27
PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DI TELITI
Sesuai dengan judul yang diangkat akan dijelaskan tentang keadaan sebenarnya yang terjadi di kapal, dengan deskripsi ini penulis melaksanakan penelitian.
Kapal “MT. Celyn” dengan call sign PNSC merupakan salah satu armada kapal tanker milik perusahaan PT. Hanlyn Jaya Mandiri yang berkedudukan di Surabaya. Kapal ini merupakan kapal dengan Gross Tonnage 1.090 Ton dan Dead Weight Tonnage 1.683,07 Ton. Kapal buatan Jepang dengan tahun pembuatan pada 1994. Kapal ini adalah satu dari 4 kapal milik PT. Hanlyn Jaya Mandiri yang bertipe Chemical Tanker. Kapal ini mengangkut muatan yaitu Gasoline 88 dan High Speed Diesel beroperasi di Kepulauan Riau.
B. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis selama kegiatan praktek layar, penulis melakukan pengamatan tentang standar tugas jaga dan selama itu juga ditemukan beberapa poin standar tugas jaga yang tidak dilaksanakan dan ada pula beberapa poin yang telah dilaksanakan tetapi tidak sesuai prosedur yang tertulis dalam STCW 1978 Amandemen 2010 dan COLREG 1972 / P2TL (Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut).
1. Penyajian Data
Selama 1 tahun melaksanakan praktek berlayar di “MT. Celyn”, taruna mengikuti jaga laut selama kurang lebih 9 bulan, selama kurun waktu tersebut taruna melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tugas jaga laut di anjungan. Pada umumnya standar tugas jaga dilaksanakan sesuai STCW 1978 amandemen tahun 2010 dan COLREG 1972. Tetapi, pada “MT. Celyn” beberapa kali terjadi pelanggaran terhadap standar jaga tersebut. Berikut ini adalah kejadian yang disebabkan oleh kurangnya penerapan standar tugas jaga pada saat dinas jaga navigasi yang pernah terjadi diatas “MT. Celyn” :
a. Pada tanggal 25 April 2018 “MT. Celyn” melintas di Selat Riau dalam perjalanan dari Tanjung Uban ke Tembilahan sekitar pukul 07.15 WIB dengan haluan sejati 220 derajat.
Dalam radar terdeteksi “MV. Hijau Segar” dengan jarak 9 Nm laut mendekat dari arah haluan kapal, namun hal ini lepas dari perhatian Perwira jaga karena pada saat itu kondisi cuaca sedang hujan dan Perwira jaga sedang melakukan obrolan di telepon dengan teman lamanya, selepas menelepon Perwira jaga melakukan pengamatan pada radar dan mendapati bahwa “MV. Hijau Segar” sudah berjarak 3 Nm laut dari arah haluan, karena panik perwira jaga langsung memberi perintah kepada juru mudi jaga untuk membawa kapal ke kiri
sehingga membuat kapal jatuh kiri 0,9 Nm dari garis haluan yang telah dibuat.
b. Pada tanggal 9 Juli 2018 sekitar pukul 17.00 WIB saat “MT.
Celyn” dalam perjalanan menuju Pelabuhan Tanjung Uban, Nakhoda naik ke anjungan untuk memantau kondisi sekitar lalu menuju kamar peta dan mendapati bahwa rute yang dibuat oleh Second Officer kurang efektif dikarenakan angin kencang dan ombak datang dari lambung kiri kapal, Nakhoda memutuskan untuk mengubah haluan melewati pulau Batu Berlayar untuk menghindari terjangan ombak dari lambung kiri kapal.
c. Pada tanggal 7 Agustus 2018 “MT. Celyn” sekitar pukul 02.00 WB keluar dari Pelabuhan Tembilahan menuju anchorage area karena menunggu dokumen yang akan dikirim oleh agen, kapal tidak diperbolehkan menunggu di pelabuhan karena kapal yang mengantri selanjutnya sudah mau masuk pelabuhan untuk melaksanakan kegiatan memuat. Di anjungan terdapat Chief Officer, Second Officer, Juru mudi dan Kadet. Second officer meninjau kedalaman yang tertera pada peta dan mencari tempat yang aman untuk berlabuh, setelah mendapatkan tempat yang memenuhi kriteria tersebut. Second Officer membuat garis haluan lalu memasukkan way point pada GPS (Global Positioning System). Kapal keluar dari pelabuhan dengan kondisi muatan
penuh dan pada saat itu air laut dalam kondisi surut terendah, ketika kapal mulai berolah gerak tiba-tiba saja angina kencang dan ombak mendorong kapal menjauhi tempat yang telah Second Officer tentukan dan mendekati titik yang mana daerah tersebut sangat dangkal dan mengakibatkan kapal kandas.
