• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Keberhasilan Proyek PIR Kelapa Sawit dilihat dari Aspek Investasi Rumah Tangga di Sungai Bahar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Keberhasilan Proyek PIR Kelapa Sawit dilihat dari Aspek Investasi Rumah Tangga di Sungai Bahar"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Keberhasilan Proyek PIR Kelapa Sawit dilihat dari Aspek Investasi Rumah Tangga di Sungai Bahar

The Succuess of The Palm Oil PIR Project Can Be Seen From The Aspect of Household Investment In The Sungai Bahar

A.Rahman1, Rozaina Ningsih2, Gina Fauzia3, Endy Effran4

1Lecturer of Department of Agribusiness, Faculty of Agriculture, University of Jambi Jl. Raya Jambi-Mendalo KM15 Mendalo Muaro Jambi

E-mail Coresponding : gifa.wom@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bersumber dari teori tentang ekonomi rumah tangga petani yang dikembangkan oleh Nakajima yang dimodifikasi dengan memasukkan konsep Miller tentang investasi dalam ekonomi rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah Proyek Perusahaan Inti Rakyat berhasil menumbuhkan kemampuan petani untuk melakukan investasi dalam skala rumah tangga. Penelitian dilakukan di daerah Sungai Bahar terhadap 100 responden petani swadaya ex-proyek PIR kelapa sawit dimana data yang dikumpulkan diolah secara desktrif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada masa pertengahan hingga mendekati dua pertiga masa siklus tanam, kelapa sawit dengan luas 2 hektar masih menunjukkan selisih penerimaan dan biaya yang mampu mendorong petani untuk melakukan investasi. Tetapi setelah melewati masa tersebut yaitu masuk pada akhir siklus tanam, ada indikasi bahwa petani kelapa sawit dengan luas areal 2 hektar sudah tidak mampu menyisihkan pendapatannya untuk keperluan peremajaan atau investasi lainnya. Petani kelapa sawit swadaya ex-proyek PIR yang telah berhasil melakukan investasi terbukti lebih mampu bertahan mengusahakan kelapa sawit yang belum diremajakan karena adanya alternatif pendapatan lain

Keywords: lahan 2ha, ex-PIR, kelapa sawit

ABSTRACT

This study is based on Nakajima's farmer home economics theory, which has been updated to incorporate Miller's concept of household investment. The purpose of this study is to determine whether the People's Core Enterprise Project is effective in increasing farmers' ability to invest on a household level. The study was done in the Sungai Bahar area with 100 independent smallholder respondents from the ex-PIR palm oil project, and the data obtained was analyzed descriptively. Research indicates that even after two-thirds of the planting cycle, oil palm with an area of 2 hectares still demonstrates a difference in revenue and costs, perhaps encouraging farmers to spend..As the planting cycle ends, oil palm growers with 2 hectares may not be able to set aside cash for rejuvenation or other investments.

Ex-PIR project independent oil palm farmers who have successfully invested have proven to be more able to survive growing oil palm that has not been rejuvenated because of the availability of other income possibilities. Keywords: opt- in, conversion, rubber, palm oil.

Keywords: 2 ha area, Ex-PIR, palm oil

LATAR BELAKANG

Keberhasilan Indonesia dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit cukup mengesankan. Indonesia berhasil menggantikan Malaysia sebagai produsen utama dunia sejak tahun 2007 (Baudoin, dkk, ). Hingga tahun 2018 Indonesia mencatat jumlah produksi CPO sebanyak 41,67 juta ton dengan total ekspor 34 juta ton jauh melampaui Malaysia yang pada tahun memproduksi sebanyak 1,67 juta ton. Keberhasilan itu tidak lain karena adanya extensifikasi besar-besaran dalam pengembangan kelapa sawit dimana

(2)

berbagai unsur para pihak seperti perusahaan negara (BUMN), perusahaan swasta atau korporasi dan masyarakat petani ikut berpartisipasi. Hasilnya menunjukkan bahwa laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit di Indonesia jauh melampaui laju pertumbuhan tanaman perkebunan lainnya seperti karet.

