TESIS
Oleh
YANTI MALA
137011084/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
YANTI MALA
137011084/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nomor Pokok : 137011084
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH, MS, CN) (Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
Nim : 117011084
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : KEKUATAN PEMBUATAN AKTA OTENTIK YANG
MEMBATALKAN AKTA NOTARIS (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR 347/PDT.G/2012/PN-MDN)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :YANTI MALA
dimaksud dalam Undang-Undang ini/atau berdasarkan Undang-Undang Lain”, sehingga akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Karenanya pembuktian akta atentik tersebut hanya dapat dibatalkan jika secara lahiriah, materil dan formal terbukti akta otentik tersebut cacat hukum, maka penelitian tentang “Kekuatan Pembuatan Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN) perlu diteliti.
Meneliti masalah tersebut diatas teori yang digunakan adalah kepastian hukum yang didukung oleh teori pertanggungjawaban hukum. Oleh Hans kelsen yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban hukum sehubungan dengan kewajiban hukum yang diperintahkan dalam Undang-Undang, yaitu diterapkan dalam pelaksanaan Jabatan Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang membuat akta otentik guna memberi kepastian hukum, dan perlindungan hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder.
pihak (Azas hukum Pacta Sunt Servanda), dan pembuatan akta otentik tidak dapat dibuktikan telah melanggar syarat subjektif dan objektifnya sehingga akta tidak dapat dibatalkan.
laws” so that the deeds drawn up by a Notary is authentic. Therefore, the authentic deeds can be cancelled when they are physically, materially, and formally legally defective. In this case, the research on the Evidentiary Value of Drawing up Authentic Deeds which Cancels Notarial Deeds (A Case Study on the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN) needs to be conducted.
The research used legal certainty which was supported by the theory of legal responsibility. Hans Kelsen points out that legal responsibility, related to legal obligation under the law, is applied in the implementation of a Notarial Profession as a public official empowered to draw up authentic deeds in order to provide legal certainty and legal protection for those who make the contract. The research used judicial normative with descriptive analytic method and secondary data.
The conclusion of the research was that a Notary’s attempt to forestall the breach of the parties concerned in Notarial deeds was by performing his obligation as a Notary as it is stipulated in Notarial Act No. 2/2014 and notarial Code of Ethics. In practice, a Notary has to read the content of the deed and explain to the person appearing about the content before some witnesses, either from the Notary himself or from the person appearing, provide a special pages for finger prints as evidence, in case of any dispute in the future. A Notary’s attempt to deter civil sanction on notarial deeds which have evidentiary value as underhanded deeds and the cancelation by law is by proving that the deeds have complete evidentiary value and do not violate Article 84 of Notarial Act. He has to fight and explain that the deeds are made upon the request of the parties concerned according to the procedures. If he can prove it from the physical, formal, and material viewpoints, he can counter sue in order to defend his rights and obligation in performing his profession. A Notary’s attempt to deter administrative sanction is by filing a complaint to the Supervising Board that has imposed the sanction on him. If there is no sufficient response, he can file the complaint to the State Administrative Court. In the case of the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN, the judge has applied law of evidence without violating the law because the deeds drawn up by the Notary has had legal certainty, based on the evidence presented by the plaintiff and the defendant which reveals that all deeds are similar and in line with Article 1338 of the Civil Code which states that all of the evidence reveals that the deeds are final and consecutive (the principle of Facta Sunt Servanda) and that the authentic deeds cannot be canceled since they do not violate the subjective and objective requirements.
OTENTIK YANG MEMBATALKAN AKTA NOTARIS (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR 347/PDT.G/2012/PN-MDN)“, telah dapat diselesaikan. Selawat dan salam Penulis sampaikan kepangkuan Nabi Besar MUHAMMAD SAW, yang telah megantarkan umat manusia dari alam
kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril
Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K), Selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara yang sangat terpelajar dan para pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara
yang sangat terpelajar, beserta para Asisten direktur, Sekretaris, dan para staf, Ketua
Program S2 Magister kenotariatan yang sangat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH., MS, CN, dan Sekretaris Program S2 Magister Kenotariatan yang sangat terpelajar IbuDr. T. Keizerina Devi A., SH., CN, M.Hum
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengikuti
pendidikan dalam Program S2 Magister Kenotariatan yang sangat berharga dan
sangat dicintai ini.
Sangat disadari bahwa penelitian ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa
adanya bimbingan maupun arahan dari dosen pembimbing dan dosen penguji, untuk
itulah dengan rasa hormat Penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya
terutama yang sangat penulis hormati dan sangat terpelajar Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Humsebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ketua Pembimbing dan sebagai suri tauladan dan panutan bagi Penulis yang telah
memberikan bimbingan mengenai materi penelitian, juga memberi ilmu materi
perkuliahan selama Penulis berada di Magister Kenotariatan sehingga Penulis lebih
dapat memahami ilmu khususnya Kenotariatan yang akhirnya sangat membantu
kesabaran kepada Penulis hingga selesainya penulisan ini. Bapak merupakan contoh
spirit bagi Saya untuk berani dalam meraih kesuksesan dan Penulis berharap semoga
kelak dapat sukses seperti beliau. Kepada yang sangat Penulis hormati, sangat
terpelajar dan sangat Penulis kagumi kepintaran dan kebaikannya Ibu Dr. T. Keizerina Devi, A., SH, CN, M.Hum yang telah membimbing dengan penuh perhatian, kesabaran, dan bersemangat dalam setiap waktu dan memberikan motivasi
dan semangat pada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini,
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada yang amat terpelajar kepada
BapakDr. Syahril Sofyan, SH, MKn dan Bapak Syafnil Gani, SH, M.Hum yang masing-masing sebagai dosen penguji Penulis mulai dari tahap proposal tesis sampai
dengan tahap ujian tesis yang selalu memberikan arahan dan petunjuk dalam
menyempurnakan penulisan tesis ini hingga selesai.
Ucapan terima kasih kepada Ketua Majelis Pengawas Daerah BapakProf. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Humdi Deliserdang, terimakasih juga kepada IbuRisna Rahmi, SH, MKn selaku Ketua Pengurus Wilayah Kota Medan dan kepada Hakim Pengadilan Negeri Medan Bapak Agustinus, SH dan Ibu Sherliwaty, SH, serta terimakasih juga kepada Notaris Haiva Elisa, SH Notaris Kota Medan yang semuanya sangat membantu Penullis dengan selalu memberikan waktu luangnya
untuk wawancara dan memberikan data yang diperlukan Penulis dalam dalam
menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih kepada rekan-rekan di Magister Kenotariatan yang telah
membantu Penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang selama ini, memberi semangat
dan suport serta doa kepada Penulis hari demi hari dari awal sampai akhirnya penulis
bisa menyelesaikan kuliah ini dengan semangat dan termotivasi untuk jadi yang lebih
tingginya kepada Papa yang tercinta Bapak Prof. Dr. H. Delfi Lutan, MSc, SpOG.Kyang telah membesarkan, mendidik, serta melimpahkan segala kasih sayang yang tiada henti-hentinya, selalu mendoakan Penulis siang dan malam, yang telah
memberikan segala-galanya kepada Penulis agar penulis selalu dalam keadaan sehat,
bahagia dan sukses, yang sampai kapanpun tidak akan dapat Penulis balas seluruh
kasih sayang yang telah papa berikan kepada Penulis. Tanpa papa, mungkin Yanti
tidak dapat meraih cita-cita dan dapat menimbah ilmu di Magister Kenotariatan
Universitas sumatera Utara ini, Terima kasih papa, dan anak-anak ku yang sangat
kusayangi yang selalu memberikan doa dan semangatnya kepada Penulis.
