• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumusan Masalah

Batasan Masalah

Tujuan Penelitian

  • Tujuan Umum
  • Tujuan Khusus

Manfaat Penelitian

  • Untuk Peneliti
  • Untuk Akademik
  • Untuk Masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA

  • Pengertian Nematoda Usus
  • Pengertian Ascaris lumbricoides (Cacing gelang)
    • Hospes dan Nama Penyakit
    • Morfologi Ascaris lumbricoides
    • Siklus Hidup Ascaris lumbricoides
    • Epidemiologi Ascaris lumbricoides
    • Patologi dan Gejala Klinis Ascaris lumbricoides
    • Diagnosa Ascaris lumbricoides
    • Pengobatan Ascaris lumbricoides
    • Pencegahan Ascaris lumbricoides
  • Pengertian Trichuris Trichiura (Cacing cambuk)
    • Morfologi Trichuris trichiura
    • Siklus Hidup Trichuris trichiura
    • Epidemiologi Trichuris trichiura
    • Patologi dan Gejala Klinis Trichuris trichiura
    • Diagnosa Trichuris trichiura
    • Pengobatan Trichuris trichiura
    • Pencegahan Trichuris trichiura
  • Pemeriksaan Feses
    • Pemeriksaan Makroskopis Feses
    • Pemeriksaan Mikroskopis Feses
    • Metode Pemeriksaan Feses Secara Langsung

Cacing tanah betina dapat bertelur sebanyak itu dalam sehari, yang terdiri dari telur yang telah dibuahi dan tidak dibuahi. Telur yang telah dibuahi berbentuk lonjong, mempunyai lapisan padat bergelombang dan umumnya berwarna coklat keemasan serta panjangnya bisa mencapai 75 µm dan lebar 50 µm. Telur yang tidak dibuahi umumnya berbentuk lebih lonjong dan panjangnya bisa mencapai 90 µm, lapisan bergelombangnya terlihat jelas dan terkadang tidak terlihat.

Telur Ascaris lumbricoides berdasarkan ada tidaknya lapisan albuminoid dibedakan menjadi dua, yaitu telur bercangkang dan telur kortikal. Telur yang didekortikasi adalah telur yang sudah kehilangan lapisan albuminoidnya, sedangkan telur yang dikortikasi adalah telur yang belum kehilangan lapisan albuminoidnya (Safar, 2010). Telur yang telah dibuahi berbentuk kortikal, berukuran 60 x 45 µ, berbentuk bulat atau lonjong, dengan dinding telur yang kuat.

Telur yang dikeluarkan juga dapat menjadi telur yang telah dibuahi dan mengalami de-doping, yaitu telur yang telah dibuahi namun kehilangan lapisan albuminoidnya. Telur yang dikeluarkan merupakan telur kortikal yang tidak dibuahi berukuran 90x40 µ, bentuknya lonjong atau tidak beraturan, dindingnya terdiri dari 2 lapisan yaitu albuminoid dan hialin tipis yang didalamnya terdapat butiran-butiran, dan terkadang lapisan albuminoid juga hilang (dikupas) sehingga hanya hialin tipis dan telur. biji-bijian kasar. Jika telur yang dikeluarkan melalui feses inang merupakan telur yang tidak dibuahi, maka telur tersebut tidak akan berkembang karena telur tersebut tidak mengandung embrio.

Ia menyatakan, 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa di usus manusia dapat mengonsumsi 2,8 gram karbohidrat dan 0,7 gram protein setiap harinya. Hasil rontgen barium menunjukkan adanya cacing Ascaris lumbricoides di usus atau organ lainnya. Manusia terinfeksi karena menelan telur yang tidak efektif (telur yang mengandung larva) atau melalui kontak dengan orang yang terinfeksi.

Telur yang keluar bersama feses inangnya masih belum matang (belum sebagian) atau tidak infektif. Inang menjadi terinfeksi jika telur infektif tertelan dari makanan atau minuman yang terkontaminasi, kemudian di usus halus bagian atas dinding telur pecah sehingga larva infektif muncul dan menetap selama 3-10 hari. Untuk mengetahui gejala klinis yang dapat membantu menegakkan diagnosis dan menegakkan diagnosis pasti maka dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu dengan menemukan telur-telur yang mempunyai ciri khas berbentuk seperti gubuk di dalam tinja penderita.

Pemeriksaan feses dilakukan untuk menunjang diagnosis suatu penyakit, karena feses mewakili bagaimana gambaran yang tampak di dalam tubuh, misalnya infeksi parasit dan telur cacing (Budiman, 2012). Sel tumbuhan, butiran serbuk sari, atau spora jamur yang mungkin menyerupai telur cacing atau kista protozoa.

Gambar 1. Morfologi Telur Cacing  Ascaris lumbricoides
Gambar 1. Morfologi Telur Cacing Ascaris lumbricoides

METODE PENELITIAN

  • Jenis Penelitian
  • Waktu Dan Tempat Penelitian
  • Populasi Dan Sampel
    • Populasi
    • Sampel
  • Persiapan Penelitian
    • Persiapan Alat
    • Persiapan Bahan
  • Prosedur Kerja
    • Prosedur Pengumpulan Feses
    • Prosedur Pembuatan Larutan Eosin 2%
    • Prosedur Pemeriksaan Feses Secara Langsung
  • Pengolahan dan Analisa Data

Data hasil pemeriksaan telur cacing pada sampel tinja siswa SDN 10 Ganting Padang yang terkumpul diolah secara manual dalam bentuk tabel dan dianalisis dengan uji frekuensi sesuai rumus. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan hasil pemeriksaan telur cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura pada siswa SDN 10 Ganting Padang. Berdasarkan Tabel 4.1.1 Distribusi frekuensi hasil tes telur Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 10 Ganting Padang di atas, positif 5 orang (16,7%) dan negatif 25 orang (83,3%).

