PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Penelitian ini berfokus pada nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam novel Sajak Rindu Lontara Cinta dari Sidenreng karya S. Markus. Sumber data digunakan untuk mencari kearifan lokal yang terkandung dalam novel Sajak Rindu Lontara Cinta dari Sidenreng karya S. Mark bagian-bagian tertentu yang ada di dalamnya. diduga mengandung unsur kearifan lokal dalam novel Sajak Rindu Lontara Cinta dari Sidenreng.
Catatan hasil uraian yaitu tentang kearifan lokal dalam novel Sajak Rindu Lontara Cinta dari Sidenreng. Kearifan lokal yang terkandung dalam novel Sajak Rindu Lontara Cinta Sidenrengo menduduki peringkat pertama kategori ade’or adat. Menggunakan kearifan lokal melalui pendekatan antropologi sastra dalam novel Sajak Rindu Lontara Cinta dari Sidenreng S.
Saran penulis berkaitan dengan Kearifan Lokal dalam puisi Nvel Rindu Lontara Cinta van Sidenreng karya S. Sara Pada kutipan ini terlihat salah satu pandangan masyarakat Sidenreng terhadap bunga kertas.
Tujuan Peneltian
Manfaat Penelitian
KAJIAN PUSTAKA
Kajian Teori
- Sastra dan Karya Sastra
- Puisi, ProsaFiksi, dan Drama
- Novel
- Atropologi Sastra
- Konsep Kearifan Lokal
Dengan membaca karya sastra, kita akan memperoleh sesuatu yang dapat memperkaya wawasan dan meningkatkan harkat dan martabat hidup. Karya sastra merupakan ungkapan kepribadian seseorang yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, semangat dan keyakinan yang berupa gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan semangat melalui alat bahasa dan digambarkan dalam bentuk tulisan (Sumardjo dan Uli, 2017). Pada dasarnya karya sastra sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena karya sastra dapat menyadarkan pembacanya akan kebenaran hidup, meskipun disajikan dalam bentuk fiksi.
Karya sastra dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu karya sastra imajinatif dan karya sastra nonimajinatif. Ciri-ciri karya sastra imajinatif adalah menekankan sifat khayalan, menggunakan bahasa konotatif, dan memenuhi syarat estetis seni. Sedangkan ciri-ciri karya sastra nonimajinatif adalah lebih banyak mengandung unsur faktual dibandingkan imajinasi, cenderung menggunakan bahasa denotatif dan tetap memenuhi syarat estetis seni.
Kritik sastra adalah ilmu yang mengkaji karya sastra dengan mempertimbangkan baik buruknya, baik buruknya karya sastra. Oleh karena itu, tidak mungkin menjalankan teori sastra tanpa landasan mengkaji karya sastra yang konkrit. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa ketiga bidang kajian sastra tersebut sangat diperlukan untuk memahami karya sastra secara utuh dan mendalam.
Oleh karena itu, kajian terhadap karya sastra berarti mempelajari kehidupan sosial, mempelajari manusia, kehidupan, budaya, ideologi, watak, bahkan persoalan-persoalan luas lainnya yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Begitu pula dengan perkembangan karya sastra yang terus mengikuti tren dunia sehingga fenomena sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang terjadi di masyarakat dapat diungkapkan dan dibayangkan dalam sebuah karya sastra. Puisi merupakan karya sastra dengan gaya kebahasaan yang dipadatkan, dipersingkat, dan ditempa dengan pilihan kata bunyi dan kiasan (Helman, 2000).
Tema sebuah karya sastra imajinatif adalah pemikiran yang akan ditemukan oleh setiap pembaca yang cermat sebagai hasil membaca karya sastra tersebut. Tema adalah karya sastra secara keseluruhan, sehingga dalam sebuah novel menentukan lamanya waktu yang diperlukan untuk mengungkap isi cerita. Namun banyak hal dalam karya sastra yang mengandung aspek etnografi kehidupan manusia, dan sebaliknya banyak karya etnografi yang mengandung sindiran sastra.
Dalam hal ini antropologi sastra dapat diartikan sebagai analisis terhadap karya sastra yang berkaitan dengan kebudayaan (Endraswara. Kearifan lokal seringkali kurang mendapat perhatian dalam karya sastra, padahal kearifan lokal sangat identik dengan sastra, misalnya kearifan lokal yang berbicara tentang bahasa, panggilan seseorang dan status sosial.
Kerangka Pikir
Nilai-nilai tersebut akan menjadi landasan hubungan mereka atau menjadi acuan perilaku mereka. Dalam budaya Sulawesi Selatan, terdapat istilah atau semacam jargon yang mencerminkan jati diri dan karakter masyarakat Sulawesi Selatan, yaitu Siri'na pacce. Secara lafdzhiyah Siri' berarti malu (harga diri), sedangkan Pacce atau dalam bahasa Bugis disebut Pesse yang berarti pedih atau bernas (keras, tegas dalam sikap).
Budaya Siri’ na pacce merupakan salah satu filosofi budaya Bugis-Makassar yang wajib dijunjung tinggi. Jika seseorang tidak memiliki siri' na pacce, maka orang tersebut dapat melampaui tingkah laku binatang karena ia tidak mempunyai rasa malu, harga diri, dan kepedulian sosial. Istilah siri'na pacce sebagai suatu sistem nilai budaya sangat abstrak dan sulit didefinisikan karena siri'na pacce hanya dapat dirasakan oleh penganut budaya tersebut.