Terhadap kebaikan dan kemurahan hati semua pihak tersebut, Penulis hanya
dapat mendoakan dan menyerahkan kepada Allah SWT semoga Allah SWT
memberikan balasan yang setimpal baik di dunia dan di akhirat kelak. Amiin Ya
Rabal Alamin.
Hormat Penulis
Nama : YANTI MALA, SH, SPn
Tempat/ Tgl Lahir : Medan / 21 Mei 1965
Status : Menikah
Alamat : Jalan Sei Blutu Pasar IX No. 103 Medan
II. ORANG TUA
Nama Bapak : Prof. Dr. H. Delfi Lutan, MSc. Sp.OG.K
Nama Ibu : Almh. Hj. Jumi Khayast
III. PENDIDIKAN
1. SD Harapan : 1972-1978
2. SMP Persit Kartika Candra Kirana : 1978-1981
3. SMA Bhayangkari : 1981-1984
4. S1 FH Panca Budi : 1994-1999
5. SPn Kenotariatan USU : 1999-2002
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR ISTILAH ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah... 9
C. Tujuan Penelitian... 10
D. Manfaat Penelitian... 10
E. Keaslian Penelitian ... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12
1. Kerangka Teori... 12
2. Konsepsi ... 20
G. Metode Penelitian... 23
BAB II USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN NOTARIS DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGINGKARAN OLEH PARA PIHAK DALAM AKTA NOTARIS... 28
A. Karakter Akta Notaris ... 28
1. Pengertian Akta Notaris ... 28
2. Akta Notaris Sebagai Akta Otentik ... 29
3. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Yang Sah ... 33
B. Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris ... 36
C. Asas-Asas Dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris... 41
D. Usaha Yang Dapat Dilakukan Notaris Dalam Mencegah Terjadinya Pengingkaran Oleh Para Pihak Dalam Akta Notaris ... 55
a. Membacakan Isi Akta Notaris ... 55
b. Melaksanakan Seluruh Kewajiban Notaris ... 57
c. Melekatkan Surat dan Dokumen Serta Sidik Jari
Penghadap Pada Minuta Akta ... 60
BAB III UPAYA HUKUM NOTARIS TERHADAP SANKSI PERDATA DAN SANKSI ADMINISTRATIF UNTUK AKTA NOTARIS YANG MEMPUNYAI KEKUATAN PEMBUKTIAN.. ... 63
A. Larangan Terhadap Notaris Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik . . 63
B. Upaya Hukum Notaris Terhadap Sanksi Perdata dan Sanksi
Administratif ... 66
1. Sanksi Perdata ... 66
a. Menjaga Batasan Akta Notaris Agar Tidak Menjadi Akta yang Mempunyai Kekuatan Pembuktian di Bawah Tangan... 69
b. Menjaga Batasan Akta Notaris Agar Tidak Batal
Demi Hukum ... 73
2. Sanksi Administratif ... 78
BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR
347/PDT.G/2012/PN-MDN PEMBUKTIAN TANPA MELANGGAR PRINSIP HUKUM ... 81
2). Perbuatan tersebut Melawan Hukum ... 95
3). Adanya Kerugian Bagi Korban ... 95
4). Adanya Hubungan Klausal Antara Perbuatan dengan Kerugian ... 96
5). Adanya Kesalahan... 97
C. Analisa Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/pdt.g/2012/PN.Mdn... 97
1. Kasus Posisi... 97
2. Putusan Hakim ... 99
3. Analisa Putusan ... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106
A. Kesimpulan ... 106
B. Saran ... 107
Undang, dibuat oleh/dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta itu dibuat
2. Notaris = Pejabat Umum yang bewenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan
yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.
3. Onkreukbaar= Tidak ada cacatnya
4. Onrechtmatigedaad =Perbuatan melawan hukum
5. van rechtswegenietig =batal demi hukum
6. Rechtszekerheid= kepastian hukum
7. Theoria= Perenung
8. Ttruth= kebenaran
9. Justice= keadilan
10.Law wants justice = hukum mengendalikan keadilan
11.individual right = hak asasi individu
12.fairness = Kepatutan
13.protection public interest = melidungi masyarakat .
14.social order =ketertiban sosial
18.BurgerlijkWetboek =Kitab Undang-Undang Hukum perdata
19.ambtelijkeakten= akta pejabat
20.partij-akten= akta para pihak
21.Pactasuntservanda= perjanjian yang mengikat para pihak
22.waarneembaarheid= Dapat segera atau mudah dilihat
23.Rechstaat= Negara hukum .
24.Standard of duty= standar kewajiban
25.trust and confidence =kepercayaan dan kerahasiaan
26.Good faith= itikad baik
3. PP = Peraturan Pemerintah,
4. Keppres =Keputusan Presiden ,
5. Perpu = Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
6. PN = Pengadilan Negeri
7. PPAT = Pejabat Pembuat Akta Tanah.
8. BW =Burgerlijk Wetboek
9. MARI = Mahkamah Agung Republik Indonesia
10. UUPA = Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria
11. SKMHT = Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
dimaksud dalam Undang-Undang ini/atau berdasarkan Undang-Undang Lain”, sehingga akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Karenanya pembuktian akta atentik tersebut hanya dapat dibatalkan jika secara lahiriah, materil dan formal terbukti akta otentik tersebut cacat hukum, maka penelitian tentang “Kekuatan Pembuatan Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN) perlu diteliti.
Meneliti masalah tersebut diatas teori yang digunakan adalah kepastian hukum yang didukung oleh teori pertanggungjawaban hukum. Oleh Hans kelsen yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban hukum sehubungan dengan kewajiban hukum yang diperintahkan dalam Undang-Undang, yaitu diterapkan dalam pelaksanaan Jabatan Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang membuat akta otentik guna memberi kepastian hukum, dan perlindungan hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder.
pihak (Azas hukum Pacta Sunt Servanda), dan pembuatan akta otentik tidak dapat dibuktikan telah melanggar syarat subjektif dan objektifnya sehingga akta tidak dapat dibatalkan.
laws” so that the deeds drawn up by a Notary is authentic. Therefore, the authentic deeds can be cancelled when they are physically, materially, and formally legally defective. In this case, the research on the Evidentiary Value of Drawing up Authentic Deeds which Cancels Notarial Deeds (A Case Study on the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN) needs to be conducted.