2. Analisa Data
Dalam Analisa data ini akan dibandingkan antara kejadian di atas kapal dengan standar tugas jaga COLREG 1972 / P2TL (Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut).
No. Kejadian diatas kapal Standar tugas jaga 1 Perwira jaga terlalu fokus
dengan telepon genggamnya, sehingga tidak melaksanakan pengamatan dengan optimal.
Suatu pengamatan dan tindakan yang baik dan benar sesuai aturan 5, 6, 7, 8 dan 14 Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL) dengan tujuan:
- Menjaga kewaspadaan terus menerus dengan penglihatan dan sarana yang ada, sehubungan dengan setiap perubahan penting dalam hal kondisi pengoperasian
- Memperhatikan sepenuhnya situasi‐situasi dan risiko tubrukan, kandas, dan bahaya navigasi lainnya
- Mendeteksi kapal‐kapal atau pesawat terbang yang sedang dalam bahaya, orang‐orang yang mengalami kecelakaan kapal, kerangka kapal, serta bahaya‐bahaya lain yang mengancam navigasi.
- Melakukan suatu tindakan yang tepat terhadap situasi bahaya tubrukan.
2 Perubahan rencana pelayaran di saat kapal telah berjalan
Suatu pengamatan dan tindakan yang baik dan benar sesuai aturan 5, 6, 7 dan 8 Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL) dengan tujuan:
- Pelayaran yang akan dilakukan harus direncanakan terlebih
dahulu dengan
mempertimbangkan seluruh informasi. Setiap haluan yang
ditetapkan harus diperiksa sebelum berlayar.
- Setiap akan melakukan pelayaran, nakhoda harus menjamin rute yang telah ditetapkan dari pelabuhan- pelabuhan keberangkatan menuju pelabuhan berikutnya direncanakan dengan menggunakan peta-peta dan publikasi navigasi yang memadai, yang memuat informasi terbaru yang lengkap dan tepat sehubungan dengan bahaya-bahaya dan kesulitan-kesulitan navigasi yang bersifat tetap atau dapat diramalkan terlebih dahulu dan yang relevan dengan pelaksanaan navigasi yang aman.
- Jika selama pelayaran diambil keputusan untuk mengubah pelabuhan tujuan, maka rute
baru yang bersangkutan harus direncanakan lebih dahulu sebelum mengubah arah dari rute semula.
3 Kapal kandas dikarenakan kelalaian dalam membuat rencana pelayaran tanpa memperhitungkan pasang surut, sarat kapal dan cuaca.
Suatu pengamatan dan tindakan yang baik dan benar sesuai aturan 5 dan 6 Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL) dengan tujuan:
- Pelayaran yang akan dilakukan harus direncanakan terlebih dahulu, dengan mempertimbangkan seluruh informasi. Setiap haluan yang ditetapkan harus diperiksa sebelum berlayar.
- Setiap akan melakukan pelayaran, Nakhoda harus menjamin rute yang telah ditetapkan dari pelabuhan- pelabuhan keberangkatan menuju pelabuhan berikutnya direncanakan dengan menggunakan peta-peta dan
publikasi navigasi yang memadai, yang memuat informasi terbaru yang lengkap dan tepat sehubungan dengan bahaya-bahaya dan kesulitan-kesulitan navigasi yang bersifat tetap atau dapat diramalkan terlebih dahulu dan yang relevan dengan pelaksanaan navigasi yang aman.
Tabel 4. Perbandingan antara kejadian di atas kapal dengan COLREG 1972 / P2TL (Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut).