Bagi masyarakat Bugis-Makassar, siri'na pacce mengajarkan moralitas berupa anjuran, larangan, hak dan kewajiban yang mendominasi tindakan manusia untuk melindungi dan membela diri serta kehormatannya. Siri' merupakan rasa malu yang terbagi dalam dimensi harkat dan martabat manusia, siri' merupakan hal yang tabu bagi masyarakat Bugis-Makassar dalam berinteraksi dengan orang lain, sedangkan paccea adalah kasih sayang untuk melihat. Nilai siri' dapat dipandang sebagai sebuah konsep budaya yang mempunyai makna bagi seluruh perilaku nyata.
Jika anda mengamati pernyataan nilai siri' pada pacce, atau lebih khusus lagi mengamati peristiwa-peristiwa yang berupa perbuatan, perbuatan atau tingkah laku yang dikatakan dilatarbelakangi oleh siri', maka akan diperoleh kesan bahwa nilai siri' ' sebagian besar dibangun oleh perasaan sentimental atau sejenisnya. Pacce atau passe merupakan suatu sistem nilai yang lahir dan dianut oleh masyarakat Bugis-Makassar. Dengan demikian dapat dikatakan betapa besar pengaruh nilai-nilai siri' tersebut terhadap sikap hidup masyarakat Bugis-Makassar, karena hal di atas merupakan falsafah hidup yang secara umum dapat dijadikan benang merah. Berdasarkan analisa di atas, Dapat kita simpulkan bahwa peran siri yang merupakan alam bawah sadar masyarakat Bugis-Makassar, ternyata merupakan nilai-nilai filosofis dan sikap yang dijiwai oleh masyarakat Bugis-Makassar.
Siri'na pacce dalam masyarakat Bugis-Makassar sangat dihormati sebagai falsafah dalam segala aspek kehidupan, dan hal ini juga berlaku pada aspek ketaatan masyarakat terhadap aturan-aturan tertentu, dengan pemahaman terhadap aturan-aturan nilai inilah masyarakat sangat mempengaruhi dalam hukumnya. kehidupan. Siri yang merupakan konsep kesadaran hukum dan filosofi masyarakat Bugis-Makassar merupakan sesuatu yang dianggap sakral. Siri'na pacce merupakan dua kata yang tidak lepas dari karakter masyarakat Bugis-Makassar dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
METODE PENELITIAN
Pepatah ini merupakan salah satu adat istiadat Massorong-Sorong atau persembahan kurban dengan cara membuang sebutir telur ayam kampung yang ada di dalam daun sirih demi keselamatan dalam perjalanan yang dilakukan masyarakat Sidenreng pada masa itu. Kutipan tersebut merupakan salah satu ade' akkalabineng atau norma mengenai masalah kekerabatan dan hubungan sosial yaitu membantu keluarga dalam menyelenggarakan acara hajatan. Kutipan ini merupakan salah satu ade' akkalabineng atau norma mengenai masalah kekerabatan dan hubungan sosial untuk membahas waktu yang tepat untuk mulai bertani musim depan.
Kutipan ini merupakan salah satu ade' abiang atau kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Bugis ketika beranjak dewasa dan merantau untuk mencari kehidupan baru. Kutipan ini merupakan salah satu ade' akkalabineng atau norma mengenai urusan perkawinan serta aturan mengenai hak dan kewajiban rumah tangga, etika dan tata krama dalam perkawinan. Kutipan ini merupakan salah satu ade' akkalabineng atau norma mengenai perkawinan dan hubungan kekerabatan dan didasarkan pada kaidah perkawinan.
Kutipan tersebut merupakan upaya orang tua Halimah untuk tidak melanggar ade' akkalabineng atau norma-norma mengenai urusan perkawinan dan lebih memilih putrinya mati daripada melanggar adat tersebut. Kutipan ini merupakan salah satu ade' akkalabineng atau norma mengenai masalah kekerabatan dan hubungan, tata krama yang baik, pergaulan antar saudara dan saling membantu ketika keluarga melangsungkan pernikahan. Kutipan ini merupakan pidato dalam menjelaskan tata cara atau melakukan langkah-langkah yang dipelajari Vitto agar bangun pagi menjadi lebih semangat.
Kutipan ini merupakan wariq dalam mengklasifikasikan aktivitas dalam kehidupan masyarakat dengan membagi tugas-tugas yang harus dilakukan. Kutipan ini menunjukkan betapa masyarakat pada masa itu percaya bahwa mereka akan selamat dalam perjalanan hanya dengan melempar telur yang ditutupi daun sirih. Kutipan ini menunjukkan bagaimana masyarakat meyakini bahwa orang yang sering berbohong akan tersiksa jika mati di dunia.
Ade' Kutipan ini merupakan salah satu adat istiadat Massorong Sorong atau persembahan dengan cara melemparkan telur ayam kampung ke dalam daun sirih demi keselamatan selama perjalanan yang dilakukan oleh masyarakat Sidenreng pada saat itu. Pidato kutipan merupakan tuturan dalam menentukan tata cara atau menjalankan langkah-langkah yang dipelajari Vitto agar bangun pagi agar lebih semangat. Wariq Kutipan ini merupakan wariq untuk mengelompokkan aktivitas dalam kehidupan masyarakat dengan membagi tugas yang harus dilakukan.
Sara Kutipan ini menunjukkan bagaimana masyarakat pada masa itu percaya bahwa dengan melempar telur yang ditutupi daun sirih saja akan memberikan keselamatan dalam perjalanan. Sara Kutipan ini menunjukkan betapa orang percaya bahwa orang yang sering berbohong ketika meninggal pasti akan tersiksa dengan perbuatannya di dunia ini.