________________________
STUDI PENGARUH GEMPA TERHADAP VARIASI PANJANG TULANGAN PENYALURAN PADA SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM TEPI
Febrin Anas Ismail 1
ABSTRAK
Pada struktur bangunan yang dimiliki masyarakat kita, sering dijumpai struktur tersebut kurang memenuhi persyaratan dalam hal teknis. Sehingga saat terjadi Gempa pada tanggal 6 Maret 2007 menimbulkan kerusakan pada konstruksi bangunan baik perumahan rakyat, fasilitas umum maupun bangunan pemerintah. Kerusakan yang terbanyak didominasi oleh perumahan rakyat yang tergolong non-engineered building, dimana perencanaannya dilakukan berdasarkan pengalaman turun temurun. Salah satu bentuk kerusakan pada komponen struktural bangunan yang terjadi akibat gempa terjadi pada bagian sambungan antara balok dan kolom. Hal ini diakibatkan karena tidak memadainya panjang tulangan penyaluran Oleh karena itu perlu dikaji seberapa besar pengaruh panjang penyaluran tulangan terhadap beban gempa pada bangunan rumah sederhana.
Penelitian ini menggunakan portal berbentuk ″L″ dengan variasi panjang penyaluran tulangan pada sambungan balok dan kolom tepi sebesar 40 cm dan 20 cm. Untuk mengetahui mutu bahan yang digunakan, terlebih dahulu dilakukan tes material untuk agregat halus dan kasar.
Pengujian sampel dilakukan dengan memberi beban horizontal dengan metode static pushover sebagai bentuk dari beban gempa. Dari hasil pengujian portal didapatkan besarnya pengaruh variasi penyaluran tulangan pada sambungan balok dan kolom tepi, sehingga didapatkan panjang penyaluran tulangan yang baik untuk digunakan.
Kata Kunci : gempa, panjang penyaluran.
1. PENDAHULUAN
Gempa bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu relatif singkat.
Indonesia merupakan kawasan dengan intensitas kegempaan yang aktif di dunia, karena di wilayah ini melintas Jalur Circum Pasifik dan Jalur Hindia - Himalaya. Selain itu, keberadaan tiga lempeng tektonik sangat mempengaruhi resiko kegempaan di Indonesia. Setidak-tidaknya empat ratus gempa terjadi setiap tahun yang meliputi gempa besar, sedang dan kecil. Untuk tahun 2004-2007, terjadi beberapa gempa bumi yang dapat dikatakan berkategori besar dengan selang waktu yang berdekatan. Diantara beberapa kejadian gempa tersebut, mengakibatkan dampak yang merugikan baik dalam hal intensitas kerusakan pada bangunan maupun korban jiwa yang diakibatkannya.
Dari aspek kerusakan bangunan, hasil kajian terhadap kejadian gempa 6 Maret 2007 itu dapat disimpulkan bahwa kerusakan yang paling besar dialami oleh bangunan rumah penduduk.
Selanjutnya hasil kajian menjelaskan bahwa penyebab utama kerusakan adalah diakibatkan oleh kurang terpenuhinya persyaratan bahan yang digunakan dan persyaratan teknis yang meliputi kualitas konstruksi, seperti sambungan pada elemen struktur.
Persyaratan teknis pada bangunan merupakan persyaratan dasar yang harus dipenuhi oleh suatu bangunan tahan gempa. Karena seperti yang kita ketahui gempa bumi menyebabkan goyangan pada tanah sehingga dasar bangunan diatasnya akan ikut tergoyang. Jika bangunan tersebut tidak terikat dengan kuat antara elemen-elemen strukturnya, maka setiap elemen akan terlepas dan menyebabkan keruntuhan pada bangunan tersebut.
Salah satu syarat bangunan tahan gempa adalah terjaganya sambungan antara elemen struktur mulai dari struktur bagian bawah sampai dengan struktur bagian atas. Salah satu kesalahan konstruksi yang paling banyak ditemukan adalah kesalahan pada sambungan kolom dengan ring balok. Pada sambungan tersebut tidak diberi tulangan penyaluran, walaupun ada tetapi tidak mencukupi/kurang dari persyaratan 40 cm. Seperti yang kita ketahui, untuk konstruksi beton bertulang, sambungan antara elemen struktur biasanya dilakukan dengan memberikan suatu panjang penyaluran tulangan antara elemen struktur agar saling mengikat satu sama lainnya.
