• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Proses Produksi dan Pengaruh Ketebalan Kemasan Primer terhadap Umur Simpan Mi Instan

N/A
N/A
Nur Misyka

Academic year: 2025

Membagikan " Kajian Proses Produksi dan Pengaruh Ketebalan Kemasan Primer terhadap Umur Simpan Mi Instan"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PROSES PRODUKSI SERTA TINJAUAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) DAN ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN KETEBALAN KEMASAN PRIMER TERHADAP UMUR SIMPAN INDOMIE GORENG RASA

AYAM GEPREK DAN SARIMI GELAS RASA AYAM BAWANG DI PT.

INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR TBK NOODLE DIVISION CABANG SEMARANG

MAGANG

Disusun Oleh :

NUR MISYKAATUZ ZUJAAJAH 23020122140161

PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2024

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal magang ini dengan judul “Kajian Proses Produksi Serta Tinjauan Good Manufacturing Practice (GMP) Dan Analisis Pengaruh Perbedaan Ketebalan Kemasan Primer Terhadap Umur Simpan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek Dan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang Di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang".

Laporan magang ini disusun sebagai bagian dari pertanggungjawaban kegiatan magang yang telah dilakukan penulis di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang selama kurang lebih satu bulan dari tanggal 22 Juli 2024 – 22 Agustus 2024.

Penulis berhasil menyusun laporan ini dengan baik dan benar berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, termasuk Bapak Subekti sebagai Production Supervisor, Bapak Muhiddin sebagai Production Shift Supervisor, beserta Bapak Section Supervisor lainnya.

Semoga laporan ini dapat memberikan pemahaman yang mengenai proses produksi mi instan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang dan dapat bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai hal tersebut. Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu diharapkan demi perbaikan di masa mendatang.

Akhir kata, penulis berharap laporan ini dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kita semua. Terima kasih.

Hormat kami,

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

BAB I...1

PENDAHULUAN...1

1.1 LATAR BELAKANG...1

1.2 TUJUAN... 2

1.3 MANFAAT... 2

BAB II...4

TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 MI INSTAN... 4

2.2 TEPUNG TERIGU... 4

2.3 TEPUNG TAPIOKA... 5

BAB III...10

MATERI DAN METODE...10

3.1 MATERI...10

3.2 METODE... 10

BAB IV...12

HASIL PEMBAHASAN... 12

4.1 PROFIL PERUSAHAAN... 12

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan...12

4.1.2 Visi dan Misi... 14

4.1.3 Lokasi Perusahaan...14

4.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan dan Tugas Setiap Departemen...15

4.2 PROSES PRODUKSI NORMAL NOODLE...16

4.3 GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) PROSES PRODUKSI NORMAL NOODLE...22

4.4 Material Kemasan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek dan Kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang...26

4.5 Kadar Air...28

4.6 Kemasan Primer... 30

BAB V...32

(4)

PENUTUP...32

5.1 Kesimpulan...32

5.2 Saran...33

LAMPIRAN... 33

DAFTAR PUSTAKA...37

(5)
(6)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan zaman yang pesat saat ini memberikan kontribusi baru terhadap pola kehidupan masyarakat, terutama dalam hal konsumsi makanan. Salah satu jenis makanan yang banyak dikonsumsi adalah makanan cepat saji. Mie instan menjadi salah satu contoh makanan cepat saji yang sangat digemari. Tingginya frekuensi konsumsi mie instan disebabkan oleh kemudahan dalam penyajiannya, menjadikannya pilihan yang praktis untuk sehari-hari dan bahkan sebagai camilan.

Mie adalah produk yang dihasilkan dari campuran tepung terigu dan air, yang kemudian dipipihkan untuk membentuk panjang dan dimasak dalam air mendidih.

Mie sering dijadikan sebagai alternatif nasi karena kandungan karbohidrat yang ada di dalamnya. Produk mie olahan yang digemari hampir seluruh masyarakat Indonesia adalah mie instan, karena memberikan alternatif cepat saji dan memiliki harga yang relatif murah, selain itu mie instan juga memiliki berbagai variasi rasa yang memberikan konsumen bermacam-macam pilihan rasa yang sesuai dengan keinginan (Kwek, 2022). Kadar karbohidrat yang terkandung didalam mie instan tergolong cukup tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber energi.

Satu bungkus mie instan memiliki tiga komponen, antara lain satu blok mie instan kering, bumbu, dan minyak yang saat dimasak dapat menjadi satu kesatuan. Mie instan memiliki kadar air sebesar 3-4% sehingga memiliki umur simpan yang cukup lama (Desniati, 2022).

Perusahaan mie terbesar di Indonesia adalah PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang. Mereka memproduksi berbagai jenis makanan dan minuman di tanah air (Enjelia, 2022). PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang menawarkan sekitar 40 varian rasa mie instan. Mereka menggunakan metode produksi massal, di mana barang diproduksi dalam jumlah besar dengan permintaan yang relatif stabil. Saat ini, perusahaan ini menguasai 70,7% pangsa pasar mie instan, yang berasal dari berbagai merek, seperti Indomie, Sarimi, Supermi, Pop Mie, Sakura, Intermi, dan Mie telur

(7)

Cap 3 Ayam. Merek Indomie menjadi salah satu yang paling populer, sehingga dianggap sebagai kebanggaan dalam perekonomian Indonesia, khususnya di kategori mie instan.Indonesia berhasil melakukan ekspor mie instan pada tahun 2020 ke berbagai negara antara lain Malaysia mencapai nilai ekspor sebesar 31,40%, Australia sebesar 9,84%, Singapura sebesar 4,70%, Amerika Serikat (4,51%) dan Timor Leste sebesar 4,24% (Kwek, 2022).

Dalam proses produksi mie instan, penting untuk menjalankan pengolahan secara higienis dan menjaga sanitasi ruang produksi. Urutan proses ini dimulai dari penerimaan bahan baku, diikuti dengan pengayakan, pencampuran, pemrosesan dengan press dan slitter, pemasakan uap, pemotongan dan pelipatan, penggorengan, pendinginan, serta pengepakan hingga produk final. Langkah-langkah ini sangat penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang dari lingkungan ke dalam produk. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP), yang merupakan persyaratan dasar yang harus dipenuhi oleh perusahaan untuk menghasilkan makanan yang berkualitas dan aman secara konsisten. Hal-hal yang mensyarati GMP meliputi persyaratan untuk produksi, lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi dan karyawan (Dewanti dan Hariyadi, 2013).

1.2 TUJUAN

Tujuan dari magang ini adalah untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman tentang penerapan prinsip-prinsip GMP dalam proses produksi mie instan dan menganalisis pengaruh kemasan primer terhadap umur simpan mi instan di PT.

Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang. Selain itu, magang ini juga bertujuan untuk mengevaluasi proses produksi yang baik untuk mie instan di perusahaan tersebut.

1.3 MANFAAT

Manfaat yang diperoleh mahasiswa antara lain :

1. Mahasiswa mendapatkan pengalaman kerja di perusahaan atau lembaga yang berkaitan dengan studi dibidang Teknologi Industri Pangan, baik secara menyeluruh maupun dalam lingkup tertentu untuk memperluas pengetahuan wawasan dalam menerapkan ilmu yang telah dipelajari

(8)

2. Mahasiswa mengetahui dan memahami rangkaian kegiatan dalam proses produksi dan penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) terhadap kegiatan produksi Indomie di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang

3. Mahasiswa dapat meningkatkan keterampilan analitis dan kemampuan penelitian yang bermanfaat untuk karier di bidang industri pangan.

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MI INSTAN

Mi instan merupakan salah satu jenis makanan yang populer di Asia, khususnya Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mi dibuat pertama kali di daratan Cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa pemerintahan Dinasti Han. Dari Cina, mi berkembang dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan, dan negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Benua Eropa, mi mulai dikenal setelah Marcopolo berkunjung ke Cina dan membawa oleh-oleh mi. Selanjutnya, mi berubah menjadi pasta di Eropa, seperti yang dikenal saat ini (Suyanti, 2008).

Menurut SNI nomor 3351-1994, mi instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mi dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mi instan umumnya dikenal sebagai ramen. Mi ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mi segar. Tahap-tahap tersebut adalah pengukusan, pembentukan, penggorengan dan pengeringan. Kadar air mi instan umumnya mencapai 5-8% sehingga memiliki daya simpan yang lama. Sifat khas mie adalah elastis dan kukuh dengan lapisan permukaan yang tidak lembek dan tidak lengket.

Mie instan telah menjadi salah satu solusi cepat dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah. Konsumsi mie instan yang tinggi di Indonesia juga mencerminkan keterjangkauan dan ketersediaan produk ini di berbagai lapisan masyarakat. Di daerah terpencil, mie instan sering menjadi pilihan utama karena kemudahan dalam penyimpanan dan persiapan (Nurhadi, 2019). Namun, ketergantungan pada mie instan sebagai sumber pangan utama juga menimbulkan kekhawatiran terkait ketahanan pangan dan kualitas diet masyarakat (Kurniawan, 2017).