The research used legal certainty which was supported by the theory of legal responsibility. Hans Kelsen points out that legal responsibility, related to legal obligation under the law, is applied in the implementation of a Notarial Profession as a public official empowered to draw up authentic deeds in order to provide legal certainty and legal protection for those who make the contract. The research used judicial normative with descriptive analytic method and secondary data.
The conclusion of the research was that a Notary’s attempt to forestall the breach of the parties concerned in Notarial deeds was by performing his obligation as a Notary as it is stipulated in Notarial Act No. 2/2014 and notarial Code of Ethics. In practice, a Notary has to read the content of the deed and explain to the person appearing about the content before some witnesses, either from the Notary himself or from the person appearing, provide a special pages for finger prints as evidence, in case of any dispute in the future. A Notary’s attempt to deter civil sanction on notarial deeds which have evidentiary value as underhanded deeds and the cancelation by law is by proving that the deeds have complete evidentiary value and do not violate Article 84 of Notarial Act. He has to fight and explain that the deeds are made upon the request of the parties concerned according to the procedures. If he can prove it from the physical, formal, and material viewpoints, he can counter sue in order to defend his rights and obligation in performing his profession. A Notary’s attempt to deter administrative sanction is by filing a complaint to the Supervising Board that has imposed the sanction on him. If there is no sufficient response, he can file the complaint to the State Administrative Court. In the case of the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN, the judge has applied law of evidence without violating the law because the deeds drawn up by the Notary has had legal certainty, based on the evidence presented by the plaintiff and the defendant which reveals that all deeds are similar and in line with Article 1338 of the Civil Code which states that all of the evidence reveals that the deeds are final and consecutive (the principle of Facta Sunt Servanda) and that the authentic deeds cannot be canceled since they do not violate the subjective and objective requirements.
A. Latar Belakang
Negara Indonesia sebagai negara hukum menjamin segala hak warga negara
sama kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan. Pelaksanaan tugas dan
kewajiban elemen-elemen pemerintahan dilakukan berdasar pada hukum atau
peraturan perUndang-Undangan.1 Pada situasi yang sama setiap orang harus
diperlakukan sama di hadapan hukum. Pada kehidupan bermasyarakat yang
sederhana tentunya hubungan diantara warganya lebih banyak didasarkan pada
kebiasaan dan norma berdasarkan nilai dan moral yang ada dan tumbuh dari
masyarakat itu sendiri. Pada kehidupan paling kompleks kepastian hukum sering kali
menjadi tumpukan mekanisme roda kehidupan masyarakat, kita mengetahui bahwa
kehidupan sering mengandung banyak ketidak pastian, oleh karena itu naluri setiap
orang cenderung untuk mendapatkan jaminan yang mendekati kepastian. Kepastian
hukum dalam hal ini diwakili oleh Akta Notaris yang dianggap dapat memberikan
garansi atau jaminan kepada para pihak terhadap kejadian yang akan terjadi diantara
para pihak pembuat perjanjian yang dituangkan dalam Akta tersebut, karena dambaan
akan kepastian hukum inilah alan kepastian yuridis dengan meminta bantuan Notaris.
Dengan berkembangnya kehidupan perekonomian dan sosial budaya di
masyarakat, maka kebutuhan akan Notaris makin sangat dirasakan perlunya dalam
kehidupan masyarakat, oleh karena itu kedudukan Notaris dianggap suatu
fungsionaris di dalam masyarakat, Notaris dalam menjalani jabatannya sebagai
Pejabat Umum, diangkat oleh Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri
Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia dan bekerja untuk Negara
untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam pembuatan Akta otentik. Jabatan
Notaris bukan suatu jabatan yang digaji dan Notaris tidak menerima gajinya dari
Pemerintah, akan tetapi mereka mendapatkannya dari mereka yang meminta
jasanya. Intinya, Notaris adalah pegawai pemerintah tanpa gaji dari pemerintah dan
juga Notaris dipensiunkan oleh pemerintah tanpa mendapat pensiun dari pemerintah2.
Setiap masyarakat membutukan seseorang yang keterangan-keterangannya
dapat diandalkan, dapat dipercaya yang tanda tangannya serta segelnya dapat
memberikan jaminan dan bukti kuat sebagai seorang ahli yang tidak memihak dan
penasehat hukum yang tidak ada cacatnya(onkreukbaaratauunimpeachable).3
Notaris dalam menjalani jabatannya sebagai Pejabat Umum, diangkat oleh
Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia
Republik Indonesia dan bekerja untuk Negara untuk melayani kebutuhan masyarakat
dalam pembuatan Akta otentik. Jabatan Notaris bukan suatu jabatan yang digaji dan
Notaris tidak menerima gajinya dari Pemerintah, akan tetapi mereka mendapatkannya
dari mereka yang meminta jasanya. Intinya, Notaris adalah pegawai pemerintah tanpa
2
G.H.S Lumban Tobing, SH, ”Peraturan Jabatan Notaris”, cet 3, (Jakarta: Erlangga, 1980), hal.36.
3 Tan Thong kie, Buku I Studi Notaris dan Serba Serbi Praktek Notariat, (Jakarta: Ichtiar
gaji dari pemerintah dan juga Notaris dipensiunkan oleh pemerintah tanpa mendapat
pensiun dari pemerintah.4
Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum
dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat
bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan
hukum dan Undang-Undang yang mengatur Jabatan Notaris adalah Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 yang menegaskan: “Notaris adalah Pejabat umum yang
berwenang untuk membuat Akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang
lainnya.5Melalui pengertian Notaris tersebut terlihat bahwa kewenangan seorang
Notaris adalah menjadi Pejabat umum, sedangkan wewenangnya adalah membuat
Akta otentik.
Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan Negara baik
kewenangan maupun materi muatannya tidak berdasarkan peraturan
perUndang-Undangan, delegasi atau mandat melainkan berdasarkan wewenang yang timbul dari
freis ermessen yang dilekatkan pada administrasi Negara untuk mewujudkan suatu
tujuan tertentu yang dibenarkan oleh hukum(beleidsregelataupolicyrules).6
Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan
hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak
bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya, dengan demikian jika seseorang
Pejabat (Notaris) melakukan sesuatu tidakan diluar wewenang yang telah ditentukan
dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.7
Notaris juga berwenang untuk membuat Akta yang berkaitan dengan
pertanahan. Kewenangan Notaris membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan
sepanjang bukan tindakan hukum dalam bentuk Akta jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan, pembagian harta bersama, pemberian hak tanggungan,
pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik karena tindakan hukum
tersebut mutlak wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Keperluan masyarakat akan alat bukti tertulis berupa Akta otentik sangat
erat kaitannya dengan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk
selanjutnya akan disebut KUHPerdata)8 yaitu ”Suatu Akta otentik ialah suatu Akta
yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dibuat oleh atau
dihadapan Pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana Akta dibuatnya”,
dan pelaksanaan Pasal tersebut maka diundangkanlah Undang-Undang Jabatan
Notaris Nomor 30 Tahun 2004 dan sekarang telah direvisi dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa
yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai
kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris
sungguh-7Philipus M. Hadjon,Tentang Wewenang, Yuridika,(Fakultas Hukum Airlangga, Nomor 5 dan
6, Tahun XII, 1997), hal I.
8Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),
sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara
membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses
terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perUndang-Undangan yang
terkait bagi para pihak penandatanganan Akta. Dengan demikian, para pihak dapat
menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris
yang akan ditandatanganinya.9
Menurut Chairani Bustami dalam tesisnya yang berjudul Aspek-Aspek
Hukum Yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam
Kota Medan, menyebutkan:
Masalah tanah adalah sangat aktual bagi manusia dimana saja, terutama dalam masa pembangunan. Timbulnya masalah-masalah tanah bukannya disebabkan karena tidak adanya peraturan-peraturan yang memadai, bukannya tidak ada manusia yang mampu melaksanakannya, melainkan lebih banyak disebabkan oleh kurangnya menguasai dan menghayati bidang keagrariaan/pertanahan, sehinga dalam pelaksanaannya terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku yang akan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan dan persengketaan berjalannya dan tidak terdapat kepastian hukum bagi para pihak.Untuk mengatasi hal tersebut selain dengan mengeluarkan Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan lain seperti Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang gunanya untuk lebih melengkapi dan menyempurnakan peraturan mengenai tanah yang secara keseluruhan peraturan-peraturan itu untuk mengatur tentang kehidupan masyarakat, untuk memelihara, memanfaatkan tanah dan lebih penting dari semua itu bahwa tanah mempunyai fungsi sosial.10
Dalam pembuatan Akta yang berkaitan dengan pertanahan dalam praktek
9
Paragraf V Penjelasan Undang-Undang Jabatan Notaris.
10 Chairani Bustami,Aspek-Aspek Hukum yang Terkait dalam Akta Perikatan Jual Beli yang
Notaris sehari-hari tentunya juga mengandung resiko-resiko hukum, dan salah
satunya dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/Pdt.
G/2012/PN. Mdn yaitu pengingkaran atas pembuatan Akta yang telah disepakati
bersama dihadapan Notaris, menurut P bahwa P telah dirugikan oleh A, B, dan N
karena P merasa tidak pernah melakukan transaksi jual beli atas rumah dan bangunan
yang dimilikinya baik kepada B maupun kepada pihak lainnya, itu artinya Akta
Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris tidak diakui oleh P
bahwa P telah melepaskan haknya atas sebidang tanah dan bangunan, karena menurut
P hanya meminjamkan surat-surat tanahnya kepada A yang menyatakan bahwa teman
A bersedia memberikan pinjaman uang asalkan P bersedia menandatangani Surat
Perjanjian Hutang Piutang yang telah dipersiapkan dikantor N, dan P merasa sangat
terkejut tentang pengakuan lisan B bahwa yang ditandatangani P di kantor N adalah
bukan Surat Perjanjian Hutang Piutang yang berkaitan dengan pinjaman uang oleh A
sebagaimana yang diterangkan A dan B pada Tanggal 25 November 2010, melainkan
yang ditandatangani P adalah Akte Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Nomor 29
Tanggal 25 November 2010 yang diperbuat dan ditandatangani oleh N dan
lembaran-lembaran surat dibawah tangan atas nama P dengan A tanggal 25 November 2010
yang telah mendapat legalisasi dengan Nomor 152/I/YM/XI/2010 tertanggal 29
November 2010 dari N.
Dalam hal ini menurut P, N dengan sengaja tidak berada di kantornya pada
saat P menandatangani lembaran-lembaran surat tersebut dan pegawai yang ditugasi
lembaran-lembaran surat yang akan ditandatangani oleh P.Dan dalam hal ini P
beranggapan bahwa A, B dan C secara bersama-sama telah berbuat dengan itikat
yang tidak baik dan secara tipu muslihat telah melakukan perbuatan melawan hukum
(Onrecht matigedaad)terhadap P yang mengakibatkan penggugat merasa dirugikan.
Dalam asas hukum nemo plus yuris, seseorang tidak dapat melakukan tindakan
hukum yang melampaui hak yang dimilikinya, dan akibat dari pelanggaran tersebut
batal demi hukum(van rechtswegenietig), yang berakibat perbuatan hukum tersebut
dianggap tidak pernah ada dan karenanya tidak mempunyai akibat hukum dan apabila
tindakan hukum tersebut mengakibatkan kerugian, maka pihak yang dirugikan dapat
meminta ganti rugi kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut.11
Asas nemo plus yuris memberikan perlindungan hukum kepada pemegang
hak yang sebenarnya terhadap tindakan pihak lain yang mengalihkan haknya tanpa
sepengetahuannya, oleh karena itu asasnemo plus yuris,selalu terbuka kemungkinan
adanya gugatan kepada pemilik yang namanya tercantum dalam sertipikat dari orang
yang merasa sebagai pemiliknya.12
Menurut asas itikad baik orang yang memperoleh sesuatu hak atas tanah
dengan itikad baik, maka dia akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut
hukum, namun untuk membuktikan dan menilai itikad baik juga sulit karena hal itu
berkaitan dengan batin dan perasaan seseorang dalam melakukan suatu perbuatan
hukum, dalam hal ini yang dianggap beritikad baik yaitu seseorang itu hanya bersedia
11Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, (Surabaya, Arloka, 2003),
hal 189
mendapatkan hak dari orang yang terdaftar haknya.13
Namun dalam Putusan ini hakim menolak gugatan dari P untuk seluruhnya
dengan pertimbangan-pertimbangannya seperti yang tertuang dalam Akte Pelepasan
Hak Dan Ganti Rugi tersebut telah mengikat para pihak (azas hukum facta sunt
servanda) yang sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yaitu “ semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang
membuatnya”, yang akhirnya pihak P melakukan memori banding terhadap Putusan
Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/Pdt.G/2012/PN-MDN Tanggal 15 April 2013.
Otentisitas dari Akta Notaris bersumber dari Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang
Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014, dimana Notaris dijadikan sebagai “Pejabat
Umum yang berwenang membuat AktaOtentikdan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang Lain”,
sehingga Akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh
sifat Akta otentik. Dengan perkataan lain, suatu Akta yang dibuat oleh Notaris
mempunyai sifat otentik, bukan oleh karena penetapan Undang-Undang, akan tetapi
oleh karena Akta itu dibuat “oleh” atau“dihadapan” seorang Pejabat umum,14seperti
yang disyaratkan dalam pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi “ Suatu Akta otentik
adalah Akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dibuat
oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat
dimana Akta itu dibuat. Pegawai yang berwenang yang dimaksud adalah Notaris
13J. Satrio,Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian,(Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1995), hal 177
seperti ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun
2014, Notaris yang dalam profesinya, sesungguhnya merupakan institusi yang dengan
Akta-Aktanya menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dan mempunyai sifat
otentik. Alat pembuktian itu tidak semata-mata tergantung pada hukum materiil yang
kita pakai untuk diterapkan kepada kita, karena yang penting adalah bahwa alat
pembuktian itu dapat membuktikan dengan sah dan kuat tentang suatu peristiwa
hukum, sehingga menimbulkan lebih banyak kepastian hukum (rechtszekerheid).15
Kebenaran atau otentiknya Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti rugi oleh Notaris dapat
dibuktikan dan berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penelitian ini menarik
untuk diangkat menjadi judul penelitian tentang tesis tentang “Kekuatan Pembuatan
Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan
Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan
diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Apa usaha yang dapat dilakukan Notaris dalam mencegah terjadinya
Pengingkaran oleh para pihak dalam Akta Notaris?
