• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecerdasan Intelektual, Emosional, dan Spiritual

N/A
N/A
Y Dw

Academic year: 2024

Membagikan "Kecerdasan Intelektual, Emosional, dan Spiritual"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KECERDASAN INTELEKTUAL (IQ), KECERDASAN EMOSIONAL (EQ), DAN KECERDASAN SPIRITUAL (SQ)

OLEH KELOMPOK 5 1. ANASTASYA NEPA

2. CORNELIS MAGE

3. IMMANUELA CHRISTIANI DAMI 4. INTAN FEUK

PRODI MANAJEMEN PERUSAHAAN JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS

POLITEKNIK NEGERI KUPANG 2024

(2)

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN

(4)

BAB II PEMBAHASAN

2.1INTELEGENCE QUOTIENT (KECERDASAN INTELEKTUAL) Intelligence Quotient atau yang biasa kita sebut dengan IQ merupakan suatu indikator untuk mengukur kecerdasan seseorang. Kecerdasan yang dimaksud, yaitu kecerdasan yang terbentuk atas proses pembelajaran dan pengalaman hidup. IQ menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir, mengingat, memahami, mengevaluasi, mengolah, menguasai lingkungan, dan bertindak secara terarah. Biasanya, IQ memiliki kaitan yang erat dengan intelektual, logika, kemampuan menganalisis, pemecahan masalah matematis, dan strategis.

Selain itu, IQ juga memiliki keterkaitan dengan keterampilan berkomunikasi, merespons atau menanggapi hal-hal yang ada di sekitarnya, serta kemampuan mempelajari materi-materi bilangan, seperti matematika.

Melalui sekolah, kecerdasan ini diasah dengan berpikir secara rasional.

Misalnya, saat kita belajar tentang matematika, kita dilatih untuk memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah dari soal itu.

Tes IQ ini mulai ada sejak akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1890-an.

Konsep ini diciptakan dan terpikirkan pertama kali oleh Francis Galton (sepupu Charles Darwin sang Bapak Evolusi). Galton mengambil landasan dari teori Darwin mengenai konsep survival individu dalam suatu spesies. Sederhananya, yaitu teori mengenai cara bertahan hidup masing- masing orang, karena keunggulan dari sifat-sifat tertentu yang dimilikinya dan merupakan turunan dari orang tua mereka.

Galton pun menyusun sebuah tes yang mengukur intelegensi manusia dari aspek kegesitan dan refleks otot-ototnya. Baru lah di awal abad ke-20, Alfred

(5)

Binet, seorang psikolog dari Perancis, mengembangkan alat ukur intelegensi manusia yang sekarang telah dipakai oleh banyak orang.

Di tahun 1983, penelitian mengenai konsep tes intelegensi manusia ini pun berlanjut oleh psikolog Harvard, Howard Gardner. Ia menyebutkan, bahwa kecerdasan manusia bukan merupakan sebuah konsep tunggal atau bersifat umum. Menurutnya, kecerdasan tersebut merupakan beberapa set kemampuan yang spesifik dan berjumlah lebih dari satu. Semua itu merupakan fungsi dari bagian-bagian dari otak yang terpisah, serta merupakan hasil dari evolusi manusia selama jutaan tahun.

Seiring perkembangan zaman, orang-orang mulai sadar akan pentingnya intelegensi dan pengetesannya. Banyak para ahli psikologi yang mulai meneliti dan membuat berbagai hipotesis tentang kecerdasan. Muncullah perbedaan pendapat dengan masing-masing bukti yang dianggap kuat oleh masing-masing pihak.

Ada yang menganggap bahwa, kecerdasan adalah konsep tunggal yang dinamakan Faktor G (General Intelligence). Ada juga yang menganggap kecerdasan itu pada intinya terbagi jadi dua macam set kemampuan, yaitu fluid (Gf) dan crystallized (Gc). Oleh sebab itu, sepanjang abad ke-20, berbagai macam pengetesan kecerdasan pun akhirnya banyak yang berpatokan ke pandangan-pandangan itu.

Faktor lain yang turut andil dan memiliki peran besar dalam membentuk kecerdasan seseorang, yakni faktor genetik. Ini lah teori yang dimaksud oleh Galton. Maka, umumnya tingkat IQ seseorang tidak jauh berbeda dengan saat mereka masih kecil hingga dewasa.

(6)

Namun, tidak menutup kemungkinan adanya hal-hal lain yang mempengaruhi tingkat kecerdasan intelektual seseorang. Misalnya, seperti lingkungan dan ilmu pengetahuan yang didapat selama proses akademik.