Luas areal kelapa sawit saat ini sudah mencapai lebih dari 6 juta hektar atau 10 kali lebih luas dibandingkan luas tanaman karet yang jauh sebelumnya merupakan tanaman utama perkebunan di Indonesia.

Percepatan pertumbuhan luas areal kelapa sawit itu turut dipengaruhi oleh berkembangnya perkebunan kelapa sawit rakyat melalui Proyekk pembagunan yang dikenal sebagai Proyekk Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Proyekk PIR ini diluncurkan pertama kali pada tahun 1977. Di Provinsi Jambi Proyek tersebut untuk kelapa sawit dilaksanakan pada tahun 1983/1984 di Kawasan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi. Jika dikaitkan dengan masa produktif kelapa sawit yaitu sampai umur tanaman 25 tahun (Pahan,2012), maka kebun kelapa sawit rakyat (ex-proyek ) hasil dari Proyekk PIR tersebut pada tahun 2010 sudah berusia di atas ambang ekonomis 25 tahun sehingga apabila tidak diremajakan tentu tidak ekonomis untuk diusahakan.

Melaksanakan peremajaan berarti re-investasi karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Kemampuan re-investasi bagi rumah tangga petani sangat ditentukan oleh keberhasilannya dalam mengelola penghasilan dari kebun kelapa sawit selama masa produktif sebelumnya. Dengan kata lain variabel investasi rumah tangga petani tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan Proyekk PIR kelapa sawit dimana salah satu tujuan dari Proyekk PIR itu sendiri adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Dalam fase menghadapi kebun peremajaan, secara berangsur-angsur tetapi pasti, petani akan kehilangan sementara penghasilan dari kelapa sawit yang luas per kaplingnya 2 hektar sesuai dengan jatah PIR. Kondisi ini disebut sebagai ‘masa transisi’ yaitu masa kritis antara akhir periode pertanaman kebun ex-proyek dimana sudah menurun produksinya (umur >25 tahun) sampai dengan tiba masa produktifnya kebun peremajaan. Pada masa transisi ini petani akan menghadapi beban ganda (over load) secara ekonomi yaitu membiayai kebutuhan rumah tangga sekaligus membiayai kebutuhan kebun peremajaan. Oleh karenanya investasi perlu dilakukan oleh rumah tangga petani, tidak saja ditujukan untuk peremajaan kebun ex-proyek , tetapi juga untuk aneka ragam kegiatan produktif lain agar petani mampu keluar dari ‘jebakan masa transisi’ sehingga dapat melanjutkan kehidupannya selama kebun peremajaan masih belum menghasilkan.

Ragam investasi yang dilakukan petani kelapa sawit tergambar dari pelaksanaan diversifikasi usaha atau mata pencaharian rumah tangga petani. Diversifikasi mata pencaharian adalah kegiatan ekonomi yang biasa dilakukan petani di perdesaan yang pada hakekatnya adalah upaya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik (Culas and Mahendrarajah, 2005; Ellis, 2008; Amurtiya et.al, 2016). Demikian halnya dengan petani kelapa sawit, dimana dengan lahan yang terbatas tanpa diversifikasi usaha petani akan mengalami kondisi ‘deadlock’ atau terjebak masa transisi. Apabila kondisi ini terjadi maka tidak heran jika terdapat petani yang memilih ‘jalan keluar’ dengan melepaskan aset kebun ex-proyek miliknya untuk dijual kepada para pemilik modal atau kepada petani setempat yang berhasil. Dalam konteks ini maka petani tersebut dapat dikatakan gagal dalam melanjutkan usaha kebun yang telah dirintis oleh Proyekk PIR. Sebaliknya petani yang berhasil adalah petani setempat yang mampu memanfaatkan peluang investasi selama masa produktif kebun ex-proyek untuk tetap bertahan hingga sekarang.

