• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekuatan Pembuatan Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kekuatan Pembuatan Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN)"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

YANTI MALA

137011084/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YANTI MALA

137011084/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nomor Pokok : 137011084

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH, MS, CN) (Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

(5)

Nim : 117011084

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KEKUATAN PEMBUATAN AKTA OTENTIK YANG

MEMBATALKAN AKTA NOTARIS (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR 347/PDT.G/2012/PN-MDN)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :YANTI MALA

(6)

dimaksud dalam Undang-Undang ini/atau berdasarkan Undang-Undang Lain”, sehingga akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Karenanya pembuktian akta atentik tersebut hanya dapat dibatalkan jika secara lahiriah, materil dan formal terbukti akta otentik tersebut cacat hukum, maka penelitian tentang “Kekuatan Pembuatan Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN) perlu diteliti.

Meneliti masalah tersebut diatas teori yang digunakan adalah kepastian hukum yang didukung oleh teori pertanggungjawaban hukum. Oleh Hans kelsen yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban hukum sehubungan dengan kewajiban hukum yang diperintahkan dalam Undang-Undang, yaitu diterapkan dalam pelaksanaan Jabatan Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang membuat akta otentik guna memberi kepastian hukum, dan perlindungan hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder.

(7)

pihak (Azas hukum Pacta Sunt Servanda), dan pembuatan akta otentik tidak dapat dibuktikan telah melanggar syarat subjektif dan objektifnya sehingga akta tidak dapat dibatalkan.

(8)

laws” so that the deeds drawn up by a Notary is authentic. Therefore, the authentic deeds can be cancelled when they are physically, materially, and formally legally defective. In this case, the research on the Evidentiary Value of Drawing up Authentic Deeds which Cancels Notarial Deeds (A Case Study on the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN) needs to be conducted.

The research used legal certainty which was supported by the theory of legal responsibility. Hans Kelsen points out that legal responsibility, related to legal obligation under the law, is applied in the implementation of a Notarial Profession as a public official empowered to draw up authentic deeds in order to provide legal certainty and legal protection for those who make the contract. The research used judicial normative with descriptive analytic method and secondary data.

The conclusion of the research was that a Notary’s attempt to forestall the breach of the parties concerned in Notarial deeds was by performing his obligation as a Notary as it is stipulated in Notarial Act No. 2/2014 and notarial Code of Ethics. In practice, a Notary has to read the content of the deed and explain to the person appearing about the content before some witnesses, either from the Notary himself or from the person appearing, provide a special pages for finger prints as evidence, in case of any dispute in the future. A Notary’s attempt to deter civil sanction on notarial deeds which have evidentiary value as underhanded deeds and the cancelation by law is by proving that the deeds have complete evidentiary value and do not violate Article 84 of Notarial Act. He has to fight and explain that the deeds are made upon the request of the parties concerned according to the procedures. If he can prove it from the physical, formal, and material viewpoints, he can counter sue in order to defend his rights and obligation in performing his profession. A Notary’s attempt to deter administrative sanction is by filing a complaint to the Supervising Board that has imposed the sanction on him. If there is no sufficient response, he can file the complaint to the State Administrative Court. In the case of the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN, the judge has applied law of evidence without violating the law because the deeds drawn up by the Notary has had legal certainty, based on the evidence presented by the plaintiff and the defendant which reveals that all deeds are similar and in line with Article 1338 of the Civil Code which states that all of the evidence reveals that the deeds are final and consecutive (the principle of Facta Sunt Servanda) and that the authentic deeds cannot be canceled since they do not violate the subjective and objective requirements.

(9)

OTENTIK YANG MEMBATALKAN AKTA NOTARIS (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR 347/PDT.G/2012/PN-MDN)“, telah dapat diselesaikan. Selawat dan salam Penulis sampaikan kepangkuan Nabi Besar MUHAMMAD SAW, yang telah megantarkan umat manusia dari alam

kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril

Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K), Selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara yang sangat terpelajar dan para pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara

yang sangat terpelajar, beserta para Asisten direktur, Sekretaris, dan para staf, Ketua

Program S2 Magister kenotariatan yang sangat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH., MS, CN, dan Sekretaris Program S2 Magister Kenotariatan yang sangat terpelajar IbuDr. T. Keizerina Devi A., SH., CN, M.Hum

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengikuti

pendidikan dalam Program S2 Magister Kenotariatan yang sangat berharga dan

sangat dicintai ini.

Sangat disadari bahwa penelitian ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa

adanya bimbingan maupun arahan dari dosen pembimbing dan dosen penguji, untuk

itulah dengan rasa hormat Penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya

terutama yang sangat penulis hormati dan sangat terpelajar Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Humsebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ketua Pembimbing dan sebagai suri tauladan dan panutan bagi Penulis yang telah

memberikan bimbingan mengenai materi penelitian, juga memberi ilmu materi

perkuliahan selama Penulis berada di Magister Kenotariatan sehingga Penulis lebih

dapat memahami ilmu khususnya Kenotariatan yang akhirnya sangat membantu

(10)

kesabaran kepada Penulis hingga selesainya penulisan ini. Bapak merupakan contoh

spirit bagi Saya untuk berani dalam meraih kesuksesan dan Penulis berharap semoga

kelak dapat sukses seperti beliau. Kepada yang sangat Penulis hormati, sangat

terpelajar dan sangat Penulis kagumi kepintaran dan kebaikannya Ibu Dr. T. Keizerina Devi, A., SH, CN, M.Hum yang telah membimbing dengan penuh perhatian, kesabaran, dan bersemangat dalam setiap waktu dan memberikan motivasi

dan semangat pada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini,

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada yang amat terpelajar kepada

BapakDr. Syahril Sofyan, SH, MKn dan Bapak Syafnil Gani, SH, M.Hum yang masing-masing sebagai dosen penguji Penulis mulai dari tahap proposal tesis sampai

dengan tahap ujian tesis yang selalu memberikan arahan dan petunjuk dalam

menyempurnakan penulisan tesis ini hingga selesai.

Ucapan terima kasih kepada Ketua Majelis Pengawas Daerah BapakProf. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Humdi Deliserdang, terimakasih juga kepada IbuRisna Rahmi, SH, MKn selaku Ketua Pengurus Wilayah Kota Medan dan kepada Hakim Pengadilan Negeri Medan Bapak Agustinus, SH dan Ibu Sherliwaty, SH, serta terimakasih juga kepada Notaris Haiva Elisa, SH Notaris Kota Medan yang semuanya sangat membantu Penullis dengan selalu memberikan waktu luangnya

untuk wawancara dan memberikan data yang diperlukan Penulis dalam dalam

menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih kepada rekan-rekan di Magister Kenotariatan yang telah

membantu Penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang selama ini, memberi semangat

dan suport serta doa kepada Penulis hari demi hari dari awal sampai akhirnya penulis

bisa menyelesaikan kuliah ini dengan semangat dan termotivasi untuk jadi yang lebih

(11)

tingginya kepada Papa yang tercinta Bapak Prof. Dr. H. Delfi Lutan, MSc, SpOG.Kyang telah membesarkan, mendidik, serta melimpahkan segala kasih sayang yang tiada henti-hentinya, selalu mendoakan Penulis siang dan malam, yang telah

memberikan segala-galanya kepada Penulis agar penulis selalu dalam keadaan sehat,

bahagia dan sukses, yang sampai kapanpun tidak akan dapat Penulis balas seluruh

kasih sayang yang telah papa berikan kepada Penulis. Tanpa papa, mungkin Yanti

tidak dapat meraih cita-cita dan dapat menimbah ilmu di Magister Kenotariatan

Universitas sumatera Utara ini, Terima kasih papa, dan anak-anak ku yang sangat

kusayangi yang selalu memberikan doa dan semangatnya kepada Penulis.

