i
Karya Sastra sebagai Media Pertarunga Antar Budaya (Analisis Narasi Tzvetan Todorov dalam Novel Edensor karya Andrea Hirata)
Novel merupakan suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan. Novel pada prinsipnya berbentuk tulis, tidak seperti puisi yang sudah ada berabad-abad sebelum bahasa tulis berkembang, dan masih hidup dalam bentuk lisan sampai sekarang. Novel ini mampu menarik para pembacanya untuk tetap berusaha menggapai mimpi-mimpinya menjelajah kebudayaan Eropa dan mengajak para pembaca masuk lebih dalam ke cerita yang ada pada novel. Terbukti dari novel ini yang mendapat berbagai penghargaan dan terjual hingga 500 eksemplar.
Novel Edensor merupakan tetralogi dari novel Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi yang sangat terkenal di tanah air bahkan internasional. Novel ini masuk ke dalam deretan novel best seller dan banyak mendapatkan penghargaan. Novel Edensor menceritakan tentang kehidupan tokoh Ikal dan Arai di negara Eropa dalam menghadapi kehidupan dengan kebudayaan yang berbeda, menghadapi kesulitan bahasa dan gaya hidup harus dihadapi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik ingin mengetahui lebih lanjut, bagaimana penggambaran budaya Eropa dan apa yang terjadi ketika seseorang dihadapkan oleh lingkungan dan kebudayaan baru. Untuk itu, pertanyaan penelitiannya adalah: Bagaimana penggambaran cerita dalam novel Edensor serta bagaimana pertarungan antar budaya itu dinarasikan dalam cerita.
Untuk mendapatkan data dan hasil yang maksimal, dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan model analisis narasi Tzvetan Todorov. Narasi menurut Tzvetan Todorov adalah apa yang dikatakan, suatu narasi mempunyai struktur dari awal hingga akhir. Narasi dimulai dari adanya keseimbangan yang kemudian terganggu oleh adanya kejahatan. Narasi diakhiri oleh upaya untuk menghentikan gangguan sehingga keseimbangan (ekuilibrium) tercipta kembali.
ii
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan hidayah-Nya kepada setiap makhluk-Nya sehingga
berkat izin-Nya pula akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Kesejahteraan serta kedamaian semoga selalu dilimpahkan kepada makhluk-Nya
yang paling mulia yakni Nabi besar Muhammad SAW, para sahabat beliau dan
orang-orang yang mengikuti beliau.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua tercinta, Ibunda Zaenah dan Ayahanda Sulami yang
dengan penuh kesabaran membesarkan dan merawat penulis dengan cinta
kasihnya, yang tak henti-hentinya mendoakan dan memberi dukungan kepada
penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan studi di Universitas Islam Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1. Ibu Siti Nurbaya, M. Si selaku pembimbing yang telah banyak
menyediakan waktunya, memberikan bimbingan dan petunjuk kepada
penulis.
2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Dr. Arief
Subhan, M. A dan para Wakil Dekan, Suparto, M. Ed, MA selaku Wakil
Dekan bidang akademik, Drs. Jumroni. M.Si selaku wakil dekan bidang
administrasi umum dan , Drs. Sunandar, MA selaku wakil dekan bidang
iii
Ilmu Komunikasi, dan juga seluruh staff pengurus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Kakak-kakakku tercinta Ahmad Yuslam, Musyarofah, S.Pd, Bahaudin, Siti
Nangimah dan laki-laki yang baik hati Ahmad Mujazim, yang selalu
memberikan kasih sayang dan dukungan kepada penulis.
6. Sahabat-sahabatku tersayang, Safitri, Alfia Nurlaila, Ais Muflihah, Diana
Nopiana, Andari Novanti, dan Ishmatun Nisa, yang selalu memberikan
keceriaan dan motivasi.
7. Kawan-kawan seperjuangan KPI B 2010, yang saling memotivasi dan
berjuang bersama-sama dalam menempuh skripsi ini.
Penulis hanya dapat memanjatkan doa semoga semua pengorbanan
mereka untuk penulis menjadikan amal kebaikan serta pahala yang berlipat
ganda. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua,
terutama bagi teman-teman mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Amin.
Jakarta, 16 September 2014
iv
KATA PENGANTAR ………. ii
DAFTAR ISI ……….…….……..….. iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….. 1
B. Pembatasan Masalah ……….……… 5
C. Perumusan Masalah ……….……….. 5
D. Tujuan Penelitian ……….………….. 6
E. Manfaat Penelitian ………. 6
F. Metodologi Penelitian ………...………. 7
G. Tinjauan Pustaka ……….……… 10
H. Sistematika Penulisan ……….……. 11
BAB II KERANGKA TEORI A. Komunikasi Antar Budaya dalam rangkaian teori ...……….. 13
B. Gegar Budaya dalam komunikasi antar budaya……...…..…. 22
v
A. Deskripsi Novel Edensor ………. 39
B. Sinopsis Novel Edensor ………... 41
C. Biografi penulis Andrea Hirata……… 43
BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN
A. Analisis Alur cerita dan Plot dalam Novel Edensor ….…….. 46
B. Analisis Komponen Komunikasi Antar Budaya dalam Novel
Edensor ……… 57
C. Analisis Gegar Budaya dan Masalah Penyesuaian Diri dalam
Novel Edensor ……… 65
D. Analisis Hasil pertarungan antar budaya dalam Novel Edensor
……….……… 79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……… 84
B. Saran ……….. 85
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman modern ini perkembangan teknologi tidak bisa kita hindari,
teknologi yang semakin canggih dan berkembang pesat ikut memberikan andil
kepada perkembangan media massa yang memberikan informasi dan terobosan
baru. Kini media surat kabar, televisi, majalah, bahkan buku-buku membuat
media on line dan aplikasi canggih untuk smartphone sebagai media baru mereka agar perusahaan mereka tetap dapat memberikan informasi kepada masyarakat
dengan mudah dan menarik sehingga masyarakat dapat mengakses informasi
dimana saja dan dalam waktu yang tak terbatas.
Dengan berkembangnya teknologi modern yang canggih saat ini,
informasi dapat diakses dengan media on line. Namun begitu, media cetak masih
diminati masyarakat dan berkembangnya teknologi saat ini tidak mengurangi
minat baca masyarakat terhadap media cetak seperti surat kabar, majalah, dan
berbagai karya sastra khususnya karya sastra novel. Perkembangan media cetak
seperti teks dan tulisan saat ini tidak kalah menarik dengan media on line maupun
televisi, media cetak seperti novel masih banyak diminati masyarakat. Tata bahasa
yang mudah dipahami, alur cerita yang tidak membosankan dan mampu
menggugah perasaan pembaca merupakan salah satu alasan kenapa media cetak
seperti karya sastra novel tetap diminati banyak kalangan.
prosa, khususnya novel, yang dianggap paling dominan dalam menampilkan
unsur-unsur sosial. Karena, novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling
lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah
kemasyarakatan yang juga luas dan bahasa novel cenderung bahasa sehari-hari,
bahasa yang paling umum digunakan masyarakat. Oleh karena itu, novel dapat
mewakili ciri-ciri zamannya.1
Karya sastra membangun dunia melalui kata-kata sebab kata-kata
memiliki energi. Melalui energi itulah terbentuk citra tentang dunia baru dalam
karya sastra. Kata-kata itu pun memiliki aspek dokumenter yang dapat menembus
dunia modern. Pengetahuan mengenai masa lalu dapat diketahui melalui
kata-kata. Berbagai informasi dapat disebarluaskan dari individu ke individu yang lain,
dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain, dan sebagainya.2 Oleh karena itu,
karya sastra tetap dapat menembus pasar modern sampai saat ini.