Sedangkan distribusi frekuensi hasil pemeriksaan telur cacing Trichuris trichiura siswa SDN 10 Ganting Padang didapatkan 3 siswa (10%) positif dan 27 siswa (90%) negatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Laboratorium STIKes Perintis Padang, mengenai gambaran hasil pemeriksaan telur cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura pada siswa SDN 10 Ganting Padang Tahun 2020, ditemukan hasil positif Ascaris lumbricoides sebanyak 5 orang (16,7 %), dan negatif sebanyak 25 orang (83,3%). Kini dengan obat medendazole, combantrin, levamisol dan obat lainnya, infeksi telur cacing dapat diobati dengan hasil yang cukup baik dengan memberikan obat cacing pada anak minimal 6 bulan sekali.

Hasil Penelitian Deskripsi hasil pemeriksaan telur cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura siswa kelas 1 sd 3 di SDN 10 Ganting Padang yang dilakukan terhadap 30 sampel di Laboratorium Perintis STIK Padang pada bulan Januari 2020. Persentase hasil telur cacing Ascaris lumbricoides adalah lebih sering ditemukan dibandingkan Trichuris trichiura, yang dapat dilihat pada kesimpulan berikut. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti spesies nematoda usus lainnya selain Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura.

Peningkatan promosi kesehatan mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta dampak negatif yang ditimbulkan oleh Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura merupakan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mencegah penyakit kecacingan. Irawati, Hubungan Personal Hygiene dengan Penyakit Cacingan pada Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa Antang Makassar, Skripsi Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN Alauddin Makassar, Jurusan Keperawatan, 2013 14. STH) pada Anak Sekolah Dasar , SDN Baruga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Kementerian Kesehatan RI, Poliklinik Kesehatan Kendari, Analis Kesehatan Dinas, Penulisan Ilmiah.

Hairani Budi dkk., Prevalensi Soil Transmited Helminths (STH) pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Malinau Kota Malinau Provinsi Kalimantan Timur, Jurnal Buski Vol. Jodjana Evita Jodjana dan Ester Sri Majawati, Deskripsi Infeksi Cacing Trichuris trichiura pada Anak di SDN 01 PG Jakarta Barat, J. Luia Renjer dkk, Cacingan pada Anak SD di Tanawangko Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa, Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Pembahasan

Untuk meningkatkan kualitas masyarakat dapat dilakukan dengan pemberantasan penyakit seperti yang disebabkan oleh cacingan, termasuk pemberian obat cacing. Penyakit cacingan ini dapat disebabkan oleh nematoda usus yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma duodenale, Necator amirecanus, Stongyloides stercoralis dan jenis cacing lainnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan data provinsi Sumatera Barat, salah satu provinsi dengan angka prevalensi tinggi (AntaraNews, 2011), yang menunjukkan bahwa 80% anak usia 4 tahun SD dan putus sekolah positif mengidap penyakit ini. untuk penyakit cacingan yang ditularkan melalui tanah (AntaraNews, 2011).

Infeksi cacing yang angka kejadiannya tinggi pada anak menyebabkan gizi buruk dan anemia sehingga menghambat pertumbuhan, menurunkan daya tahan tubuh, anak menjadi lesu dan tidak semangat, serta kemampuan berpikir menurun sehingga menurunkan kualitas generasi mendatang. Tingginya frekuensi infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi. Selain itu, iklim tropis dan kelembapan yang tinggi, higienitas dan sanitasi yang buruk, serta kepadatan penduduk yang berlebihan menjadi faktor pendukung tingginya frekuensi infeksi cacing.

Feses untuk pemeriksaan sebaiknya dari feses spontan, bila benar-benar diperlukan sampel feses juga dapat diambil dari rektum dengan jari bersarung. Infeksi cacing ini dapat dicegah dengan melakukan hal berikut: Buang feses pada toilet yang baik. Obat cacing lama yang banyak digunakan adalah dithiasamin iodida, stilbasium iodida, hexylresosinol dan thiabendazole.

Soil-transmitted helminth infections and associated risk factors in three Orang Asli tribes in Peninsular Malaysia. Soil Transmitted Helminth and Associated Factor Among School Children in Government and Private Primary School in Jimma Town, Southwest Ethiopia: Ethiop J Health Sci.

PENUTUP

Kesimpulan

Saran

Gambar

Gambar 1. Morfologi Telur Cacing  Ascaris lumbricoides
Gambar 2. Morfologi Telur Cacing Trichuris trichiura  2.3.2  Siklus Hidup Trichuris trichiura
Tabel  4.1.1  Distribusi  Frekuensi  Gambaran  Hasil  Pemeriksaan  Telur  cacing  Ascaris  lumbricoides  dan  Trichuris  trichiura  pada  murid SDN 10 Ganting Padang Tahun 2020
Gambar 2 : Pengumpulan Sampel
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

However, data validation could only detect the accuracy of the achievement results, and was not used to assess the quality management system.3 Assessment of the data quality can be