Oleh sebab itu, untuk mengatahui sejauh mana pengaruh sambungan elemen struktur antara kolom dan balok ring terhadap beban gempa yang diberikan, perlu diadakan suatu percobaan dengan skala penuh. Percobaan skala penuh adalah cara yang paling produktif dan efektif untuk memperoleh informasi mengenai apa yang terjadi pada bangunan kalau digoncang gempa. Percobaan skala penuh yang paling tepat adalah memeriksa dengan seksama dan belajar dari kerusakan bangunan akibat gempa. Sampai beberapa tahun yang lalu, cara inilah yang digunakan untuk merencanakan bangunan non-engineered agar tahan gempa, yaitu belajar dari kerusakan di masa lalu.
Penelitian bertujuan untuk melakukan pengkajian mengenai sambungan tulangan antara balok dan kolom tepi dengan variasi tulangan penyaluran 40cm dan 20 cm. Manfaat dari penelitian ini adalah agar kita dapat mengetahui pola sambungan manakah yang baik untuk digunakan. Sehingga masyarakat dapat menerapkan pola sambungan yang baik untuk digunakan dalam mendirikan bangunan.
2. PELAKSANAAN PENGUJIAN
2.1 Perencanaan Benda Uji
Benda uji yang akan diteliti adalah model skala penuh (full scale model) variasi panjang penyaluran tulangan pada sambungan kolom dan balok tepi. Pemilihan variasi panjang tulangan ini bertujuan untuk menentukan panjang penyaluran tulangan yang baik untuk digunakan. Bentuk model yang diambil sebagai model benda uji (sampel) adalah balok kolom tepi dari rumah sederhana, seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Daerah yang Ditinjau
h
Pada bagian tengah balok dan bagian tengan kolom, jika diberi beban lateral, maka momen pada tengah bentang tersebut bernilai nol. Berdasarkan hal tersebut maka pada tengah bentang balok dengan momen bernilai nol dapat diganti dengan engsel/ rol. Benda uji dibuat sesuai dengan skala yang sebenarnya (full scale specimen), agar komponen struktur selama menerima beban uji dapat mneggambarkan perilaku yang sebenarnya.
Jenis perletakan yang digunakan ada dua macam, yaitu perletakan jepit dan rol. Perletakan jepit untuk kolom sedangkan rol untuk balok. Balok diberi perletakan rol agar dapat bergerak bebas arah sumbu global x.
Pada eksperimen ini dibuat 2 (dua) buah portal dengan dengan variasi panjang tulangan penyaluran pada sambungan aadalah sebagai berikut :
1. Panjang penyaluran tulangan 40 cm Tulangan kolom dilebihkan sepanjang 40 cm dari tinggi kolom sebagai tulangan penyaluran, seperti pada Gambar 2.
Tinggi Portal : 3,50 m Volume Portal : 0,0806 m3 Panjang penyaluran : 40 cm
Gambar 2. Detail Penulangan Benda Uji dengan Panjang Penyaluran 40 cm 2. Panjang penyaluran tulangan 20 cm
Tulangan kolom dilebihkan sepanjang 20 cm dari tinggi kolom sebagai tulangan penyaluran. Seperti pada Gambar 3.
Tinggi Portal : 3,50 m Volume Portal : 0,0806 m3 Panjang penyaluran : 20 cm
Gambar 3. Detail Penulangan Benda Uji Dengan Panjang Penyaluran 20 cm
D6-150
D6-150
4D10
4D10
D6-150
D6-150
4D10
4D10
2.2 Material Beton dan Baja
Campuran beton menggunakan semen normal (semen tipe 1), yaitu semen yang dapat digunakan secara umum tanpa persyaratan tertentu. Beton yang digunakan untuk benda uji direncanakan dengan mutu 175 kg/cm2 (K-175) dengan perbandingan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil.
Baja tulangan yang digunakan terdiri dari tulangan ulir dan tulangan polos dengan tegangan leleh aktual 240 MPa.