2.2 TEPUNG TERIGU

Tepung terigu adalah bahan dasar dalam pembuatan mie, yang dibuat dari biji gandum melalui proses penggilingan. Nama "terigu" berasal dari bahasa Portugis "trigo,"

yang berarti gandum. Menurut SNI, tepung terigu adalah tepung yang dihasilkan dari endosperm biji gandum Triticum aestivum L. (club wheat) atau Triticum compactum Host

(10)

, atau campuran keduanya, dengan tambahan fortifikasi zat besi (Fe), seng (Zn), vitamin B1, vitamin B2, dan asam folat. Bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan juga dapat ditambahkan sesuai peraturan.

Tepung terigu adalah produk penggilingan endosperma gandum (Triticum aestivum). Jenis gandum yang digunakan akan mempengaruhi komposisi kimia dan sifat reologinya, serta tujuan penggunaannya dalam produk makanan. Gandum untuk tepung terigu dikelompokkan berdasarkan kadar protein, meliputi hard red winter, soft red winter, hard red spring, hard white, soft white, dan durum (Abdelaleema dan Al-Azaba, 2021). Tepung terigu juga dikelompokkan berdasarkan kadar protein dan gluten, yaitu: 1) kadar protein tinggi (12-14%) dengan gluten basah (33-39%); 2) kadar protein sedang (10-12%) dengan gluten basah (27-33%); dan 3) kadar protein rendah (8-10%) dengan gluten basah (21-27%) (Kusnandar et al., 2022). Keistimewaan tepung terigu dibandingkan serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten. Ketika tepung terigu dibasahi dengan air, terjadi interaksi antara gliadin dan glutenin. Sifat elastis gluten pada adonan mie membuat mie yang dihasilkan tidak mudah putus.

2.3 TEPUNG TAPIOKA

Tepung tapioka merupakan produk turunan dari ubi kayu (Manihot esculenta), yang merupakan tanaman tropis asli Amerika Selatan dan telah dibudidayakan di Indonesia sejak lama. Ubi kayu banyak ditanam di berbagai daerah di Indonesia karena mudah tumbuh di berbagai jenis tanah dan iklim. Proses produksi tepung tapioka melibatkan pengupasan, pencucian, pemarutan, pemerasan, pengendapan, dan pengeringan pati yang diekstraksi dari ubi kayu. Tepung tapioka memiliki karakteristik berupa tekstur halus, putih bersih, dan tidak berbau, serta dikenal karena daya perekat dan elastisitasnya yang baik (Santosa et al., 2016).

Tepung tapioka, yang juga dikenal sebagai tepung kanji atau tepung aci, berasal dari akar tanaman singkong. Setelah proses tertentu, tepung ini dihasilkan dari pati yang dikeringkan dan dihaluskan. Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang tinggi, dengan amilopektin mencapai 83% dan amilosa 17% (Natasasmita, 2023). Penggunaan tepung terigu dalam industri pengolahan mie di Indonesia cukup signifikan. Tepung tapioka dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam produksi mie instan untuk

(11)

menjaga tekstur kenyal. Selain itu, tepung tapioka lebih ekonomis dibandingkan tepung terigu. Tepung ini juga berfungsi sebagai dusting agar mie tidak lengket saat dicetak.

2.4 Keamanan Pangan

Keamanan pangan merupakan aspek penting dalam industri mi instan, mengingat produk ini dikonsumsi secara luas dan sering menjadi bagian dari makanan sehari-hari.

Proses produksi mi instan harus memenuhi standar keamanan pangan yang ketat untuk memastikan produk yang dihasilkan aman bagi konsumen. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan mi instan, seperti tepung terigu, minyak, dan bumbu, juga harus memenuhi standar keamanan pangan. Penggunaan bahan baku berkualitas rendah atau yang terkontaminasi dapat berdampak serius pada kesehatan konsumen. Oleh karena itu, pemilihan dan pengawasan bahan baku menjadi langkah awal yang penting dalam menjaga keamanan mi instan. Selain itu, penggunaan bahan tambahan pangan seperti pengawet, pewarna, dan penguat rasa harus sesuai dengan regulasi yang berlaku untuk mencegah risiko kesehatan (Rahayu & Susanto, 2017).

Kemasan mi instan juga memiliki peran penting dalam menjaga keamanan pangan. Kemasan harus mampu melindungi produk dari kontaminasi fisik, kimia, dan mikrobiologis selama distribusi dan penyimpanan. Bahan kemasan yang digunakan harus memenuhi standar keamanan dan tidak boleh mengandung zat yang dapat bermigrasi ke dalam produk makanan. Selain itu, kemasan juga harus menjaga stabilitas produk, termasuk mencegah masuknya kelembapan yang dapat menyebabkan mi menjadi lembek dan tidak layak konsumsi (Santoso & Rahmawati, 2019). Distribusi dan penyimpanan mi instan juga berpotensi menimbulkan risiko keamanan pangan. Suhu dan kelembapan yang tidak terkontrol selama penyimpanan dapat menyebabkan degradasi kualitas produk dan meningkatkan risiko kontaminasi mikrobiologis. Pengawasan yang ketat selama rantai distribusi sangat penting untuk memastikan mi instan tetap aman dikonsumsi hingga sampai ke tangan konsumen (Hidayat & Subekti, 2019).

2.5 Kemasan

Kemasan pangan adalah salah satu komponen penting dalam industri makanan yang berfungsi sebagai wadah untuk melindungi produk pangan dari kontaminasi, kerusakan fisik, serta memudahkan distribusi dan penyimpanan. Kemasan pangan

(12)

memiliki peran vital dalam menjaga kualitas dan keamanan makanan, serta memperpanjang masa simpan produk. Menurut Santoso (2020) menyatakan bahwa kemasan pangan juga berfungsi sebagai sarana komunikasi antara produsen dan konsumen melalui informasi yang disertakan pada kemasan, seperti komposisi bahan, tanggal kedaluwarsa, dan petunjuk penggunaan. Fungsi utama kemasan pangan adalah melindungi makanan dari faktor-faktor eksternal yang dapat menyebabkan kerusakan, seperti oksigen, cahaya, kelembaban, dan mikroorganisme. Kemasan yang baik dapat mencegah degradasi produk pangan dan memastikan bahwa makanan tetap segar dan aman untuk dikonsumsi selama masa simpan. Menurut Setiawan (2021) menunjukkan bahwa jenis bahan kemasan yang digunakan, seperti plastik, kaca, logam, atau kertas, sangat mempengaruhi tingkat perlindungan yang diberikan terhadap produk pangan.

Selain itu, kemasan pangan juga berperan penting dalam memudahkan distribusi dan penyimpanan produk.

Kemasan yang dirancang dengan baik dapat meminimalkan kerusakan selama proses pengangkutan dan penyimpanan, serta memaksimalkan efisiensi ruang penyimpanan. Kemasan yang efisien juga dapat membantu mengurangi biaya logistik dan meningkatkan ketahanan produk terhadap benturan atau tekanan selama distribusi (Wahyuni, 2019). Kemasan pangan juga memiliki fungsi estetika dan promosi yang penting dalam menarik perhatian konsumen. Desain kemasan yang menarik dapat meningkatkan daya tarik produk dan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.

Menurut Andini (2020) menunjukkan bahwa warna, bentuk, dan tampilan kemasan dapat memengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas dan citra merek produk.

Jenis kemasan yang umum digunakan untuk mi instan adalah kemasan fleksibel.

Kemasan fleksibel adalah kemasan yang dapat berubah bentuk cukup dengan pengaruh gaya yang kecil. Kemasan fleksibel adalah kemasan yang menggunakan bahan-bahan yang fleksibel seperti plastik, aluminium foil, dan kertas laminasi yang pada umunya dicetak dan/atau dilaminasi dalam bentuk gulungan dan dapat berubah bentuk mengikuti bentuk isinya (Sampurno, 2019). Kemasan plastik, sering berupa sachet atau bungkus, menawarkan biaya produksi yang rendah dan perlindungan dasar terhadap kelembaban dan kontaminasi udara (Sari, 2021). Aluminium foil, yang sering digunakan dalam kemasan sachet, memberikan perlindungan superior terhadap oksigen dan cahaya,

(13)

membantu memperpanjang umur simpan mi instan (Suharto, 2020). Kertas laminasi, yang menggabungkan lapisan kertas dan plastik, digunakan untuk memberikan tampilan yang menarik serta perlindungan tambahan terhadap faktor eksternal (Prabowo, 2022).

Selain itu, kemasan cup atau mangkuk sering digunakan untuk produk mi instan yang siap saji, menggabungkan plastik atau kertas dengan lapisan pelindung yang memastikan kenyamanan dan kepraktisan (Dewi, 2019).

Namun, meskipun kemasan memiliki banyak manfaat, penggunaannya juga menimbulkan tantangan lingkungan yang signifikan. Sampah kemasan, terutama yang terbuat dari bahan plastik, merupakan salah satu sumber utama pencemaran lingkungan.

Meningkatnya produksi dan konsumsi makanan kemasan telah menyebabkan lonjakan jumlah sampah plastik di Indonesia, yang memerlukan strategi pengelolaan limbah yang lebih efektif (Pratama, 2022). Di sisi lain, perkembangan teknologi kemasan berkelanjutan telah memberikan solusi alternatif untuk mengurangi dampak lingkungan.