Terhadap kebaikan dan kemurahan hati semua pihak tersebut, Penulis hanya

dapat mendoakan dan menyerahkan kepada Allah SWT semoga Allah SWT

memberikan balasan yang setimpal baik di dunia dan di akhirat kelak. Amiin Ya

Rabal Alamin.

Hormat Penulis

(12)

Nama : YANTI MALA, SH, SPn

Tempat/ Tgl Lahir : Medan / 21 Mei 1965

Status : Menikah

Alamat : Jalan Sei Blutu Pasar IX No. 103 Medan

II. ORANG TUA

Nama Bapak : Prof. Dr. H. Delfi Lutan, MSc. Sp.OG.K

Nama Ibu : Almh. Hj. Jumi Khayast

III. PENDIDIKAN

1. SD Harapan : 1972-1978

2. SMP Persit Kartika Candra Kirana : 1978-1981

3. SMA Bhayangkari : 1981-1984

4. S1 FH Panca Budi : 1994-1999

5. SPn Kenotariatan USU : 1999-2002

(13)

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR ISTILAH ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori... 12

2. Konsepsi ... 20

G. Metode Penelitian... 23

BAB II USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN NOTARIS DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGINGKARAN OLEH PARA PIHAK DALAM AKTA NOTARIS... 28

A. Karakter Akta Notaris ... 28

1. Pengertian Akta Notaris ... 28

2. Akta Notaris Sebagai Akta Otentik ... 29

3. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Yang Sah ... 33

B. Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris ... 36

C. Asas-Asas Dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris... 41

(14)

D. Usaha Yang Dapat Dilakukan Notaris Dalam Mencegah Terjadinya Pengingkaran Oleh Para Pihak Dalam Akta Notaris ... 55

a. Membacakan Isi Akta Notaris ... 55

b. Melaksanakan Seluruh Kewajiban Notaris ... 57

c. Melekatkan Surat dan Dokumen Serta Sidik Jari

Penghadap Pada Minuta Akta ... 60

BAB III UPAYA HUKUM NOTARIS TERHADAP SANKSI PERDATA DAN SANKSI ADMINISTRATIF UNTUK AKTA NOTARIS YANG MEMPUNYAI KEKUATAN PEMBUKTIAN.. ... 63

A. Larangan Terhadap Notaris Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik . . 63

B. Upaya Hukum Notaris Terhadap Sanksi Perdata dan Sanksi

Administratif ... 66

1. Sanksi Perdata ... 66

a. Menjaga Batasan Akta Notaris Agar Tidak Menjadi Akta yang Mempunyai Kekuatan Pembuktian di Bawah Tangan... 69

b. Menjaga Batasan Akta Notaris Agar Tidak Batal

Demi Hukum ... 73

2. Sanksi Administratif ... 78

BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR

347/PDT.G/2012/PN-MDN PEMBUKTIAN TANPA MELANGGAR PRINSIP HUKUM ... 81

(15)

2). Perbuatan tersebut Melawan Hukum ... 95

3). Adanya Kerugian Bagi Korban ... 95

4). Adanya Hubungan Klausal Antara Perbuatan dengan Kerugian ... 96

5). Adanya Kesalahan... 97

C. Analisa Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/pdt.g/2012/PN.Mdn... 97

1. Kasus Posisi... 97

2. Putusan Hakim ... 99

3. Analisa Putusan ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107

(16)

Undang, dibuat oleh/dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta itu dibuat

2. Notaris = Pejabat Umum yang bewenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan

yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang

dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.

3. Onkreukbaar= Tidak ada cacatnya

4. Onrechtmatigedaad =Perbuatan melawan hukum

5. van rechtswegenietig =batal demi hukum

6. Rechtszekerheid= kepastian hukum

7. Theoria= Perenung

8. Ttruth= kebenaran

9. Justice= keadilan

10.Law wants justice = hukum mengendalikan keadilan

11.individual right = hak asasi individu

12.fairness = Kepatutan

13.protection public interest = melidungi masyarakat .

14.social order =ketertiban sosial

(17)

18.BurgerlijkWetboek =Kitab Undang-Undang Hukum perdata

19.ambtelijkeakten= akta pejabat

20.partij-akten= akta para pihak

21.Pactasuntservanda= perjanjian yang mengikat para pihak

22.waarneembaarheid= Dapat segera atau mudah dilihat

23.Rechstaat= Negara hukum .

24.Standard of duty= standar kewajiban

25.trust and confidence =kepercayaan dan kerahasiaan

26.Good faith= itikad baik

(18)

3. PP = Peraturan Pemerintah,

4. Keppres =Keputusan Presiden ,

5. Perpu = Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

6. PN = Pengadilan Negeri

7. PPAT = Pejabat Pembuat Akta Tanah.

8. BW =Burgerlijk Wetboek

9. MARI = Mahkamah Agung Republik Indonesia

10. UUPA = Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria

11. SKMHT = Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

(19)

dimaksud dalam Undang-Undang ini/atau berdasarkan Undang-Undang Lain”, sehingga akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Karenanya pembuktian akta atentik tersebut hanya dapat dibatalkan jika secara lahiriah, materil dan formal terbukti akta otentik tersebut cacat hukum, maka penelitian tentang “Kekuatan Pembuatan Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN) perlu diteliti.

Meneliti masalah tersebut diatas teori yang digunakan adalah kepastian hukum yang didukung oleh teori pertanggungjawaban hukum. Oleh Hans kelsen yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban hukum sehubungan dengan kewajiban hukum yang diperintahkan dalam Undang-Undang, yaitu diterapkan dalam pelaksanaan Jabatan Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang membuat akta otentik guna memberi kepastian hukum, dan perlindungan hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder.

(20)

pihak (Azas hukum Pacta Sunt Servanda), dan pembuatan akta otentik tidak dapat dibuktikan telah melanggar syarat subjektif dan objektifnya sehingga akta tidak dapat dibatalkan.

(21)

laws” so that the deeds drawn up by a Notary is authentic. Therefore, the authentic deeds can be cancelled when they are physically, materially, and formally legally defective. In this case, the research on the Evidentiary Value of Drawing up Authentic Deeds which Cancels Notarial Deeds (A Case Study on the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN) needs to be conducted.

The research used legal certainty which was supported by the theory of legal responsibility. Hans Kelsen points out that legal responsibility, related to legal obligation under the law, is applied in the implementation of a Notarial Profession as a public official empowered to draw up authentic deeds in order to provide legal certainty and legal protection for those who make the contract. The research used judicial normative with descriptive analytic method and secondary data.

