• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keabsahan Akta Kuasa Menjual Berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Keabsahan Akta Kuasa Menjual Berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

Pengikat kontrak adalah sama dengan hukum, hal ini tercantum dalam ketentuan alinea pertama Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam kasus yang dibahas dalam skripsi ini diketahui adanya kesepakatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Pasal ini dapat dijadikan sebagai kriteria untuk menentukan sah atau tidaknya perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

Pada unsur pertama ini yang dimaksud dengan perjanjian adalah tidak adanya paksaan dari pihak lain untuk mengadakan suatu perjanjian, kecuali para pihak menghendakinya. Apabila para pihak dalam perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka dapat mengakibatkan perjanjian tersebut batal. Yang dimaksud dengan dapat dibatalkan adalah tidak ada akibat hukum suatu perbuatan hukum sejak dibatalkan, akta yang dibatalkan itu tetap mengikat para pihak sampai ada putusan pengadilan yang membatalkannya.

Dalam hal ini pembuatan akta kuasa nomor 03 tanggal 4 September 2014 merupakan suatu perjanjian, karena dengan adanya akta tersebut menimbulkan suatu prestasi dan hak serta kewajiban bagi para pihak. Dalam hal ini para pihak dianggap mempunyai kapasitas hukum karena berdasarkan fakta dalam perkara ini diketahui baik GP, MAI maupun SR sudah cukup umur dan tidak berada dalam perwalian. Dalam hal ini perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1335 juncto 1337 KUH Perdata dalam bentuk akta kuasa nomor 03 tanggal 4 September 2014.

Unsur ketiga dan keempat dalam syarat-syarat perjanjian merupakan syarat-syarat obyektif, karena dalam perjanjian yang dibuat para pihak telah memenuhi syarat-syarat subyektif dan syarat-syarat obyektif maka perjanjian itu sah menurut hukum. Dalam Pasal 1870 KUH Perdata dijelaskan bahwa “Undang-undang harus menjamin antara para pihak dan ahli warisnya atau orang-orang yang menerima hak itu darinya, suatu pembuktian yang sempurna mengenai apa yang terkandung di dalamnya”. Sedangkan akta di bawah tangan dapat dijadikan alat bukti apabila para pihak menerimanya dan tidak ada.

Jika pihak-pihak mengakuinya, akta yang ditandatangani mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan akta yang sahih. Ketika membuat akta ini, para pihak meminta Notaris untuk melihat segala perbuatan hukum yang terjadi di hadapannya sehingga dapat diuraikan dalam akta Notaris. Sedangkan akta yang dibuat di hadapan Notaris dikenal dengan akta Para Pihak, ketika membuat akta ini pernyataan para pihak diajukan di hadapan Notaris untuk ditulis dalam bentuk akta Notaris.

Setelah diuraikan mengenai kedua jenis akta tersebut, jika dikaitkan dengan perkara yang dibahas dalam skripsi ini, maka kekuatan akta jual beli yang dilakukan para pihak merupakan jenis akta para pihak, karena akta tersebut dilakukan langsung di hadapan Notaris, dimana para pihak mempunyai kemauan atau keinginan untuk melunasi piutang milik MAI dan SR kepada GP. Mengetahui bahwa para pihak mempunyai kecakapan dan wewenang untuk melakukan perbuatan hukum yang diuraikan dalam isi perbuatan; Dalam melaksanakan pekerjaannya, Notaris dapat membuat akta bagi siapa saja yang memerlukannya, namun undang-undang telah mengatur batasan bahwa Notaris tidak boleh membuat akta bagi pihak yang masih keluarga Notaris sebagaimana diatur dalam pasal 52 UUJN.

Berdasarkan fakta hukum dalam perkara ini diketahui bahwa para pihak yaitu GP selaku penjual dan MAI serta SR sebagai pembeli bukan merupakan saudara dari Notaris KNA, sehingga dapat disimpulkan bahwa Notaris KNA masih mempunyai kewenangan. . membuat surat kuasa untuk menjual atas permintaan para pihak.

Tentang Kebatalan dan Pembatalan

Selanjutnya apabila pembatalan dan pencabutan itu berkaitan dengan suatu produk hukum yaitu akta Notaris, maka pembatalan dan pembatalan akta Notaris tersebut dapat ditinjau dari dua undang-undang yaitu KUH Perdata dan UUJN. Sedangkan jika dilihat dari ketentuan UUJN, dasar hukum batalnya suatu akta Notaris adalah Pasal 84 UUJN yaitu. Perbuatan pelanggaran yang dilakukan Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta yang mempunyai nilai pembuktian hanya sebagai akta di bawah tangan atau akta yang batal demi hukum, dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk meminta penggantian biaya, ganti rugi dan bunga dari tuntutan Notaris.”