2.2 Jenis-Jenis Intelligent Quotient (IQ)

Mengutip Very Well Mind, menurut Howard Gardner awalnya ada delapan jenis kecerdasan manusia. Kedelapan jenis IQ itu antara lain, sebagai berikut.

 Kecerdasan linguistik (verbal-linguistic)

 Kecerdasan matematik atau logika (logical-mathematical)

 Kecerdasan spasial (visual-spatial)

 Kecerdasan kinetik dan jasmani (bodily-kinesthetic)

 Kecerdasan musikal (music-rhythmic and harmonic)

 Kecerdasan interpersonal (interpersonal)

 Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal)

 Kecerdasan naturalis (naturalistic)

Nah, seiring berjalannya waktu, akhirnya Gardner menambahkan satu lagi aspek kecerdasan kesembilan, yaitu eksistensial (existential). Kecerdasan yang mencakup sisi spiritual dan transendental. Walaupun akhirnya jenis kecerdasan ini mulai populer, tapi teori mengenai eksistensial ini mendapat banyak kritik karena kurangnya bukti empiris.

Oleh karena itu, sampai sekarang para ahli belum sepakat dalam mendefinisikan apa itu kecerdasan, diukur menggunakan alat apa, serta apa arti dari skor kecerdasan seseorang. Di beberapa negara maju, sekarang banyak yang sudah tidak memakai istilah tes IQ lagi. Alih-alih, mereka menyebutnya dengan tes tertentu, seperti tes kemampuan akademik, tes kecerdasan verbal, dan sebagainya.

(7)

2.3EMOTIONAL QUOTIENT (KECERDASAN EMOSIONAL)

Emotional Quotient atau EQ merupakan kecerdasan emosional yang berkaitan dengan karakter. Kecerdasan ini berhubungan dengan kemampuan diri dalam mengontrol perasaan, mengenali perasaan orang lain, adaptasi, disiplin, tanggung jawab, kerja sama, dan juga komitmen. EQ pun terkait dengan kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, dan mengontrol emosi dirinya serta emosi terhadap orang-orang di sekitarnya.

Seseorang yang tidak memiliki EQ yang baik, tidak akan bisa mengontrol amarah, kurang terbuka, sulit bekerja sama dengan orang lain, mudah curiga, susah memaafkan, hingga tidak bisa berempati, dan lain sebagainya. Banyak hal dalam hidup yang dibangun oleh kecerdasan emosional daripada kecerdasan intelektual. Para peneliti pun mengatakan, bahwa EQ mempunyai posisi lebih penting daripada IQ.

Sebab, IQ tidak sama dengan EQ. Bisa saja seseorang yang memiliki IQ rendah, tapi ia memiliki EQ yang amat tinggi. Di samping itu, EQ juga bukan turunan maupun bawaan sejak lahir. EQ dapat diasah, diperkuat, serta diajarkan kapan saja melalui pendidikan karakter, memahami perasaan orang lain, dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia kerja. EQ menjadi satu hal yang sangat penting. Sebab, kamu tentu tidak akan bekerja seorang diri. Kamu akan berhubungan dan berkomunikasi dengan banyak pihak, seperti rekan kerja, atasan, hingga klien. Maka dari itu, kecerdasan emosional yang baik diperlukan agar kamu bisa menjalin kerja sama yang baik pula.

Konsep Emotional Quotient pertama kali diciptakan oleh Keith Beasley yang dimuat dalam tulisannya di artikel Mensa pada tahun 1987. Akan tetapi, istilah EQ ciptaanya baru mendunia (dan berubah menjadi EI) setelah Daniel Goleman menerbitkan bukunya pada tahun 1995 yang berjudul

Emotional Intelligence – Why it can matter more than IQ”. Walaupun buku

(8)

Goleman dianggap bukan sebagai buku akademik, tapi konsep EI yang disusun olehnya membuat para ahli psikologi lagi-lagi berlomba-lomba membuat penelitian tentang hal ini.

Alasan Goleman mengubah istilah EQ menjadi EI karena lebih tepat penggunaannya untuk menjelaskan konsep kecerdasan emosional yang dimaksud. Dari situ lah, akhirnya para ahli juga lebih milih istilah Emotional Intelligence (EI). Namun, walau konsep EI ini sudah diterima di kalangan umum. Masih banyak ilmuwan dan praktisi psikologis yang tetap skeptis dengan konsep kecerdasan emosional. Mereka sering sekali mengkritik cara pengetesannya.