Diversifikasi usaha pada perkebunan kelapa sawit memerlukan tindakan investasi yang hanya dapat dilakukan jika investor atau rumah tangga petani memiliki dana atau modal dan siap menggunakannya untuk tujuan investasi. Investasi rumah tangga petani tidak saja diarahkan pada tujuan-tujuan yang bersifat ekonomis seperti diversifikasi mata pencaharian (livelihood diversification), tetapi juga non ekonomis seperti pendidikan dan kesehatan. Dana investasi dapat dihimpun (ditabung) dan dimanfaatkan untuk investasi jika ada selisih positif antara penerimaan dan biaya usahatani kelapa sawit ex-proyek. Sekurang- kurangnya dengan posisi tersebut apabila petani melakukan investasi besar dengan dana kredit Bank, maka masih ada jaminan bahwa pinjaman tersebut akan mampu dilunasi dengan usaha yang ada, termasuk dari hasil investasi.

Untuk melihat keberhasilan suatu usaha, maka salah salah satu indikatornya adalah adanya kemampuan mengakumulasi modal melalui kegiatan menabung serta kemampuannya untuk mengembangkan usaha atau berinvestasi dari hasil usaha tersebut. Oleh karena itu keberhasilan Proyekk PIR kelapa sawit dalam meningkatkan kesejahteran petani dapat dilihat dari kegiatan investasi rumah tangga dari petani kelapa sawit dengan asumsi bahwa hanya petani yang menabung yang mampu berinvestasi atau mengembangkan usahanya. Investasi dalam hal ini adalah kegiatan menanam modal

(3)

dengan maksud untuk mengembangkan usaha dan mendapatkan manfaat di waktu yang akan datang baik dari usaha sejenis maupun usaha lainnya.

Indikator awal untuk melihat apakah petani peserta proram PIR sejahtera atau tidak adalah dengan melihat secara visual kondisi hunian apakah sudah permanen atau masih seperti sediakala (dari kayu/papan). Oleh arena itu maka penelitian dilakukan terhadap petani peserta PIR yang secara visual menunjukkan keragaan hunian yang berbeda dari kondisi pada masa awal dan terlihat menonjol, lalu diamati apakah betul sebagai peserta PIR dari awal dan ada kegiatan investasi.

Penelitian ini bersumber dari teori tentang ekonomi subjektif rumah tangga yang dikembangkan oleh Nakajima (1986) yang dimodifikasi dengan menggunakan model teori investasi rumah tangga dari Miller (1997) bahwa rumah tangga petani yang berhasil tidak hanya melakukan kegiatan produksi, konsumsi dan penawaran tenaga kerja tetapi juga melakukan kegiatan investasi baik investasi ekonomi maupun non ekonomi (sosial).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kawasan Kecamatan Sungai Bahar terhadap petani di tiga desa yang dipilih berdasarkan jaraknya dengan pusat bisnis Unit II PIR Sungai Bahar. Responden adalah petani dengan hunian permanen sebanyak 100 orang.. Data yang diambil mencakup data luas lahan ex- proyek, lahan pekarangan, lahan sawit lainnya, pengdapatan responden baik dari usahatani kelapa sawit maupun dari usaha lain di luar kelapa sawit, investasi kegiatan ekonomi, investasi sosial dan investasi lainnya serta dianalisis secara deskriftip kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Lahan Usahatani Kelapa Sawit

Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa selain kebun plasma ex-proyek yang merupakan jatah peserta PIR, responden juga memiliki lahan kelapa sawit di luar jatah lahan sebagai hasil investasi yang terbagi ke dalam kategori seperti pada Tabel 1. Lahan dalam kawasan ex-proyek -I merupakan lahan jatah yang diterima petani ketika menjadi peserta PIR, lahan ex-proyek -II merupakan lahan ex-proyek yang diperoleh dari membeli kepada petani pemilik lahan ex-proyek -I di lingkungannya. peserta PIR lainnya.