The conclusion of the research was that a Notary’s attempt to forestall the breach of the parties concerned in Notarial deeds was by performing his obligation as a Notary as it is stipulated in Notarial Act No. 2/2014 and notarial Code of Ethics. In practice, a Notary has to read the content of the deed and explain to the person appearing about the content before some witnesses, either from the Notary himself or from the person appearing, provide a special pages for finger prints as evidence, in case of any dispute in the future. A Notary’s attempt to deter civil sanction on notarial deeds which have evidentiary value as underhanded deeds and the cancelation by law is by proving that the deeds have complete evidentiary value and do not violate Article 84 of Notarial Act. He has to fight and explain that the deeds are made upon the request of the parties concerned according to the procedures. If he can prove it from the physical, formal, and material viewpoints, he can counter sue in order to defend his rights and obligation in performing his profession. A Notary’s attempt to deter administrative sanction is by filing a complaint to the Supervising Board that has imposed the sanction on him. If there is no sufficient response, he can file the complaint to the State Administrative Court. In the case of the Verdict of Medan District Court No. 347/PDT.G/2012/PN-MDN, the judge has applied law of evidence without violating the law because the deeds drawn up by the Notary has had legal certainty, based on the evidence presented by the plaintiff and the defendant which reveals that all deeds are similar and in line with Article 1338 of the Civil Code which states that all of the evidence reveals that the deeds are final and consecutive (the principle of Facta Sunt Servanda) and that the authentic deeds cannot be canceled since they do not violate the subjective and objective requirements.

(22)

A. Latar Belakang

Negara Indonesia sebagai negara hukum menjamin segala hak warga negara

sama kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan. Pelaksanaan tugas dan

kewajiban elemen-elemen pemerintahan dilakukan berdasar pada hukum atau

peraturan perUndang-Undangan.1 Pada situasi yang sama setiap orang harus

diperlakukan sama di hadapan hukum. Pada kehidupan bermasyarakat yang

sederhana tentunya hubungan diantara warganya lebih banyak didasarkan pada

kebiasaan dan norma berdasarkan nilai dan moral yang ada dan tumbuh dari

masyarakat itu sendiri. Pada kehidupan paling kompleks kepastian hukum sering kali

menjadi tumpukan mekanisme roda kehidupan masyarakat, kita mengetahui bahwa

kehidupan sering mengandung banyak ketidak pastian, oleh karena itu naluri setiap

orang cenderung untuk mendapatkan jaminan yang mendekati kepastian. Kepastian

hukum dalam hal ini diwakili oleh Akta Notaris yang dianggap dapat memberikan

garansi atau jaminan kepada para pihak terhadap kejadian yang akan terjadi diantara

para pihak pembuat perjanjian yang dituangkan dalam Akta tersebut, karena dambaan

akan kepastian hukum inilah alan kepastian yuridis dengan meminta bantuan Notaris.

Dengan berkembangnya kehidupan perekonomian dan sosial budaya di

masyarakat, maka kebutuhan akan Notaris makin sangat dirasakan perlunya dalam

(23)

kehidupan masyarakat, oleh karena itu kedudukan Notaris dianggap suatu

fungsionaris di dalam masyarakat, Notaris dalam menjalani jabatannya sebagai

Pejabat Umum, diangkat oleh Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri

Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia dan bekerja untuk Negara

untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam pembuatan Akta otentik. Jabatan

Notaris bukan suatu jabatan yang digaji dan Notaris tidak menerima gajinya dari

Pemerintah, akan tetapi mereka mendapatkannya dari mereka yang meminta

jasanya. Intinya, Notaris adalah pegawai pemerintah tanpa gaji dari pemerintah dan

juga Notaris dipensiunkan oleh pemerintah tanpa mendapat pensiun dari pemerintah2.

Setiap masyarakat membutukan seseorang yang keterangan-keterangannya

dapat diandalkan, dapat dipercaya yang tanda tangannya serta segelnya dapat

memberikan jaminan dan bukti kuat sebagai seorang ahli yang tidak memihak dan

penasehat hukum yang tidak ada cacatnya(onkreukbaaratauunimpeachable).3

Notaris dalam menjalani jabatannya sebagai Pejabat Umum, diangkat oleh

Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia

Republik Indonesia dan bekerja untuk Negara untuk melayani kebutuhan masyarakat

dalam pembuatan Akta otentik. Jabatan Notaris bukan suatu jabatan yang digaji dan

Notaris tidak menerima gajinya dari Pemerintah, akan tetapi mereka mendapatkannya

dari mereka yang meminta jasanya. Intinya, Notaris adalah pegawai pemerintah tanpa

2

G.H.S Lumban Tobing, SH, ”Peraturan Jabatan Notaris”, cet 3, (Jakarta: Erlangga, 1980), hal.36.

3 Tan Thong kie, Buku I Studi Notaris dan Serba Serbi Praktek Notariat, (Jakarta: Ichtiar

(24)

gaji dari pemerintah dan juga Notaris dipensiunkan oleh pemerintah tanpa mendapat

pensiun dari pemerintah.4

Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum

dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat

bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan

hukum dan Undang-Undang yang mengatur Jabatan Notaris adalah Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 yang menegaskan: “Notaris adalah Pejabat umum yang

berwenang untuk membuat Akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang

lainnya.5Melalui pengertian Notaris tersebut terlihat bahwa kewenangan seorang

Notaris adalah menjadi Pejabat umum, sedangkan wewenangnya adalah membuat

Akta otentik.

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan Negara baik

kewenangan maupun materi muatannya tidak berdasarkan peraturan

perUndang-Undangan, delegasi atau mandat melainkan berdasarkan wewenang yang timbul dari

freis ermessen yang dilekatkan pada administrasi Negara untuk mewujudkan suatu

tujuan tertentu yang dibenarkan oleh hukum(beleidsregelataupolicyrules).6

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan

hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak

bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya, dengan demikian jika seseorang

(25)

Pejabat (Notaris) melakukan sesuatu tidakan diluar wewenang yang telah ditentukan

dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.7

Notaris juga berwenang untuk membuat Akta yang berkaitan dengan

pertanahan. Kewenangan Notaris membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan

sepanjang bukan tindakan hukum dalam bentuk Akta jual beli, tukar menukar, hibah,

pemasukan dalam perusahaan, pembagian harta bersama, pemberian hak tanggungan,

pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik karena tindakan hukum

tersebut mutlak wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Keperluan masyarakat akan alat bukti tertulis berupa Akta otentik sangat

erat kaitannya dengan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk

selanjutnya akan disebut KUHPerdata)8 yaitu ”Suatu Akta otentik ialah suatu Akta

yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dibuat oleh atau

dihadapan Pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana Akta dibuatnya”,

dan pelaksanaan Pasal tersebut maka diundangkanlah Undang-Undang Jabatan

Notaris Nomor 30 Tahun 2004 dan sekarang telah direvisi dengan dikeluarkannya

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa

yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai

kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris

sungguh-7Philipus M. Hadjon,Tentang Wewenang, Yuridika,(Fakultas Hukum Airlangga, Nomor 5 dan

6, Tahun XII, 1997), hal I.

8Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),

(26)

sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara

membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses

terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perUndang-Undangan yang

terkait bagi para pihak penandatanganan Akta. Dengan demikian, para pihak dapat

menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris

yang akan ditandatanganinya.9

Menurut Chairani Bustami dalam tesisnya yang berjudul Aspek-Aspek

Hukum Yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam

Kota Medan, menyebutkan:

Masalah tanah adalah sangat aktual bagi manusia dimana saja, terutama dalam masa pembangunan. Timbulnya masalah-masalah tanah bukannya disebabkan karena tidak adanya peraturan-peraturan yang memadai, bukannya tidak ada manusia yang mampu melaksanakannya, melainkan lebih banyak disebabkan oleh kurangnya menguasai dan menghayati bidang keagrariaan/pertanahan, sehinga dalam pelaksanaannya terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku yang akan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan dan persengketaan berjalannya dan tidak terdapat kepastian hukum bagi para pihak.Untuk mengatasi hal tersebut selain dengan mengeluarkan Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan lain seperti Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang gunanya untuk lebih melengkapi dan menyempurnakan peraturan mengenai tanah yang secara keseluruhan peraturan-peraturan itu untuk mengatur tentang kehidupan masyarakat, untuk memelihara, memanfaatkan tanah dan lebih penting dari semua itu bahwa tanah mempunyai fungsi sosial.10

Dalam pembuatan Akta yang berkaitan dengan pertanahan dalam praktek

9

Paragraf V Penjelasan Undang-Undang Jabatan Notaris.

10 Chairani Bustami,Aspek-Aspek Hukum yang Terkait dalam Akta Perikatan Jual Beli yang

(27)

Notaris sehari-hari tentunya juga mengandung resiko-resiko hukum, dan salah

satunya dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/Pdt.

G/2012/PN. Mdn yaitu pengingkaran atas pembuatan Akta yang telah disepakati

bersama dihadapan Notaris, menurut P bahwa P telah dirugikan oleh A, B, dan N

karena P merasa tidak pernah melakukan transaksi jual beli atas rumah dan bangunan

yang dimilikinya baik kepada B maupun kepada pihak lainnya, itu artinya Akta

Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris tidak diakui oleh P

bahwa P telah melepaskan haknya atas sebidang tanah dan bangunan, karena menurut

P hanya meminjamkan surat-surat tanahnya kepada A yang menyatakan bahwa teman

A bersedia memberikan pinjaman uang asalkan P bersedia menandatangani Surat

Perjanjian Hutang Piutang yang telah dipersiapkan dikantor N, dan P merasa sangat

terkejut tentang pengakuan lisan B bahwa yang ditandatangani P di kantor N adalah

bukan Surat Perjanjian Hutang Piutang yang berkaitan dengan pinjaman uang oleh A

sebagaimana yang diterangkan A dan B pada Tanggal 25 November 2010, melainkan

yang ditandatangani P adalah Akte Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Nomor 29

Tanggal 25 November 2010 yang diperbuat dan ditandatangani oleh N dan

lembaran-lembaran surat dibawah tangan atas nama P dengan A tanggal 25 November 2010

yang telah mendapat legalisasi dengan Nomor 152/I/YM/XI/2010 tertanggal 29

November 2010 dari N.

Dalam hal ini menurut P, N dengan sengaja tidak berada di kantornya pada

saat P menandatangani lembaran-lembaran surat tersebut dan pegawai yang ditugasi

(28)

lembaran-lembaran surat yang akan ditandatangani oleh P.Dan dalam hal ini P

beranggapan bahwa A, B dan C secara bersama-sama telah berbuat dengan itikat

yang tidak baik dan secara tipu muslihat telah melakukan perbuatan melawan hukum

(Onrecht matigedaad)terhadap P yang mengakibatkan penggugat merasa dirugikan.

Dalam asas hukum nemo plus yuris, seseorang tidak dapat melakukan tindakan

hukum yang melampaui hak yang dimilikinya, dan akibat dari pelanggaran tersebut

batal demi hukum(van rechtswegenietig), yang berakibat perbuatan hukum tersebut

dianggap tidak pernah ada dan karenanya tidak mempunyai akibat hukum dan apabila

tindakan hukum tersebut mengakibatkan kerugian, maka pihak yang dirugikan dapat

meminta ganti rugi kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut.11

Asas nemo plus yuris memberikan perlindungan hukum kepada pemegang

hak yang sebenarnya terhadap tindakan pihak lain yang mengalihkan haknya tanpa

sepengetahuannya, oleh karena itu asasnemo plus yuris,selalu terbuka kemungkinan

adanya gugatan kepada pemilik yang namanya tercantum dalam sertipikat dari orang

yang merasa sebagai pemiliknya.12

Menurut asas itikad baik orang yang memperoleh sesuatu hak atas tanah

dengan itikad baik, maka dia akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut

hukum, namun untuk membuktikan dan menilai itikad baik juga sulit karena hal itu

berkaitan dengan batin dan perasaan seseorang dalam melakukan suatu perbuatan

hukum, dalam hal ini yang dianggap beritikad baik yaitu seseorang itu hanya bersedia

11Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, (Surabaya, Arloka, 2003),

hal 189

(29)

mendapatkan hak dari orang yang terdaftar haknya.13

Namun dalam Putusan ini hakim menolak gugatan dari P untuk seluruhnya

dengan pertimbangan-pertimbangannya seperti yang tertuang dalam Akte Pelepasan

Hak Dan Ganti Rugi tersebut telah mengikat para pihak (azas hukum facta sunt

servanda) yang sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yaitu “ semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang

membuatnya”, yang akhirnya pihak P melakukan memori banding terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/Pdt.G/2012/PN-MDN Tanggal 15 April 2013.

Otentisitas dari Akta Notaris bersumber dari Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang

Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014, dimana Notaris dijadikan sebagai “Pejabat

Umum yang berwenang membuat AktaOtentikdan kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang Lain”,

sehingga Akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh

sifat Akta otentik. Dengan perkataan lain, suatu Akta yang dibuat oleh Notaris

mempunyai sifat otentik, bukan oleh karena penetapan Undang-Undang, akan tetapi

oleh karena Akta itu dibuat “oleh” atau“dihadapan” seorang Pejabat umum,14seperti

yang disyaratkan dalam pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi “ Suatu Akta otentik

adalah Akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dibuat

oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat

dimana Akta itu dibuat. Pegawai yang berwenang yang dimaksud adalah Notaris

13J. Satrio,Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian,(Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1995), hal 177

(30)

seperti ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun

2014, Notaris yang dalam profesinya, sesungguhnya merupakan institusi yang dengan

Akta-Aktanya menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dan mempunyai sifat

otentik. Alat pembuktian itu tidak semata-mata tergantung pada hukum materiil yang

kita pakai untuk diterapkan kepada kita, karena yang penting adalah bahwa alat

pembuktian itu dapat membuktikan dengan sah dan kuat tentang suatu peristiwa

hukum, sehingga menimbulkan lebih banyak kepastian hukum (rechtszekerheid).15

Kebenaran atau otentiknya Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti rugi oleh Notaris dapat

dibuktikan dan berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penelitian ini menarik

untuk diangkat menjadi judul penelitian tentang tesis tentang “Kekuatan Pembuatan

Akta Otentik Yang Membatalkan Akta Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan

Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan

diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Apa usaha yang dapat dilakukan Notaris dalam mencegah terjadinya

Pengingkaran oleh para pihak dalam Akta Notaris?