Pasalnya, ilmuwan harus bekerja berdasarkan bukti. Jika seorang ilmuwan di bidang apapun membuat suatu hipotesis, maka harus didukung dengan pengukuran yang akurat.

2.4 JENIS-JENIS EMOTIONAL QUOTIENT (EQ)

Goleman pun membagi kemampuan-kemampuan emosional ini menjadi lima jenis. Kelima jenis EQ itu antara lain, sebagai berikut.

 Kesadaran diri,

 Kontrol diri,

 Kemampuan sosial,

 Empati,

 Motivasi.

Menurut Goleman, orang yang memiliki IQ tinggi tanpa kelima kemampuan ini, akan terhambat dalam kegiatan akademik serta pekerjaannya

2.5SPIRITUAL QUOTIENT (KECERDASAN SPIRITUAL)

(9)

Kamus Webster mendefinisikan roh sebagai "prinsip yang menjiwai atau vital: yang memberi kehidupan pada organisme fisik berbeda dengan unsur- unsur materialnya: nafas kehidupan". Cindy Wigglesworth (2012) mendefinisikan spiritualitas sebagai "kebutuhan bawaan manusia untuk terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri, sesuatu yang kita anggap ilahi atau bangsawan luar biasa. Keinginan bawaan untuk hubungan itu melampaui agama atau tradisi tertentu. Itu tidak memerlukan kepercayaan pada keilahian dengan deskripsi apa pun, juga tidak menghalangi kepercayaan pada Tuhan atau Roh atau yang ilahi. Cindy Wigglesworth (2012) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai "kemampuan untuk berperilaku dengan kebijaksanaan dan kasih sayang, sambil mempertahankan kedamaian batin dan luar, terlepas dari situasinya".

SQ adalah pusat dan paling mendasar dari semua kecerdasan, karena itu menjadi sumber bimbingan bagi orang lain, menjadi kecerdasan yang terintegrasi, menghubungkan kecerdasan rasional dan emosional kita. Seorang pria dengan SQ tinggi tidak hanya merespons dengan tepat dalam situasi atau keadaan tertentu, tetapi dia juga menganalisis mengapa dia berada dalam situasi itu dan bagaimana situasi itu bisa lebih baik. SQ tinggi memungkinkan seseorang untuk beroperasi di luar batas. Danah Zohar (2000) percaya bahwa

"SQ memberi kita kemampuan untuk melakukan diskriminasi. Ini memberi kita perasaan moral kita, kemampuan untuk meredam aturan kaku dengan pemahaman dan kasih sayang dan kemampuan yang sama untuk melihat kapan belas kasih dan pemahaman memiliki batasnya. Dr. Mark Brewer (2008) menyatakan bahwa "kecerdasan spiritual tersedia untuk semua orang – namun hanya segelintir orang yang pernah memanfaatkannya.

Req

(10)

Tentu! Berikut adalah rekomendasi dari penelitian tersebut dalam bentuk paragraf:

Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh kecerdasan intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ) terhadap kinerja karyawan di perusahaan jasa konsultasi pengawasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IQ dan EQ memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, sementara SQ tidak memiliki pengaruh signifikan. Oleh karena itu, perusahaan disarankan untuk fokus pada pengembangan IQ dan EQ karyawan. Memberikan pelatihan dan fasilitas yang memungkinkan karyawan meningkatkan wawasan dan pengalaman juga dapat membantu meningkatkan kinerja. Selain itu, perusahaan harus memperhatikan kecerdasan intelektual dan emosional dalam proses rekrutmen dan pengembangan karyawan. Penelitian ini memberikan wawasan tentang pentingnya kecerdasan intelektual dan emosional dalam meningkatkan kinerja karyawan di perusahaan jasa konsultasi pengawasan.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa secara parsial dan secara simultan variabel etika profesi, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, serta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa etika profesi, efikasi diri, kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan emosional berpengaruh positif

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perilaku belajar, kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan sosial terhadap

Selain Intelligence Qoutient (kemampuan intelektual) ,Emotional Qoutient (kecerdasan emosional) dibutuhkan juga Spiritual Qoutient (kecerdasan spritual) yang dimana

Penelitian yang dilakukan ini me- miliki tujuan yaitu untuk menguji bagaimana pengaruh variabel kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual

SKRIPSI PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, KECERDASAN SPIRITUAL, DAN KECERDASAN INTELEKTUAL TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN AKUNTANSI Studi Empiris Pada Mahasiswa Prodi Akuntansi Unisma

Jurnal ini membahas pengaruh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual terhadap prestasi belajar Pendidikan