Andrea Hirata selama ini dikenal dengan novel tetraloginya yaitu Laskar
Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Andrea Hirata melalui
karya sastranya mampu menarik banyak pembaca dengan Novel tetraloginya.
Sebelumnya, Andrea Hirata tidak pernah menulis cerpen maupun karya sastra
lainnya. Namun, meskipun begitu karya Andrea Hirata mampu menjadi novel best seller. Karya Andrea Hirata dapat diterima masyarakat luas, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Novel tetralogi Laskar Pelangi sudah diterbitkan di lebih
1
Nyoman Kutha Ratna, Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 335-336
2
Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta
Amerika dengan judul The Rainbow Troops dan di Jerman dengan judul Die Regenbogentruppe. Dan film Laskar Pelangi yang diadaptasi dari novel Laskar pelangi pada tahun 2009 mampu menyabet 5 penghargaan Indonesian Movie Award dan beberapa penghargaan dari luar negeri. Film Laskar Pelangi juga berhasil menyedot 4,6 juta penonton. Mampu memecahkan rekor box office
nasional dengan jumlah penonton terbanyak. Sedangkan dalam waktu seminggu
film sang pemimpi pada penghujung tahun 2009 mampu menarik sampai 1 juta
penonton.3
Novel Edensor merupakan novel ketiga dari novel tetralogi Andrea Hirata, novel ini menceritakan tentang komunikasi antar budaya ketika sang tokoh di
Eropa. Kisah-kisah tokoh Ikal yang gagah berani menantang kehidupan di
Perancis menimbulkan energi positif bagi para pembacanya. Tokoh Ikal dalam
novel Edensor ini adalah menggambarkan diri Andrea Hirata sendiri.
Di zaman modern, banyak budaya luar masuk kedalam negara ini.
Masyarakat mulai terpengaruh dengan budaya lain yang menurutnya lebih
menarik dan tidak terlalu banyak peraturan. Sedangkan budaya Indonesia lebih
banyak peraturan yang harus dipenuhi masyarakatnya. Peraturan itu dibuat untuk
menjunjung tinggi norma-norma kebudayaan seperti kesopanan dalam berperilaku
dan menghargai orang lain. Dalam novel Edensor, Andrea Hirata mampu
memberikan perenungan dan pelajaran hidup bagi masyarakat agar tetap
menjunjung tinggi dan mempertahankan kebudayaan Indonesia. Karena
3
kebudayaannya agar tetap bertahan sampai generasi-generasi berikutnya. Di
Universitas Sorbone Perancis ketika budaya luar bercampur menjadi satu Andrea
Hirata tetap mencintai budaya Indonesia khususnya daerah asalnya yaitu Belitong.
Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang
mirip pula terhadap suatu objek sosial atau suatu peristiwa. Cara-cara
berkomunikasi, bahasa dan gaya bahasa yang digunakan dan perilaku-perilaku
non verbal, semua itu terutama merupakan respon terhadap fungsi budaya.
Komunikasi terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-individu
yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula. Budaya adalah
suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.4
Dalam novel ini, ada salah satu kalimat yang mengandung motivasi
sehingga Ikal selalu mengingatnya sampai dia di Sorbone, kalimat tersebut adalah
perkataan guru mengajinya semasa kecil dulu yaitu Taikong Hamim "Jika ingin menjadi manusia yang berubah, jalanilah tiga hal ini: sekolah, banyak-banyak membaca Al Qur'an, dan berkelana."
Seperti yang Allah diperintahkan dalam Al Qur‟an surat Al-Mulk ayat 15:
4
Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (QS 67:15)
Novel Edensor memberikan energi yang positif bagi pembacanya. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis novel ini. Analisis yang
dikembangkan adalah narasi pertarungan antar budaya yang terkandung dalam
Novel Edensor karya Andrea Hirata. Jadi, judul skripsi ini adalah “KARYA
SASTRA SEBAGAI MEDIA PERTARUNGAN ANTAR BUDAYA (Analisis
Narasi Tzvetan Todorov dalam Novel Edensor karya Andrea Hirata)”.
B. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi masalah agar tidak terlalu luas pembahasan dalam
skripsi ini, penulis hanya membatasi permasalahan pada analisis narasi dalam
novel Edensor dengan konsep komunikasi antar budaya dengan menggunakan
metode penelitian analisis narasi Tzvetan Todorov.
C. Perumusan Masalah
a. Bagaimana deskripsi alur cerita novel Edensor karya Andrea Hirata menurut analisis Tzvetan Todorov?
b. Bagaimana pertarungan antar budaya dinarasikan dalam novel Edensor
karya Andrea Hirata?
D. Tujuan Penelitian
a. Untuk menggambarkan alur novel Edensor karya Andrea Hirata dengan
novel Edensor karya Andrea Hirata.
E. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Peneliti berharap penelitian ini dapat menambah wawasan bagi
mahasiswa Fakultas dakwah dan ilmu komunikasi dalam penggunaan tulisan
sebagai salah satu media dakwah khususnya novel. Penelitian ini diharapkan
untuk memperkaya hasil penelitian melalui pendekatan analisis narasi dan
menambah aspek kajian komunikasi antar budaya.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada
mahasiswa untuk memanfaatkan kemampuan menulisnya sebagai media
dakwah. Peneliti berharap penelitian ini mampu memberikan wawasan kepada
generasi muda tentang bagaimana menerapkan dan memegang teguh ajaran
agama serta budaya Indonesia dalam segala sendi kehidupan.
F. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
konstruktivis. Paradigma konstruktivis memahami realitas berdasarkan
diteliti.5
Paradigma menurut Lexy J. Moeleong merupakan kumpulan asumsi
dan konsep yang mengarahkan cara berfikir dalam penelitian.6 Paradigma
konstruktivisme adalah pengetahuan dibangun oleh manusia yang bertindak
sebagai agen dalam membentuk realitas sosial dengan cara memahami atau
member makna perilaku manusia itu sendiri melalui pengalaman yang nyata.7
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif tidak
menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.8
3. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan dalam mengumpulkan
data. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan
menggunakan pendekatan analisis narasi. Metode ini dilakukan karena lebih
memenuhi kebutuhan analisa struktur pesan dalam komunikasi. Melalui
analisis narasi penulis dapat mengetahui bagaimana pesan yang disampaikan
dalam novel melalui cerita. Dengan metode ini penulis juga dapat mengetahui
komponen pertarungan antar budaya yang seperti apa yang terkandung dalam
5
Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005, cetakan ke 1, h. 7
6
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 49
7
http://ericcasavany.blogspot.com/, diakses pada tanggal 24 Juli 2014, pukul 14:53
8
mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah
pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu.
Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah Tzvetan Todorov
menurutnya dalam mengolah narasi maupun cerita dapat dilakukan dengan
cara bagaimana makna dan kegemaran dapat terbina dan tersusun dengan baik
dari dalam maupun luar media. Ada dua unsur kajian yang terstruktur dalam
narasi pada media modern, yaitu pertama, teori narasi menganjurkan bahwa
cerita dalam media apapun dan budaya manapun dapat berbagi keunggulan
yang menjadi identitasnya. Kedua, media dapat menceritakan dengan
menggunakan caranya sendiri.9
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik catat,
karena data yang diteliti berupa teks. Sedangkan langkah-langkah
pengumpulan datanya dengan membaca novel Edensor secara berulang-ulang kemudian mencatat kalimat yang mengandung komunikasi antar budaya dari
isi cerita novel tersebut.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan
penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data-data atau
teori-teori dari buku, majalah, internet, dan lainnya yang berkaitan dengan masalah
9
yang digunakan peneliti.
5. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian analisis narasi, data-data akan disesuaikan dengan
metode yang digunakan Tzvetan Todorov yaitu meneliti dari alur ceritanya.