Dari tabel diatas dijelaskan, pada kejadian pertama penyebab kapal menyimpang jauh dari garis haluan adalah karena Mualim jaga panik dalam mengambil keputusan, seharusnya kepanikan ini tidak perlu terjadi jika Mualim jaga melaksanakan pengamatan sesuai dengan yang dijelaskan bahwa suatu pengamatan yang baik harus selalu dilaksanakan sesuai aturan 5, 6, 7, 8 dan 14 Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL) sehingga setiap keberadaan kapal dengan jarak tertentu dapat terpantau dan bisa dilakukan tindakan menghindar yang aman dan tidak merugikan bagi pelayaran sendiri.
Pada kejadian kedua, perubahan rencana pelayaran disebabkan karena pada saat membuat rencana pelayaran Second Officer tidak teliti dalam membuat rencana pelayaran, dimana setiap rencana pelayaran harus dibuat dengan mempertimbangkan informasi terkait perairan yang akan dilalui.
Sebagai Nakhoda juga harus mengambil dan memastikan rute yang telah ditetapkan dari pelabuhan-pelabuhan keberangkatan menuju pelabuhan berikutnya.
Kandasnya kapal pada sajian data ke 3 yakni disebabkan oleh kurangnya informasi yang digunakan untuk pertimbangan dalam membuat rencana pelayaran sehingga pasang surut air laut dan cuaca buruk terlepas dari perhatian Mualim.
C. PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan hasil temuan dari penelitian yang telah dilaksanakan sebagai berikut :
1. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa standar jaga dalam STCW 1978 amandemen 2010 dan COLREG 1972/P2TL (Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut) belum maksimal penerapannya diatas kapal. Seperti contoh pada data pertama dimana Mualim jaga tidak memberikan perhatian penuh pada pengamatan saat berjaga navigasi di anjungan. Mualim jaga seharusnya tidak terfokus pada telepon genggam meskipun tidak di dalam alur maupun daerah ramai. Sesuai dengan aturan nomor 14 pada P2TL (Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut) yang mengharuskan Mualim jaga untuk menjaga
kewaspadaan terus menerus dengan penglihatan dan sarana yang ada, mendeteksi kapal‐kapal atau pesawat terbang yang sedang dalam bahaya, orang‐orang yang mengalami kecelakaan kapal, kerangka kapal, serta bahaya‐bahaya lain yang mengancam navigasi. Mualim jaga fokus pada tugas jaganya sehingga jika terdapat kapal yang akan melintas atau berhadapan kita mempunyai persiapan dan perhitungan yang cukup untuk membuat keputusan sehingga tidak perlu tergesa- gesa.
2. Analisa pada data kedua menunjukkan bahwa permasalahan ada pada tahap perencanaan pelayaran, dimana pada aturan 5 dalam P2TL (Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut) telah disebutkan Setiap akan melakukan pelayaran Nakhoda harus memeriksa dan menetapkan rute yang telah Second Officer tetapkan dari pelabuhan- pelabuhan keberangkatan menuju pelabuhan berikutnya direncanakan dengan menggunakan peta-peta dan publikasi navigasi yang memadai, yang memuat informasi terbaru yang lengkap dan tepat sehubungan dengan bahaya-bahaya dan kesulitan-kesulitan navigasi yang bersifat tetap atau dapat diramalkan terlebih dahulu dan yang relevan dengan pelaksanaan navigasi yang aman. Maka Nakhoda/Master telah memahami rencana pelayaran tersebut berikut dengan bahaya navigasi yang mungkin akan ditemui selama pelayaran berlangsung, tetapi dalam pelaksanaannya setelah ditinjau ulang ternyata terdapat sedikit kesalahan dalam pemilihan alur, sehingga diambil tindakan untuk merubah rencana pelayaran.
3. Pada sajian data ke-3 penyebab permasalahan adalah karena kelalaian dalam membuat rencana pelayaran yang tidak mempertimbangkan pasang pasang surut, sarat kapal, dan cuaca. Telah disebutkan pada aturan 5 dalam P2TL (Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut) bahwa pelayaran yang akan dilakukan harus direncanakan terlebih dahulu, dengan mempertimbangkan seluruh informasi. Setiap haluan yang ditetapkan harus diperiksa sebelum berlayar. Perkiraan cuaca dan pasang surut air laut terlewat dari perhitungan sehingga kapal kandas sebelum sampai pada koordinat yang ditentukan, hal semacam ini seharusnya tidak terjadi jika sebelum berlayar dipertimbangkan pasang surut air laut, jika memang kondisi dinilai tidak memungkinkan untuk melakukan pelayaran akan lebih baik jika kapal menunggu dahulu di kedalaman yang aman serta kondisi cuaca yang baik. Hal ini tidak menjadi kesalahan pihak kapal sepenuhnya mengingat pihak pelabuhan juga mendesak “MT. Celyn” untuk cepat keluar pelabuhan.