Lahan Pekarangan adalah lahan yang terletak disekitar tempat tinggal yang ditanami kelapa sawit. lahan non ex-proyek adalah lahan yang berada didalam atau di luar kawasan daerah penelitian yang diperoleh dengan cara membangun kebun secara swadaya atau membeli kebun yang sudah dibangun oleh pemilik sebelumnya

Tabel 1. Keadaan Luas Lahan Kelapa Sawit Hasil Investasi Kebun di luar Kebun Plasma Milik Responden di Daerah Penelitian

Kategori lahan Luas

Rata2(ha)

Jumlah Responden (%)

Luas Min (ha) Luas Max (ha)

Dalam Kawasan proyek 2,00 14 2 2

Pekarangan 0,25 78 0,25 0,50

Di sekitar Kawasan 1,46 17 0,75 6

Di luar Kawasan 1,60 7 0,75 2

Dari Tabel 1, ada sebanyak 14 persen responden yang berinvestasi dengan membeli lahan kelapa sawit plasma ex-proyek dengan rata-rata luas 2 ha. Sejak dari awal proyek PIR, petani peserta juga diberi jatah lahan selain kebun plasma berupa lahan pekarangan yang diperuntukkan untuk tanaman pangan seluas 0,5 ha. Pada kenyataannya sebagian besar atau lebih dari 75 persen petani sudah mengalihfungsikannya menjadi kebun kelapa sawit. Selanjutnya hampir sebanyak 20 persen petani selain berinvestasi membeli kebun kelapa sawit di dalam kawasan proyek juga juga membeli lahan kelapa sawit di sekitar kawasan ex-proyek dan sebanyak hampir 10 persen petani membeli lahan sawit di luar kawasan

(4)

proyek. Dari data yang diperoleh didapat fakta bahwa ada kecenderunga petani yang berinvestasi di dalam kawasan ex-proyek, juga memiliki sawit di pekarangan dan lahan sawit disekitar kawasan ex-proyek PIR, bahkan di luar ex-proyek. Lahan di sekitar kawasan ex-proyek PIR ini diperoleh dengan cara membeli lahan kosong lalu menanaminya dengan kelapa sawit atau membeli kelapa sawit yang sudah jadi seperti di Kecamatan Kumpeh Kabuoaten Muaro Jambi maupun di tempat lain di luar daerah penelitian.

Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa lahan kelapa sawit yang dimiliki sebagian responden tidak hanya lahan ex-proyek berupa kebun ex-plasma yang berasal dari jatah pogram PIR yang luasnya 2 ha, tetapi juga dari beberapa lokasi lain, baik di dalam lingkungan proyek PIR atau di luar kawasan proyek PIR. Dengan kata lain bahwa responden sangat menyadari akan dampak buruk dari ketergantungan sepenuhnya kepada lahan plasma ex-proyek karena daya dukungnya terhadap ekonomi rumah tangga terbatas sampai umur ekonomis yang pada saat penelitian ini sudah terasa dampaknya, yaitu rendahnya produktivitas lahan. Pada saat penelitian dilakukan, kisaran produksi kebun yang belum diremajakan hanya 0,7-1,2 ton tandan buah segar per hektar per bulan. Sementara produksi yang ideal yang pernah dicapai oleh 100 persen responden berkisar antara 1,5-2 ton per hektar per bulan.

Investasi Ekonomi

Investasi dalam kegiatan ekonomi rumah tangga petani kelapa sawit yang sekaligus menggambarkan diversifikasi mata pencaharian petani, telah berlangsung sejak kelapa sawit plasma ex- proyek telah berproduksi maksimal. Hal ini terlihat dari tahun transaksi dimana waktu pembelian kebun yang paling awal terjadi pada tahun 1999 dimana tanaman kelapa sawit memasuki umur 16 tahun atau pada puncak produktivitas kebun. Kegiatan investasi yang dilakukan petani tidak terbatas pada pengembangan kebun kelapa sawit sebagaimana diuraikan di atas, tetapi juga melakukan investasi pada usaha non kelapa sawit seperti beternak sapi/kambing/ikan dan usaha non pertanian seperti berdagang dan usaha jasa. Besarnya nilai investasi dan periode pelaksanaannnya disajikan pada Tabel 2..