2.3 Instrumentasi dan Setup Pengujian
Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah dial perpindahan. Sedangkan alat uji pembebanan yang digunakan dalam penelitian adalah actuator dengan kapasitas 5 ton, digunakan untuk memberikan beban horizontal pada benda uji. Setup pengujian dan sistem pembebanan pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Setup Pengujian Benda Uji
Pengujian dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut :
a. Memakukan papan pada bidang masif sebagai peredam dan beban dari actuator tidak langsung bersentuhan dengan bidan masif.
b. Beban pushover (actuator) yang telah dipersiapkan, diposisikan pada bidang masif dalam arah horizontal di titik benda uji yang akan diberikan dorongan (Gambar 5).
Gambar 5. Actuator
c. Setelah posisi beban tepat, maka kemudian dipasang dial untuk membaca besar perpindahan (δ) yang terjadi pada ujung balok (Gambar 6).
Gambar 6. Dial Perpindahan
d. Dengan memberikan beban pushover, benda uji didorong sebesar P secara bertahap sampai benda uji mengalami perubahan (keruntuhan).
e. Setelah itu diamati dan dicatat perubahan yang terjadi baik itu pada kolom dan balok dengan mencatat besar deformasi yang terjadi atau pola retak yang ditimbulkan pada benda uji.
f. Prosedur di atas dilakukan kepada kedua benda uji. Dokumentasikan perubahan yang terjadi pada setiap benda uji dan dilakukan analisa manakah yang lebih baik (panjang penyaluran 40 cm atau 20 cm).
3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENGUJIAN
3.1 Hubungan Beban – Perpindahan
Kurva pushover untuk hubungan beban (P) dan besarnya deformasi (δ) yang terjadi pada portal untuk panjang penyaluran 40 cm ditunjukkan pada Gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat bahwa nilai beban P yang dicapai adalah 190 kg dengan perpindahan 112 mm. Pada grafik tampak bahwa nilai beban P masih mengalami kenaikan dan belum tampak adanya penurunan beban.
Gambar 7. Kurva Pushover untuk Panjang Penyaluran 40 cm
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
0 20 40 60 80 100 120 140
Beban, P(kg)
Perpindahan , δ(mm)
Beban vs Perpindahan
Pada panjang penyaluran 20 cm, beban maksimum P yang dapat dicapai adalah 155 kg pada perpindahan 88 mm. Setelah pembebanan sebesar 155 kg tersebut beban P mengalami penurunan beban sebesar 30 kg sehingga beban P menjadi 125 pada perpindahan 90 mm dan 94 mm. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Kurva Pushover untuk Panjang Penyaluran 20 cm
Analisa statik nonlinear merupakan prosedur analisa untuk mengetahui perilaku keruntuhan suatu bangunan terhadap gempa, yang dikenal dengan istilah pushover atau analisa beban dorong statik.
Tujuan analisa pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan deformasi yang terjadi serta untuk memperoleh informasi bagian mana saja yang kritis.
Beban P maksimum untuk panjang penyaluran 40 cm adalah 190 kg dengan besar perpindahan maksimum (δmaks) adalah 122 mm. Sedangkan pada panjang penyaluran 20 cm beban P maksimum adalah 155 kg dengan perpindahan maksimum pada balok 88 mm.
Dari hasil tersebut dapat dianalisa beberapa hal yang berkaitan dengan hubungan beban dan perpindahan yaitu :
1. Panjang penyaluran 40 cm dapat menahan beban (P) lebih besar dibandingkan dengan panjang penyaluran 20 cm.
2. Perpindahan maksimum (δmaks) dan penurunan beban (P) pada panjang penyaluran 20 cm lebih cepat terjadi dibandingkan panjang penyaluran 40 cm. Hal ini membuktikan bahwa panjang penyaluran 40 cm lebih bersifat liat. Sehingga perpindahan maksimum lebih lama terjadi dan penurunan beban P secara tiba-tiba dapat dihindari.
3.2 Pola Retak
Selain besar deformasi (δ) yang terjadi pada model uji akibat pemberian beban pushover (P), juga diperoleh visualisasi tentang pola retak atau keruntuhan yang terjadi pada sambungan balok dan kolom setelah pengujian di laboratorium. Gambar-gambar berikut menunjukkan pola retak hasil pengujian. Gambar 9 dan Gambar 10 untuk panjang penyaluran 40 cm dan Gambar 11 dan Gambar 12 untuk panjang penyaluran 20 cm.