Bahan kemasan yang dapat didaur ulang, biodegradable, atau berasal dari sumber daya alam yang terbarukan semakin banyak digunakan dalam industri makanan. Menurut Nugraha (2021), inovasi dalam teknologi kemasan berkelanjutan dapat membantu mengurangi jejak karbon industri makanan dan mendukung inisiatif keberlanjutan lingkungan. Selain itu, kemasan juga harus memenuhi persyaratan regulasi yang ketat terkait keamanan pangan dan kesehatan konsumen. Regulasi ini mencakup standar bahan kemasan yang aman untuk bersentuhan langsung dengan makanan serta ketentuan label yang harus dicantumkan pada kemasan.

Menurut Rahmawati (2019) menyatakan bahwa pentingnya pemenuhan standar regulasi untuk mencegah risiko kontaminasi kimia dan menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk pangan. Kemasan aktif dan cerdas merupakan inovasi terbaru dalam industri kemasan pangan yang mampu meningkatkan keamanan dan kualitas produk.

Kemasan aktif dapat mengontrol kondisi di dalam kemasan, seperti kelembaban dan oksigen, sedangkan kemasan cerdas dapat memberikan informasi tentang kondisi produk melalui indikator atau sensor. Kemasan aktif dan cerdas dapat memperpanjang umur simpan produk serta memberikan informasi yang lebih akurat kepada konsumen (Fadilah, 2020). Secara keseluruhan, kemasan pangan merupakan aspek integral dalam industri makanan yang tidak hanya berfungsi melindungi produk, tetapi juga memengaruhi aspek

(14)

estetika, promosi, dan keberlanjutan lingkungan. Dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya kesadaran akan isu lingkungan, industri kemasan pangan diharapkan terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen sekaligus menjaga kelestarian alam.

(15)

BAB III

MATERI DAN METODE 3.1 MATERI

Magang dilaksanakan selama 1 bulan terhitung mulai mulai dari tanggal 22 Juli 2024 hingga 22 Agustus 2024. Magang dilaksanakan di PT Indofood Sukses Makmur Tbk. yang berlokasi di Jl. Tambak Aji II No. 8, Desa Beringin, Tambak Aji Ngaliyan, Semarang, Jawa Tengah. Materi yang diamati dalam kegiatan Magang yaitu kajian proses produksi serta tinjauan Good Manufacturing Practices (GMP) dan analisis pengaruh perbedaan ketebalan kemasan primer terhadap umur simpan indomie goreng rasa ayam geprek dan sarimi gelas rasa ayam bawang di PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Data yang dibutuhkan dan dikumpulkan yaitu berkaitan tentang proses pembuatan mi, lokasi, mesin dan peralatan serta pengujian kadar air.

3.2 METODE

Metode yang digunakan dalam Magang ini meliputi observasi, wawancara, dokumentasi, studi pustaka dan metode gravimetri pengeringan oven. Observasi merupakan pengumpulan data yang dilakukan melalui peninjauan dan pengamatan langsung dilakukan pada setiap tahapan produksi Normal Noodle, mulai dari proses masuknya bahan baku hingga tahap pengemasan. Kemudian dilakukan pemeriksaan secara teliti dan langsung di lokasi pengamatan. Pengamatan dilakukan secara langsung di lokasi pengamatan. Pengamatan dilakukan pada setiap fase proses produksi Normal Noodle di PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dilakukan dengan bertanya langsung kepada pembimbing lapangan atau pekerja lainnya yang ada di lokasi tempat kerja. Dokumentasi adalah kumpulan dokumen, laporan atau bukti objektif yang diperoleh selama menjalani Magang dengan izin dari perusahaan. Studi pustaka merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh informasi pendukung dari sumber-sumber ilmiah seperti jurnal dan buku dengan tujuan melengkapi data dan juga membandingkan dengan situasi yang terjadi di lapangan.

Metode gravimetri pengeringan oven adalah teknik analisis yang mengandalkan pemanasan untuk menghilangkan kelembapan dari sampel sebelum dilakukan

(16)

pengukuran berat. Proses dimulai dengan pengambilan sampel yang ingin dianalisis, di mana berat awalnya dicatat. Sampel kemudian ditempatkan dalam oven pada suhu 105°C selama 3 jam untuk memastikan semua kelembapan terhapus. Setelah proses pengeringan selesai, sampel dikeluarkan dari oven, ditutup rapat dan didinginkan dalam suhu ruang untuk mencegah penyerapan kembali kelembapan dari udara. Selanjutnya, sampel yang telah dikeringkan ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk memperoleh berat akhir.

(17)

BAB IV

HASIL PEMBAHASAN 4.1 PROFIL PERUSAHAAN

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Gambar 1. Logo Perusahaan PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk

PT. Indofood Sukses Makmur Tbk merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan makanan, yaitu mengolah tepung terigu beserta bahan bahan lain menjadi mie instan. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk semula berdiri dengan nama PT. Sanmaru Food Manufacturing Co.Ltd. yang secara formal yuridis berdiri pada tanggal 27 April 1970. Pabrik pertama didirikan di Jakarta sedangkan PT. Sanmaru Food Manufacturing Co.Ltd di Semarang berdiri pada tanggal 31 Oktober 1987 yang diresmikan oleh Menteri Tenaga Kerja Soedomo dan Menteri Perindustrian Ir.

Hartato. Pada tanggal 1 Maret 1994 PT. Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd. bersama dengan perusahaan lainnya bergabung dengan nama PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.

Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd yang secara formal yuridis berdiri pada tanggal 27 April 1970. Perusahaan ini bergerak di bidang makanan dan minuman. Pendiri dari perusahaan ini adalah Djajadi Djaja, Wahyu Tjuandi, Ulong Senjaya, dan Pandi Kusuma ini mengoperasikan pabriknya pada tahun 1972 dan menghasilkan produk bernama Indomie, yang kelak menjadi legenda. Indomie merupakan singkatan dari

“Indonesia mie”. Pabrik pertama didirikan di Jakarta sedangkan PT. Sanmaru Food Manufacturing Co.Ltd di Semarang berdiri pada tanggal 31 Oktober 1987 yang diresmikan oleh Menteri Tenaga Kerja Soedomo dan Menteri Perindustrian Ir. Hartato.  

(18)

Sanmaru yang masih berdiri sendiri sempat memakai sarana produksi yang dimiliki Salim Group untuk membuat Indomie, sebelum bergabung menjadi Indofood.

Kemunculan sarana produksi ini setelah Sudono Salim, pemilik Salim Group, berinvestasi besar-besaran di industri mi instan dengan mendirikan PT Sarimi Asli Jaya pada 1977, dengan produk mi instan bermerek Sarimi. Dibawah bendera Indofood, Salim Group juga mengakuisisi produsen Supermi PT Lima Satu Sankyu yang telah berdiri sejak 1968. Sesuai dengan nama yang digunakan, perusahaan patungan oleh Sjarif Adil Sagala dan Eka Widjaya Moeis dengan Sankyu Shokushin Kabushiki Kaisha (Jepang) yang menghasilkan mi instan dengan nama Supermi.

Pada tanggal 1 Maret 1994 PT. Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd. bersama dengan perusahaan lainnya bergabung dengan nama PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.  Per-tanggal 1 Oktober 2009, PT. Indofood Sukses Makmur Tbk telah berganti nama menjadi PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT Indofood Sukses Makmur Tbk telah bertransformasi secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir menjadi sebuah perusahaan Total Food Solutions dengan kehgiatan operasional yang mencakup  keseluruhan tahapan produksi pangan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir yang tersedia di rak para pedagang di pasaran.  

Pada kategori produk konsumen bermerek, PT. Indofood CBP Sukses Makmur divisi Noodle merupakan divisi terbesar di Indofood dan pabriknya tersebar di 17 kota di Indonesia seperti Jakarta, Tangerang, Cibitung, bandung, Cirebon, Semarang, Surabaya, Bandar Lampung, Palembang, Jambi, Pekanbaru, Medan, hingga Makasar. Selain di dalam negeri, Divisi Noodle juga memiliki pabrik di Filipina, Cina, Nigeria, Arab Saudi, Suriah, dan Malaysia. Produknya mi instan dengan merek Indomie, Supermi, Sarimi, dan sakura dalam berbagai rasa.

PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang semarang memiliki area pemasaran meliputi Jawa Tengah dan DIY yang telah mempekerjakan sekitar 850 karyawan. Dalam teknis keberlangsungan perusahaan, PT Indofood CBP Sukses Makmur telah mengimplementasikan berbagai sistem manajemen meliputi Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001:2015), Sistem Manajemen Keamanan Pangan (ISO 22000:2018), Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001:2015), Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), Sistem Jaminan Halal (HAS 23000), dan Sistem

(19)

Manajemen Energi. Produk mi instan yang dihasilkan telah terdaftar dalam Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), mendapat sertifikasi Halal dari MUI, dan memenuhi standar SNI.

4.1.2 Visi dan Misi

PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Mempunyai visi, yaitu menciptakan perusahaan menjadi penyedia utama makanan dan customer product bermerk terkemuka bagi jutaan konsumen di Indonesia dan berbagai penjuru dunia. Sementara itu, misi PT.

Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. adalah sebagai berikut : 1. Mengembangkan jaringan distribusi seluruh Indonesia

2. Menghasilkan produk yang memberikan nilai tambah bagi para konsumen 3. Meraih pertumbuhan melalui manajemen yang handal

4. Menjalankan praktek bisnis yang sehat tanpa harus mengabaikan kebutuhan konsumen dan lingkungan.

4.1.3 Lokasi Perusahaan

PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle adalah divisi paling besar dalam Indofood, dengan pabrik yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, termasuk Semarang. Pabrik tersebut berlokasi di Jalan Tambak Aji II No. 8, Kelurahan Tambakaji, Kecamatan Ngaliyan, Semarang, Jawa Tengah. Lokasi ini berada dalam area industri di barat Semarang, dekat dengan jalan utama Semarang-Jakarta. Ini memudahkan proses distribusi dan pengangkutan bahan baku serta produk akhir. Pabrik Indofood di Semarang berdiri di atas lahan seluas 3,2 hektar, dengan luas bangunan pabrik mencapai 19.692 meter persegi. Lokasi pabrik yang terpisah dari pemukiman memiliki pembagian ruang yang efisien untuk mendukung proses produksi. Sebagai contoh, gudang penyimpanan bahan baku seasoning terletak dekat ruang produksi, dan mesin diatur mengikuti alur produksi. Dari segi geografis, pabrik ini berbatasan dengan sejumlah perusahaan lain, seperti PT Lautan Luas di utara, PT WOI di selatan, PT Guna Mekar Industri di timur, dan PT Apollo di barat.

Lokasi pabrik juga dekat dengan pelabuhan, yang mempermudah distribusi dan mengurangi biaya serta waktu pengiriman. Kawasan ini dilengkapi dengan jaringan listrik dan air PAM yang memadai, yang sangat penting untuk menjaga efisiensi pabrik.

Pemilihan lokasi juga mempertimbangkan luas lahan yang cukup, memungkinkan tata

(20)

letak pabrik yang optimal dan meningkatkan output produk. Selain itu, terdapat juga area parkir yang luas serta fasilitas lain seperti kantin, poliklinik, koperasi karyawan, masjid, dan sistem pengolahan limbah yang mendukung operasional dan kesejahteraan karyawan.

4.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan dan Tugas Setiap Departemen

Tugas dan tanggung jawab di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Semarang berada di bawah pengawasan Branch Manager, yang memiliki peran penting dalam memimpin dan mengelola seluruh operasi perusahaan. Berikut adalah rincian tugas masing-masing posisi:

1. Branch Manager (BM)

Branch Manager merupakan pemimpin utama pabrik, bertanggung jawab penuh atas pengelolaan seluruh operasi perusahaan. Tugasnya meliputi:

- Pengelolaan operasional cabang - Manajemen sumber daya - Pencapaian target

- Pemantauan kinerja setiap departemen 2. Purchasing Officer

Purchasing Officer memimpin departemen pengadaan, dengan tugas utama melakukan pengadaan barang yang dibutuhkan oleh berbagai departemen dalam perusahaan.

3. Branch Process Development and Quality Control Manager (BPDQCM)

BPDQCM memimpin departemen Pengembangan Proses dan Kontrol Kualitas, bertanggung jawab atas:

- Pengendalian mutu, termasuk Incoming Quality Control - Process Quality Control

- Outgoing Quality Control - Market Audit

4. Finance & Accounting Manager (FAM)

FAM memimpin departemen Keuangan dan Akuntansi, dengan tugas untuk:

- Merencanakan dan mengendalikan aktivitas keuangan - Menyusun laporan keuangan

- Memberikan analisis keuangan untuk mendukung kegiatan operasional

(21)

5. Area Sales & Accounting Manager (ASPM)

ASPM memimpin departemen Marketing, bertugas untuk:

- Merancang dan mengoordinasikan strategi promosi dan penjualan untuk semua produk yang dihasilkan

6. Factory Manager (FM)

Factory Manager memimpin departemen Manufaktur, dengan tugas mencakup berbagai aspek kegiatan manufaktur, sebagai berikut:

a. Production Planning and Inventory Control (PPIC)

Dipimpin oleh PPIC Supervisor, bertanggung jawab untuk mengatur jadwal produksi berdasarkan Confirmed Weekly Order (CWO) dan mengontrol persediaan bahan baku serta produk jadi.

b. Teknik

Dipimpin oleh Teknik Supervisor, yang bertugas merencanakan, mengelola, dan mengontrol kegiatan perawatan serta perbaikan mesin produksi dan peralatan pendukung lainnya untuk memastikan kelancaran operasional.

c. Production

Dipimpin oleh Production Supervisor, yang membawahi tiga production shift supervisor, bertugas untuk mengatur dan mengelola kegiatan produksi sesuai dengan standar yang ditetapkan serta mengurangi pemborosan bahan dan utilitas secara efektif dan efisien.

d. Warehouse

Dipimpin oleh Warehouse Supervisor, yang mengelola gudang bahan baku dan produk jadi, bertanggung jawab untuk merencanakan dan mengendalikan kegiatan pengelolaan gudang demi memastikan kuantitas, kualitas, dan keamanan barang.

4.2 PROSES PRODUKSI NORMAL NOODLE

Proses produksi merupakan istilah yang dikenal oleh masyarakat sebagai kegiatan pengolahan bahan baku dan bahan tambahan dengan memanfaatkan peralatan yang bertujuan untuk menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah dibandingkan dengan bahan awalnya. Produksi normal noodle memiliki tahapan sebagai berikut :

(22)

1. Screw

Proses penggabungan dengan menggunakan mesin screw adalah cara untuk mencampurkan tepung sesuai dengan komposisi dan rasa, sekaligus memisahkan tepung dari kotoran. Proses ini dimulai dengan penerimaan tepung yang dilakukan secara kolaboratif dengan PT Bogasari. Tepung yang diterima mencakup jenis Cakra, Payung Oranye, Tapioka, Segitiga Hijau, dan Segitiga Biru. Tepung yang baru tiba akan disimpan di gudang Bahan Raw Material (RM). Petugas Quality Control (QC) akan mengambil sampel untuk dianalisis di laboratorium. Setelah hasil analisis keluar dan dinyatakan sesuai dengan standar, tepung tersebut akan dirilis oleh QC sebelum masuk ke proses produksi.

Mesin yang digunakan dalam proses ini adalah mesin screw. Setiap jalur produksi dilengkapi dengan satu mesin screw, yang dioperasikan oleh satu operator. Komponen- komponen pada mesin screw meliputi shifter, vibrator, dan conveyor spiral. Shifter berfungsi untuk memisahkan partikel berdasarkan ukuran. Cara kerjanya adalah dengan menggetarkan ayakan yang berisi bahan baku, sehingga partikel-partikel yang lebih kecil akan melewati lubang ayakan, sementara yang lebih besar tertinggal di atasnya. Mesin shifter menggunakan mesh 20, yang berarti ada 20 lubang per inchi persegi. Fungsi shifter adalah untuk mencegah masuknya kotoran bersama tepung. Vibrator memproduksi getaran mekanis agar tepung bisa turun ke shifter dengan lebih cepat. Conveyor spiral bertugas mendistribusikan tepung ke tahap berikutnya. Mesin ini bekerja dengan cara memutar spiral di dalam tabung untuk mendorong material ke arah yang ditentukan, sehingga material akan terhisap dan dipindahkan secara vertikal dari posisi rendah ke posisi yang lebih tinggi.

2. Mixing

Proses mixing merupakan proses pencampuran dan pengadukan tepung dengan air Alkali dengan tujuan untuk mendapatkan adonan yang homogen dan merata. Bagian- bagian pada mesin mixing adalah tabung mixer, baling-baling putar, pipa alkali, hoper, bak feeder, dan jarum feeder. 1 Line memiliki 2 tabung mixer yang saling bekerja secara kontinu, ketika tabung 1 sedang mengaduk maka tabung yang lain akan diisi tepung.

Tabung mixer berfungsi untuk menampung tepung hasil distribusi dari station screw.

Baling-baling putar berfungsi untuk mencampurkan tepung dengan air Alkali. Putaran

(23)

baling baling berlawanan arah agar adonan dapat tercampur secara homogen. Pipa alkali disambungkan kedalam tabung mixer dan terdapat semprotan untuk keluarnya alkali didalam tabung mixer ketika proses pengadukan terjadi. Waktu mixing standar adalah selama 13-14 menit. Hoper merupakan tutup tabung mixer yang terdapat dibagian bawah tabung yang berfungsi sebagai pembuka dan penutup adonan untuk masuk ke proses selanjutnya yang berada dibawah.