2. Bagaimana Upaya Hukum Notaris Terhadap Sanksi Perdata dan Sanksi

Administratif untuk Akta Notaris yang Mempunyai Kekuatan Pembuktian?

3. Apakah Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor

347/PDT.G/2012/PN-MDN telah Sesuai menurut Hukum Pembuktian?

(31)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa yang dapat dilakukan Notaris dalam

mencegah terjadinya pengingkaran oleh para pihak dalam Akta Notaris.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya hukum Notaris terhadap Sanksi

Perdata dan Sanksi Administratif untuk Akta Notaris yang mempunyai

kekuatan pembuktian.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa pertimbangan hakim dalam Putusan

Pengadilan Negeri Medan Nomor 347/PDT.G/2012/PN-MDN telah Sesuai

menurut Hukum Pembuktian

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi

maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna menambah

khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perjanjian kenotariatan yang

diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan peraturan

khususnya dibidang kenotariatan.

2. Manfaat Praktis

(32)

permasalahan dalam perjanjian khususnya hal jual beli dan bagi para Notaris

dalam hal menjaga kemurnian profesinya, sehingga dapat memberikan jalan

keluar terhadap masalah yang akan diteliti dan pengengembangan ilmu

pengetahuan hukum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap judul penelitian tesis yang ada pada

Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

penelitian dengan judul “Kekuatan Pembuatan Akta Otentik yang membatalkan Akta

Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor

347/PDT.G/2012/PN-MDN).” Belum pernah dilakukan, dan dapat dibuktikan secara akademik, tetapi

peneliti yang pernah dilakukan sebelumnya adalah :

1. Tesis atas nama Meggie Francissia Shaptieni, Nim: 027011042 dengan judul

Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Kontrak Bisnis (Suatu Penelitian Di

Kota Medan), Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Tesis atas nama Mirza Baharsan, Nim: 047011045 dengan judul Identifikasi

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Atas Akta jual Beli Tanah Yang

Dibuat Dihadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (Kajian Putusan-Putusan

Sengketa Akta Jual beli Tanah di Pengadilan Negeri Medan), Mahasiswa

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(33)

Penyelesaian Masalah Pertanahan Pada Areal Perkebunan di Sumatera Utara

(Studi Kasus Pada Areal PTPN-II), Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Tesis atas nama Arwin Engsun, Nim: 037011009, dengan judul Akta Notaris

Yang Bersifat Simulasi dengan judul kekuatan Hukum, Mahasiswa Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Tesis atas nama Syafrida Yanti, Nim: 117011094 dengan judul Akibat Hukum

Terhadap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris

Sebagaimana Mestinya Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris (Analisa Putusan Nomor 09/PDT.G/PN-MBO),

Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Tesis atas nama T. Baswedan, Nim: 117011130 dengan judul Kajian Yuridis

Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) Tanah Yang Dibuat Dihadapan

Notaris, Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori berasal dari kata “Theoria”dalam bahasa Latin berarti perenungan,

yang berasal dari kata “thea”dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan

sesuatu yang disebut dengan realitas.

Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba

(34)

memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum16

Agar kerangka teori yang meyakinkan, maka harus memenuhi syarat-syarat ;

a. Teori yang digunakan dalam membangun kerangka berfikir harus merupakan

pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup

perkembangan-perkembangan terbaru.

b. Analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berpikir keilmuan yang

mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekspilist

mengenai postulat, asumsi dan prinsip yang mendasarinya.

c. Mampu mengidentifikasikan masalah yang tumbul sekitar disiplin keilmuan

tersebut, teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan

yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah.

Teori yang digunakan sebagai pisau analitis dalam penelitian ini adalah teori

kepastian hukum yang didukung oleh teori pertanggungjawaban hukum. Kepastian

hukum merupakan salah satu penganut aliran Positivisme yang lebih melihat hukum

sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk peraturan tertulis, artinya

karena hukum itu otonom, sehingga semata-mata untuk kepastian hukum dalam

melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Vant Kant berpendapat bahwa

tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan

terjamin kepastiannya.17

Menurut William T. Gosselt untuk mencapai kepastian hukum maka peran

16

H.R. Otje Salman dan Anton F Susanto,Teori Hukum,(Bandung: Refika Aditama, 2005), hal 21

17Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

(35)

lain yang harus dimainkan oleh hukum dalam masyarakat yang bebas adalah

menegakkan kebenaran dan keadilan, dan pandangan ini diperluas dengan ajaran asas

Equity yang menyatakan bahwa hanya penegakan hukum yang mengandung

nilai-nilai peradapan dan kemanusiaan dan kepatutan yang dapat mencapai kebenaran

(truth) dan keadilan (Justice) dan setiap penegakan hukum yang bertitik tolak dari

nilai-nilai peradaban dan kemanusiaan dan kepatutan, pasti mendekati kebenaran dan

keadilan.18

Teori kepastian hukum yang digunakan dalam menganalisis permasalahan

dalam tesis ini adalah, yaitu teori yang menjelaskan bagaimana hukum dapat

mengatur pembuatan Akta-Akta yang dibuat oleh Notaris yang berkaitan dengan

pertanahan dalam praktek sehari-hari seperti perjanjian jual beli sehingga jual beli

terjadi dengan aman dan tertib tanpa menimbulkan sengketa atau akibat dari

perbuatan Akta tersebut.

Menurut Yahya Harahap, hukum mengendalikan keadilan(law wants justice).

Keadilan yang dikehendaki hukum harus mencapai nilai: persamaan (equality), hak

asasi individu (individual right), kebenaran (truth), Kepatutan (fairness), dan

melidungi masyarakat(protection public interest). Hukum yang mampu menegakkan

nilai-nilai tersebut, jika dapat menjawab:

1. Kenyataan realita yang dihadapi masyarakat,

2. Mampu menciptakan ketertiban(to achieve order),

18 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian

(36)

3. Hendak ditertibkan adalah masyarakat, oleh karena itu orde yang dikehendaki

adalah ketertiban sosial (social order) yang mampu berperan menjamin

penegakan hukum sesuai dengan ketentuan proses beracara yang tertib(ensuring

due process), menjamin tegaknya kepastian hukum (ensuring certainty),

menjamin keseragaman penegakan hukum (ensuring uniformity) menjamin

tegaknya prediksi penegakan hukum (ensuring predictability)

Teori pertanggungjawaban digunakan untuk mengetahui tanggung jawab dan

kewajiban Notaris menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan

Notaris dapat dianalisis sesuai dengan teori Hans Kelsen yang membagi tanggung

jawab atau pertanggungjawaban hukum tersebut dalam 2 (dua) kategori, yakni:19

Seseorang bertanggung jawab atas pelanggarannya sendiri di mana individu yang

diwajibkan dan yang bertanggung jawab adalah identik, si calon pelanggar dianggap

bertanggung jawab. Seseorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang

dilakukan orang lain, individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab tidaklah

identik.

Teori pertanggungjawaban diterapkan dalam pelaksanaan jabatan Notaris

sebagai Pejabat publik yang berwenang membuat Akta otentik guna menjamin

kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dan Akta yang dibuat dapat berfungsi

sebagai alat bukti yang bersifat otentik yang merupakan bukti sempurna di

pengadilan.