2. Bagaimana Upaya Hukum Notaris Terhadap Sanksi Perdata dan Sanksi
Administratif untuk Akta Notaris yang Mempunyai Kekuatan Pembuktian?
3. Apakah Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor
347/PDT.G/2012/PN-MDN telah Sesuai menurut Hukum Pembuktian?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisa yang dapat dilakukan Notaris dalam
mencegah terjadinya pengingkaran oleh para pihak dalam Akta Notaris.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya hukum Notaris terhadap Sanksi
Perdata dan Sanksi Administratif untuk Akta Notaris yang mempunyai
kekuatan pembuktian.
3. Untuk mengetahui dan menganalisa pertimbangan hakim dalam Putusan
Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN telah Sesuai
menurut Hukum Pembuktian
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi
maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna menambah
khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perjanjian kenotariatan yang
diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan peraturan
khususnya dibidang kenotariatan.
2. Manfaat Praktis
permasalahan dalam perjanjian khususnya hal jual beli dan bagi para Notaris
dalam hal menjaga kemurnian profesinya, sehingga dapat memberikan jalan
keluar terhadap masalah yang akan diteliti dan pengengembangan ilmu
pengetahuan hukum.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran terhadap judul penelitian tesis yang ada pada
Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
penelitian dengan judul “Kekuatan Pembuatan Akta Otentik yang membatalkan Akta
Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor
347/PDT.G/2012/PN-MDN).” Belum pernah dilakukan, dan dapat dibuktikan secara akademik, tetapi
peneliti yang pernah dilakukan sebelumnya adalah :
1. Tesis atas nama Meggie Francissia Shaptieni, Nim: 027011042 dengan judul
Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Kontrak Bisnis (Suatu Penelitian Di
Kota Medan), Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
2. Tesis atas nama Mirza Baharsan, Nim: 047011045 dengan judul Identifikasi
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Atas Akta jual Beli Tanah Yang
Dibuat Dihadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (Kajian Putusan-Putusan
Sengketa Akta Jual beli Tanah di Pengadilan Negeri Medan), Mahasiswa
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penyelesaian Masalah Pertanahan Pada Areal Perkebunan di Sumatera Utara
(Studi Kasus Pada Areal PTPN-II), Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Tesis atas nama Arwin Engsun, Nim: 037011009, dengan judul Akta Notaris
Yang Bersifat Simulasi dengan judul kekuatan Hukum, Mahasiswa Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Tesis atas nama Syafrida Yanti, Nim: 117011094 dengan judul Akibat Hukum
Terhadap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris
Sebagaimana Mestinya Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris (Analisa Putusan Nomor 09/PDT.G/PN-MBO),
Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Tesis atas nama T. Baswedan, Nim: 117011130 dengan judul Kajian Yuridis
Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) Tanah Yang Dibuat Dihadapan
Notaris, Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori berasal dari kata “Theoria”dalam bahasa Latin berarti perenungan,
yang berasal dari kata “thea”dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan
sesuatu yang disebut dengan realitas.
Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba
memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum16
Agar kerangka teori yang meyakinkan, maka harus memenuhi syarat-syarat ;
a. Teori yang digunakan dalam membangun kerangka berfikir harus merupakan
pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup
perkembangan-perkembangan terbaru.
b. Analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berpikir keilmuan yang
mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekspilist
mengenai postulat, asumsi dan prinsip yang mendasarinya.
c. Mampu mengidentifikasikan masalah yang tumbul sekitar disiplin keilmuan
tersebut, teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan
yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah.
Teori yang digunakan sebagai pisau analitis dalam penelitian ini adalah teori
kepastian hukum yang didukung oleh teori pertanggungjawaban hukum. Kepastian
hukum merupakan salah satu penganut aliran Positivisme yang lebih melihat hukum
sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk peraturan tertulis, artinya
karena hukum itu otonom, sehingga semata-mata untuk kepastian hukum dalam
melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Vant Kant berpendapat bahwa
tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan
terjamin kepastiannya.17
Menurut William T. Gosselt untuk mencapai kepastian hukum maka peran
16
H.R. Otje Salman dan Anton F Susanto,Teori Hukum,(Bandung: Refika Aditama, 2005), hal 21
17Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
lain yang harus dimainkan oleh hukum dalam masyarakat yang bebas adalah
menegakkan kebenaran dan keadilan, dan pandangan ini diperluas dengan ajaran asas
Equity yang menyatakan bahwa hanya penegakan hukum yang mengandung
nilai-nilai peradapan dan kemanusiaan dan kepatutan yang dapat mencapai kebenaran
(truth) dan keadilan (Justice) dan setiap penegakan hukum yang bertitik tolak dari
nilai-nilai peradaban dan kemanusiaan dan kepatutan, pasti mendekati kebenaran dan
keadilan.18
Teori kepastian hukum yang digunakan dalam menganalisis permasalahan
dalam tesis ini adalah, yaitu teori yang menjelaskan bagaimana hukum dapat
mengatur pembuatan Akta-Akta yang dibuat oleh Notaris yang berkaitan dengan
pertanahan dalam praktek sehari-hari seperti perjanjian jual beli sehingga jual beli
terjadi dengan aman dan tertib tanpa menimbulkan sengketa atau akibat dari
perbuatan Akta tersebut.
Menurut Yahya Harahap, hukum mengendalikan keadilan(law wants justice).
Keadilan yang dikehendaki hukum harus mencapai nilai: persamaan (equality), hak
asasi individu (individual right), kebenaran (truth), Kepatutan (fairness), dan
melidungi masyarakat(protection public interest). Hukum yang mampu menegakkan
nilai-nilai tersebut, jika dapat menjawab:
1. Kenyataan realita yang dihadapi masyarakat,
2. Mampu menciptakan ketertiban(to achieve order),
18 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian
3. Hendak ditertibkan adalah masyarakat, oleh karena itu orde yang dikehendaki
adalah ketertiban sosial (social order) yang mampu berperan menjamin
penegakan hukum sesuai dengan ketentuan proses beracara yang tertib(ensuring
due process), menjamin tegaknya kepastian hukum (ensuring certainty),
menjamin keseragaman penegakan hukum (ensuring uniformity) menjamin
tegaknya prediksi penegakan hukum (ensuring predictability)
Teori pertanggungjawaban digunakan untuk mengetahui tanggung jawab dan
kewajiban Notaris menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris dapat dianalisis sesuai dengan teori Hans Kelsen yang membagi tanggung
jawab atau pertanggungjawaban hukum tersebut dalam 2 (dua) kategori, yakni:19
Seseorang bertanggung jawab atas pelanggarannya sendiri di mana individu yang
diwajibkan dan yang bertanggung jawab adalah identik, si calon pelanggar dianggap
bertanggung jawab. Seseorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang
dilakukan orang lain, individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab tidaklah
identik.