Data tersebut merupakan data yang terdapat dalam novel Edensor. Narasi adalah suatu bentuk wacana dan teks yang berusaha menggambarkan suatu
cerita atau peristiwa yang terjadi secara jelas. Jadi, narasi dapat dibatasi
sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya tingkah laku yang dijalin
Subjek dalam penelitian ini adalah novel Edensor karya Andrea Hirata. Sedangkan objek penelitiannya adalah pertarungan antar budaya yang
terkandung dalam novel Edensor.
G. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merujuk kepada penelitian-penelitian terdahulu, dalam
penelitian ini penulis melakukan tinjauan pustaka ke perpustakaan yang terdapat
di Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian relevan yang penulis temukan antara lain:
1. Nur Afifah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam dengan judul “Narasi Hubungan Ayah dengan Anak dalam
Novel Ayahku (bukan) Pembohong karya Tere Liye, 2014.”
2. Dini Indriani, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam dengan judul “Analisis Narasi Pesan Moral dalam Novel Bumi
Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy, 2013.”
3. Farikha Mardhatilah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam dengan Judul “Analisis Narasi Pesan Politik
dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye, 2014”
Dari beberapa penelitian di atas yang membuat penelitian ini berbeda dan
memiliki kelebihan dari skripsi sebelumnya adalah novel Edensor merupakan
sebelumnya.
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pernyataan penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metodologi penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan
sistematika penulisan.
BAB II KERANGKA TEORI
Bab ini membahas mengenai pengertian analisis narasi, pengertian novel,
prinsip-prinsip novel, dan sistem kepercayaan, nilai budaya, bahasa, relasi antar
agama dan budaya, konflik antar budaya dan agama.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini membahas mengenai gambaran umum novel Edensor karya
Andrea Hirata mencakup biografi Andrea Hirata, karya-karya Andrea Hirata, serta
sinopsis tentang Novel Edensor.
BAB IV ANALISIS DATA
Hasil penelitian ini membahas mengenai temuan data dan pembahasan
yang mencakup karya sastra sebagai media pertarungan antar budaya dan analisis
narasi Tzvetan Todorov dalam Novel Edensor karya Andrea Hirata dilihat dari
Kesimpulan dan saran dari penulis mengenai hal-hal yang telah dibahas
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Komunikasi Antar Budaya dalam Rangkaian Teori
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, sehingga
untuk bisa terhubung dengan manusia lainnya manusia membutuhkan
komunikasi. Komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan
terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Hampir
setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang-orang lainnya dan
kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai
jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan
terisolasi.1
1. Pengertian Komunikasi Antar Budaya
Budaya menampakkan diri, dalam pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk
kegiatan dan perilaku, gaya berkomunikasi. Artinya budaya dan komunikasi
tidak dapat dipisahkan, oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa
bicara siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi
budaya juga turut menentukan orang menyandi pesan. Budaya merupakan
1 Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, cetakan ke-1, h. 14-15
landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beragam pula
praktik-praktik komunikasi.2
Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lain.
Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah
yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan di sandi dalam suatu budaya
dan harus disandi balik dalam budaya lain.3 Komunikasi antar budaya,
komunikasi antar orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik
maupun perbedaan sosio ekonomi).4
Komunikasi antar budaya adalah proses pengalihan pesan yang
dilakukan seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya
berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek
tertentu.
Guo Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa
komunikasi antar budaya adalah proses negoisasi atau pertukaran sistem
simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam
menjalankan fungsinya sebagai kelompok.5
2 Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, cetakan
ke-1, h. 19-20
3 Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2010, cetakan ke-12, h. 20
4 Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi, h. 13
5
Edward B. Tylor berpendapat, bahwa kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Parsudi Suparlan secara lebih spesifik menjelaskan bahwa kebudayaan
merupakan cetak biru bagi kehidupan, atau pedoman bagi kehidupan
masyarakat, yaitu merupakan perangkat-perangkat acuan yang berlaku umum
dan menyeluruh dalam menghadapi lingkungan untuk pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan para warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.
Durkheim yang menyatakan bahwa fungsi sosial agama adalah
mendukung dan melestarikan masyarakat yang sudah ada. Agama dipandang
sebagai sistem yang mengatur makna atau nilai-nilai dalam kehidupan
manusia yang digunakan sebagai titik referensi bagi seluruh realitas. Yoachim
Wach lebih mempertegas, bahwa pengaruh agama terhadap budaya manusia
tergantung pada pemikiran manusia terhadap Tuhan.6
Bahasa cenderung dianggap sebagai sesuatu yang biasa, maka
mungkin tidak begitu jelas bagi kita bahwa bahasa juga merupakan suatu
sistem yang memungkinkan kita untuk mengutarakan keprihatinan,
kepercayaan, dan pengertian dalam bentuk lambang yang dapat dipahami dan
ditafsirkan oleh orang lain.
6
Jadi dengan perantara bahasa, pengertian yang bersifat abstrak dapat
disimpan didalam alam pikiran manusia, yang kemudian dapat diinformasikan
kepada manusia lain. Artinya manusia dapat mengembangkan kemampuannya
untuk berpikir simbolik, yaitu menggunakan pengertian-pengertian yang
abstrak dengan alat bahasa. Manusia dapat berbicara, mengembangkan
kapasitasnya untuk inovasi, dan berinteraksi dalam masyarakatnya dengan
bahasa.7
2. Unsur-unsur Komunikasi Antar Budaya
Unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi antar agama dan budaya
meliputi:
a. Sistem Kepercayaan, Nilai, dan Sikap
Sistem kepercayaan merupakan norma dan prinsip-prinsip yang
ada dalam keyakinan, pemahaman, dan rasa masyarakat yang
bersangkutan dalam berhubungan dengan yang ghaib.8
Kehidupan beragama merupakan kepercayaan terhadap keyakinan
adanya kekuatan gaib yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan
masyarakat. Kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu, seperti
berdoa, memuja dan lainnya, serta menimbulkan sikap mental tertentu,
seperti berdoa, seperti rasa takut, rasa optimis, pasrah, dan lainnya dari
7
Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cetakan ke-1, h. 66-68
8 Bustanudin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
individu dan masyarakat yang mempercayainya. Kehidupan beragama
adalah kenyataan hidup manusia yang ditemukan sepanjang sejarah
masyarakat dan kehidupan pribadinya.9
Agama sangat bervariasi dalam perannya di alam semesta ini dan
cara-cara manusia berhubungan dengan agama tersebut. Agama
kepercayaan juga dapat mengatur moral manusia melakukan atau
melanggar moral. Pada abad ke-19 sistem kepercayaan bentuk agama
manusia terdahulu ada kepercayaan animisme yaitu suatu kepercayaan
terhadap roh, hantu, dahan pohon raksasa, dan jenis kepercayaan lainnya
dan animatisme yaitu suatu kepercayaan terhadap adanya kekuatan lebih
roh.10
Menurut Ninian Smart, Tylor tidak segan-segan menyatakan
bahwa bentuk kepercayaan asal manusia adalah animisme. Teori ini timbul
atas dua hal. Pertama, adanya dua hal yang nampak yakni hidup dan mati,
bahwa kehidupan diakibatkan oleh kekuatan yang berada diluar dirinya.
Kedua, adanya peristiwa mimpi, sesuatu yang hidup dan berada ditempat
lain pada waktu tidur, yakni jiwanya sendiri. Tylor memperkenalkan
istilah animisme untuk menyebut semua bentuk kepercayaan dalam
makhluk-makhluk berjiwa. Animisme tampaknya bersifat universal,
terdapat dalam semua agama, bukan pada orang-orang primitif saja,
9
Yusron Razak dan Ervan Nurtawaban, Antropologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 15-46
10
meskipun penggunaan populer dari istilah itu sering dikaitkan dengan
agama-agama primitif atau masyarakat kesukuan.