19Hans Kelsen, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien,Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu

(37)

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan

Notaris Nomor 2 Tahun 2014, menentukan bahwa dalam menjalankan jabatannya,

Notaris berkewajiban:

1. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

2. Membuat Akta dalam bentuk minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian

dari protokol Notaris;

3. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta

4. Mengeluarkan grosse Akta, salinan Akta, atau kutipan Akta berdasarkan

minuta Akta;

5. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,

kecuali ada alasan untuk menolaknya;

6. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji

jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain;

7. Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak

dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari

satu buku, dan mencatat jumlah minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya

pada sampul setiap buku;

8. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak

(38)

9. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu

pembuatan Akta setiap bulan;

10. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar

nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang

tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima)

hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

11. Mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap

akhir bulan;

12. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia

dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat

kedudukan yang bersangkutan;

13. Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit

2 (dua) orang saksi atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta

wasiat dibawah tangan dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,

saksi, dan Notaris;

14. Menerima magang calon Notaris.

Jual beli yang dilakukan dengan Akta Notaris sebagai Akta otentik

mempunyai nilai pembuktian. Kemampuan lahiriah Akta Notaris merupakan

kemampuan Akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai Akta otentik,

jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai Akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum

yang sudah ditentukan mengenai syarat Akta otentik maka Akta tersebut berlaku

(39)

membuktikan bahwa Akta tersebut bukan Akta otentik secara lahiriah.

Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris berkedudukan sebagai Akta

otentik menurut tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris,

dan menurut Irwan Soerodjo bahwa ada 3 (tiga) hal unsuresenseliaagar terpenuhinya

syarat formal suatu Akta otentik yaitu:20

1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang.

2. Dibuat oleh dan Dihadapan Pejabat Umum.

3. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk

itu dan ditempat dimana Akta itu dibuat.

Dalam tataran hukum (Kenotariatan) yang benar mengenai Akta Notaris dan Notaris,

jika suatu Akta dipermasalahkan oleh para pihak maka:21

1. Para pihak datang kembali ke Notaris untuk membuat Akta pembatalan atas

Akta tersebut dan dengan demikian Akta yang dibatalkan sudah tidak

mengikat lagi para pihak dan para pihak menanggung dari segala akibat dari

segala pembatalan tersebut. Pembatalan dengan cara seperti ini selaras dengan

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1420 K/Sip/1987

Tanggal 1 Mei 1979, yng menyatakan bahwa Pengadilan tidak dapat

membatalkan Akta Notaris tetapi hanya dapat menyatakan Akta Notaris yang

bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum, berarti hanya para pihaklah

yang membatalkannya.

(40)

2. Jika para pihak tidak sepakat untuk membatalkan Akta bersangkutan, salah

satu pihak dapat menggugat pihak lainnya dengan gugatan untuk

mendegradasikan Akta Notaris menjadi Akta dibawah tangan, setelah

didegradasikan maka hakim yang memeriksa gugatan dapat memberikan

penafsiran tersendiri atas Akta Notaris yang sudah didegradasikan, apakah

tetap mengikat para pihak atau dibatalkan dalam hal ini tergantung

pembuktian dan penilaian hakim.

Dengan demikian karakter yuridis Akta Notaris yaitu Akta Notaris wajib

dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat karena ada

permintaan para pihak dan bukan keinginan Notaris, meskipun dalam Akta tercantum

nama Notaris tapi dalam hal ini Notaris tidak berkedudukan sebagai pihak

bersama-sama para pihak atau penghadap yang namanya tercantum dalam Akta, dan Akta

Notaris mempunyai pembuktian yang sempurna yang mengakibatkan siapapun terikat

dengan Akta Notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain selain yang tercantum dalam

Akta tersebut, dan pembatalan daya ikat Akta Notaris hanya dapat dibatalkan atas

kesepakatan para pihak yang namanya tercantum dalam Akta dan jika ada yang tidak

setuju maka pihak yang tidak setuju harus mengajukan permohonan ke Pengadilan.

Jika aspek formal maupun lahiriah dipermasalahkan oleh para pihak maka

harus dapat dibuktikan melalui upaya gugatan ke Pengadilan dan memenuhi

unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum yaitu:22

a. Harus ada perbuatan (positif maupun negatif)

(41)

b. Perbuatan itu harus melawan hukum

c. Ada kerugian

d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan

kerugian

e. Ada kesalahan

Kepastian hukum itu juga menunjukan bahwa Akte Notaris itu harus dapat

memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fAkta yang ada dalam Akta

betul-betul dilakukan oleh Notaris, atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap

pada saat yang tercantum dalam Akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan

dalam pembuatan Akta, yaitu secara formal dengan membuktikan hari, tanggal,

bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap dan para pihak yang menghadap, paraf dan

tanda tangan para pihak, saksi dan Notaris dan pembuktian apa yang dilihat,

disaksikan dan didengar oleh Notaris serta mencatatkan keterangan atau pernyataan

para pihak/penghadap (pada Akta pihak).

2. Konsepsi.

Dalam bahasa latin, kata conceptus (di dalam bahasa Belanda: begrip atau

pengertian merupakan hal yang dimengerti). Pengertian bukanlah merupakan

“defenisi” yang didalam bahasa latin adalah idefinition. Defenisi tersebut berarti

rumusan (di dalam bahasa Belanda: onshrijving) yang pada hakikatnya merupakan

(42)

dalam epistemology atau teori ilmu pengetahuan.23 Dalam konsepsi diungkapkan

beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian

hukum.24

Konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori obsevasi, antara

abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi

yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.25

Terlihat dengan jelas, bahwa suatu kosepsi pada hakikatnya merupakan suatu

pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis (tinjauan pustaka),

yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsi

kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi

operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitaan.26

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu

didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara

operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat di peroleh hasil penelitian

yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah

sebagai berikut:

a. Perjanjian adalah “suatu pristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain

atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, maka

timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan

23 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1998), hal 31

24Ibid

, hal 7

(43)

perikatan.”27

b. Akta otentik adalah Akta yang dibuat dalam bentuk yang dikehendaki oleh

Undang-Ungang, dibuat oleh/dihadapan Pejabat umum yang berwenang untuk

membuat Akta itu dibuat.28

c. Akta dibawah Tangan adalah tulisan yang dibuat dalam bentuk yang tidak

ditentukan oleh Undang-Undang, ditanda tangani tidak dihadapan Pejabat Umum

yang berwenang.29

d. Notaris adalah Pejabat Umum yang bewenang untuk membuat Akta otentikdan

kewenangan lainnya mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang

diharuskan oleh peraturan perUndang-Undangan dan atau yang dikehendaki oleh

yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta otentik.30

e. Pejabat umum (dalam bahasa BelandaOpenbar Ambtenaar)adalah Pejabat yang

bertugas membuat Akta umum (Openbare akten) yang diangkat dan

diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk

melayani public dalam hal tertentu.31

f. P adalah pihak yang memiliki hak atas tanah dan bangunan, yang tertera dalam

Akte Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Nomor 29 tertanggal 25 November 2010

sebagai pihak yang melepaskan haknya sebagai pihak yang merasa dirugikan dan

disebut Penggugat.