Alkali merupakan air yang tercampur dengan ingredient sesuai dengan kode formula untuk suatu produk tertentu. Alkali dibuat oleh bagian ingredient, ingredient station akan membuat premix ingredient sesuai dengan flavour mi yang dibuat disetiap line, maka dai itu komposisi dari alkali berbeda-beda. Bagian-bagian pada mesin alkali adalah tanki alkali, motor agitator, pipa alkali. Tanki alkali digunakan untuk sebagai tempat pencampuran alkali dengan air. Tanki alkali memiliki kapasitas 1.500 L. Dalam satu tanki alkali memiliki masa simpan kurang lebih 24 jam. Untuk pembuatan Alkali dalam satu tanki memiliki waktu selama 1 jam 35 menit sampai dengan 1 jam 50 menit. Motor agitator digunakan untuk pengaduk alkali agar alkali yang dihasilkan dapat homogen.

Motor agitator harus terus menerus berputar sampai alkali yang terdapat pada tabung habis karena apabila tidak berputar terus menerus akan ada bagian dari alkali yang mengendap. Pipa alkali berfungsi untuk mengalirkan alkali yang sudah homogen ke dalam tabung mixer. Dalan pipa alkali terdapat saringan alkali yang memiliki mesh 20.

Critical Control Point (CCP) pada pipa alkali yaitu posisi saringan alkali harus benar.

Mesin hoper yang terbuka akan mendistribusikan adonan kedalam bak feeder, sehingga bak feeder berfungsi sebagai penampung adonan sebelum masuk ke dalam proses pressing. Jarum feeder berfungsi untuk menyapu adonan agar turun dan masuk ke doughsheet. Jarum feeder akan bergerak searah dengan jarum jam.

3. Pressing

Proses pressing merupakan proses perubahan adonan membentuk suatu struktur net gluten dengan arah yang sama secara merata sehingga menjadi lembar adonan yang lembut dan elastis. Bagian-bagian pada mesin pressing adalah cangkul dough sheet, roll dough sheet, dan continous roll press. Cangkul doughsheet bekerja dengan pergerakan naik turun untuk mengarahkan adonan masuk ke roll dough sheet. Roll dough sheet berjumlah 2 yang berfungsi untuk mengubah adonan menjadi lembaran. Continous press

(24)

berjumlah 7 yang berfungsi untuk mengubah tebal adonan menjadi seperti yang diinginkan. Prinsip kerja proses pressing adalah mie akan melewati 2 roll press yang bergerak ke arah dalam sehingga mie akan terbentuk menjadi lembaran. Perbedaan ketebalan akan terjadi pada setiap bagian roll press yang disebabkan oleh adanya perbedaan kecepatan masing-masing roll press. Adonan yang semakin mendekati slitter akan mengalami perputaran roll press yang semakin cepat sehingga lembaran mie yang dihasilkan semakin tipis.

4. Slitting

Slitting berasal dari suku kata slit yang berarti potong sehingga slitting merupakan kegiatan memotong lembaran adonan mi menjadi untaian mi. Adonan mi yang berbentuk lembaran tipis diubah menjadi untaian untuk mendapatkan bentuk hasil mi yang sesuai dengan standarnya. Prinsip perubahan bentuk ini didasarkan pada adanya perubahan kecepatan di conveyor. Untaian mi tersebut masih berbentuk lurus tidak bergelombang dan menyatu. Untuk mendapatkan bentuk mi yang bergelombang, dalam artian memiliki gunung dan lembah, dan juga tidak menyatu maka digunakan alat bernama waving matt d an roller.

Proses slitting dibantu dengan satu mesin bernama slitter. Slitter yang digunakan pada setiap produk mi instan bervariasi, seperti 22 dan 24. Mi instan normal noodles sendiri memiliki slitter dengan ukuran 22, yang berarti setiap 30 mm ada 22 untaian. Semakin besar ukuran slitternya, maka makin lebar bentuk mi yang dihasilkan. Seperti yang telah dijelaskan, mesin slitter akan mengubah lembaran adonan tepung menjadi untaian mi.

Untaian mi tersebut juga nantinya akan dihitung jumlahnya oleh analis sebagai salah satu aspek pengendalian mutu. Perhitungan tebal untaian mi instan dibantu oleh suatu alat bernama thickness gauge. Selama proses penggunaan mesin, sanitasinya juga harus diperhatikan dimana mi yang tersangkut di roller menjadi salah satu faktor kebersihan yang harus diperhatikan oleh operator.

5. Steaming

Steaming merupakan proses pengukusan memanfaatkan uap panas dari boiler dan berbahan baku cangkang. Kegiatan steaming menggunakan mesin steamer yang hanya beroperasi dengan maksimal jika ditutup selama proses pengukusannya. Tekanan steaming in adalah 0,3-0,5 dan tekanan steaming out adalah 0,3-0,5. Untaian mi yang

(25)

berasal dari beberapa jalur akibat potongan roller sebelumnya akan masuk ke dalam mesin steamer tertutup dan akan dialiri uap panas dari pipa yang terdapat di bagian bawah box mesin steamer. Pipa alir tersebut diletakkan di bawah dengan tujuan uap yang digunakan adalah sebaran uap panas dari bawah untuk ke permukaan untaian mi.

Semburan uap panas yang langsung mengenai permukaan untaian mi akan mengakibatkan pengukusan tidak merata pada mi. Waktu yang digunakan pada proses ini adalah 57-60 detik.

Selama proses steaming atau pengukusan, akan terjadi tahap gelatinisasi pati yang mengakibatkan mi menjadi lebih kenyal, berwarna lebih mengkilap dan tidak rapuh untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya. Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati ketika dipanaskan dalam media air. Pembengkakan granula pati akan meningkat seiring dengan naiknya suhu. Menurut Rahman (2007) ketika granula pati dipanaskan dalam air, granula pati mulai mengembang. Selama proses pembuatan mi, dengan naiknya suhu air pengukusan, maka ikatan hidrogen di dalam pati akan semakin melemah.

Disisi lain molekul air mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi sehingga mudah berprenetasi ke dalam granula. Kemudian air akan terikat ke dalam fraksi amilosa dan amilopektin yang merupakan komponen pati dan menyebabkan granula pati berkembang menjadi besar. Pada akhirnya granula pati akan pecah sehingga molekul pati akan keluar terlepas dari granula masuk ke dalam sistem larutan. Secara fisik pun, mi instan yang bersifat brittle pada akhirnya akan berubah menjadi lebih kenyal. Dampak lain dari gelatinisasi pati pada pembuatan mi instan adalah warna mi yang lebih mengkilap setelah melewati steaming box.

6. Cutting & Folding

Tahap selanjutnya adalah cutting & folding yang digunakan untuk memotong untaian mi yang panjang menjadi ukuran standar setiap blok mi instan. Blok mi normal noodles d ipotong sekali oleh cutter untuk mendapatkan ukuran blok mi yang sesuai. Kecepatan yang digunakan pada proses cutting adalah 52-53 rpm. Setelah dipotong, proses folding akan terjadi untuk melipat untaian mi menjadi dua. Folding akan membentuk untaian mi yang menghasilkan blok mi yang siap untuk digoreng. Proses sanitasi pada mesin ini sangat penting karena akan terdapat beberapa untaian mi yang kemungkinan tersangkut

(26)

selama proses cutting atau folding dan sangat mungkin untuk menganggu keoptimalan kinerja mesin. Bukan hanya untuk setiap jalurnya, untaian mi pada satu jalur juga dapat mempengaruhi kinerja jalur lain, mengingat tersangkutnya mi pada mesin cutter akan membuat kerja conveyor lain terhambat karena serakan mi.

7. Frying

Proses frying merupakan salah satu metode pengeringan dengan cara menggoreng mi menggunakan minyak goreng dan menggunakan suhu tinggi dengan waktu tertentu.

Tujuan dari frying ini adalah untuk mematangkan dan mengawetkan mie secara alami dengan cara mengurangi kadar air dalam minyak sehingga kadar air menurun sampai 3- 3,5%. Suhu minyak yang tinggi akan menyebabkan air menguap dengan cepat dan membentuk pori-pori halus yang dapat mempercepat proses rehidrasi. Proses ini dilakukan secara kontinu dan mi yang digoreng ditaruh dalam suatu konveyor. Konveyor penggorengan yang digunakan berbentuk persegi, yang dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menerima secara kontinu 8 potong mie setiap saat yang kemudian dalam minyak panas. Proses fring ini menggunakan mesin fryer dan suhu yang digunakan dalam proses ini dibagi menjadi tiga yaitu suhu in, suhu middle, dan suhu outlet. Suhu in dengan rentang 112˚C-114 ˚C, suhu middle dengan rentang 120˚C-130˚C dan suhu outlet dengan rentang 154˚C-158˚C. Waktu yang digunakan dalam proses ini yaitu 64-66 detik. CCP pada proses ini yaitu suhu fryer yang harus tetap stabil.

8. Cooling

Selanjutnya, mi yang telah digoreng didinginkan dengan menggunakan kipas angin atau blower dengan rentang waktu 267-277 detik. Alat yang digunakan yaitu mesin cooler yang bekerja dengan meniupkan angin ke arah mi panas yang berada didalam konveyor yang terus berjalan. Proses pendinginan ini akan menyebabkan suhu pada mi akan menurun dan pengerasan minyak yang terserap dan menempel pada mie sehingga mie pun menjadi keras. Suhu mi yang sebelumnya tinggi akan menurun sampai maksimal 45 ˚C. Proses ini dilakukan dengan waktu tertentu. Apabila proses pendinginannya tidak sempurna, uap air yang tersisa akan mengembun dan menempel pada permukaan mi sehingga memicu tumbuhnya jamur. CCP pada proses ini yaitu menjaga suhu dryer tetap stabil.