Berbeda dengan panjang penyaluran 20 cm, pola retak yang terjadi antara bagian sisi depan dan sisi belakang portal pada panjang penyaluran 40 cm memiliki kesamaan bentuk retakan, yaitu sejajar dengan panjang penyaluran bagian bawah (daerah tarik). Selain itu pola retak lebih menyebar dan sedikit serta tidak terkonsentrasi pada joint balok-kolom. Pola retak menyebar dan tidak
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
0 20 40 60 80 100
Beban, P (kg)
Perpindahan , δ(mm)
Beban vs Perpindahan
terkonsentrasi pada daerah joint balok-kolom serta retakan yang terjadi sedikit merupakan pola retak yang dianjurkan, karena kemungkinan akan keruntuhan secara tiba-tiba tidak terjadi.
Dari hasil uji eksperimen dan analisa, diketahui bahwa retak yang tejadi pada panjang penyaluran 20 cm yang lebih rapat dan terkonsentrasi pada joint balok-kolom. Hal ini disebabkan oleh beban yang diterima oleh panjang penyaluran 20 cm pada awal perpindahan lebih besar dari pada panjang penyaluran 40 cm. Selain itu ikatan antara tulangan dan beton juga mempengaruhi kerapatan dari retakan.
Perbedaan lainnya retak pada panjang penyaluran 20 cm terjadi pada daerah tekan sedangkan pada panjang penyaluran 40 cm retak terjadi pada daerah tarik. Hal ini membuktikan bahwa panjang penyaluran 40 cm lebih mampu mencegah terjadinya keruntuhan pada joint balok-kolom di daerah tekan dibandingkan dengan panjang penyaluran 20 cm.
Sedangkan dari segi besarnya beban maksimum (P) yang dapat dipikul, panjang penyaluran 20 cm mampu menahan beban yang lebih besar pada awal-awal perpindahan hingga mencapai batas beban ultimit, setelah itu terjadi penurunan beban secara tiba-tiba (portal mengalami keruntuhan).
Perilaku struktur seperti ini sangat tidak aman untuk bangunan pada daerah gempa, karena keruntuhan secara tiba-tiba dapat memakan korban jiwa yang lebih banyak. Jika dibandingkan dengan panjang penyaluran 40 cm, deformasi yang terjadi lebih panjang dan tidak terjadi penurunan beban secara tiba-tiba. Kondisi ini sangat baik untuk daerah rawan gempa karena struktur dengan deformasi/ memiliki perpindahan yang panjang memiliki daktilitas yang baik, sehingga tidak terjadi penurunan secara tiba-tiba. Karena penelitian ini mengacu pada perencanaan rumah tahan gempa, Dimana lebih dititik beratkan pada minimalisasi jatuhnya korban jiwa, maka panjang penyaluran 40 cm bisa dipilih sebagai alternatif, karena kemungkinan keruntuhan secara tiba-tiba sangat kecil.
Gambar 9. Pola Retak (Tampak Depan) pada Panjang Penyaluran 40 cm
Gambar 10. Pola Retak (Tampak Belakang) pada Panjang Penyaluran 40 cm
Gambar 11. Pola Retak (Tampak Depan) pada Panjang Penyaluran 20 cm
Gambar 12. Pola Retak (Tampak Belakang) pada Panjang Penyaluran 20 cm
3.3 Analisa Tegangan dan Regangan
Pada analisa tegangan-regangan ini ditinjau pada dua bagian penampang yaitu penampang pada kolom bagian atas dan pada penampang balok pada jarak 35 cm dari pangkal balok atau daerah sambungan, seperti terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Titik Tinjauan Tegangan dan Regangan Penampang
Dari pegujian yang dilakukan, didapat dua data, yaitu beban dan perpindahan. Dengan menggunakan data tersebut dapat diketahui nilai tegangan dan regangan yang terjadi. Berikut ditampilkan hasil perhitungan tegangan dan regangan dengan metoda trial and error nilai c (jarak serat tekan terluar ke garis netral). Dalam analisis ini dilakukan perhitungan tegangan dan regangan pada beberapa data beban sehingga didapat diagram tegangan-regangan pada setiap titik tinjauan.