Teori pertanggungjawaban diterapkan dalam pelaksanaan jabatan Notaris
sebagai Pejabat publik yang berwenang membuat Akta otentik guna menjamin
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dan Akta yang dibuat dapat berfungsi
sebagai alat bukti yang bersifat otentik yang merupakan bukti sempurna di
pengadilan.
19Hans Kelsen, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien,Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan
Notaris Nomor 2 Tahun 2014, menentukan bahwa dalam menjalankan jabatannya,
Notaris berkewajiban:
1. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
2. Membuat Akta dalam bentuk minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian
dari protokol Notaris;
3. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta
4. Mengeluarkan grosse Akta, salinan Akta, atau kutipan Akta berdasarkan
minuta Akta;
5. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,
kecuali ada alasan untuk menolaknya;
6. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain;
7. Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak
dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari
satu buku, dan mencatat jumlah minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya
pada sampul setiap buku;
8. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
9. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan Akta setiap bulan;
10. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar
nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima)
hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
11. Mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan;
12. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia
dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat
kedudukan yang bersangkutan;
13. Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit
2 (dua) orang saksi atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta
wasiat dibawah tangan dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,
saksi, dan Notaris;
14. Menerima magang calon Notaris.
Jual beli yang dilakukan dengan Akta Notaris sebagai Akta otentik
mempunyai nilai pembuktian. Kemampuan lahiriah Akta Notaris merupakan
kemampuan Akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai Akta otentik,
jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai Akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum
yang sudah ditentukan mengenai syarat Akta otentik maka Akta tersebut berlaku
membuktikan bahwa Akta tersebut bukan Akta otentik secara lahiriah.
Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris berkedudukan sebagai Akta
otentik menurut tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris,
dan menurut Irwan Soerodjo bahwa ada 3 (tiga) hal unsuresenseliaagar terpenuhinya
syarat formal suatu Akta otentik yaitu:20
1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang.
2. Dibuat oleh dan Dihadapan Pejabat Umum.
3. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk
itu dan ditempat dimana Akta itu dibuat.
Dalam tataran hukum (Kenotariatan) yang benar mengenai Akta Notaris dan Notaris,
jika suatu Akta dipermasalahkan oleh para pihak maka:21
1. Para pihak datang kembali ke Notaris untuk membuat Akta pembatalan atas
Akta tersebut dan dengan demikian Akta yang dibatalkan sudah tidak
mengikat lagi para pihak dan para pihak menanggung dari segala akibat dari
segala pembatalan tersebut. Pembatalan dengan cara seperti ini selaras dengan
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1420 K/Sip/1987
Tanggal 1 Mei 1979, yng menyatakan bahwa Pengadilan tidak dapat
membatalkan Akta Notaris tetapi hanya dapat menyatakan Akta Notaris yang
bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum, berarti hanya para pihaklah
yang membatalkannya.
2. Jika para pihak tidak sepakat untuk membatalkan Akta bersangkutan, salah
satu pihak dapat menggugat pihak lainnya dengan gugatan untuk
mendegradasikan Akta Notaris menjadi Akta dibawah tangan, setelah
didegradasikan maka hakim yang memeriksa gugatan dapat memberikan
penafsiran tersendiri atas Akta Notaris yang sudah didegradasikan, apakah
tetap mengikat para pihak atau dibatalkan dalam hal ini tergantung
pembuktian dan penilaian hakim.
Dengan demikian karakter yuridis Akta Notaris yaitu Akta Notaris wajib
dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat karena ada
permintaan para pihak dan bukan keinginan Notaris, meskipun dalam Akta tercantum
nama Notaris tapi dalam hal ini Notaris tidak berkedudukan sebagai pihak
bersama-sama para pihak atau penghadap yang namanya tercantum dalam Akta, dan Akta
Notaris mempunyai pembuktian yang sempurna yang mengakibatkan siapapun terikat
dengan Akta Notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain selain yang tercantum dalam
Akta tersebut, dan pembatalan daya ikat Akta Notaris hanya dapat dibatalkan atas
kesepakatan para pihak yang namanya tercantum dalam Akta dan jika ada yang tidak
setuju maka pihak yang tidak setuju harus mengajukan permohonan ke Pengadilan.
Jika aspek formal maupun lahiriah dipermasalahkan oleh para pihak maka
harus dapat dibuktikan melalui upaya gugatan ke Pengadilan dan memenuhi
unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum yaitu:22
a. Harus ada perbuatan (positif maupun negatif)
b. Perbuatan itu harus melawan hukum
c. Ada kerugian
d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan
kerugian
e. Ada kesalahan
Kepastian hukum itu juga menunjukan bahwa Akte Notaris itu harus dapat
memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fAkta yang ada dalam Akta
betul-betul dilakukan oleh Notaris, atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap
pada saat yang tercantum dalam Akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan
dalam pembuatan Akta, yaitu secara formal dengan membuktikan hari, tanggal,
bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap dan para pihak yang menghadap, paraf dan
tanda tangan para pihak, saksi dan Notaris dan pembuktian apa yang dilihat,
disaksikan dan didengar oleh Notaris serta mencatatkan keterangan atau pernyataan
para pihak/penghadap (pada Akta pihak).
2. Konsepsi.
Dalam bahasa latin, kata conceptus (di dalam bahasa Belanda: begrip atau
pengertian merupakan hal yang dimengerti). Pengertian bukanlah merupakan
“defenisi” yang didalam bahasa latin adalah idefinition. Defenisi tersebut berarti
rumusan (di dalam bahasa Belanda: onshrijving) yang pada hakikatnya merupakan
dalam epistemology atau teori ilmu pengetahuan.23 Dalam konsepsi diungkapkan
beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian
hukum.24
Konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori obsevasi, antara
abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi
yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.25
Terlihat dengan jelas, bahwa suatu kosepsi pada hakikatnya merupakan suatu
pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis (tinjauan pustaka),
yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsi
kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi
operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitaan.26
Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu
didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara
operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat di peroleh hasil penelitian
yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah
sebagai berikut:
a. Perjanjian adalah “suatu pristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, maka
timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan
23 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998), hal 31
24Ibid
, hal 7
perikatan.”27
b. Akta otentik adalah Akta yang dibuat dalam bentuk yang dikehendaki oleh
Undang-Ungang, dibuat oleh/dihadapan Pejabat umum yang berwenang untuk
membuat Akta itu dibuat.28
c. Akta dibawah Tangan adalah tulisan yang dibuat dalam bentuk yang tidak
ditentukan oleh Undang-Undang, ditanda tangani tidak dihadapan Pejabat Umum
yang berwenang.29
d. Notaris adalah Pejabat Umum yang bewenang untuk membuat Akta otentikdan
kewenangan lainnya mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang
diharuskan oleh peraturan perUndang-Undangan dan atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta otentik.30
e. Pejabat umum (dalam bahasa BelandaOpenbar Ambtenaar)adalah Pejabat yang
bertugas membuat Akta umum (Openbare akten) yang diangkat dan
diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk
melayani public dalam hal tertentu.31
f. P adalah pihak yang memiliki hak atas tanah dan bangunan, yang tertera dalam
Akte Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Nomor 29 tertanggal 25 November 2010
sebagai pihak yang melepaskan haknya sebagai pihak yang merasa dirugikan dan
disebut Penggugat.