Penelitian juga menemukan bahwa periode terjadinya kegiatan investasi kebun kelapa sawit baik dengan cara membeli maupun membangun secara swadaya paling banyak terjadi pada periode 1997- 2010 dan setelah periode itu tidak begitu banyak terjadi investasi kebun. Adapun sumber dana yang digunakan oleh responden untuk melakukan investasi berasal dari Tabungan (10%) dan Pinjaman Bank (90 %).

Tabel 2. Investasi Rumah Tangga Responden dalam Kegiatan Ekonomi No Jenis investasi

Jumlah

Responden Investasi (Rp 000) Periode Investasi

Rata2 Min Max

1 Sawit Dalam Kawasan 14 125.156 6.000 259.000 2000-2018

2 Pekarangan 78 6.000 4.000 7.000 2006-

3 Sawit di sekitar Kawasan 17 41.427 9000 300.000 1987-2010

Sawit di luar Kawasan 7 44.300 25.000 120.000 2010-2015

4 Usaha Non Sawit

• Sapi 5 16.667 100.000 240.000 2012

• Kambing 2 11.500 10.000 23.000 2010

• Ikan 1 8.000 - - 2018

• Dagang 35 50.218 500 75.000 2007-2016

• Jasa Angkutan Sawit 3 120.000 60.000 160.000 2008-2016

5 . Peremajaan 63 20.866 1.200 50.000 2012-2018

Dari hasil penelitian mengenai kredit bank, ditemukan bahwa 99 persen responden pernah meminjam uang di Bank. Frekuensi peminjaman antara satu kali hingga 9 kali selama menjadi petani kelapa sawit. Dari sini jelas bahwa a s s e t kepercayaan Bank dalam mendukung kegiatan investasi rumah tangga petani kelapa sawit sangat besar. Namun demikian tidak semua petani meminjam untuk investasi karena ada penggunaan lain yaitu mulai dari merenovasi rumah hingga membeli kendaraan baik sepeda motor maupun kendaraaan roda empat. Semua responden telah memiliki kendaraan sepeda motor dan sebagian diantaranya sebanyak 3 persen di samping memiliki sepeda motor juga memiliki kendaran roda empat (mobil). Kendaraan roda empat yang dibeli juga mengandung unsur investasi karena

(5)

kendaraan tersebut berperan ganda karena juga dipergunakan untuk usaha transportasi (ojek dan carteran).

Untuk investasi peremajaan ditemukan bahwa sekitar 63 persen petani menginvestasikan uangnya untuk peremajaan dengan rincian 39 persen petani yang meremajakan kebun secara toal (tumbang habis tanam kembali) sementara 24 persen baru meremajakan sebagian dari kebun (peremajaan sisipan). Dari penelitian ini ditemukan juga fakta bahwa lebih dari setengah populasi kebun ex- plasma belum tersentuh kegiatan peremajaan dalam arti yang sebenarnya yaitu melalui tatakelola perawatan yang sesuai dengan standar perkebunan kelapa sawit.

