AL-QURAN ADALAH MANUAL BOOK HIDUP KITA Dr. Aris Setyawan, M.Pd C.Ps, C.EQL
Minggu lalu kita bahas:
Surah Al-Isra ayat 9:
َنوُلَمۡعَي َنيِ َّ
لَّٱ َينِنِمۡؤُم ۡ لٱ ُ ِِشَّبُيَو ُمَوۡق َ
أ َ ِهِ ِتِ َّلِل يِدۡهَي َناَءۡرُقۡلٱ اَذََٰه َّنِإ اٗيرِب َك اٗرۡجَأ ۡمُهَل َّنَأ ِتَٰ َحِلََّٰصلٱ ٩
يِدۡهَي َناَءۡرُق ۡلٱ اَذََٰه َّنِإ
= Sesungguhnya Al-Qur’an adalah pentunjuk Agar kita benar-benar paham dan menghargainya, mari kita mulai dari sesuatu yang sederhana, tapi dekat dengan keseharian kita.Bayangkan Kita Baru Membeli HP Mahal
Misalnya kita baru beli HP seharga belasan juta rupiah. Apa yang kita lakukan?
• Kita baca buku panduannya.
• Kita pelajari fitur-fiturnya: cara mengisi daya yang aman, cara mengaktifkan keamanan, cara merawat baterai.
• Kita jaga baik-baik: dikasih casing, screen protector, jangan sampai jatuh atau terciprat air.
• Kita bahkan tidak mau sembarang orang memegangnya.
• Kenapa? Karena kita menghargai nilai dan fungsinya, dan tidak ingin HP itu rusak sebelum waktunya.
Sekarang...
Bagaimana dengan Diri Kita Sendiri?
Tubuh kita, akal kita, hati kita, jiwa kita itu jauh lebih mahal dan kompleks dari sekadar HP.
• HP buatan manusia. Kita ciptaan Allah.
• HP bisa diganti. Hidup kita cuma satu kali.
• HP rusak masih bisa diperbaiki. Tapi kerusakan hidup dan hati kadang butuh waktu lama untuk dipulihkan atau bahkan tidak bisa
lagi dipulihkan atau diperbaiki sehingga yang ada hanyalah penyesalan.
Maka apakah pantas kita hidup tanpa buku panduan dari Pencipta kita sendiri?
Al-Qur’an Adalah Manual Book-nya Kehidupan
Dalam ayat ini al-isra ayat 9 Allah menegaskan bahwa:
َ ِهِ ِتِ َّلِل يِدۡهَي َناَءۡرُقۡلٱ اَذََٰه َّنِإ ُمَوۡق َ
أ
"Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberipetunjuk kepada jalan yang paling lurus…" kenapa demikian karena Al- Qur’an menjelaskan:
• Cara bagaimana membangun persatuan dan kesatuan.
"Hanya Al-Qur'an yang mampu menjelaskan cara bagaimana membangun persatuan dan kesatuan."
Mari kita uraikan dan tegaskan dalam bentuk renungan yang tajam, bernas, dan berdasar Al-Qur’an — agar menjadi bekal pemahaman dan penyadaran kolektif.
📖 Al-Qur’an: Satu-Satunya Panduan Ilahi dalam Membangun Persatuan dan Kesatuan
1. Realitas Umat: Terpecah Belah, Padahal Mengucap Kalimat yang Sama Kita hidup di zaman di mana perpecahan menjadi hal biasa:
• Antara sesama Muslim—karena beda organisasi, mazhab, metode dakwah, hingga kepentingan politik.
• Bahkan dalam satu keluarga pun bisa tercerai hanya karena ego dan gengsi.
Ironisnya, semua mengaku Muslim, mengucap syahadat yang sama, membaca Al-Qur’an yang sama, dan menghadap kiblat yang sama.
❗ Pertanyaannya: Mengapa bisa tercerai-berai?
Jawabannya: Karena menjauh dari Al-Qur’an sebagai pedoman persatuan.
2. Al-Qur’an Tidak Hanya Mengajak Bersatu, Tapi Menjelaskan Caranya
Allah tidak hanya memerintahkan "bersatu", tapi menunjukkan landasan, metode, dan alasan mengapa persatuan itu harus dibangun.