3.3.1 1). Pa Penam penamb pada b (C) yan beban Gamb kondis pada tu lebih k Dari se beton 0,0002 masing tulanga Jika pe 0,0012 bahwa daerah
Gamb
Gamb
0 50 100 150 200
Beban, P(kg)
0 50 100 150 200 250 300
Tegangan, fs'(MPa)
Titik A (Pan anjang Penya mbahan beban
bahan beban aja tulangan.
ng diberikan maka nilai C ar 15. Selain i 1 – 5, tegan ulangan nilai kecil dari fy = egi regangan,
maupun baja 2678 mm/mm g 0,000314 d an masih dala erhitungan se 2) pada saat t
beban maksi tekan dan tul
ar 14. Titik Panja
ar 16. Kond Tulan
0 5
Per
Beba
Kondisi 1
0 0 0 0 0 0 0
0.000 0.005 Reg
Tegang
njang Penyal luran 40 cm n ditinjau pa n tersebut terj Pada titik in sebesar 22,97 C juga akan n itu distribus ngan beton fc a i fs maksimum
240 MPa, dap bertambahny a. Berdasarka m (< 0.003). S
dan 0,000129 am kondisi el ecara analisis
egangan beto imum 190 kg langan baja b
k Tinjauan ang Penyalu
disi Teganga ngan Baja B
50 10
rpindahan , δ(mm
an vs Perpinda
Kondisi 2 Kon Kondisi 4
Kond
0.010 0.015 gangan, εs'(mm/m
an Regangan B
luran 20 cm d ada titik 1 jadi perubaha ni tegangan be 79 kg – 190 k bertambah b si tegangan p akibat beban m untuk tula pat dikatakan ya beban berb an perhitunga Sedangkan re 9 masih lebih lastis seperti y s dilanjutkan on (fc′) 15,4 M g pada eksper belum leleh.
ran 40 cm
n - Regangan agian Atas
00 150
m)
han
ndisi 3 disi 5
0.020 0.025 mm)
Baja
dan 40 cm) – 5 diperlih an tegangan eton yang terj kg masih dala esar selama m pada penampa
P masih lebih angan tarik p n tulangan bel banding lurus
an pada kon egangan baja h kecil dari ε
yang ditunjuk n maka baja
MPa. Seperti rimen belum
Gamba
n Gamba
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Tegangan, fc(MPa)
5
0 50 100 150 200 250 300
0
Tegangan, fs(MPa)
hatkan pada dan regangan jadi di sepanj am kondisi lin masih dalam ang balok be h kecil dari p ada pengujia um leleh.
dengan pena disi 5 nilai r a pada tulang
εy yaitu 0,00 kkan pada Ga
tulangan tari pada. Secara mengakibatk
ar 15. Plot T ke Gr
ar 17. Kond Tulan
0 2 4 6 8 0 4 6 8 0
0 0.0009
Teganga
0.000 0.005 Re
Tega
Gambar 14 n baik pada jang lengan m nier. Semakin m kondisi linie
lum mengala pada fc′ (fc < f an adalah 62.
ambahan rega regangan bet gan tarik dan 12. Dengan ambar 16 da ik kondisi le a analisis dap an beton reta
Titik Tegang rafik Hognes
disi Tegangan ngan Baja Ba
9 0.0018 0
Regangan, εc(mm
an vs Regangan
0.010 0.015 egangan, εs (mm/m
ngan Reganga
4. Akibat da beton maupu momen intern n bertambahny
er seperti pad ami retak. Pad fc′). Selanjutny 88 MPa mas angan baik pad
ton (εc) adala tekan masin kata lain, ba an Gambar 1 eleh (εs = εy
pat disimpulka ak/ hancur pad
gan-Reganga stad
n-Regangan agian Bawah
0.0027 0.0036 m/mm)
n Beton
tul.
tinjauan
0.020 0.025 mm)
an Baja
ari un nal ya da da ya sih da ah ng-
aja 17.