Investasi Sosial

Investasi sosial adalah investasi yang bersifat jangka panjang dimana outcome-nya berupa sumberdaya manuisa yang handal, cerdas dan sehat. Harapan yang ditumpahkan pada investasi ini adalah munculnya generasi penerus yang memiliki kemampuan di atas kemampuan orang tuanya. Investsi sosial dalam hal ini adalah pembiayaan pendidikan dan kesehatan, khususnya dalam menyekolahkan anak dan mengikuti program asuransi kesehatan seperti BPJS dan lain sebagainya. Besarnya biaya pendidikan dan kesehatan dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Investasi dalam Bidang Pendidikan dan Kesehatan Keluarga (Rp/bulan)

No Uraian Investasi Jumlah

responden

Rata-rata Min Max

1 Pendidikan

•Sedang berlangsung 59 1.038.661 300.000 3.200.000

•Anak yang sudah selesai kuliah 21 2.075.000 600.000 1.000.000 2 Asuransi Kesehatan (BPJS,Prudensial

dan obat-obatan)

70 124.594 50.000 900.000

Dari Tabel 3 terlihat bahwa aspek pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat diperhatikan oleh responden. Responden siap membiayai anggota keluarganya hingga kuliah. Sebanyak 21 responden menyatakan bahwa responden telah berhasil menyekolahkan putra-putrinya hingga ke jenjang pendidikan tinggi dan ada yang telah menyelesaikannya. Sementara 20 persen responden sudah tidak ada tanggungan untuk pendidikan anggota keluarganya. Dari aspek kesehatan 70 persen responden telah mengikuti Proyekk asuransi kesehatan yaitu BPJS (sebanyak 68 responden) dan Prudensial (2 responden).

Selain investasi sosial terdapat sumber pendapatan dalam bentuk passive income perhiasan emas yang dalam hal ini sukar menggali informasinya, Namun seluruh responden menyatakan bahwa investasi emas ditujukan untuk keperluan perhiasan baik bagi istri maupun anak. Disamping itu membeli emas juga bertujuan untuk jaga-jaga (disposable) ketika ada kebutuhan mendesak sehingga ada yang bisa segera diuangkan untuk menutupi kebutuhan itu. Sementara itu investasi dalam bentuk pembelian saham, tidak ditemukan satu pun responden yang melakukannya, karena investasi saham merupakan aspek yang belum familiar sehingga tidak diminati responden.

Pendapatan Responden

Ukuran yang paling mudah menilai suatu keputusan usaha adalah dengan melihat pendapatan bersih suatu investasi. Investasi bertujuan untuk menambah penghasilan, sehingga dengan melakukan investasi diharapkan penghasilan respond en a k a n meningkat secara signifikan. Dari latar responden sebagai petani atau pekebun kelapa sawit ex-proyek yang semula hanya memiliki 2 ha lahan, tetapi dengan keputusan yang tepat pada waktu yang tepat, yaitu melakukan investasi usaha rumah tangga di saat kondisi produktivitas kebun masih tinggi, maka pada gilirannya petani berpeluang memperleh pendapatan kelapa sawit dari kebun lain. Pendapatan responden adalah penerimaan setelah dikurangi biaya-biaya yang diterima responden setiap bulan yang diperhitungkan dari hasil kegiatan berusahatani maupun usaha lainnya. Tabel 4 berikut menggambakan tentang pendapatan petani kelapa sawit swadaya ex-proyek PIR dari berbagai sumber.

Dapat dilihat bahwa pendapatan yang diterima dari kebun p l a s m a ex-proyek yang membutuhkan peremajaan, sudah sangat rendah yaitu di bawah dua juta rupiah bahkan di bawah satu juta rupiah per bulannya. Jika petani tidak ada sumber pendapatan lain maka usaha kelapa sawit sudah tidak layak lagi.

(6)

Jika dihitung per bulannya maka kemampuan kelapa sawit paling tinggi hanya Rp 1.700.000 jauh di bawah UMP Provinsi Jambi (2019) sebesar Rp 2.423.888. Dengan demikian akan sulit bagi petani kelapa sawit Proyek PIR melanjutkan usahatani kebun kelapa sawitnya jika tidak diantisipasi jauh sebelum fase peremajaan tiba melalui kegiatan investasi.