Presiden de Brosses, menyatakan bahwa kepercayaan (agama)
berasal dari „fetisisme‟, yakni pemujaan terhadap benda-benda mati dan
binatang-binatang oleh orang-orang Negro Pantai Afrika Barat, kemudian
berkembang menjadi „politeisme‟ dan akhirnya menjadi monoteisme yang
menggambarkan teori ruh dan teori jiwa. Menurut teori tersebut, semua
pengetahuan manusia datang melalui indra yakni sentuhan yang
memberikan kesan yang paling mendalam tentang kenyataan, dan
demikian pula halnya dengan agama „tiada kepercayaan sebelum
pengindraan‟. Sedangkan sesuatu yang tidak dapat diraba seperti matahari
dan langit memberikan ide kepada manusia tentang infinite (tak terbatas) dan juga melengkapi materi ketuhanan. Namun, bagi Max Muller, tidak
semestinya agama dimulai dengan mempertuhankan benda-benda alam,
tetapi benda-benda itu memberikan perasaan adanya infinite dan bertindak sebagai simbol darinya.11
Bahasa merupakan alat utama yang digunakan budaya untuk
menyalurkan kepercayaan, nilai dan norma. Bahasa merupakan alat bagi
orang-orang untuk berinteraksi dengan orang-orang lain dan juga sebagai
alat untuk berpikir. Maka, bahasa berfungsi sebagai suatu mekanisme
11
untuk berkomunikasi dan sekaligus sebagai pedoman untuk melihat
realitas sosial.12
Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi bagi pengembangan
dan isi sikap. Sikap dapat didefinisikan sebagai suatu kecenderungan yang
diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek secara
konsisten. Sikap dipelajari dalam suatu konteks budaya, lingkungan akan
turut membentuk sikap untuk merespon perilaku.13
b. Pandangan hidup
Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya
terhadap hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam semesta, dan
masalah-masalah filosofis lainnya yang berkaitan dengan makhluk hidup.
Pandangan dunia mampu membantu seseorang untuk mengetahui posisi
dan tingkatannya di alam semesta. Pandangan dunia begitu kompleks,
sehingga sulit untuk dilihat dalam suatu interaksi antarbudaya.
Pandangan dunia sangat mempengaruhi budaya, dampaknya tak
terlihat dalam hal-hal yang tampak nyata dan remeh seperti pakaian,
isyarat, dan perbendaharaan kata. Pandangan dunia memengaruhi
kepercayaan, nilai, sikap, penggunaan waktu, dan banyak aspek budaya
lainnya.
12
Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cetakan ke-1, h. 28
13
c. Organisasi Sosial
Cara suatu budaya dalam mengorganisasikan dirinya dan
lembaga-lembaganya juga memengaruhi bagaimana anggota-anggota budaya
mempersepsi dunia dan bagaimana anggota suatu budaya tersebut
berkomunikasi. Keluarga dan sekolah merupakan dua lembaga yang
paling penting dalam mengembangkan perilaku dan sikap anak dalam
memelihara budaya.
Keluarga meskipun organisasi sosial terkecil dalam suatu budaya,
namun mempunyai peranan terpenting dalam mengembangkan kehidupan
anak sampai dewasa nantinya. Sekolah juga organisasi sosial yang
penting. Sekolah diberi tanggung jawab besar untuk mewariskan dan
memelihara suatu budaya. Sekolah merupakan penyambung penting yang
menghubungkan masa lalu dan juga masa depan.14
3. Relasi antar Agama dengan Budaya
Agama dalam pengertian “Addien”, sumbernya adalah wahyu dari
Tuhan.Sedang kebudayaan sumbernya dari manusia. Tuhan mengutus
Rasul untuk menyampaikan agama kepada umat dengan perantara
malaikat. Tuhan mewahyukan firman-firman-Nya di dalam kitab suci.
Prof. H. A. Gibb menulis dalam bukunya: “Wither Islam”, Islam
adalah lebih daripada suatu cara-cara peribadatan saja, tetapi merupakan
suatu kebudayaan dan peradaban yang lengkap. Untuk memberikan
14
gambaran bahwa Islam itu agama yang lengkap sebagai dasar sumber
kebudayaan. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur‟an:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu laki-laki dan perempuan. Dan Kami menjadikan kamu bergolong-golong (bersuku-suku) supaya kamu saling kenal. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kamu ialah yang paling bertaqwa”. (QS. Al Hujurat: 13)15
Menurut Liliweri hubungan dan komunikasi antar agama dapat
ditinjau dari dua dimensi, yakni:
1) Pemahaman bersama antara semua pihak yang berhubungan dan
berkomunikasi tentang tema tugas dan fungsi universal dan internal
agama.
2) Penampilan atau atraksi nilai dan norma serta ajaran agama-agama
yang dapat dinilai melalui perilaku para pemeluknya.16
Pendekatan komunikasi antarbudaya terhadap realitas hubungan
antar agama. Pertama, komunikasi antarbudaya dari pandangan sosiologi
komunikasi membahas peranan agama dan kelompok keagamaan dalam
proses pembudayaan dan pembudidayaan transformasi nilai dan norma
agama dari suatu kelompok dalam suatu masyarakat. Kedua, kelompok
keagamaan dan bahkan agama sekalipun dapat dipandang sebagai satu
etnik yang tetap mempertahankan sistem norma dan nilai sehingga
15
Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), cetakan ke 3, h. 47-49
16
menimbulkan kesan agama bersifat „eksklusif‟, „tertutup‟, sehingga tentu
ada tatanan yang mengatur cara seseorang menjadi anggota suatu agama.17
Hubungan kebudayaan dan agama, dalam konteks ini agama
dipandang sebagai realitas dan fakta sosial sekaligus juga sebagai sumber
nilai dalam tindakan-tindakan sosial maupun budaya. Agama, dan juga
sistem kepercayaan lainnya, seringkali terintegrasi dengan kebudayaan.
Hubungan antar dua budaya dijembatani oleh perilaku-perilaku
komunikasi antar administrator yang mewakili suatu budaya dan
orang-orang yang mewakili budaya lain. Bila komunikasi mereka efektif, maka
saling pengertian tumbuh yang diikuti dengan kerja sama.18
B. Gegar Budaya dalam Komunikasi antar Budaya
Gegar budaya sering dialami banyak orang yang berpindah dari satu
budaya ke budaya lain, atau bisa berpindah secara geografis yang didalamnya
terdapat perbedaan budaya. Gegar budaya merupakan fenomena umum bagi
kalangan urban yang menuntut kesanggupan beradaptasi dengan lingkungan yang
baru. Gegar budaya merupakan akibat tak terhindarkan dari kontak antar budaya
kaum migrant dengan masyarakat pribumi.
17
Ibid, h. 152-153
1. Pengertian Gegar Budaya
Gegar budaya (culture shock) adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau lingkungan baru yang diderita orang-orang yang secara
tiba-tiba berpindah atau dipindahkan ke luar negeri. Gegar budaya
ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda
dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial. Tanda-tanda tersebut meliputi
cara yang dilakukan dalam mengendalikan diri sendiri dalam menghadapi
situasi sehari-hari, seperti kapan berjabat tangan, dan apa yang harus
dilakukan ketika bertemu orang. Petunjuk ini yang mungkin dalam bentuk
isyarat-isyarat, kebiasaan atau norma yang diperoleh sejak kecil. Begitu pula
aspek budaya lainnya seperti bahasa dan kepercayaan yang dianut. Semua
manusia bergantung pada petunjuk kepercayaannya.19
Furnham dan Bochner mengatakan bahwa gegar budaya adalah ketika
seseorang tidak mengenal kebiasaan-kebiasaan sosial dari kultur baru atau jika
ia mengenalnya maka ia tak dapat atau tidak bersedia menampilkan perilaku
yang sesuai dengan aturan tersebut.