27

R. Subekti,Op.cit, hal1

28Sutrisno,Komentar Undang-Undang Jabatan Notaris, Buku I, (Medan: USU, 2007), hal 157

29 Ibid

30 Pasal 15 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Jabatan Notaris

(44)

g. A adalah pihak yang membuat perjanjian kerja sama dalam proyek pengadaan di

Seumeleh dengan P (Penggugat), yang turut serta sebagai pihak yang sepakat

menjual sebidang tanah kepunyaan P (Penggugat) dengan perjanjian akan

membeli kembali 2 (dua) bulan setelah tanggal 25 November 2010 dalam Surat

Perjanjian Nomor 151/L/YM/XI/2010 disebut dengan Tergugat I.

h. B adalah pihak yang membeli sebidang tanah dari P (Penggugat), yang disebut

dengan Tergugat II.

i. N adalah Pejabat yang berwenang membuat Akta otentik yang disebut dengan

Tergugat III.

G. Metode Penelitian.

Secara etimologis metode di artikan sebagai jalan atau cara melakukan atau

mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa Yunani “Methodos” yang artinya

“jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merukan titik awal

menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu.32 maka

penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga

diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fAkta hukum tersebut, untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang

timbul didalam gejala yang bersangkutan33, maka dalam metode penelitian

(45)

merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk menyelidiki

suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan

sebagai solusi atas masalah, oleh karena itu metode merupakan keseluruhan langkah

ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah.34

Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian tergantung

kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan

penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan

Penelitian yang dipergunakan adalah bersifat deskriptif analitis yaitu dengan

menggambarkan keadaan yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi

Notaris yang dapat menimbulkan resiko hukum dari Akta yang dibuatnya yang

berhubungan dengan pertanahan seperti pada kasus dalam Putusan Pengadilan

Negeri Medan Nomor 347/Pdt.G/2012/PN.MDN. Penelitian deskriptif ini

dimulai dengan pengumpulan data yang berhubungan dengan pembahasan diatas,

lalu menyusun, mengklasifikasikan dan menganalisisnya serta kemudian

menginterprestasikan data, sehingga diperoleh gambar yang jelas tentang

fenomena yang diteliti.35 Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan

mengunakan metode pendekatan yuridis normatif “metode pendekatan yuridis

normatif dipergunakan untuk mempelajari peraturan perUndang-Undangan”36

yang berkaitan dengan perjanjian yang dibuat oleh Notaris dalam bentuk Akta

34Ulber Silalahi,Metode Penelitian Sosial,(Bandung: Refika Aditanam, 2009), hal 29 35Ibid

(46)

otentik, dan untuk mengetahui apakah landasan legalitas yang digunakan hakim

dalam pertimbangannya telah sesuai dengan fakta dan pembuktian dalam

menjatuhkan Putusan dalam Peradilan khususnya pada Putusan Pengadilan

Negeri Medan Nomor 347/Pdt.G/2012/PN-MDN.

2. Sumber Data.

Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu data sekunder, data

sekunder adalah data yangdiperoleh dari dokumen publikasi, artinya data sudah

dalam bentuk jadi,37yang terdiri dari:

a. Bahan hukum Primer yaitu bahan hukum berupa Peraturan-Peraturan

mengenai hukum agraria dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang

Kenotariatan yaitu:

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

c. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria

d. Undang Nomor 5 Tahun 2004, Tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

e. Kitab Undang-Undang Hukum perdata(Burgerlijk Wetboek)

f. Peraturan Pemeritah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

g. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

37 I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta:

(47)

h. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional

Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

i. Peraturan menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor I Tahun 1999, Tentang Tata Cara Penanganan Sengketa

Pertanahan, Bab I

j. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

KMA/006/SKB/VII/1987 Nomor M-04-PR.08.05 Tahun 1987 Tentang

Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan diri Notaris.

k. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 Tentang KeNotarisan

l. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.13-HT.03.10

Tahun 1993 Tentang Pembinaan Notaris

b. Bahan hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan

hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan obyek yang

diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut

mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus

hukum dan kamus besar hukum bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan caralibrary researchdan

field researchyaitu:

(48)

hukum agraria dan Hukum Perjanjian dibidang kenotariatan yang ditunjang

dengan bahan hukum lainnya.

b. Wawancara yaitu dengan melakukan Tanya jawab serta langsung dengan

membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan nara sumber

yaitu 1 (satu) orang Hakim Pengadilan Negeri Tingkat I Medan, 1 (satu)

Majelis Pengawas Daerah, Notaris yang berkedudukan di Deli Serdang, dan

Notaris yang berkedudukan di Medan.

4. Analisa Data

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka dianalisis secara kualitatif

yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan

kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif, data

kemudian dianalisa secara interpretative menggunakan teori maupun hukum positif

yang telah dituangkan kemudian secara induktif ditarik kesimpulan.38 Metode

penarikan kesimpulan yang dipakai adalah metode deduktif dan induktif. Melalui

metode deduktif, data sekunder yang telah diperoleh akan dijadikan pedoman untuk

menjawab permasalahan dalam analisa tinjauan yuridis terhadap resiko dari

Akta-Akta yang dibuat Notaris dibidang pertanahan. Dengan metode induktif, data primer

yang diperoleh setelah dihubungkan dengan aturan-aturan hukum yang berkaitan

dengan perjanjian yang dituangkan dalam Akta Notaris sehingga dapat ditarik

kesimpulanya.

(49)

BAB II

USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN NOTARIS DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGINGKARAN OLEH PARA PIHAK

DALAM AKTA NOTARIS

A. Karakter Akta Notaris 1. Pengertian Akta Notaris

Menurut S. J. Fachema Andreae, kata Akta berasal dari bahasa latin “acta”

yang berarti “geschrift” atau surat.58 Sedangkan menurut R. Subekti dan R. Tjitro

Sudibio, kata Akta berasal dari kata “acta” yang merupakan bentuk jamak dari kata

“actum”, yang berasal dari bahasa latin yang berarti peraturan-peraturan.39

Jika disimpulkan, maka terdapat beberapa pendapat yang mendefinisikan

Akta, antara lain :

1. Menurut A. Pitlo, seorang ahli hukum, mengemukakan bahwa Akta adalah

suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan

untuk dipergunakan oleh orang lain, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.

2. Menurut Sudikno Mertokusumo, Akta adalah surat yang diberi tanda tangan,

yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak

atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk

pembuktian.40

3. Menurut Prof. R. Subekti SH, Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan

39 Suharjono, “Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum”, Varia PeradilanTahun XI Nomor

123 (Desember 1995) : hal. 128

(50)

sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan

ditandatangani.41

Dari beberapa pengertian mengenai Akta yang diatas, jelaslah bahwa tidak

semua surat dapat disebut suatu Akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang

memenuhi beberapa syarat tertentu saja yang dapat disebut Akta. Adapun syarat

yang harus dipenuhi agar suatu surat disebut Akta adalah:42

1. Surat itu harus ditanda tangani.

Keharusan ditanda tangani sesuatu surat untuk dapat disebut Akta ditentukan

dalam pasal 1869 jo.1874 KUHPerdata. Tujuan dari keharusan ditanda tangani

itu untuk memberikan ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah Akta yang

satu dengan Akta yang lainnya, sebab tanda tangan dari setiap orang

mempunyai ciri tersendiri yang berbeda dengan tanda tangan orang lain. Dan

dengan penanda-tangannya itu seseorang dianggap menjamin tentang

kebenaran dari apa yang ditulis dalam Akta tersebut.

2. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan.

Jadi surat itu harus berisikan suatu keterangan yang dapat menjadi bukti

yang dibutuhkan, dan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu haruslah

merupakan peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan.

2. Akta Notaris Sebagai Akta Otentik

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa

(51)

yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai

kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris

sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara

membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses

terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perUndang-Undangan yang

terkait bagi para pihak penanda tangan Akta. Dengan demikian, para pihak dapat

menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris

yang akan ditandatanganinya.43

Otentik tidaknya suatu Akta (otensitas) tidaklah cukup jika Akta tersebut

dibuat oleh atau di hadapan Pejabat (Notaris) saja, namun cara membuat Akta otentik

tersebut haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-Undang.44

Walaupun ada atau tidaknya hal lain yang tidak dibolehkan oleh Undang-Undang

menurut Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris, perlu dibuktikan

terlebih dahulu secara hukum pidana.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pasal 1868 KUHPerdata menyatakan ”Akta

yang dibuat oleh atau dihadapan” menunjukan adanya 2 (dua) golongan Bentuk Akta Notaris yaitu:

1. Akta yang dibuat oleh (door) Notaris atau yang dinamakan Akta relaas atau Akta Pejabat (ambtelijke akten). Akta relaas atau Akta Pejabat (ambtelijke

Akten) : merupakan suatu Akta yang memuat ”relaas” atau menguraikan secara

43Paragraf V Penjelasan UUJN.

(52)

otentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat,

didengar dan disaksikan oleh pembuat Akta itu, yakni Notaris sendiri didalam menjalankan jabatannya untuk dituangkan dalam Akta Notaris. Akta yang

dibuat sedemikian dan yang memuat uraian dari apa yang dilihat dan

disaksikan serta dialaminya itu dinamakan Akta yang dibuat oleh (door) Notaris (sebagai Pejabat umum).

2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris atau yang dinamakan Akta partij (partij-akten) atau disebut juga Akta para pihak.

Akta partai atau Akta pihak (Partij Akten) merupakan berisikan suatu cerita

dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan

Notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada

Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain

itu sengaja datang dihadapan Notaris dan memberikan keterangan itu atau

melakukan perbuatan itu dihadapan Notaris agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh Notaris didalam suatu Akta otentik. Akta seperti itu dinamakan

Akta yang dibuat dihadapan Notaris (ten overstaan)atau Akta partai/Akta para pihak.45

Sedangkan pengertian Akta otentik sendiri sebagaimana dikemukakan oleh

C.A. Kraan di dalam disertasinya, De Authentieke Akte mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut :

45 Dr. Herlien Budiono, S.H, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang KeNotarisatan,

(53)

1. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu

bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan didalam tulisan dibuat dan dinyatakan

oleh Pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut sebagai suatu tulisan sampai

ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari Pejabat yang berwenang.

2. Ketentuan perUndang-Undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut

mengatur tata-cara pembuatannya yaitu sekurang-kurangnya memuat

ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya Akta suatu tulisan, nama dan

kedudukan/jabatan Pejabat yang membuatnya c.q. data di mana dapat diketahui

mengenai hal-hal tersebut.

3. Seorang Pejabat yang diangkat oleh Negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan

yang mandiri (onafhankelijk-independence) serta tidak memihak ( onpartijdig-impartial) dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan Pasal 1868

KUHPerdatajo. Pasal 15 ayat 1 UUJN.

4. Pernyataan dari fAkta atau tindakan yang disebutkan oleh Pejabat adalah

hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.46

Akta yang dibuat oleh Notaris sebagai Pejabat umum dinamakan Akta otentik.

Sebagaimana Pasal 1868 KUH Perdata menentukan bahwa, Akta otentik dibuat oleh

atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di mana Akta

dibuatnya. Suatu Akta dikatakan sebagai Akta otentik jika terpenuhi syarat-syarat

sesuai dengan pendapat Philipus M. Hadjon yaitu:47

46

C.A.Kraan,De Authentieke Akte, (Gouda Quint BV, Arnhem 1984) hal 143 dan 201.

(54)

1. Bentuk Akta dan tata cara membuat Akta ditentukan oleh Undang-Undang.

2. Akta tersebut di buat di tempat di mana Pejabat yang berwenang itu membuat

Akta.

3. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Yang Sah

Pembuktian dengan tulisan dapat dilakukan dengan Akta otentik maupun

dengan tulisan dibawah tangan.48 Akta otentik mempunyai nilai pembuktian yang

sempurna, kesempurnaan Akta Notaris sebagai alat bukti tidak perlu dinilai atau

ditafsir lain selain yang tertulis dalam Akta tersebut, sedangkan Akta dibawah tangan

mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada

penyangkalan dari pihak lain,49 jika para pihak mengakuinya maka Akta dibawah

tangan mempunyai pembuktian yang sempurna sebagai Akta otentik.50jika salah satu

pihak tidak mengakuinya maka beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang

menyangkal Akta tersebut dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebutdiserahkan

kepada hakim.51

Baik alat bukti otentik maupun Akta dibawah tangan keduanya harus

memenuhi rumusan sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata,

dan secara materil mengikat para pihak yang membutanya (Pasal 1338 KUHPerdata),

sebagai suatu perjanjian yang mengikat para pihak (Pacta sunt servanda)

Januari 2001 hal 3 dalam Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia ( Tafsir Tematik Terhadap UU No 30 Tentang Jabatan Notaris),hal. 126.

48Pasal 1867 KUHPerdata 49

M.Ali Budiarto, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung , Hukum Acara Perdata Setengah Abad, (Jakarta: Swa Justitia, 2004), hal 145

Referensi

Dokumen terkait

Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini masukan berupa seluruh citra alamat tulisan tangan, dan penggunaan jaringan

(Sasaran Mutu) Satuan Unit Base Line Target Capaian Keterangan 2012 2012 2012.. 1 Perencanaan, pengembangan, pemutakhiran, dan monitoring kurikulum secara berkala dan

Promo Yogya merupakan aplikasi berbasis Elektronik yang menampilkan informasi promo produk, berita dan lokasi supermarket Yoya yang berada di Bandung, Jawa Barat..

Kepuasan sering dikaitkan dengan mutu :utu berarti kepuasan  pelanggan" baik internal maupun eksternal Kepuasan tidak hanya bagi  pelanggan ataupun pasien akan

Pada siklus I tidak terjadi penurunan perilaku membolos siswa yaitu dengan skor 111 berada pada kategori yang masih tinggiI. Maka dilanjutkan pada siklus II

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Orientasi pasar yang terdiri dari orientasi pelanggan dan orientasi pesaing serta koordinasi antar fungsi, sedangkan

melalui penerapan metode pengeringan menggunakan bambu, mengembangkan diversifikasi produk olahan serta memanfaatkan limbah rumput laut sebagai pupuk organik cair

Dosis tinggi akan menyebabkan banyak ikan yang mati sedangkan dosis rendah membutuhkan waktu yang sangat lama pada saat pembiusan menjelang pingsan, dan lama waktu