A. Persatuan Harus Berlandaskan Tali Allah Ingat surah Al-Imron ayat 103
ٗءٓاَدۡع َ
أ ۡمُتنُك ۡذِإ ۡمُكۡي َلَع ِ َّللَّٱ َتَمۡعِن ْاوُرُكۡذٱَو ْْۚاوُقَّرَفَت َلََو اٗعيِ َجَ ِ َّللَّٱ ِلۡبَ ِبِ ْاوُمِصَتۡعٱَو
َ ۡينَب َفَّل َ أَف
َش َٰ َ َعَل ۡمُتنُكَو اٗنََٰوۡخِإ ٓۦِهِتَمۡعِنِب مُتۡحَب ۡصَأَف ۡمُكِبوُلُق ُ ِِينَبُي َكِلََٰذ َك ۗاَهۡنِِم مُكَذَقنَأَف ِراَّلنٱ َنِِم ٖةَرۡفُح اَف
َنوُدَتۡهَت ۡمُكَّلَعَل ۦِهِتَٰ َياَء ۡمُكَل ُ َّللَّٱ ١٠٣
Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat- ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imran: 103)
Tali Allah di sini adalah Al-Qur’an. Persatuan yang tidak berlandaskan wahyu hanya akan rapuh: ia bisa disatukan oleh sentimen, lalu hancur oleh ego dan kepentingan. Tapi jika Al-Qur’an yang jadi dasar, maka:
• Perbedaan menjadi rahmat, bukan bahan konflik,
• Kepentingan pribadi tunduk pada maslahat umat,
• Ukhuwah Islamiyah menjadi ikatan ruhani, bukan sekadar formalitas.
UNTUK ITU AL-QURAN MENEGASKAN BAHWA AL-QURAN ADALAH PETUNJUK YANG AQMAM KARENA AL-QURAN MENEGASKAN BAHWA PERPECAHAN ADALAH TANDA KELEMAHAN.
B. Al-Qur’an Menegaskan bahwa Perpecahan adalah Tanda Kelemahan dalam surah Al-Anfal ayat 46.
َو ۡۖۡمُكُحيِر َبَه ۡذَتَو ْاوُلَشۡفَتَف ْاوُعَزََٰنَت َلََو ۥُ َلَوُسَرَو َ َّللَّٱ ْاوُعيِطَأَو َ َّللَّٱ َّنِإ ْۚ ْآوُ ِبِ ۡصٱ
َنيِ ِبََِّٰصلٱ َعَم ٤٦
Taatilah Allah dan Rasul-Nya, Janganlah kalian berselisih, karena akan melemahkan (kekuatan) kalian dan hilang kekuasaan kalian. dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar
Ini adalah strategi Qur’ani yang tajam:
Allah menyatakan bahwa pertengkaran internal akan membuat kekuatan umat lenyap, bukan karena kalah oleh musuh, tapi karena saling menjatuhkan.
Hari ini kita lihat gejalanya:
• Energi umat habis untuk saling membantah,
• Waktu habis untuk debat yang tidak produktif,
• Ukhuwah retak karena dikalahkan oleh label dan dikotomi.
MAKA WAJAR BILA SAAT INI PALESTINA TAK KUNJUNG MERAIH KEMENANGAN, INI SIMBOL BAHWA UMAT ISLAM SAAT INI LEMAH, TIDAK BERDAYA TIDAK PUNYA KEKUASAAN KARENA UMAT ISLAM TIDAK ADA YANG BERSATU. UMAT ISLAM SIBUK DENGAN SALING BANTAH MEMBATAH YANG TIDAK PRODUKTIF, MASING MEMENTINGKAN EGO SENDIRI TANPA MELIHAT TUJUAN HIDUP SESUNGUHNYA. TUJUAN HIDUP YANG SESUNGGUHNYA ADALAH HIDUP MENJALIN UKHUWAH DENGAN ATAS NAMA TALI ALLAH.
HANYA ALLAH LAH TUJUAN KITA BERSAMA YANG SEHARUSNYA ITULAH YANG MEMBUAT KITA AKAN BERSATU. KARENA: AL- QURAN MENAWARKAN IKATAN PERSAUDARAAN SEJATI.
C. Al-Qur’an Menawarkan Ikatan Persaudaraan Sejati dalam surah Al- Hujurat ayat 10:
ۡرُت ۡمُكَّلَعَل َ َّللَّٱ ْ
اوُقَّتٱَو ْۚۡمُكۡيَوَخَ
أ َ ۡينَب ْاوُحِل ۡصَ
أَف ٞةَوۡخِإ َنوُنِمۡؤُمۡ لٱ اَمَّنِإ َنوُ َحَ
١٠
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat: 10)
Coba kita renungkan di Masjid kita? Apakah masih ada perdebatan?
Apakah masih ada perselisihan?
