebooks on Geology), 02(Mémoires).

https://doi.org/10.4267/2042/5832

[4] Katili, Dr.J & Marks, Dr.P.Geologi.

Jakarta :Departement Urusan Research Nasional.

[5] Kasnita. 2020. KOMPOSISI JENIS FOSIL

FORAMINIFERA PADA STRUKTUR

VERTIKAL SEDIMEN PENYUSUN DARATAN

PULAU BARRANGLOMPO, KEPULAUAN

SPERMONDE. Makassar: Universitas Hasanuddin [6] Kennett, J.P Srinivasan, M.S 1983, Neogene

Planktonic Foraminifera. Hucthison Ross Publishing Company, h.265.

(5)

[7] Maha, Mahap., dkk, 2009, Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi,Laboratorium Mikropaleontologi, Jurusan Teknik Geologi UPN ”Veteran”

Yogyakarta, Yogyakarta

[8] Pringgoprawiro, H., & Kapid, R., 2000.

Foraminifera: Pengenalan Mikrofosil dan Aplikasi Biostratigrafi. ITB Bandung. 112 hal

[9] Postuma J. A., Manual of Planctonic Foraminifera, Elsevier Publishing Company Amsterdam London, New York

[10] Pandita. H., 2015. Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi, Yogyakarta, hal 1-40

[11] Sanjoto Siwi, Defri H,&Sri P.K.,2005,Buku Petunjuk Praktikum Mikropaleontologi, Yogyakarta:

ISTA

[12] Sanjoto Siwi, Defri H,&Sri P.K.,2005,Buku Petunjuk Praktikum Mikropaleontologi, Yogyakarta:

ISTA.

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Regina Malaka lahir di Pohuwato, 26 september 2003. tumbuh dan besar di

pohuwato Berijazah SD Negri 01 Buntulia, SMP Negeri 01 Duhiadaa, SMA

Negeri 1 Marisa Anak pertama dari 2 bersaudara.Dan sekarang Merupakan

mahasiswa Teknik Geologi Universitas Negeri Gorontalo.

(7)
(8)
(9)

Referensi

Dokumen terkait

Model penampang pada Lintasand- d’ yang berarah utara-selatan pada Gambar 6, diperoleh 6 bentuk batuan yang memiliki nilai suseptibilitas yang berbeda-beda, dari

Berdasarkan pengalaman, pengamatan dan segi psikologi penulis cangkang kerang memeiliki sudut pandang yang berbeda. Cangkang secara visual memiliki bentuk yang

Metode geologi digunakan untuk mengetahui sebaran batuan, mengenali gejala tektonik, dan karakteristik fisik manifestasi panas bumi. Pemetaan morfologi, satuan

terjadi transgresi sehingga diendapkan batulanau pada lingkungan smooth portion of suprafan lobes , pada batulanau ini memiliki fosil foraminifera plangtonik

Model penampang pada Lintasand-d’ yang berarah utara-selatan pada Gambar 6, diperoleh 6 bentuk batuan yang memiliki nilai suseptibilitas yang berbeda-beda, dari

Biofasies ini memiliki spesies dominan yang sama dengan biofasies 1 dan 2, tetapi kumpulan spesies terpilih foraminifera bentonik pada spesies ini berbeda dengan

Dari peta kedalaman dan kelerengan menunjukan bahwa bentuk morfologi yang diperoleh memiliki karakteristik tipe morfologi dominansi gelombang yang memiliki ciri-ciri pesisir

Pada pengamatan pendeskripsian Palechipoda diketahui bahwa Palechipoda memiliki bentuk morfologi cangkang yang simetris dengan bagian-bagian tubuh berupa commisura atau