27
R. Subekti,Op.cit, hal1
28Sutrisno,Komentar Undang-Undang Jabatan Notaris, Buku I, (Medan: USU, 2007), hal 157
29 Ibid
30 Pasal 15 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Jabatan Notaris
g. A adalah pihak yang membuat perjanjian kerja sama dalam proyek pengadaan di
Seumeleh dengan P (Penggugat), yang turut serta sebagai pihak yang sepakat
menjual sebidang tanah kepunyaan P (Penggugat) dengan perjanjian akan
membeli kembali 2 (dua) bulan setelah tanggal 25 November 2010 dalam Surat
Perjanjian Nomor 151/L/YM/XI/2010 disebut dengan Tergugat I.
h. B adalah pihak yang membeli sebidang tanah dari P (Penggugat), yang disebut
dengan Tergugat II.
i. N adalah Pejabat yang berwenang membuat Akta otentik yang disebut dengan
Tergugat III.
G. Metode Penelitian.
Secara etimologis metode di artikan sebagai jalan atau cara melakukan atau
mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa Yunani “Methodos” yang artinya
“jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merukan titik awal
menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu.32 maka
penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga
diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fAkta hukum tersebut, untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
timbul didalam gejala yang bersangkutan33, maka dalam metode penelitian
merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk menyelidiki
suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan
sebagai solusi atas masalah, oleh karena itu metode merupakan keseluruhan langkah
ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah.34
Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian tergantung
kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan
penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan
Penelitian yang dipergunakan adalah bersifat deskriptif analitis yaitu dengan
menggambarkan keadaan yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi
Notaris yang dapat menimbulkan resiko hukum dari Akta yang dibuatnya yang
berhubungan dengan pertanahan seperti pada kasus dalam Putusan Pengadilan
Negeri Medan Nomor 347/Pdt.G/2012/PN.MDN. Penelitian deskriptif ini
dimulai dengan pengumpulan data yang berhubungan dengan pembahasan diatas,
lalu menyusun, mengklasifikasikan dan menganalisisnya serta kemudian
menginterprestasikan data, sehingga diperoleh gambar yang jelas tentang
fenomena yang diteliti.35 Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan
mengunakan metode pendekatan yuridis normatif “metode pendekatan yuridis
normatif dipergunakan untuk mempelajari peraturan perUndang-Undangan”36
yang berkaitan dengan perjanjian yang dibuat oleh Notaris dalam bentuk Akta
34Ulber Silalahi,Metode Penelitian Sosial,(Bandung: Refika Aditanam, 2009), hal 29 35Ibid
otentik, dan untuk mengetahui apakah landasan legalitas yang digunakan hakim
dalam pertimbangannya telah sesuai dengan fakta dan pembuktian dalam
menjatuhkan Putusan dalam Peradilan khususnya pada Putusan Pengadilan
Negeri Medan Nomor 347/Pdt.G/2012/PN-MDN.
2. Sumber Data.
Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu data sekunder, data
sekunder adalah data yangdiperoleh dari dokumen publikasi, artinya data sudah
dalam bentuk jadi,37yang terdiri dari:
a. Bahan hukum Primer yaitu bahan hukum berupa Peraturan-Peraturan
mengenai hukum agraria dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang
Kenotariatan yaitu:
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris
c. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
d. Undang Nomor 5 Tahun 2004, Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
e. Kitab Undang-Undang Hukum perdata(Burgerlijk Wetboek)
f. Peraturan Pemeritah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
g. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
37 I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta:
h. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
i. Peraturan menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor I Tahun 1999, Tentang Tata Cara Penanganan Sengketa
Pertanahan, Bab I
j. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
KMA/006/SKB/VII/1987 Nomor M-04-PR.08.05 Tahun 1987 Tentang
Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan diri Notaris.
k. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 Tentang KeNotarisan
l. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.13-HT.03.10
Tahun 1993 Tentang Pembinaan Notaris
b. Bahan hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan
hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan obyek yang
diteliti.
c. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut
mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus
hukum dan kamus besar hukum bahasa Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan caralibrary researchdan
field researchyaitu:
hukum agraria dan Hukum Perjanjian dibidang kenotariatan yang ditunjang
dengan bahan hukum lainnya.
b. Wawancara yaitu dengan melakukan Tanya jawab serta langsung dengan
membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan nara sumber
yaitu 1 (satu) orang Hakim Pengadilan Negeri Tingkat I Medan, 1 (satu)
Majelis Pengawas Daerah, Notaris yang berkedudukan di Deli Serdang, dan
Notaris yang berkedudukan di Medan.
4. Analisa Data
Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka dianalisis secara kualitatif
yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan
kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif, data
kemudian dianalisa secara interpretative menggunakan teori maupun hukum positif
yang telah dituangkan kemudian secara induktif ditarik kesimpulan.38 Metode
penarikan kesimpulan yang dipakai adalah metode deduktif dan induktif. Melalui
metode deduktif, data sekunder yang telah diperoleh akan dijadikan pedoman untuk
menjawab permasalahan dalam analisa tinjauan yuridis terhadap resiko dari
Akta-Akta yang dibuat Notaris dibidang pertanahan. Dengan metode induktif, data primer
yang diperoleh setelah dihubungkan dengan aturan-aturan hukum yang berkaitan
dengan perjanjian yang dituangkan dalam Akta Notaris sehingga dapat ditarik
kesimpulanya.
BAB II
USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN NOTARIS DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGINGKARAN OLEH PARA PIHAK
DALAM AKTA NOTARIS
A. Karakter Akta Notaris 1. Pengertian Akta Notaris
Menurut S. J. Fachema Andreae, kata Akta berasal dari bahasa latin “acta”
yang berarti “geschrift” atau surat.58 Sedangkan menurut R. Subekti dan R. Tjitro
Sudibio, kata Akta berasal dari kata “acta” yang merupakan bentuk jamak dari kata
“actum”, yang berasal dari bahasa latin yang berarti peraturan-peraturan.39
Jika disimpulkan, maka terdapat beberapa pendapat yang mendefinisikan
Akta, antara lain :
1. Menurut A. Pitlo, seorang ahli hukum, mengemukakan bahwa Akta adalah
suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan
untuk dipergunakan oleh orang lain, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.