Tabel 4. Rata-rata Pendapatan Responden dari Kelapa Sawit dan Non Kelapa Sawit Sumber Penghasilan

Jumlah Responden

Pendapatan Rata-rata

(Rp000/bulan)

Minimum (Rp000/bulan

Maksimum (Rp 000/bulan) 1. Kelapa sawit

-Plasma Proyek 100 1.795,5 648 3.402

-dalam kawasan Proyek 14 1.863 1.134 3.240

-pekarangan 78 345 324 525

-di sekitar kawasan Proyek 17 1334,7 405 1.386

-di luar kawaan Proyek 7 1714 1200 2350.

2. Non Kelapa sawit 43 2.192,4 105 6.895

3. Jasa Angkutan 3 2500 1500 4000

Proyek PIR kelapa sawit telah mengubah wajah Kawasan Sungai Bahar, yang semula merupakan kawasan hutan belantara, dalam waktu kurang dari tiga dekade menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi baru dimana telah tumbuh berbagai jenis usaha produksi dan jasa di luar kegiatan produksi utama kelapa sawit. Dari aspek kinerja petani, telah terjadi proses akuisisi kebun diantara petani peserta PIR dimana kebun plasma petani yang gagal dibeli oleh petani peserta PIR yang berhasil. Investasi rumah tangga oleh petani yang berhasil dilakukan karena sejak awal petani tersebut mampu mengelola keuangannya secara efektif, tepat guna. Petani yang gagal menunjukkan ketidakmampuannya dalam mengelola keuangan dari kebun yang sama-sama berasal dari jatah proyek PIR.

Kondisi kebun swadaya ex-proyek saat ini ada yang sudah diremajakan total maupun diremajakan sebagian dan ada juga yang belum peremajaan sama sekali meskipun hasilnya sudah tidak memadai.

Secara umum petani telah berusaha untuk melakukan usaha alternatif (livelihood diversifiation) agar dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Oleh karena itu keberhasilan Proyek PIR dapat dilihat dari kemampuannya untuk terus berkontribusi terhadap berbagai kegiatan ekonomi masyarakat secara produktif dan berkelanjutan. Kesinambungan usaha kelapa sawit berdampak pada keberlangsungan usaha produktif lainnya karena dari kelapa sawit lah efek pengganda itu bermula sehingga dapat dikatakan bahwa kelapa sawit merupakan leading sector dalam pembangunan ekonomi wilayah. Dengan kata lain kelapa sawit tetap menjadi motor penggerak bagi keberlanjutan investasi di sektor lain yang semuanya saling mendukung dan bersinergi satu sama lain. Proyek PIR kelapa sawit telah berhasil menumbuh kembangkan berbagai kegiatan investasi dalam perekonomian perdesaan sehingga menghasilkan pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Keberhasilan Proyek PIR dalam menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi baru (investasi) di daerah penelitian ternyata tidak dibarengi dengan keberhasilan dalam keberlanjutan kerjasama kemitraaan inti- plasma. Hubungan kemitraan inti-plasma gagal berlanjut karena tidak ada lagi perekat kedua belah pihak dalam pengelolaan kebun dan pemasaran kelapa sawit sebagaimana dilakukan sejak awal hingga mendekati akhir proyek. Pada saat ini status kebun plasma PIR berubah menjadi kebun kelapa sawit swadaya.

Hal tersebut ditandai oleh adanya indikasi dimana Perusahaan Inti telah melakukan peremajaan seluruh kebun intinya tetapi gagal melakukan kerjasama peremajaan dengan petani. Petani harus mencari jalan dan cara sendiri untuk melakukan peremajaan kebun plasma, mulai dari penyediaan modal hingga pelaksanaan teknis peremajaan. Sampai dengan penelitian ini dilakukan sebagian besar kebun plasma ex-proyek belum diremajakan. Pada fase berikutnya muncul kebijakan pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membantu petani melakukan percepatan peremajaan. Respon petani atau pekebun sawit terhadap program peremajaan BPDKS tidak diungkap dalam penelitian ini oleh karena memerlukan penelitian yang lebih khusus.