Definisi gegar budaya pada mulanya cenderung pada kondisi gangguan
mental. Bowlby menggambarkan kondisi ini sama dengan kesedihan, berduka
cita dan kehilangan. Bedanya dalam lingkup gegar budaya individu merasa
kehilangan relasi, objek atau pendeknya kehilangan kulturnya.
19
Gegar budaya atau dalam istilah lain disebut kejutan budaya, mengacu
pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena berada di tengah suatu
kultur yang sangat berbeda dengan kulturnya sendiri.
Dengan demikian, esensi gegar budaya adalah perbedaan budaya
seseorang (individu) dengan budaya baru di mana ia berinteraksi. Untuk
mengatasi gegar budaya memerlukan adaptasi yang cukup mendalam sehingga
keterasingan yang dialami tidak akan berlangsung lama.20
Bila seseorang memasuki lingkungan baru atau budaya asing, hampir
semua petunjuk hilang. Seseorang akan kehilangan pegangan sehingga
mengalami frustasi dan kecemasan. Biasanya orang yang mengalami frustasi
dan kecemasan akan menolak lingkungan yang membuat dirinya tidak
nyaman dan menganggap adat kebiasaan pribumi itu buruk karena adat
kebiasaan pribumi menyebabkan merasa tidak nyaman. Hal ini merupakan
tanda bahwa orang tersebut sedang menderita gegar budaya. Fase lain dari
gegar budaya adalah penyesalan meninggalkan kampung halaman.
Lingkungan kampung halaman terasa demikian penting. Semua masalah dan
kesulitan yang dihadapi menjadi terlupakan dan hanya hal-hal menyenangkan
di kampung halamanlah yang diingat.
Seseorang mengalami gegar budaya dengan pengaruh yang
berbeda-beda. Meskipun terdapat juga orang yang tidak dapat tinggal di negeri asing.
Namun mereka yang telah melihat orang-orang yang mengalami gegar budaya
20
dan berhasil menyesuaikan diri dapat mengetahui langkah-langkah dalam
melewati proses tersebut.21
2. Faktor Pemicu Perilaku Gegar Budaya
Menurut para antropolog, gegar budaya diawali oleh krisis identitas,
dimana krisis identitas ini dapat menimpa siapapun ketika ia melakukan
migrasi. Migrasi di sisni tidak saja dilihat secara geografis, tetapi lebih
ditekankan kepada migrasi budaya ke budaya asing yang seringkali
melumpuhkan peran, identitas, bahkan harga diri seseorang. Bahasa,
kebiasaan dan polah tingkah laku yang berfungsi dalam budaya asal, tiba-tiba
menjadi tidak berguna. Secara psikologis, kejutan budaya adalah gejala
gangguan jiwa yang dihubungkan dengan konflik-konflik budaya.
Menurut Dayakisni, beberapa faktor yang menjadi pemicu gegar
budaya adalah:
a. Kehilangan cues atau tanda-tanda yang dikenalnya. Padahal cues adalah bagian dari kehidupan sehari-hari seperti tanda-tanda, gerakan bagian-bagian
tubuh, ekspresi wajah ataupun kebiasaan-kebiasaan yang dapat menceritakan
kepada seseorang bagaimana sebaiknya bertindak dalam situasi-situasi
tertentu.
b. Putusnya komunikasi antar pribadi baik pada tingkat yang disadari maupun
tak disadari yang mengarahkan pada frustasi dan kecemasan. Halangan bahasa
adalah penyebab jelas dari gangguan-gangguan ini.
21
c. Krisis identitas, dengan pergi ke luar negeri seseorang akan kembali
mengevaluasi gambaran tentang dirinya. 22
3. Tingkat-tingkat Culture Shock (u-curve)
a. Fase Optimistic
Fase ini berlangsung dari beberapa hari atau beberapa minggu
hingga enam bulan. Fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan
euphoria sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru.
b. Masalah Cultural
Dalam fase ini masalah dalam lingkungan baru mulai berkembang.
Masalah ini muncul karena adanya berbagai kesulitan seperti, kesulitan
bahasa, kesulitan transportasi, kesulitan berbelanja dan fakta bahwa orang
pribumi tidak menghiraukan kesulitan tersebut. Oleh karenanya, akan
timbul sifat agresif, permusuhan, mudah marah, frustasi, dan mencari
perlindungan dengan berkumpul bersama teman-teman setanah air.
c. Fase Recovery
Bila sudah berhasil memperoleh pengetahuan bahasa dan mengenal
budaya barunya, maka ia secara bertahap membuka jalan kedalam
lingkungan yang baru. Biasanya pada tahap ini pendatang bersikap positif
terhadap lingkungan barunya.
d. Fase Penyesuaian
Pendatang mulai dapat menyesuaikan diri dengan budaya barunya
(nilai-nilai, adat khusus, pola komunikasi, keyakinan, dan lain-lain).
22
Kemampuan untuk hidup dalam dua budaya yang berbeda, biasanya juga
disertai dengan rasa puas dan menikmati tanpa merasa cemas, meskipun
kadang-kadang akan mengalami ketegangan sosial.23
4. Mengatasi Gegar Budaya
Gegar budaya perlu diwaspadai agar seseorang mampu dengan cepat
mengatasinya. Karena jika seseorang mengalami gegar budaya, maka
aktivitasnya akan terganggu dan mengalami depresi yang meningkat.
Ada dua cara untuk mengatasi atau mengurangi gegar budaya:
Pertama, membantunya beradaptasi dengan kultur baru. Proses
adaptasi ini bisa mengikuti teori U. Teori ini berpendapat bahwa orang-orang
yang menyeberang kekultur lain akan mengalami tiga fase penyesuaian, yakni
pada awalnya timbul kegembiraan dan optimisme, kemudian diikuti oleh
frustasi, depresi dan kebingungan, dan pada akhirnya muncul adaptasi atau
penyesuaian. Model ini dinamakan pseudo medical.
Kedua, cara menghadapi gegar budaya dapat mengikuti model culture
learning sebagaimana yang digagas oleh Furnham dan Bochner. Inti model ini adalah individu hanya memerlukan untuk belajar dan beradaptasi terhadap
sifat-sifat pokok dari masyarakat baru sehingga adanya perubahan. Namun
demikian, menurut Furnham dan Bochner, bahwa untuk menyesuaikan
terhadap kultur baru, individu tidak perlu menjadikan kultur baru itu sebagai
bagian dari dirinya sehingga seolah-olah mengembangkan dua kultur. Tetapi
23
ketika telah kembali ketempat asal, dapat membuang hal-hal yang telah
dipelajarinya.24
C. Konsep Analisis Narasi Tzvetan Todorov
Narasi merupakan suatu bentuk wacana atau teks yang menceritakan
kembali suatu peristiwa sehingga seolah-olah pembaca melihat atau mengalami
peristiwa itu sendiri. Jadi narasi adalah wacana yang menggambarkan dengan
sejelas-jelasnya peristiwa yang terjadi. Dalam narasi ada bagian yang mengawali
narasi, ada bagian perkembangan dan ada bagian yang mengakhiri cerita tersebut.