Iangat Masjid Seharusnya adalah Rumah Persatuan
Coba kita renungkan Nama masjid kita adalah “Al-Muttaqin” yang mengandung makna agung — tempat orang-orang bertakwa. Tempat seperti ini seharusnya menjadi:
• Ruang menyatunya hati-hati yang tunduk pada Allah,
• Pusat pertemuan antara iman, ilmu, dan amal,
• Arena memperkuat ukhuwah, bukan mempertajam perbedaan.
Namun kenyataannya,gimana? Coba renungkan Al-Qur’an berkata:
• Jangan lah muncul Perdebatan tentang hal yang tidak produktif yang tak berkesudahan,
• Jangan lah Perbedaan metode ibadah dijadikan dasar menjatuhkan,
• Janganlah dalam mengurusi masjid dilandasi dengan perpecahan, dilandasani ego pribadi atau politik internal.
Ingat Al-Qur’an: Membangun Ukhuwah Imani, Bukan Ikatan Emosional Sementara
Al-Qur’an tidak pernah membangun persaudaraan atas dasar:
• Kesamaan suku,
• Satu budaya,
• Atau kepentingan kelompok.
Persaudaraan yang Al-Qur’an bangun adalah persaudaraan karena iman.
Dan persaudaraan karena iman tidak akan goyah hanya karena beda cara takbir atau bacaan qunut atau perbedaan yang tidak produktif lainnya.
Maka saat terjadi perbedaan di masjid:
✅ Yang ditanya bukan: “Siapa yang benar?”
Tapi: “Apakah hati kita masih bersatu dalam iman?”
Dan bila Perdebatan di Masjid Terus Terjadi ? itu Karena:
1. Al-Qur’an hanya jadi bacaan, bukan pegangan sikap.
2. Rasa ingin menang lebih besar dari keinginan untuk mencari ridha Allah.
3. Kita lebih ingin mempertahankan ‘identitas kelompok’ daripada menjaga ukhuwah.
4. Kita bicara atas nama agama, tapi dengan bahasa ego.
Renungan untuk Masjid Al-Muttaqin kita
❗ Jangan jadikan masjid tempat pertarungan gengsi.
❗ Jangan jadikan mimbar masjid untuk menyindir sesama.
❗ Jangan jadikan forum takmir tempat saling menjatuhkan.
Kembalilah pada Al-Qur’an.
• Tundukkan ego di hadapan firman-Nya.
• Jadikan perbedaan sebagai sarana belajar, bukan alat pecah belah.
• Ingat: ukhuwah lebih tinggi nilainya dari kemenangan pendapat.
“Yang dikajar adalah bukahlah kemenangan dalam debat tapi yang menjaga ukhuwah — itulah yang dikerja karena itu dicintai Allah.”
Dalam ayat ini al-isra ayat 9 Allah menegaskan bahwa:
َ ِهِ ِتِ َّلِل يِدۡهَي َناَءۡرُقۡلٱ اَذََٰه َّنِإ ُمَوۡق َ
أ
"Sesungguhnya Al-Qur’an inimemberi petunjuk kepada jalan yang paling lurus…"
Baik kita lanjutkan kajian kita. Mengapa Al-Qur’an Satu-Satunya Panduan Membangun Persatuan?
✅ Karena ia berasal dari Allah Yang Maha Mengetahui kondisi manusia.
✅ Karena ia berbicara dengan kebenaran, bukan kepentingan.
✅ Karena ia menyentuh hati dan nurani, bukan sekadar aturan lahir.
✅ Karena ia melampaui batas zaman, budaya, dan politik.
Setiap ide persatuan yang tidak bersandar pada Al-Qur’an hanyalah ilusi yang akan runtuh ketika diuji kepentingan.
Renungan Tajam untuk kita yakni: Kembalilah pada Al-Qur’an, Jika Ingin Bersatu
Jangan harap umat ini akan bersatu:
• Selama Al-Qur’an hanya dijadikan simbol, bukan pegangan.
• Selama masjid menjadi ajang perebutan pengaruh, bukan tempat memurnikan niat.
• Selama ayat-ayat hanya dikutip untuk membela golongan, bukan untuk menyatukan umat.
Persatuan bukan tercipta karena banyaknya seminar, ormas, atau muktamar.
Persatuan hanya akan terwujud ketika setiap hati kembali tunduk pada wahyu, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya pedoman — bukan alat.