(27)

9. Packing

Mi yang telah keluar dari mesin cooler akan menuju konveyor pembagi untuk diberikan seasoning powder dan seasoning oil dengan menggunakan mesin auto louder y ang tetap akan diawasi oleh karyawan untuk memastikan bentuk mi yang akan dikemas sudah sesuai dengan standar dan semua mi sudah diberikan seasoning. Setelah semua mi diberi seasoning kemudian di kemas dengan menggunakan etiket yang telah disiapkan melalui konveyor pembagi. Tujuan dari pengemas adalah untuk melindungi dan menjaga mutu produk dalam penyimpanan dan pendistribusian sehingga mi tidak mengalami penurunan kualitas sampai ke konsumen. Pengemasan ini melalui dua tahap yaitu pengemasan primer dengan menggunakan etiket plastik dan pengemas sekunder dengan karton. Mesin pengemas bekerja dengan kecepatan konveyor 120 rpm. Mesin ini mengemas bagian end sealer up dengan kecepatan 100-250 rpm, end sealer down dengan kecepatan 100-250 rpm dan center sealer dengan kecepatan 130-205 rpm. Setelah pengemasan selesai, dilakukan pengepakan ke dalam karton, setiap karton berisi 40 bungkus mi instan, kemudian di sealer dan diberi tanggal kadaluwarsa serta kode produksi.

4.3 GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) PROSES PRODUKSI NORMAL NOODLE

Good Manufacturing Practices (GMP) atau biasa disebut cara produksi pangan olahan yang baik (CPPOB) merupakan pedoman yang memperlihatkan aspek keamanan produk makanan diproduksi dan dikendalikan sesuai dengan standar kualitas dan keamanan yang ditetapkan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, Pasal 111 Ayat (1) menyatakan bahwa makanan dan minuman yang digunakan masyarakat harus didasarkan pada standar atau persyaratan kesehatan. Dengan demikian dalam Undang-Undang tersebut tersirat bahwa makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dilarang untuk diedarkan. Tujuan dari penerapan GMP antara lain adalah:

1. Menghasilkan pangan olahan yang bermutu, aman untuk dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen

2. Mendorong industri pengolahan pangan agar bertanggung jawab terhadap keamanan mutu dan keamanan produk yang dihasilkan

(28)

3. Meningkatkan daya saing

4. Meningkatkan produktivitas dana efisiensi industri pengolahan pangan

Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) memiliki beberapa aspek yang ada.

Aspek-aspek yang diamati adalah sebagai berikut : 1. Lokasi

Ruang lingkup GMP berdasarkan lokasi pabrik PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang terletak di Semarang di Jl.

Tambak Aji II Nomor 8, Ngaliyan, Semarang. Berdasarkan pengamatan, lingkungan pabrik terawat dengan baik, bersih dan bebas.sampah. Lokasi pabrik berada di pinggir kota, bebas banjir, polusi asap, debu, bau dan kontaminan lain.

Berdasarkan aspek lokasi sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No.75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) bahwa letak atau lokasi pabrik (tempat produksi) harus bebas dari sumber pencemaran dalam upaya melindungi pangan olahan yang diproduksi.

2. Bangunan

Berdasarkan pengamatan, bangunan yang digunakan pada pabrik PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang sudah cukup baik dan sudah memenuhi standar Peraturan Menteri Perindustrian RI No.75/MIND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPОВ).

3. Fasilitas dan kegiatan sanitasi

Setelah dilakukan pengamatan, fasilitas sanitasi pada PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang diperoleh informasi bahwa fasilitas toilet terdapat tisu atau pengering tangan (hand dryer), terdapat sarana cuci tangan dilengkapi dengan air mengalir, terdapat petunjuk penggunaan, terdapat SOP mengenai peringatan untuk mencuci tangan, dilengkapi dengan sabun, terdapat ventilasi pada toilet, dan terdapat alat sanitasi untuk membersihkan alat-alat produksi dan lingkungan produksi. Menurut Peraturan Menteri Perindustrian RI No.75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) bahwa fasilitas sanitasi pada bangunan pabrik tempat produksi dibuat berdasarkan perencanaan yang

(29)

memenuhi persyaratan hygiene. Serta, kegiatan sanitasi pada PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang diperoleh informasi bahwa sanitasi pada bagian luar alat-alat produksi dilakukan setiap alat-alat produksi bagian luar terlihat kotor, sanitasi lingkungan dilakukan saat istirahat dan sanitasi alat-alat produksi dan lingkungan akan dilakukan setiap satu minggu sekali yaitu pada hari minggu.

4. Alat produksi

Berdasarkan pengamatan, penggunaan alat produksi PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang yakni semua peralatan yang digunakan berbahan dasar stainless steel sehingga tidak menimbulkan karat, tidak mudah mengelupas, tidak terdapat lubang, mudah dibersihkan serta berfungsi dengan baik. Apabila terdapat kerusakan alat produksi, langsung dilakukan perbaikan dengan menghentikan proses dan memberitahu Quality Control (QC).

Alat Produksi yang digunakan PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang telah memenuhi persyaratan GMP. Menurut Peraturan Menteri Perindustrian RI No.75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) bahwa memantau peralatan yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan didesain, dikonstruksi dan diletakkan sesuai dengan alur proses sehingga menjamin mutu dan keamanan produk yang dihasilkan.

5. Hygiene karyawan

Penerapan GMP berdasarkan aspek hygiene karyawan pada PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang, yakni pekerja sebelum masuk kedalam ruang produksi sebelumnya melepaskan pakaian yang berasal dari luar dan melakukan ganti pakaian GMP di loker dan menggunakan masker, topi yang menutup rambut bagi laki-laki dan penutup kepala bagi perempuan, sepatu, tidak menggunakan cincin atau arloji maupun aksesoris lainnya. Karyawan sebelum memasuki ruang produksi harus mencuci tangan terlebih dahulu, menyemprot tangan dengan menggunakan alkohol setiap 2 jam sekali, kuku dengan panjang maksimal 1 mm, tidak sedang menderita penyakit menular, tidak membawa dan menyimpan barang-barang bawaan, tidak melakukan aktivitas

(30)

seperti makan. meludah maupun merokok dan khusus karyawan laki-laki panjang rambut tidak melebihi kerah baju, tidak berewok serta panjang kumis tidak melebihi bibir.

6. Pengendalian proses

Pengendalian proses PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang antara lain dengan terdapatnya persyaratan bahan baku yakni supplier harus memiliki sertifikat Co-A (Certificate of Analysis), apabila bahan baku tidak memenuhi spesifikasi maka bahan baku dikembalikan kepada pemasok. Meskipun bahan baku yang digunakan berasal dari induk perusahaan itu sendiri seperi bimoli dan tepung bogasari yang digunakan pada pengolahan mi instan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Noodle Division Cabang Semarang.

Pengendalian pasca produksi seperti perbedaan kemasan yang digunakan sehingga dapat membedakan jenis mi dengan brand dan perbedaan varian rasa.

Selain itu, pada kemasan dicantumkan kode produksi, tanggal kadaluwarsa, informasi gizi, komposisi bahan, label halal, berat bersih, nama produk dan cara penggunaan produk. Pengendalian proses yang dilakukan PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang telah sesuai dengan persyaratan GMP menurut Peraturan Menteri Perindustrian RI No.75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) bahwa kemasan diberi label yang jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan mengonsumsi produk. Selain itu, penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku, bahan tambahan dan bahan tambahan pangan) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan olahan.

7. Manajemen pengawasan

Pada perusahaan PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang menunjuk dan menetapkan penanggung jawab bidang produksi dan pengawasan mutu yang memiliki kualifikasi sesuai tugas dan tanggung jawabnya. Seperti untuk evaluasi mutu dilakukan oleh bagian quality control (QC) untuk menjaga keselamatan dan kesehatan. Hal ini sesuai dengan

(31)

persyaratan GMP menurut Peraturan Menteri Perindustrian RI No.75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) bahwa industri pengolahan pangan seharusnya menunjuk dan menetapkan personil yang terlatih dan kompeten sebagai penanggung jawab pengawasan keamanan pangan olahan.

8. Pencatatan dan Dokumentasi

Penerapan GMP berdasarkan aspek pencatatan dan PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang diperoleh hasil bahwa proses pencatatan dan dokumentasi dilakukan pada label kemasan dengan mencantumkan kode produksi, tanggal kadaluwarsa dan tanggal produksi.

Dokumentasi dan pencatatan lainnya dilakukan oleh karyawan yang menangani masing-masing proses. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No.75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) bahwa perusahaan yang baik melakukan dokumentasi dan pencatatan mengenai proses produksi dan distribusi yang disimpan sampai batas waktu yang melebihi masa simpan produk. Hal ini berguna untuk meningkatkan jaminan mutu, keamanan produk, dan mencegah produk melampaui batas kadaluwarsa dan meningkatkan keefektifan sistem pengawasan pangan olahan.