Sehingga ada keseimbangan yang menandai kapan narasi dimulai dan kapan
berakhir.25
Menurut Gerald Prince narasi merupakan representasi dari satu atau lebih
peristiwa nyata atau fiktif yang dikomunikasikan oleh satu, dua, atau beberapa
narrator untuk satu, dua, atau beberapa naratee. Sedangkan menurut Porter Abbot narasi merupakan representasi dari peristiwa-peristiwa, memasukkan cerita dan
wacana naratif, di mana cerita adalah peristiwa-peristiwa atau rangkaian peristiwa
(tindakan) dan wacana naratif adalah peristiwa sebagaimana ditampilkan.
Dari definisi para ahli diatas dapat disimpulkan, narasi adalah representasi
atau rangkaian dari peristiwa-peristiwa. Oleh karena itu, sebuah teks baru bisa
24
Ibid, h. 168-169 25
disebut sebagai narasi apabila terdapat beberapa peristiwa rangkaian dari
peristiwa.26
Narasi muncul pertama sebagai hakikat, karena peristwa dan tindakan
adalah hakikat isi cerita yang temporal dan dramatik, sedangkan deskripsi tampil
sebagai tambahan dan bersifat hiasan. Oposisi narasi dengan wacana membedakan
antara penceritaan yang murni yang didalamnya tak seorangpun berbicara dan
penceritaan yang didalamnya kita sadar atas orang yang sedang berbicara.
Meskipun transparan dan tidak bermedianya sebuah naratif mungkin saja muncul,
namun tanda-tanda sebuah pikiran yang menimbang jarang tidak hadir.
Menurut Todorov, narasi adalah apa yang dikatakan, karenanya
mempunyai urutan kronologis, motif, plot, dan hubungan sebab akibat dari suatu
peristiwa. Menurut Todorov suatu narasi mempunyai struktur dari awal hingga
akhir. Narasi dimulai dari adanya keseimbangan yang kemudian terganggu oleh
adanya kejahatan. Narasi diakhiri oleh upaya untuk menghentikan gangguan
sehingga keseimbangan (ekuilibrium) tercipta kembali. Narasi ada tiga fase, yaitu
awal, pertengahan, dan akhir.
Ekuilibrium (keseimbangan) Gangguan (kekacauan) Ekuilibrium
(keseimbangan)
Narasi diawali dari sebuah keteraturan, kondisi masyarakat yang tertib.
Keteraturan tersebut kemudian berubah menjadi kekacauan akibat tindakan dari
seeseorang tokoh. Narasi diakhiri dengan kembalinya keteraturan.27
Teori naratif strukturalis berkembang dari analogi-analogi linguistik dasar
tertentu. Sintaksis (aturan konstruksi kalimat) adalah model dasar aturan naratif.
Satuan minimal naratif adalah “proposisi”, yang dapat juga berupa “pelaku”
(misalnya seseorang) atau “predikat” (misalnya suatu aksi). Struktur proposisi
sebuah naratif dapat diterangkan dengan cara yang lebih abstrak dan universal.
Todorov menguraikan dua tingkat yang lebih tinggi: urutan dan teks. Sekelompok
proposisi membentuk urutan. Urutan dasar dibuat dari lima proposisi yang
menerangkan sebuah keadaan tertentu yang diganggu dan kemudian ditetapkan
kembali meskipun dalam bentuk yang diubah. Kelima proposisi dapat
digambarkan:
Keseimbangan (missal damai)
Kekuatan (serangan musuh)
Ketidakseimbangan (perang)
Kekuatan (musuh dikalahkan)
Keseimbangan (damai dalam term baru)
Urutan rangkaian peristiwa membentuk sebuah teks, urutan peristiwa
dapat disusun dalam berbagai cara, dengan penggabungan (cerita dalam sebuah
cerita, digresi, dan sebagainya) dengan mempertalikan (sebuah rangkaian urutan),
27
atau dengan penggantian (penjalinan urutan), atau dengan pencampuran semuanya
itu.28
D. Novel sebagai Karya Sastra
1. Pengertian Novel
Novel adalah cerita fiksi dalam bentuk prosa dengan panjang kurang lebih
satu volume yang menggambarkan tokoh-tokoh dan perilaku yang merupakan
cerminan kehidupan nyata dalam plot yang berkesinambungan. Novel merupakan
suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan
tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan.
Pada hakikatnya novel merupakan sebuah cerita (sebuah narasi) novel
lebih bersifat bercerita daripada memperagakan. Novel adalah cerita, dan digemari
banyak manusia sejak kecil. Dan setiap hari manusia senang pada cerita, entah
faktual, untuk gurauan, atau sekadar ilustrasi dalam percakapan. Bahasa novel
juga bahasa denotatif, tingkat kepadatan dan makna gandanya sedikit. Jadi novel
mudah dicerna dan dibaca. Novel juga mengandung suspense dalam alur ceritanya, Yang gampang menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. 29
Novel pada prinsipnya berbentuk tulis, tidak seperti puisi yang sudah ada
beabad-abad sebelum bahasa tulis berkembang, dan masih hidup dalam bentuk
lisan sampai sekarang. Sekalipun novel ditulis dan dibaca secara pribadi, untuk
28
Raman Selden, Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991), h. 62-64
memproduksi dan mengedarkannya diperlukan bentuk masyarakat dan industri
yang terorganisasi secara baik. Jadi, secara sosiologis novel menggabungkan apa
yang pribadi dan apa yang sosial. Di sinilah letak keindahan novel.
2. Unsur-Unsur Novel
Bentuk novel dalam kesusastraan merupakan sebuah sistem bentuk.
Dalam sistem ini terdapat unsur-unsur pembentuknya dan fungsi dari
masing-masing unsur. Dalam sistem bentuk novel yang berupa cerita, terdapat unsur-
unsur intrinsik yaitu alur cerita (plot), penokohan, latar cerita (setting), permasalahan, suasana cerita dan sebagainya, unsur-unsur ini membentuk
sebuah struktur cerita yang diungkapkan lewat materi bahasa. Adapun aspek
ekstrinsiknya berupa gagasan sastrawan akibat reaksi dan tanggapan terhadap
hidup lingkungan sosial dan budaya. Dalam aspek ini mengandung nilai-nilai
kognitif konteks budayanya, dan nilai-nilai ideal kehidupan pribadinya.30
Unsur-unsur pembangun sebuah novel secara garis besar
dikelompokkan menjadi dua bagian:
a. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra
itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra
hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara factual akan
dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah
novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta
membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah
30
yang membuat sebuah novel berwujud. Unsur yang dimaksud,
untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot,
penokohan tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau
gaya bahasa, dan lain-lain.
1) Tema
Salah satu unsur penting karya novel adalah tema, yakni
gagasan pokok yang ingin disampaikan pengarang melalui
cerita novel.Tema inilah menentukan besar tidaknya sebuah
karya novel sebagai salah satu bentuk ekspresi budaya
pengarangnya.Tema atau gagasan pokok pengarang tidak
selamanya mudah ditangkap pembaca.Sangat besar
kemungkinan isi gagasan sebuah novel ditangkap oleh para
pembaca dengan arti yang berbeda-beda. Hal ini karena
penerimaan pembaca terhadap novel bersifat
terbuka.Pengarang mewujudkan gagasannya melalui plot,
yakni sebuah penuturan naratif yang mengandung
perkembangan atau dinamika.Justru gagasan dalam bentuk
cerita yang mengakibatkan setiap pembaca dapat menyusun
sendiri struktur bagian cerita sehingga menghasilkan makna
tertentu.31
31
2) Alur (Plot)
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit
orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di
antara berbagai unsur fiksi yang lain. Tinjauan structural
terhadap karya fiksi pun sering lebih ditekankan pada
pembicaraan plot, walau mungkin mempergunakan istilah
lain. Untuk menyebut plot, secara tradisional, orang juga
sering mempergunakan istilah alur atau jalan cerita,
sedangkan dalam teori-teori yang berkembang lebih
kemudian dikenal adanya istilah struktur naratif dan
susunan. Tahapan plot dibedakan menjadi lima bagian
- Tahap situation (tahap penyituasian), tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar
dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap
pembukaan cerita dan pemberian informasi awal.