Dari tiga permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan standar tugas jaga di “MT. Celyn” masih belum maksimal, hal ini penyebabnya adalah kurangnya kedisiplinan serta kurangnya ketelitian masing-masing Mualim dalam melaksanakan tugas yang dibebankan sebagai tanggung jawab. Hal ini dibuktikan dengan tiga kejadian diatas yang seharusnya tidak perlu terjadi jika Mualim tidak lalai dalam melaksanakan tugas.
38 A. KESIMPULAN
Setelah penulis mengumpulkan data sesuai dengan metode yang penulis gunakan, maka penulis akan menyimpulkan karya ilmiah terapan ini. Adapun penyebab kurangnya perhatian, kesadaran dan keinginan Perwira jaga dek untuk mengetahui dan mempatuhi aturan ataupun prosedur dinas jaga yang baik dan benar diatas kapal “MT. Celyn” sesuai dengan STCW 1978 amandemen 2010 dan COLREG 1972 demi keselamatan pelayaran adalah sebagai berikut :
1. Para ABK di kapal belum memahami prosedur dinas jaga, bahkan ada Mualim yang belum mengerti tentang prosedur dinas jaga yang baik dan benar.
2. Prosedur dinas jaga di kapal belum dilaksanakan dengan baik dan benar.
3. Pengaruh Human Error terhadap terjadinya kecelakaan di laut sangat besar dan sudah ada data dan bukti yang mendukung bahwa Human Error adalah penyebab terbesar terjadinya kecelakaan di laut.
4. Kurangnya kesadaran awak kapal untuk melaksanakan prosedur dinas jaga laut yang baik dan benar. Seperti halnya terlambat naik ke anjungan, memainkan telepon genggam atau laptop, tertidur saat
melaksanakan dinas jaga dan tidak mengisi checklist yang telah disediakan.
B. SARAN
Adapun upaya prosedur dinas jaga dapat dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai aturan yang telah disahkan dan diberlakukan, maka penulis menyarankan sebagai berikut :
1. Sebagai petugas jaga di anjungan khususnya Perwira jaga dek maka marilah menanamkan rasa tanggung jawab dan kedisiplinan yang tinggi kepada diri kita masing-masing terutama pada waktu bertugas sebagai Perwira jaga demi keselamatan kita semua.
2. Perlunya pelatihan oleh perusahaan kepada Perwira dan anak buah kapal yang akan bergabung di kapal karena ini merupakan salah satu bentuk apresiasi perusahaan terhadap penekanan angka kecelakaan laut.
3. Penambahan buku-buku prosedur dinas jaga sesuai aturan yang telah ditetapkan terutama dengan Bahasa Indonesia agar awak kapal mengerti dan memahami.
4. Perusahaan pelayaran juga melakukan koordinasi dengan Perwira di atas kapal untuk perawatan alat-alat navigasi agar tetap bisa digunakan berlayar dengan baik.
5. Awak Kapal beristirahat dengan cukup sesuai peraturan yang telah ditentukan agar bisa menjaga kondisi tubuh saat kembali berdinas jaga di anjungan.
6. Pengarahan dalam pertemuan di kapal yang diadakan oleh Nakhoda kepada seluruh anak buah kapal tentang keselamatan pelayaran dengan menggunakan cerita atau pengalaman dan bisa juga menggunakan video kecelakaan kapal yang telah terjadi.
7. Seluruh kru kapal yang belum mengerti prosedur Dinas Jaga yang baik dan benar hendaknya bertanya kepada Nakhoda dan membaca buku- buku yang telah disediakan di anjungan.
8. Kepada seluruh kru kapal yang baru bergabung di kapal diwajibkan familiarisasi menggunakan SOP (Standar Operasioanal Prosedur).