2. Menurut Sudikno Mertokusumo, Akta adalah surat yang diberi tanda tangan,
yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak
atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk
pembuktian.40
3. Menurut Prof. R. Subekti SH, Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan
39 Suharjono, “Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum”, Varia PeradilanTahun XI Nomor
123 (Desember 1995) : hal. 128
sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan
ditandatangani.41
Dari beberapa pengertian mengenai Akta yang diatas, jelaslah bahwa tidak
semua surat dapat disebut suatu Akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang
memenuhi beberapa syarat tertentu saja yang dapat disebut Akta. Adapun syarat
yang harus dipenuhi agar suatu surat disebut Akta adalah:42
1. Surat itu harus ditanda tangani.
Keharusan ditanda tangani sesuatu surat untuk dapat disebut Akta ditentukan
dalam pasal 1869 jo.1874 KUHPerdata. Tujuan dari keharusan ditanda tangani
itu untuk memberikan ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah Akta yang
satu dengan Akta yang lainnya, sebab tanda tangan dari setiap orang
mempunyai ciri tersendiri yang berbeda dengan tanda tangan orang lain. Dan
dengan penanda-tangannya itu seseorang dianggap menjamin tentang
kebenaran dari apa yang ditulis dalam Akta tersebut.
2. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan.
Jadi surat itu harus berisikan suatu keterangan yang dapat menjadi bukti
yang dibutuhkan, dan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu haruslah
merupakan peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan.
2. Akta Notaris Sebagai Akta Otentik
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa
yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai
kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris
sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara
membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses
terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perUndang-Undangan yang
terkait bagi para pihak penanda tangan Akta. Dengan demikian, para pihak dapat
menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris
yang akan ditandatanganinya.43
Otentik tidaknya suatu Akta (otensitas) tidaklah cukup jika Akta tersebut
dibuat oleh atau di hadapan Pejabat (Notaris) saja, namun cara membuat Akta otentik
tersebut haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-Undang.44
Walaupun ada atau tidaknya hal lain yang tidak dibolehkan oleh Undang-Undang
menurut Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris, perlu dibuktikan
terlebih dahulu secara hukum pidana.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pasal 1868 KUHPerdata menyatakan ”Akta
yang dibuat oleh atau dihadapan” menunjukan adanya 2 (dua) golongan Bentuk Akta Notaris yaitu:
1. Akta yang dibuat oleh (door) Notaris atau yang dinamakan Akta relaas atau Akta Pejabat (ambtelijke akten). Akta relaas atau Akta Pejabat (ambtelijke
Akten) : merupakan suatu Akta yang memuat ”relaas” atau menguraikan secara
43Paragraf V Penjelasan UUJN.
otentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat,
didengar dan disaksikan oleh pembuat Akta itu, yakni Notaris sendiri didalam menjalankan jabatannya untuk dituangkan dalam Akta Notaris. Akta yang
dibuat sedemikian dan yang memuat uraian dari apa yang dilihat dan
disaksikan serta dialaminya itu dinamakan Akta yang dibuat oleh (door) Notaris (sebagai Pejabat umum).
2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris atau yang dinamakan Akta partij (partij-akten) atau disebut juga Akta para pihak.
Akta partai atau Akta pihak (Partij Akten) merupakan berisikan suatu cerita
dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan
Notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada
Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain
itu sengaja datang dihadapan Notaris dan memberikan keterangan itu atau
melakukan perbuatan itu dihadapan Notaris agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh Notaris didalam suatu Akta otentik. Akta seperti itu dinamakan
Akta yang dibuat dihadapan Notaris (ten overstaan)atau Akta partai/Akta para pihak.45
Sedangkan pengertian Akta otentik sendiri sebagaimana dikemukakan oleh
C.A. Kraan di dalam disertasinya, De Authentieke Akte mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
45 Dr. Herlien Budiono, S.H, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang KeNotarisatan,
1. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu
bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan didalam tulisan dibuat dan dinyatakan
oleh Pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut sebagai suatu tulisan sampai
ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari Pejabat yang berwenang.
2. Ketentuan perUndang-Undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut
mengatur tata-cara pembuatannya yaitu sekurang-kurangnya memuat
ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya Akta suatu tulisan, nama dan
kedudukan/jabatan Pejabat yang membuatnya c.q. data di mana dapat diketahui
mengenai hal-hal tersebut.
3. Seorang Pejabat yang diangkat oleh Negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan
yang mandiri (onafhankelijk-independence) serta tidak memihak ( onpartijdig-impartial) dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan Pasal 1868
KUHPerdatajo. Pasal 15 ayat 1 UUJN.
4. Pernyataan dari fAkta atau tindakan yang disebutkan oleh Pejabat adalah
hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.46
Akta yang dibuat oleh Notaris sebagai Pejabat umum dinamakan Akta otentik.
Sebagaimana Pasal 1868 KUH Perdata menentukan bahwa, Akta otentik dibuat oleh
atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di mana Akta
dibuatnya. Suatu Akta dikatakan sebagai Akta otentik jika terpenuhi syarat-syarat
sesuai dengan pendapat Philipus M. Hadjon yaitu:47
46
C.A.Kraan,De Authentieke Akte, (Gouda Quint BV, Arnhem 1984) hal 143 dan 201.
1. Bentuk Akta dan tata cara membuat Akta ditentukan oleh Undang-Undang.
2. Akta tersebut di buat di tempat di mana Pejabat yang berwenang itu membuat
Akta.
3. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Yang Sah
Pembuktian dengan tulisan dapat dilakukan dengan Akta otentik maupun
dengan tulisan dibawah tangan.48 Akta otentik mempunyai nilai pembuktian yang
sempurna, kesempurnaan Akta Notaris sebagai alat bukti tidak perlu dinilai atau
ditafsir lain selain yang tertulis dalam Akta tersebut, sedangkan Akta dibawah tangan
mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada
penyangkalan dari pihak lain,49 jika para pihak mengakuinya maka Akta dibawah
tangan mempunyai pembuktian yang sempurna sebagai Akta otentik.50jika salah satu
pihak tidak mengakuinya maka beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang
menyangkal Akta tersebut dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebutdiserahkan
kepada hakim.51
Baik alat bukti otentik maupun Akta dibawah tangan keduanya harus
memenuhi rumusan sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata,
dan secara materil mengikat para pihak yang membutanya (Pasal 1338 KUHPerdata),
sebagai suatu perjanjian yang mengikat para pihak (Pacta sunt servanda)
Januari 2001 hal 3 dalam Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia ( Tafsir Tematik Terhadap UU No 30 Tentang Jabatan Notaris),hal. 126.
48Pasal 1867 KUHPerdata 49
M.Ali Budiarto, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung , Hukum Acara Perdata Setengah Abad, (Jakarta: Swa Justitia, 2004), hal 145