- Tahap generating (tahap pemunculan konflik), masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut
terjadidnya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini
merupakan tahap awalnya munculnya konflik, dan
konflik itu sendiri akan berkembang dan dikembangkan
menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
- Tahap klimaks, konflik yang dialami pelaku mencapai
titik puncak.
- Tahap denoument (tahap penyelesaian), pada tahap ini konflik yang telah mencapai klimaks diberi
penyelesaian.32
3) Penokohan
Tokoh cerita (character), menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas
moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Tokoh dalam fiksi dapat dibedakan kedalam
beberapa jenis:
- Tokoh utama dan tokoh tambahan
- Tokoh protagonis dan tokoh antagonis
- Tokoh sederhana dan tokoh bulat
- Tokoh statis dan tokoh berkembang
- Tokoh tipikal dan tokoh netral33
4) Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
32
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995), cetakan pertama, h. 149-150
33
yang diiceritakan.Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas.Hal ini penting untuk memberikan kesan
realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu
yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.34
5) Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of view, menyaran pada cara
sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara
atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana
untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi
kepada pembaca.
b. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya
sastra itu, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan
atau sistem oraganisme karya sastra. Atau secara lebih khusus
dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang memengaruhi bangun
cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi
bagian di dalamnya. Meskipun demikian, unsur ekstrinsik cukup
berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh
karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang
sebagai sesuatu yang penting. Unsur ekstrinsik terdiri dari
sejumlah unsur antara lain adalah keadaan subjektivitas individu
34
pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup
yang kesemuanya itu akan memengaruhi karya yang ditulisnya.35
3. Jenis-Jenis Novel
Dari semua genre sastra yang ada, novel paling menyeluruh dalam
mengeksplorasi apa yang subjektif dengan apa yang sosial, dan apa yang
pribadi dengan apa yang kolektif. Dari awal usianya, novel seakan
terpecah-pecah di antara novel-novel yang pengarangnya bertolak dari
“kehidupan” dan novel-novel yang pengarangnya bertolak dari “pola”, dan
juga novel-novel yang pengarangnya lebih tertarik kepada dunia publik
dengan novel-novel yang pengarangnya lebih tertarik kepada kehidupan
pribadi. Sehingga hanya novel besarlah yang mengkombinasikan kedua
kutub tersebut agar tidak merasakan adanya satu kutub lebih menonjol dari
kutub yang lain.36
Jenis-jenis novel berdasarkan genre :
a. Romantis : Novel yang berkisahkan tentang percintaan dan kasih
sayang. Biasanya disertai intrik-intrik yang menimbulkan konflik.
b. Horor : Memiliki cerita yang menegangkan, seram, dan membuat
pembacanya berdebar-debar. Berhubungan dengan
makhluk-makhluk gaib dan berbau supranatural.
35
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 23-24 36
c. Misteri : Jenis novel ini lebih rumit dan dipenuhi teka-teki yang
harus dipecahkan. Biasanya disukai pembaca karena membuat rasa
penasaran dari awal sampai akhir.
d. Komedi : Jenis novel ini memiliki unsur-unsur lucu dan humor.
Sehingga bisa membuat pembacanya terhibur dan sampai tertawa
terbahak-bahak.
e. Inspiratif : Jenis novel yang dapat menginspirasi banyak orang.
Banyak mengandung nilai-nilai moral dan hikmah yang adapat
diambil dalam novel ini.37
37
BAB III
GAMBARAN UMUM NOVEL EDENSOR
A. Deskripsi Novel Edensor
Andrea Hirata tidak mempunyai latar belakang sastrawan, namun Andrea
Hirata mampu menerbitkan banyak novel dan buku. Novel yang paling booming
adalah novel tetraloginya yaitu Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan
Maryamah Karpov. Salah satu novel Andrea Hirata yaitu novel Edensor peneliti
ambil sebagai bahan skripsi ini. Novel Edensor merupakan novel ketiga dari
tetralogi laskar pelangi karya Andrea Hirata diterbitkan oleh Bentang Pustaka
pada bulan Mei tahun 2007. Novel Edensor masuk nominasi penghargaan KLA
(Khatulistiwa Literary Award). Pada tanggal 24 Desember 2013 novel ini sudah difilmkan dan tayang pertama kali dibioskop. Novel Edensor ini terdiri dari 44
mozaik atau 44 judul. Disetiap mozaik Andrea Hirata selalu memberikan
kisah-kisah yang menarik.
Dalam novel Edensor ini Andrea Hirata menceritakan bagaimana dirinya
atau dalam novel ini diberi nama Ikal dan Arai menghadapi budaya baru dan
kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru di Eropa. Novel ini juga
menceritakan perjalanan hidup tokoh Ikal dan Arai untuk menggapai
mimpi-mimpinya. Mimpi itu berhasil mereka wujudkan, mimpi menjelajah Eropa dan
kecintaanya pada A Ling lah yang membuat ia mampu menjelajah Eropa bahkan
sampai Afrika.
39
Sedangkan tokoh Arai berhasil mengunjungi pusara Jim Morrison
penyanyi kesayangannya. Dan tokoh Ikal meskipun tidak dapat menemukan A
Ling, namun tokoh Ikal berhasil menemukan desa Edensor seperti yang terdapat
pada novel pemberian A Ling.
Tokoh yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Ikal adalah Arai. Arai
selalu melindungi Ikal. Bila Ikal dalam bahaya, Arai lah yang siap berada didepan
untuk melindungi Ikal. Arai bahkan rela berkorban untuk Ikal, saat Ikal hampir
mati kedinginan Arai menggendong tubuh Ikal dan meletakkan dibawah pohon
rowan dan menimbunnya dengan daun rowan. Saat berkelana di Eropa Ikal dan
Arai disambangi perampok, Arai melindungi Ikal dengan gagah berani maju
melawan para perampok yang menyerang Ikal dan Arai. Namun puncaknya, Arai
terserang penyakit asma ditengah-tengah risetnya. Tubuh Arai tidak mampu
menahan musim dingin di Paris. Sehingga Arai terpaksa dipulangkan ke
Indonesia.
Novel Edensor terdiri dari 44 mozaik. Dalam setiap mozaik, Andrea Hirata
menyampaikan pesan-pesan yang dapat diambil dari setiap kisahnya. Salah
satunya yang paling memberi kesan pada pembaca yaitu, pesan Arai ketika Pak
Balia menyuruh murid-muridnya untuk berkelana menjelajah Eropa dan Arai
memberi semangat dengan mengatakan “Bermimpilah, karena Tuhan akan
B. Sinopsis Novel Edensor
Semasa kecil Ikal mengantarkan beras dan knur untuk Weh.Weh adalah
sahabat masa kecil ayah dan ibu Ikal. Weh keluar dari Technisce School hidup menyendiri di pangkalan perahu dan meninggalkan tunangannya. Weh terkena
penyakit burut yang meniup skrotum dan kelaki-lakiannya, sudah diobati dengan
jampi dan ramuan namun tak kunjung sembuh. Weh dan keluarganya pernah
melangkahi Al Qur’an, orang kampung menuduhnya kualat mengapa Weh terkena
penyakit burut. Ikal juga mendapat tugas mengantar tembakau untuk Mak Birah
dukun beranak dikampung Ikal. Ikal merupakan anak kelima dari enam
bersaudara yang semuanya laki-laki. Nama lengkap Ikal adalah Aqil Barraq
Badruddin. Dengan nama yang diberikan itu orang tua Ikal berharap nama
tersebut menjadi doa untuk anaknya nanti. Namun apa yang diharapkannya
berbalik dari nama yang disandang Ikal. Ikal selalu saja membuat kekacauan
dikampungnya. Hingga ayahnya putus asa dan mengganti namanya berulang kali
berharap dengan berganti nama, Ikal tidak akan membuat kekacauan lagi. Setelah
lulus SMA Ikal dan Arai merantau ke Jawa untuk kuliah dan bekerja disana.