Penentuan suatu akta Notaris dapat dikatakan sebagai akta di bawah tangan, atau suatu akta yang batal demi hukum, dapat dilihat dari dua hal, yaitu: 29. Ada pasal-pasal tertentu yang mengatur tentang pelanggaran terhadap Notaris, sehingga akta tersebut menjadi suatu akta. akta pribadi. Apabila tidak disebutkan secara tegas dalam pasal itu, maka pasal-pasal lain yang melanggar ketentuan Pasal 84 UUJN dimasukkan dalam akta karena batal demi hukum.

Sebab-sebab suatu akta Notaris menjadi tidak sah atau tidak sah menurut hukum atau mempunyai kuasa yang tersembunyi, adalah karena tidak terpenuhinya syarat-syarat tertentu yang ditentukan oleh undang-undang, tanpa adanya keterlibatan pihak lain dapat menjadi tidak sah. Sedangkan istilah pembatalan aktif, hal ini setelah terjadi pembatalan memerlukan tindakan hukum oleh para pihak. Dalam hal ini walaupun tidak terjadi pelanggaran terhadap syarat-syarat yang telah ditetapkan, namun apabila para pihak ingin membatalkan perjanjian karena sebab tertentu, maka perjanjian dapat dibatalkan berdasarkan keinginan para pihak.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa jika menentukan dapat batalnya suatu akta Notaris hanya berdasarkan ketentuan Pasal KUH Perdata, maka penggunaan istilah batal demi hukum bagi Suatu akta Notaris karena akta tersebut melanggar pasal 84 UUJN adalah tidak tepat, karena sangat kecil kemungkinannya seseorang Notaris membuat akta yang tidak memenuhi syarat obyektif. 30 Dalam hal ini ada Notaris yang melakukan kesalahan dalam pembuatan surat kuasa. NBU dengan GP dengan Akta Pembatalan Nomor 5 dan Akta Pencabutan Surat Kuasa Nomor 6 tanggal 04 Juli 2014 yang berarti pembatalan akta tersebut dibatalkan oleh para pihak.

Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta

Tanggung Jawab dari Segi Hukum Administrasi

Produk hukum yang diterbitkan oleh Notaris merupakan suatu akta otentik yang terikat pada ketentuan hukum perdata khususnya hukum pembuktian. Akta otentik yang dibuat oleh Notaris tersebut tidak memenuhi syarat sebagai suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang konkrit, tersendiri dan final serta tidak menimbulkan akibat hukum karena akta itu dibuat menurut kehendak para pihak. Dalam pasal 85 UUJN, tidak semua jenis sanksi dalam pasal tersebut merupakan sanksi administratif, hal ini dikarenakan sanksi administratif mempunyai sifat paksaan dari pemerintah dan yang termasuk dalam sanksi administratif pada Pasal 85 UUJN: 35.

Dalam perkara yang diangkat dalam skripsi ini, Notaris KNA dalam putusan 20 PK/Pid/2020, dinyatakan tidak bersalah oleh hakim karena hakim menilai bahwa kelalaian Notaris KNA dalam proses pembuatan surat kuasa jual beli adalah sebagai berikut: kesalahan administratif. Dalam melaksanakan tugasnya, Notaris AKA dapat dinyatakan tidak menerapkan ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf Undang-Undang, yang isi pasalnya adalah: “Dalam melaksanakan tugasnya, Notaris AKA Notaris bertindak jujur, lengkap, mandiri, tidak memihak dan melindungi kepentingan para pihak yang terlibat dalam perbuatan hukum”. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf a dapat disimpulkan bahwa Notaris adalah AKK dalam melaksanakan perbuatan hukumnya. tugas dan kedudukannya dalam pembuatan akta kuasa penjualan kliennya belum cermat.

Notaris KNA dinilai kurang berhati-hati dan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian sebagai notaris dalam memeriksa kembali dasar penugasan yang digunakan dalam pembuatan akta jual beli. Artinya, seorang Notaris dalam menjalankan fungsinya membuat suatu akta haruslah membuat akta itu sesuai dengan ketentuan UUJN, agar akta itu sesuai dengan kehendak hukum dan menyeimbangkan kepentingan para pihak. Mengingat asas kehati-hatian yang harus dimiliki oleh seorang Notaris, maka ada baiknya ketika menerima pekerjaan dari klien, seorang Notaris mencari informasi yang mendalam dan rinci mengenai keterangan klien, dokumen pendukung dan surat-suratnya, sehingga akta tersebut dapat diterima. sempurna dan tidak boleh merupakan suatu akta yang cacat hukum untuk melindungi kepentingan para pihak.