Untuk itu, kita lanjutkan kajian kita. Pada ayat tersebut dilajutkan dengan redaksi kata
َينِنِمۡؤُم ۡ لٱ ُ ِِشَّبُيَو
Yang memiliki arti adalah Dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman
Lalu, muncul satu pertanyaan penting:
Mengapa hanya orang yang beriman yang bisa menangkap Al-Qur’an sebagai kabar gembira?
1. Al-Qur’an Adalah Cermin: Ia Menampilkan Apa yang Ada di Hati
Al-Qur’an bersifat reflektif: ia memantulkan kondisi hati pembacanya. Bagi hati yang lembut, ayat-ayat-Nya menjadi pelipur lara. Tapi bagi hati yang tertutup, ia hanya dianggap sebagai bacaan kuno, bahkan terasa sebagai beban dan ancaman.
Allah menyebut dengan tegas:
َوُهَو ٞرۡقَو ۡمِهِناَذاَء ٓ ِفِ َنوُنِمۡؤُي لَ َنيِ َ َّ ...
لَّٱَو ْۚٞء ٓاَفِشَو ىٗدُه ْاوُنَماَء َنيِ َّلَِّل َوُه ۡلُق ٖديِعَب ِۢن َكََّم نِم َنۡوَداَنُي َكِئََٰٓلْوُأ ۚ ىمًَع ۡمِهۡيَلَع ٤٤
Katakanlah, Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh"
Pesannya jelas: dengan satu ayat Yang sama, maka satu ayat, bisa menjadi cahaya bagi satu orang, dan menjadi kesesatan bagi yang lain — tergantung kondisi hati.
2. Iman adalah Kunci untuk Membuka Lapisan Makna Al-Qur’an
Iman bukan hanya percaya adanya Allah, tapi juga tunduk dan pasrah pada kebijaksanaan-Nya, termasuk dalam menyikapi ayat-ayat Al-Qur’an. Tanpa iman, manusia tidak akan mampu:
• Memahami makna dalam perintah dan larangan,
• Melihat keindahan dalam ujian,
• Menyerap harapan di balik ancaman.
Sebaliknya, orang beriman justru merasakan bahwa setiap ayat adalah tanda cinta Allah:
• Saat Allah memerintahkan shalat, ia merasakannya sebagai koneksi spiritual,
• Saat Allah melarang zina, ia melihatnya sebagai pelindung kehormatan,
• Saat Allah menyebut neraka, ia merasakannya sebagai peringatan penuh sayang agar tidak terjatuh.
3. Mengapa Banyak yang Tidak Merasa Al-Qur’an Membawa Kabar Gembira?
Karena banyak manusia mendekati Al-Qur’an dengan pola pikir yang salah:
• Ingin membantah, bukan memahami,
• Mencari pembenaran, bukan kebenaran,
• Menuntut logika, bukan tunduk pada wahyu.
Tanpa iman, Al-Qur’an hanya akan dilihat sebagai kitab hukum, bukan cinta. Ia akan dianggap "membatasi" bukan "menjaga". Dan karena itulah, banyak yang merasa Al-Qur’an menakutkan, membosankan, atau bahkan menyusahkan.
Padahal, Allah sendiri menyebut Al-Qur’an sebagai:
"Hudan wa bushra lil-mu’minin" — "Petunjuk dan kabar gembira bagi orang beriman."
(QS. Al-Baqarah: 97)
4. Tanda Orang Beriman adalah Merasa Dikuatkan oleh Al-Qur’an Orang beriman ketika mendengar Al-Qur’an:
• Hatinya bergetar,
• Jiwanya tenang,
• Hidupnya terasa punya arah.
Sebagaimana dalam QS. Al-Anfal: 2:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang bila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka; dan apabila dibacakan ayat- ayat-Nya kepada mereka, bertambahlah iman mereka."
Ini bukan sekadar reaksi emosional, tapi bentuk keterhubungan batin dengan kalam Ilahi. Seperti rindu yang terjawab, atau nasihat dari orang tua yang menguatkan — seperti itulah hubungan orang beriman dengan Al-Qur’an.
Penutup Renungan: Saatnya Bertanya pada Diri Sendiri Jika Al-Qur’an tidak terasa membimbing...
Jika membaca ayat terasa biasa-biasa saja...
Jika tidak tumbuh rasa takut atau harap...
Maka kita perlu bertanya:
“Apakah aku sudah benar-benar beriman? Atau imanku baru sebatas lisan dan tradisi?”
Al-Qur’an tidak pernah berubah. Tapi hati manusialah yang menentukan: apakah ia akan menjadi cahaya atau sekadar lembaran tak bermakna.