Namun semasa Ikal kuliah, Arai pindah untuk merantau di Kalimantan. Setelah
lulus kuliah Ikal dan Arai mendaftarkan diri untuk kuliah di Universitas Sorbone
Prancis.
Ikal dan Arai akhirnya diterima di Universitas Sorbone. Mendarat di
Bandara Schipol, Ikal dan Arai dijemput oleh gadis cantik bernama Famke
Somers. Famke adalah orang pertama yang dikenal Ikal dan Arai di Eropa. Dia
Amsterdam naik kereta menuju Brussel langsung di pinggir Belgia, yaitu Brugge.
Brugge merupakan tempat akomodasi Ikal dan Arai. Dari penduduk Belgia yang
separuh berbahasa Belanda separuh berbahasa Prancis. Sampai didepan pagar besi
sebuah rumah bertingkat berdesain kaku berwarna putih, Famke meninggalkan
Ikal dan Arai karena ada keperluan. Ikal dan Arai menemui Simon Van Der Wall,
MVgT, Building Manager. Sikapnya dingin dan kaku, Ikal dan Arai tak bisa tinggal di apartemen itu. Simon Van Der Wall mengkonfirmasi kedatangan Ikal
dan Arai pada pihak Jakarta namun tak ada jawaban. Ikal dan Arai meninggalkan
gedung yang tak bersahabat itu. Ikal dan Arai harus melawan dinginnya suhu
yang semakin mengigil karena tak ada tempat untuk tinggal
Di Sorbone mahasiswa-mahasiswa dari berbagai bangsa saling bergaul.
Orang-orang Inggris, disinilah Ikal mulai belajar budaya-budaya baru dan
memahami gaya hidup mereka. Saling bersaing didalam kelas untuk mendapatkan
nilai yang tinggi. Paris mulai menyambut musim panas. Mimpi-mimpi lama Ikal
dan Arai muncul kembali yaitu menjelajah Eropa sampai ke Afrika bangkit
kembali. Namun terhambat masalah biaya. Ikal dan Arai banting tulang
mengumpulkan uang untuk biaya keliling Eropa. Malangnya setelah uang
dikumpulkan angka itu belum mencapai anggaran minimum menjelajah Eropa.
Ikal dan Arai berencana menjelajah Eropa dengan backpaking dan mengamen. Rencananya mendapat banyak dukungan dari teman-teman sekelasnya.
Paris musim dingin ketika Ikal dan Arai tiba kembali di Sorbone. Ikal
kembali menekuni kewajibannya sebagai mahasiswa, risetnya membuat ia lupa
masuk ICU. Arai diserang Asthma Bronchiale, penyakit ini akan berakibat fatal jika musim dingin sehingga Arai harus beristirahat ditempat yang hangat.
Sehingga Arai terpaksa dipulangkan ke Indonesia. Ikal menyelesaikan risetnya di
Shiefield, ketika Ikal menemui Profesor Turnbul untuk menyerahkan hasil
risetnya tanpa sengaja Ikal menemukan sebuah desa, desa itu adalah Edensor yang
terdapat pada novel yang diberikan A Ling kepadanya.
C. Biografi Andrea Hirata
Mungkin saat ini masyarakat sudah mengetahui nama kecil Andrea Hirata
setelah membaca dan menonton film tetralogi Laskar Pelangi. Andrea Hirata
terlahir dengan nama Aqil Barraq Badruddin Seman Said Harun yang akrab
disapa Ikal. Andrea Hirata lahir di Belitong pada tanggal 24 Oktober 1976.
Andrea Hirata adalah lulusan S1 Ekonomi Universitas Indonesia dan mendapat
beasiswa Uni Eropa untuk studi Master of Science di Université de Paris,
Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, United Kingdom. Andrea
mendapat beasiswa program master di Universitas Sheffield Hallam, Britania
Raya. Tesis Andrea di bidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan
dari universitas tersebut dan ia lulus cum laude. Tesis itu telah diadaptasikan ke dalam Bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi
pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah beredar sebagai
referensi ilmiah.1Andrea Hirata aktif dalam pendidikan dan pengembangan sastra.
1http://profil.merdeka.com/indonesia/a/andrea-hirata/
Dia mengajar sebagai relawan. Di Belitong, dia membuka sekolah gratis dan
Museum Kata Andrea Hirata sebagai museum sastra pertama di Indonesia.
Nama Andrea Hirata dikenal banyak orang dengan kesuksesan novel
tetralogi pertamanya Laskar Pelangi, disusul dengan novel kedua Sang Pemimpi,
novel ketiganya Edensor dan novel keempatnya Maryamah Karpov. Novel Laskar
Pelangi telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 30 bahasa dan diterbitkan di lebih
dari 100 negara oleh penerbit-penerbit seperti Farrar, Straus and Giroux, Random
House, Haper Collins, Penguin, Hanser Berlin, Planeta Madrid, Mercure de
France, Rizzoli Italia, Sunmark Tokyo, Phoenix China, dan lain-lain. The
Rainbow Troops (Laskar Pelangi edisi Amerika) telah diadaptasi ke dalam bentuk koreografi oleh City Dance Company, Washington, D. C.The Rainbow Troops
juga menjadi pemenang pertama kategori general fiction di New York Book
Festival 2013.Die Regenbogentruppe (Laskar Pelangi edisi Jerman) mendapat penghargaan BuchAwards 2013 di Jerman.
Selain keempat novel tetralogi Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor,
dan Maryamah Karpov. Andrea Hirata juga menulis novel lain seperti novel
dwilogi Padang Bulan dan Cinta dalam Gelas, Sebelas Patriot, dan novel Two
Trees (dalam edisi bahasa Indonesia judul tersebut diubah menjadi Ayah). Karya
cerita pendeknya Dry Season, yang telah diterbitkan di majalah sastra terkemuka Washington Square Review oleh New York University pada tahun 2011.2
Sukses dengan novel tetralogi dan hasil tulisannya, Andrea Hirata
merambah dunia film. Novel tetralogi pertamanya diangkat kelayar lebar dengan
judul yang sama Laskar Pelangi pada tahun 2008 dengan Riri Riza sebagai
sutradara dan Mira Lesmana sebagai produsernya. Film ini menjadi film yang
paling terkenal pada tahun 2008. Miles Films dan Mizan Productions kembali merilis film kedua dari tetralogi Laskar Pelangi yaitu Sang Pemimpi pada
penghujung tahun 2009. Ingin mengulang kesuksesan yang sama pada akhir tahun
2013 novel tetralogi ketiga Edensor dirilis Mizan Productions, namun film Edensor ini tidak digarap oleh Miles Films dan Riri Riza. Penggarapan film ini
dipercayakan kepada Benny Setiawan.Hasilnya pun tak kalah dengan film
pertama dan kedua, film Edensor ini mampu menarik perhatian penonton.3
Andrea Hirata berbeda dengan penulis lainnya yang dengan mudah
memberikan informasi tentang kehidupan pribadinya. Andrea Hirata orang yang
cukup hati-hati dalam membuka jati dirinya dan kehidupan pribadinya. Jika
mencari di internetpun tidak banyak informasi yang didapat mengenai Andrea
Hirata.
2
Andrea Hirata, Edensor, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2013), Cetakan pertama edisi revisi, h. sampul belakang
3