= an da
n
h
6
2). Panja Gambar pushover.
dalam kon belum me pada fc′ ( f pada peng Dari segi 0,000277 regangan nilai dari r halnya den tekan mas
Gambar 1
Gambar 2
3.3.2 Ti Tinjauan p panjang p perhitunga 155,8 kg m kuat tekan tegangan m
0 50 100 150 200
0
Beban, P(kg)
0 50 100 150 200 250 300
0.000
Tegangan, fs (MPa)
ang Penyalura 18 menunjuk Pada pembe ndisi linier sep engalami retak
fc < fc′). Sama gujian adalah regangan pa mm/mm ma yang terjadi p regangan baja ngan panjang sih dalam kon
18. Titik Tin Penyalu
20. Kondisi T Tulanga
itik B (Panjan pada daerah k penyaluran 40 an, untuk pan masih terlalu n beton (fc′)
maksimum tu
15 30
Perpind
Beban vs
Kondisi 1 Kondi Kondisi 3
0 0.010
Reganga
Tegangan
an 20 cm kkan kondisi
banan maksim perti pada Ga k. Pada kondi a halnya deng 99,21 MPa (f ada kondisi asih lebih ke pada tulangan a (εs dan εs′) m g penyaluran 4 ndisi elastis (li
njauan Panj uran 20 cm
Tegangan-Re an Baja Bagi
ng Penyalura kolom untuk s 0 cm dan Ga
njang penyal kecil karena yaitu 7,45 M ulangan yang
45 60 75
dahan , δ(mm)
s Perpindahan
isi 2 Kondisi 4
K
0.020 n, εs(mm/mm)
Regangan Baja
dimana tega mum sebesar ambar 19. Se
isi 1 - 5 tegan gan tulangan t
fs < fy).
5 (beban ma ecil dari pad n juga belum masing-masin 40 cm, untuk inier) diperlih
ang
egangan an Atas
an 20 cm dan setiap pertam ambar 23 unt
luran 40 cm tegangan bet MPa (Gamba terjadi saat p
5 90 105
Kondisi 5
0.030
a
angan dan reg r 155,3 kg ko elain itu distri ngan beton fc
tarik pada bal aksimum saa da regangan melebihi reg ng 0,000496 m k panjang peny hatkan pada G
Gambar 1
Gambar 2
n 40 cm) mbahan beban
tuk panjang p beban maksi ton (fc) yang ar 24). Untuk
pengujian ma
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
0
Tegangan, fc(MPa)
0 50 100 150 200 250 300
0.000
Tegangan, fs' (MPa)
gangan penam ondisi teganga
ibusi tegangan akibat beban lok nilai tegan at pengujian)
maksimum gangan leleh (
mm/mm dan 0 yaluran 20 cm Gambar 20 d
19. Plot Titi Beton ke
21. Kondisi Tulanga
diperlihatkan penyaluran 2 imum yang d
diperoleh ma k tulangan ta asing-masing
0.0009 0 Reganga
Tegangan v
0 0.010
Reganga
Tegangan Re
mpang saat d an-regangan b
n pada penam n P masih lebi
ngan tarik ma regangan b beton 0,003.
(εy) yaitu 0,00 0,000093 mm m baja tulang dan Gambar 2
k Tegangan- e Grafik Hog
Tegangan-R an Baja Bagia
n pada Gamb 0 cm. Berdas diberikan saa asih lebih kec arik dan tula
sebesar 151,9
0.0018 0.0027 an, εc (mm/mm)
vs Regangan B
titik tinjau
0.020 an, εs'(mm/mm)
egangan Baja
diberi beban beton masih mpang balok ih kecil dari aksimum (fs) eton adalah . Selain itu 012, dimana m/mm. Sama gan tarik dan
21.
-Regangan gnestad
Regangan an Atas
bar 22 untuk sarkan hasil at pengujian cil dari pada ngan tekan, 94 MPa dan
7 0.0036
Beton
0.030
27,15 M leleh) s Sama h regang kondis masih Dari pe masih belum
Gamb
Gamb
0 50 100 150 200
Beban, P (kg)
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Tegangan, fc (MPa)
MPa, sehingg seperti pada G halnya dengan gan beton dan
i 5 (Gambar lebih kecil da enjelasan di a terlalu kecil, mengalami.