Apabila Notaris mempunyai keraguan terhadap keterangan dan bukti-bukti surat yang diserahkan oleh kliennya untuk pembuatan akta, maka Notaris wajib dan berhak menolak pembuatan akta tersebut agar tidak terjadi kerugian bagi Notaris sendiri atau pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembuatan akta tersebut. masa depan. 36 Denny Saputra, Sri Endah Wahyuningsih, Prinsip kehati-hatian bagi Notaris/PAT dalam melaksanakan tugasnya dalam upaya pencegahan kriminalisasi berdasarkan kode etik, JURNAL AKTA, Vol. NUANSA BALI UTAMA kepada GP untuk menjual sebidang tanah yang sebelumnya PPJB dan Akta Kuasa menjualnya dibatalkan sehingga dasar hak tersebut tidak berlaku lagi dan tidak dapat dijadikan dasar perjanjian, Notaris KNA masih membuat surat kuasa untuk menjual kepada GP.

Selain melanggar ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf a, Notaris AKK juga melanggar pasal 16 ayat (1) huruf UU, dalam pasal tersebut dijelaskan Notaris wajib memberikan jasa. sesuai dengan ketentuan Undang-undang untuk jabatan Notaris, kecuali terdapat alasan penolakan. Terlebih lagi, dalam Pasal 16 ayat (1) huruf UU diperjelas bahwa Notaris wajib memberikan jasa, yaitu salah satu jasa yang dimaksud adalah pembuatan akta bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Apabila pasal tersebut dikaitkan dengan perkara yang dibahas dalam tulisan ini, maka Notaris KNA tidak menjalankan kewenangannya sebagai Notaris sesuai dengan pasal 15 ayat (2) huruf d UUJN yaitu: “menyatakan kesesuaian fotokopi dengan akta aslinya”. . ".

Dalam pertimbangan perkara ini, diketahui bahwa akta itu dibuat hanya berdasarkan fotokopi akta hak pakai bangunan, artinya notaris KNA tidak merekonsiliasinya dengan akta aslinya, yaitu akta tersebut. wewenang Notaris. Oleh karena itu, karena perbuatannya yang melanggar huruf a dan huruf e (1) ayat 16 UUJN, maka notaris akan dikenakan sanksi sebagaimana tercantum dalam pasal 85 UUJN.

Tanggung Jawab dari Segi Hukum Perdata

Hubungan hukum yang khas antara notaris dan wakilnya berbentuk perbuatan melawan hukum. Penerapan berbagai kaidah hukum dari akta yang bersangkutan bagi klien, yang tidak didasari oleh kemampuan penguasaan ilmu di bidang kenotariatan pada khususnya dan hukum pada umumnya. Sehubungan dengan perkara yang dibahas dalam skripsi ini, pihak-pihak yang merasa dirugikan ketika membuat surat kuasa dapat menuntut ganti rugi kepada Notaris berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga.

Tanggung Jawab dari Segi Hukum Pidana

Referensi

Dokumen terkait

akta tersebut batal demi hukum, dibatalkan atau hanya memiliki kekuatan akta di bawah tangan (degradasi). Oleh karena itu penyidik memerlukan keterangan dari notaris

Penyelesaian hukum terhadap pelanggaran notaris dalam pembuatan akta otentik, yakni tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris dalam pembuatan akta otentik akan

Akta Notaris yang batal demi hukum berarti akta tersebut termasuk ex tunc, yang berarti perbuatan dan akibat dari akta tersebut dianggap tidak pernah ada (inexistence).

13 Pada prakteknya terdapat notaris yang tidak membangun atau menerapkan konstruksi hukum yang tepat, seperti terdapat dalam putusan sebagaimana penulis tuliskan

Permasalahan tentang tanggung jawab notaris terhadap penggunaan kuasa lisan dalam pembuatan akta autentik yang berakibat batal demi hukum dan dapat dibatalkan karena

Kewenangan notaris membuat akta otentik didasarkan atas ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUJN, bahwa Notaris berwenang membuat Akta otentik mengenai semua perbuatan,

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 84 undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) yakni “tindakan pelanggaran yangdilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana yang dimaksud

Jika ketentuan pasal pasal 44 ayat 1 UUJN dan pasal 44 UUJN dilanggar oleh Notaris, maka akan dikenakan sanksi sebagaimana tersebut dalam pasal 84 UUJN, yaitu akta yang dibuat dihadapan