4.4 Material Kemasan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek dan Kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang

Material yang digunakan pada kemasan Indomie Rasa Ayam Geprek adalah

“OPP/Ext/PP”. Sementara itu, material yang digunakan pada kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang adalah “OPP/Print/VMCPP”. Menurut Setiawan (2018) Oriented Polypropylene (OPP) merupakan jenis plastik polypropylene yang telah melalui proses pemanjangan atau perataan material plastik selama pembuatannya untuk meningkatkan kekuatan tarik, kejernihan, dan ketahanan terhadap gas. Lapisan cetak pada OPP digunakan untuk mencetak informasi produk, desain grafis, dan branding, yang membantu menarik perhatian konsumen dan memberikan informasi penting mengenai produk. Lapisan ekstensi (Ext) merupakan lapisan tambahan yang berfungsi sebagai penghubung antara OPP dan PP.

(32)

Polypropylene (PP) merupakan jenis plastik yang dapat diproses dan dibentuk berulang kali. PP dikenal karena sifat mekanisnya yang baik, seperti ketahanan terhadap tekanan dan benturan, serta ketahanan kimia yang tinggi. Selain itu, PP memiliki titik leleh yang tinggi, sehingga sering digunakan untuk yang memerlukan ketahanan panas, seperti kemasan makanan yang memerlukan penyegelan panas atau yang digunakan dalam microwave. Dalam industri kemasan, PP sering digunakan sebagai lapisan penyegel atau sebagai bahan utama dalam kemasan fleksibel karena stabilitas dan keamanannya dalam kontak dengan makanan (Mulia, 2018). Kombinasi antara OPP dan PP yang melalui lapisan ekstensi (Ext) menghasilkan kemasan yang kuat, tahan terhadap robek, dan memiliki sifat barrier yang memadai untuk melindungi produk dari oksigen dan kelembaban, sambil tetap mempertahankan kejernihan dan tampilan visual yang menarik.

VMCPP (Vacuum Metalized Cast Polypropylene) adalah jenis bahan kemasan yang terbuat dari film plastik CPP (Cast Polypropylene) yang dilapisi dengan lapisan logam tipis. Proses pelapisan ini dilakukan di dalam ruang vakum, sehingga menghasilkan lapisan logam yang sangat tipis tetapi efektif dalam memberikan perlindungan tambahan (Suryani, 2021). CPP (Cast Polypropylene) adalah jenis film plastik yang melalui proses pengecoran (casting) dari bahan dasar polypropylene. Proses ini dilakukan dengan cara mencairkan polypropylene yang kemudian diekstrusi melalui cetakan datar dan didinginkan secara cepat untuk menghasilkan film dengan karakteristik fleksibilitas tinggi, kejernihan, dan ketahanan terhadap panas.

VMCPP digunakan untuk membuat kemasan yang lebih tahan terhadap oksigen, kelembaban, dan cahaya, sehingga produk di dalamnya dapat bertahan lebih lama dan tetap segar (Hendra, 2020). Selain itu, lapisan logam ini juga memberikan tampilan kemasan yang mengkilap dan menarik. Kombinasi antara OPP dengan VMCPP menghasilkan kemasan yang memiliki kekuatan mekanis yang baik, kejernihan tinggi, serta perlindungan yang efektif terhadap kontaminasi dan kerusakan. Menurut Aditya (2020), penggunaan lapisan OPP dan VMCPP pada kemasan mi instan tidak hanya memperpanjang umur simpan produk tetapi juga menjaga kualitas dan kesegaran makanan selama distribusi. Material ini sangat cocok untuk produk yang memerlukan visual yang menarik serta perlindungan optimal terhadap faktor lingkungan.

(33)

4.5 Kadar Air

Kadar air merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas dan umur simpan produk pangan. Produk dengan kadar air tinggi rentan terhadap pertumbuhan mikroba, yang dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan kualitas (Winarno, 2020).

Penurunan kadar air pada produk pangan sering kali dilakukan melalui proses pengeringan, yang tidak hanya mengurangi aktivitas air tetapi juga membantu mempertahankan tekstur, rasa, dan nutrisi produk. Misalnya, produk pangan dari tepung seperti mi instan diproses hingga kadar airnya rendah untuk memastikan produk tersebut tahan lama dan tidak mudah rusak. Proses ini juga penting dalam menjaga kualitas produk, terutama di iklim tropis seperti Indonesia, di mana kelembapan tinggi dapat mempercepat kerusakan pangan. Pengendalian kadar air, terutama melalui proses pengeringan, dapat memperpanjang umur simpan dengan mengurangi aktivitas air yang mendukung pertumbuhan mikroba (Rachmawati & Hermawan, 2019). Kadar air juga berperan dalam menentukan tekstur produk (Nurhasanah & Setyaningsih, 2022).

Pengujian kadar air pada blok mie ini sangat penting karena kadar air yang optimal dapat menjaga kualitas, keamanan, dan stabilitas produk pangan selama penyimpanan.

Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba seperti bakteri dan jamur, yang dapat merusak produk dan mengurangi umur simpannya. Sebaliknya, kadar air yang terlalu rendah dapat mengubah tekstur dan rasa produk. Oleh karena itu, pengujian kadar air memastikan bahwa kualitas mi instan dari pabrik hingga sampai ke tangan konsumen tetap terjaga. Pengujian kadar air pada blok mie biasanya dilakukan menggunakan metode gravimetri, di mana sampel dikeringkan atau dipanaskan dengan menggunakan oven pada suhu tinggi untuk menguapkan air, dan perubahan berat dari sebelum dan sesudah dikeringkan diukur untuk menentukan kadar air.

Langkah awal sebelum pengujian kadar air dilakukan yaitu dengan preparasi sampel. Preparasi sampel dilakukan dengan cara menghaluskan blok mie Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek dengan menggunakan blender dan membungkus blok mie yang sudah halus dengan menggunakan kemasan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek dan kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang secara duplo. Setelah itu, pengujian kadar air pada blok mie ini dilakukan dengan menyiapkan cawan petri sesuai jumlah yang dibutuhkan.

Timbang berat cawan petri dan masukkan blok mie sebanyak 3-5 gram. Kemudian,

(34)

masukkan ke dalam oven dengan suhu 105˚C selama 3 jam. Keluarkan cawan petri, tutup rapat cawan petri dan diamkan selama beberapa menit untuk mendinginkannya. Setelah dingin atau sudah mencapai suhu ruang, timbang beratnya untuk mengetahui perubahan kadar air yang terjadi setelah dikeringkan. Adapun perhitungan yang dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah kadar air pada blok mie setelah dikeringkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar Air=Berat cawan isiBerat cawan isi kering

Berat cawan isiBerat cawan kosong ×100 %

Tabel 1. Hasil Pengujian Kadar Air Blok Mie Menggunakan Kemasan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek dan Kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang Secara Duplo

Umur Simpan (hari) Kadar Air Blok Mie Menggunakan Kemasan

Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek (%)

Kadar Air Blok Mie Menggunakan Kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam

Bawang (%)

0 3,01

1 3,02 3,03

2 3,02 3,03

5 3,02 3,03

6 3,02 3,03

Tabel 2. Selisih Kadar Air Blok Mie Menggunakan Kemasan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek dan Kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang

Umur Simpan (hari) Selisih Kadar Air Blok Mie Menggunakan Kemasan Indomie Goreng

Rasa Ayam Geprek (%)

Selisih Kadar Air Blok Mie Menggunakan Kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang (%)

0 3,01

1 0,01 0,02

2 0,01 0,02

5 0,01 0,02

6 0,01 0,02

Avarage 0,01 0,02

240 hari 5,41 7,21

(35)

Pada tabel 1 diatas menunjukkan adanya perubahan kadar air pada blok mie yang dikemas menggunakan dua jenis kemasan yang berbeda, yakni kemasan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek dan kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang selama penyimpanan 0 hari, 1 hari, 2 hari, 5 hari dan 6 hari. Menurut SNI, kadar air mie instan tidak lebih dari 10%. Pada hari ke- 0 pengujian kadar air belum menggunakan kemasan. Maka dari itu kadar air yang ada pada blok mie yaitu sebesar 3,01%. Pada hari ke- 1 kadar air blok mie yang menggunakan kemasan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek memiliki kadar air sebesar 3,02% dan kadar air yang dimiliki blok mie yang menggunakan kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang sebesar 3,03%. Kadar air pada blok mie ini mengalami peningkatan. Pada hari ke- 2 sampai hari ke- 6 kadar air yang dimiliki oleh blok mie yang menggunakan kemasan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek yaitu sebesar 3,02% dan pada blok mie yang menggunakan kemasan Sarimi gelas Rasa Ayam Bawang memiliki kadar air sebesar 3,03%. Meskipun pada hari pertama kadar air pada blok mie baik yang menggunakan kemasan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek maupun yang menggunakan kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang mengalami peningkatan seharusnya semakin lama disimpan maka kadar air blok mie semakin meningkat karena uap air dari lingkungan luar masuk ke dalam blok mie.