ar 22. Titik Peny
ar 24. Plot T ke G
Gam
0
0 20 40
Pe Beban v
Kondisi 1
0 0.0005 0.001 Tegan
ga dapat diart Gambar 25 d n panjang pen n baja tulanga r 24) masih le ari pada tegan atas dapat dis sehingga bet
k Tinjauan Pa yaluran 40 cm
Titik Tegang rafik Hognes
mbar 26. Ko
0 60 80
erpindahan , d (m vs Perpindahan
Kondisi 2 Kondisi 3 Kondisi 4
1 0.0015 0.002 0.0 Regangan (mm/m ngan vs Regang
titik tinjau
0 50 100 150 200 250 300
0
Tegangan, fs' (MPa)
tikan tulanga dan Gambar nyaluran 40 c an masih dala ebih kecil dar ngan leleh baj simpulkan bah
ton belum m
anjang m
gan-Reganga stad
ndisi Tegang
100 120 140 m)
n
Kondisi 5
0025 0.003 0.003 mm)
gan L 40
0.005 R Tegang
n tarik dan te 26.
cm, untuk pan am kondisi li ri pada kuat te a (fy) yaitu 24 hwa beban m mengalami reta
Gamba
an Gamba
gan-Reganga
0
0 50 100 150 200
Beban, P (kg)
5
0 50 100 150 200 250 300
Tegangan, fs (MPa)
0.01 0.015
Regangan εs' (mm/mm) gan Regangan Baja
ekan masih d njang penyalu inier (Gamba ekan beton (fc
40 MPa.
maksimum yan ak pada daera
ar 23. Titik T Penya
ar 25. Kondi Tulan
an Tulangan
0 20
Pe Beban vs
Ko Kondisi 2
0 0.005 Rega Tegangan
0.02 0.025
dalam kondisi uran 20 cm gr ar 25). Karen fc′). Begitu pul
ng diberikan p ah tekan dan
Tinjauan Pan aluran 20 cm
si Tegangan- ngan Baja Ta
Baja Tekan
40 60
erpindahan , d (mm s Perpindahan
ondisi 1
K Kondisi 4
0.01 0.015 angan, εs (mm/m n Regangan Ba
5
i elastis (belu rafik teganga na nilai fc pad
la untuk nilai pada pengujia tulangan lele
njang m
-Regangan arik
80 100
m)
Kondisi 3 Kondisi 5
0.02 0.025 m)
ja
um an-
da i fs
an eh
0
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi eksperimental tersebut di atas, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Panjang penyaluran 40 cm mampu memikul beban maksimum (Pmaks) lebih besar dibandingkan dengan panjang penyaluran 20 cm.
2. Pola retak pada panjang penyaluran 20 cm berbentuk diagonal dan terkonsentrasi pada joint sedangkan pada panjang penyaluran 40 cm pola retak lebih menyebar (tidak terkonsentrasi pada joint balok-kolom) dan menjalar ke daerah balok.
3. Berdasarkan analisis tegangan-regangan beton dan baja tulangan, kedua sampel uji masih dalam kondisi linier/elastis.
4. Berdasarkan hasil perhitungan, kedua sampel uji mengalami keruntuhan tarik (under reinforce) karena tulangan mencapai kuat lelehnya terlebih dahulu.
5. Baja tulangan untuk panjang penyaluran 20 cm mencapai kuat leleh terlebih dahulu jika dibandingkan dengan penjang penyaluran 40 cm.
6. Baja tulangan pada titik tinjau B (pada kolom) lebih dahulu mencapai kuat leleh dari pada baja tulangan pada titik tinjau A (pada balok). Sehingga perlu adanya panjang penyaluran dari balok ke kolom.
DAFTAR PUSTAKA
Boen, T., (1983), Manual Bangunan Tahan Gempa (Rumah Tinggal), Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.
Boen T., (2000), Bangunan Rumah Tinggal Sederhana : Belajar dari Kerusakan Akibat Gempa, Prosiding Lokakarya Nasional Bangunan Sederhana Tahan Gempa, UII, Yogyakarta.
Boen T., (2000), Gempa Bumi Bengkulu : Fenomena dan Perbaikan/ Perkuatan Bangunan (Bedasarkan Hasil Pengamatan Bangunan yang Rusak akibat Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000, Teddy Boen dan Rekan, Jakarta.
Boen,T., (1994), Manual Perbaikan Bangunan Sederhana yang Rusak akibat Gempa Bumi.
SNI 03-1726-2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan.
SNI 03-6816-2002, Tata Cara Pendetailan Penulangan Beton Bertulang Indonesia.