(7)

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Proyekk PIR kelapa sawit dimana perusahaan dan petani bersinergi membangun kebun inti-plasma, telah berhasil memicu perkembangan ekonomi masyarakat melalui investasi rumah tangga. Kegiatan investasi rumah tangga mencakup kegiatan pertanian berbasis sawit, non sawit dan peternakan atau perikanan. Diluar pertanian terdapat kegiatan non pertanian mencakup perdagangan dan jasa. Dengan semakin menurunnya produksi kebun ex-proyek terutama pada fase transisi disertai dengan rendahnya harga TBS, kegiatan investasi rumah tangga mengalami stagnasi karena konsentrasi petani lebih kepada bagaimana memenuhi kebutuhan pokok keluarga.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Rektor Universitas Jambi, Bapak Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jambi dan Ketua Lembaga Penelitian Universitas Jambi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan membiayai penelitian yang menjadi sumber data dari artikel ini. Juga kepada mahasiswa yang turut membantu mempersiapkan instrumen penelitian, mengumpulkan data dan sebagian mengolahnya sehingga dapat dipergunakan untuk penulisan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amurtiya. M, C.A. Lumbonyi, A. Abdullahi, S. A. Olaywola, Z.B. Yaduma, and A. Abdullah.2016. Livelihood Diversification and Income: A Case Study of Communities Resident Along the Kiri Dam, Adamaya State, Nigeria. Journal of Agribusiness and Rural Development. 4(42) 2016,pp 483-492. http://www.jad.edu.pl, DOI:

10.17306/JARD. 2016.75

Bolduoin.A, P.M. Bosc, C. Bessou dan P. Lewang. 2017. Review of the Diversfy of Palm Oil Production System in Indonesia. Case Study of Two Provinces: Riau and Jambi. Working Paper 219. Center for International Forestry Research. Bogor Barat 16115. DOI:10.17528/cifor/006462.

Culas, R., and R. Mahendrarajah.2005. Causes of Diversification in Agriculture over Time: Evidence from Norwegian Farming Sector. Paper prepared for presentation at the 11th

Congressof the EAAE. The Future of Rural Europe in the Global Agri – Food System. Copenhagen, Denmark. August 24-27.pp. 351-357

Ellis.200. Household Strategies and Rural Livelihood Diversification. The Journal of Development Studies. Volume 35, Issue 1. P. 1-35 (Online publishing).

Miller, R.F, dan Harold W. Watts. 1997. A Model of Household Investment in Financial Assets.

URL:.http://www.nber.org/chapters/c1241.

Pahan.I., 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Buku.Penerbit PT.

Penebar Swadaya. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat 7 variabel kunci untuk mencapai kondisi kebun plasma kelapa sawit berkelanjutan yaitu : luas lahan, status lahan, teknologi. pengelolaan, modal, SDM, kelembagaan dan

Untuk tanaman kelapa sawit berumur 3-14 tahun produksi TBS adalah 5-21 ton/Ha/tahun pada lahan kelas IV (lahan tidak baik) sehingga dapat dilihat bahwa produksi kebun plasma PT BPP

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaruh luas lahan, tenaga kerja dan pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge. Data yang

Pemasaran hasil produksi pada penelitian 81,67 % petani peserta program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) kelapa sawit menjawab bahwa saluran pemasaran

Berdasarkan keterlibatan wanita tani terhadap usahatani kelapa sawit di Desa Kasoloang maka dapat diketahui bahwa kontribusi pendapatan yang diperoleh wanita

Pendapatan usahatani sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani kelapa sawit di Kecamatan Budong – Budong Kabupaten Mamuju Tengah dan petani

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, diperoleh hasil bahwa integrasi pakan sapi dengan tanaman kelapa sawit pada lokasi plasma tidak mungkin dilakukan seperti di kebun

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Estimasi Karbon Tersimpan Tanaman Kelapa Sawit Varietas Socfindo Pada Kelas Kesesuain Lahan S3 di Kebun Aek