4.6 Kemasan Primer

Kemasan primer memegang peran penting dalam melindungi produk dari kerusakan dan kontaminasi. Kemasan ini langsung bersentuhan dengan produk dan dirancang untuk mencegah pengaruh lingkungan yang dapat merusak kualitas atau keamanan produk (Lestari & Handayani, 2017). Dalam industri makanan, kemasan primer membantu mempertahankan kesegaran dan umur simpan produk dengan mencegah penetrasi udara, kelembaban, dan cahaya yang dapat menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas (Prabowo & Salim, 2018). Bahan yang sering digunakan sebagai kemasan makanan adalah plastik karena plastik memiliki kemampuan barrier yang baik, biaya yang relatif rendah dan fleksibel. Salah satu aspek penting dari kemasan primer adalah ketebalan materialnya.

Ketebalan mempengaruhi kemampuan barrier kemasan untuk melindungi produk dari pengaruh luar, seperti oksigen dan uap air. Kemasan yang terlalu tipis mungkin tidak dapat menjaga kualitas produk dengan baik, sementara kemasan yang terlalu tebal bisa

(36)

meningkatkan biaya dan membuat produk kurang menarik bagi konsumen (Nurcahyani &

Wibowo, 2022). Oleh karena itu, penting untuk mengoptimalkan ketebalan kemasan untuk mencapai keseimbangan antara perlindungan dan biaya. Metode yang umum untuk mengukur ketebalan kemasan adalah menggunakan alat pengukur ketebalan yaitu thickness gauge. Pengukuran dilakukan dengan menempatkan kemasan antara dua pelat dan menekan dengan tekanan yang konsisten, kemudian mengukur jarak antara pelat yang menunjukkan ketebalan kemasan. Pengukuran ketebalan kemasan dapat mempengaruhi efektivitas proteksi terhadap produk makanan. Ketebalan yang optimal dapat mengurangi kerusakan dan menjaga kualitas makanan lebih lama dibandingkan dengan kemasan yang tidak memenuhi spesifikasi (Hadi & Lestari, 2021). Permeabilitas kemasan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kemampuan kemasan untuk melindungi produk dari pengaruh eksternal seperti uap air dan oksigen. Permeabilitas mengacu pada sejauh mana bahan kemasan memungkinkan gas atau uap air melewati permukaannya.

Kemasan dengan permeabilitas yang rendah umumnya lebih efektif dalam menjaga kualitas produk, terutama produk makanan yang sensitif terhadap kelembapan dan oksidasi (Setyawan & Kusumaningrum, 2021).

Kemasan yang memiliki permeabilitas rendah terhadap uap air sangat penting untuk produk makanan kering seperti mie instan. Permeabilitas yang tinggi terhadap uap air dapat menyebabkan penyerapan kelembapan dari lingkungan, yang mengarah pada penurunan kualitas produk, seperti tekstur yang lembek atau kerusakan karena pertumbuhan mikroorganisme (Wardani, 2019). Permeabilitas kemasan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembapan. Peningkatan suhu dapat meningkatkan permeabilitas bahan kemasan terhadap gas dan uap air, sehingga perlu diperhatikan dalam penyimpanan produk makanan yang dikemas. Penggunaan teknologi penghalang, seperti lapisan metalisasi dapat mengurangi permeabilitas bahan kemasan.

Misalnya, penggunaan lapisan aluminium pada kemasan dapat secara signifikan mengurangi permeabilitas terhadap uap air dan oksigen, sehingga meningkatkan umur simpan produk (Anggraini & Fitria, 2015). Berdasarkan hasil yang didapatkan kadar air pada blok mie mengalami peningkatan. Namun, kadar air yang mengalami peningkatan hanya pada hari pertama dan untuk hari kedua sampai keenam kadar air tetap. Dimana, seharusnya semakin lama penyimpanan, maka kadar air semakin meningkat. Hal ini

(37)

dikarenakan pada kemasan terdapat pori-pori yang menyebabkan uap air dari luar itu masuk. Permeabilitas ini yang berperan sebagai penghalang uap air dari lingkungan agar yang masuk ke dalam kemasan itu hanya sedikit karena adanya pori-pori pada kemasan.

Beberapa faktor yang berpengaruh pada permeasi uap air yaitu luas permukaan kemasan, berat produk terkemas, jenis kemasan, suhu dan kelembaban udara.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil magang yang telah dilakukan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang, maka dapat disimpulkan bahwa proses

(38)

produksi mie instan yang dihasilkan telah sesuai dengan ketentuan GMP yang ada. Proses produksi mie instan dimulai dari penerimaan bahan baku (raw material), screw atau pengayakan, mixing, press & slitter, steaming, cutting & folding, frying, cooling, packing , dan pengemasan finish good serta kemasan yang memiliki permeabilitas rendah mampu menjaga kualitas produk dengan lebih baik.

5.2 Saran

PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Semarang.

telah menerapkan setiap aspek pengendalian GMP dengan predikat luar biasa.

Penyimpangan terhadap penerapan GMP diharapkan dapat segera diatasi dan diperbaiki untuk mengurangi risiko masalah mutu pangan dan meningkatkan kinerja dalam proses produksi mi instan. Pengontrolan temperatur pada mesin fryer sebaiknya dilakukan lebih berkala untuk menghindari penggunaan temperatur diatas atau dibawah rentang yang telah ditetapkan. Disarankan agar PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division, melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan teknologi pengemasan yang ramah lingkungan. Selain mempertimbangkan umur simpan, dampak lingkungan dari bahan kemasan juga menjadi perhatian penting seiring meningkatnya kesadaran konsumen akan produk berkelanjutan.

LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Kadar Air Blok Mie

- Perhitungan Kadar Air Blok Mie Hari ke- 0

 A1

(39)

Kadar Air=Berat cawan isiBerat cawan isi kering

Berat cawan isiBerat cawan kosong ×100 % Kadar Air=35,1728−34,9540

35,1728−27,9287×100 % = 3,02%

 A2

Kadar Air=36,6620−36,4183

36,6620−28,5888×100 % = 3,01%

Rata-rata : 3,02 %+3,01 %

2 = 3,01%

- Perhitungan Kadar Air Blok Mie Hari ke- 1

 B1

Kadar Air=28,9032−28,7763

28,9032−24,8693×100 % = 3,14%

 B2

Kadar Air=28,1001−27,9677

28,1001−24,2032×100 % = 3,30%

Rata-rata : 3,14 %+3,30 %

2 = 3,22% (Kemasan INDOMIE GORENG RASA

AYAM GEPREK )

 B3

Kadar Air=31,0107−30,9127

31,0107−27,7171×100 % = 2,97%

 B4

Kadar Air=31,8700−31,7480

31,8700−27,9369×100 % = 3,10%

Rata-rata : 2,97 %+3,10 %

2 = 3,03% (Kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang)

(40)

- Perhitungan Kadar Air Blok Mie Hari ke- 2

 C1

Kadar Air=28,4144−28,2882

28,4144−24,4806×100 % = 3,20%

 C2

Kadar Air=28,7341−28,6055

28,7341−24,7077×100 % = 3,12%

Rata-rata : 3,20 %+3,12 %

2 = 3,16% (Kemasan INDOMIE GORENG RASA

AYAM GEPREK )

 C3

Kadar Air=32,7813−32.6594

32.7813−28,9608×100 % = 3,19%

 C4

Kadar Air=30,2243−30,1140

30,2243−26,2129×100 % = 2,74%

Rata-rata : 3,19 %+2,74 %

2 = 2,96% (Kemasan RGAB)

- Perhitungan Kadar Air Blok Mie Hari ke- 5

 F1

Kadar Air=29,0097−28,87

Gambar

Tabel 2. Selisih Kadar Air Blok Mie Menggunakan Kemasan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek dan Kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang
Tabel 1. Hasil Pengujian Kadar Air Blok Mie Menggunakan Kemasan Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek dan Kemasan Sarimi Gelas Rasa Ayam Bawang Secara Duplo

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengetahui umur simpan kemplang dalam kemasan plastik PP dapat digunakan sebagai acuan dalam metode penanganan dan pengemasan produk sehingga dapat menentukan waktu

bellZoat dan suhu penyimpanan terhadap umur simpan kopi cair dalam kemasan

Penelitian yang dilakukan bertujuan mengembangkan formulasi mi instan berbahan baku buru hotong dan menentukan optimasi proses dalam pembuatan mi instan dari buru hotong, dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik isotermis sorpsi air ledok instan yang diberi tambahan ikan tongkol, dan untuk menentukan umur simpan

Indomie adalah merek produk mi instan yang sudah ada sejak lama, bahkan merek ini juga sudah melekat dibenak para konsumen mi instan sehingga seringkali dijumpai bahwa merek

Hasil analisis sidik ragam bahan pelapis ( edible coating) dan ketebalan kemasan terhadap warna pempek ikan parang-parang setelah penyimpanan 12 hari, menghasilkan

Adapun t tujuan p pada p penelitian i ini u untuk menentukan umur simpan bumbu kaldu burgo instan ikan gabus (Channa striata) dalam 2 jenis kemasan (polipropilen

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil simpulan yaitu Ketebalan plastik polietilen densitas rendah berpengaruh sangat nyata terhadap umur simpan, susut