• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECERDASAN INTELEKTUAL

N/A
N/A
Y Dw

Academic year: 2024

Membagikan "KECERDASAN INTELEKTUAL"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KECERDASAN INTELEKTUAL (IQ), KECERDASAN EMOSIONAL (EQ), DAN KECERDASAN SPIRITUAL (SQ)

OLEH KELOMPOK 5 1. ANASTASYA NEPA

2. CORNELIS MAGE

3. IMMANUELA CHRISTIANI DAMI 4. INTAN FEUK

PRODI MANAJEMEN PERUSAHAAN JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS

POLITEKNIK NEGERI KUPANG 2024

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual”. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memahami lebih dalam tentang Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ), Kecerdasan Spiritual (SQ).

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru bagi pembaca. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

KUPANG, 29 MEI 2024

KELOMPOK 5

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB 1 PENDAHALUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 2

1.3 TUJUAN ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1 KECERDASAN INTELEKTUAL ... 3

2.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECERDASAN INTELEKTUAL .... 4

2.3 KECERDASAN EMOSIONAL ... 5

2.4 JENIS-JENIS KECERDASAN EMOSIONAL ... 6

2.5 KECERDASAN SPIRITUAL ... 8

2.6 CIRI-CIRI KECERDASAN SPIRITUAL ... 9

BAB III PENUTUP ... 11

3.1 KESIMPULAN ... 11

3.2 SARAN ... 11

STUDI KASUS ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 17

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pada dasarnya manusia memiliki tiga potensi yang harus dikembangkan dalam menjalankan eksistensi kehidupanya di muka bumi. Ketiga potensi tersebut adalah kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) , dan kecerdasan spiritual (SQ). Pada awal abad kedua puluh, IQ digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun strategis, sehingga para psikolog berupaya menyusun berbagai tes untuk mengukur kemampuan seseorang. Menurut teori ini, semakin tinggi IQ seseorang maka semakin tinggi pula kecerdasannya. IQ pada saat itu sangatlah diagungkan keberadaanya sebagai kunci sukses kehidupan seseorang. Akan tetapi IQ terbukti tidak selalu menjamin kesuksesan seseorang. Pada pertengahan 1990, penelitian Daniel Goleman menunjukkan bahwa kecerdasan emosional (EQ) sama pentingnya dengan IQ.

EQ memberikan kesadaran mengenai perasaan milik sendiri dan juga perasaan milik orang lain.

EQ memberikan rasa empati, cinta, motivasi dan kemampuan menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat. EQ merupakan persyaratan dasar dalam menggunakan IQ secara efektif (Goleman,2000: 13) Dalam EQ terdapat seperangkat kecakapan khusus yang berupa empati, disiplin diri, dan inisiatif, akan membedakan antara mereka yang sukses sebagai bintang kinerja dengan hanya sebatas bertahan di lapangan pekerjaan. (McCleland,1973:5) Untuk mensinergikan EQ, diperlukan keseimbangan dalam menjalankannya yang dilandasi oleh kecerdasan spiritual.

Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna dan nilai (value), yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain (Zohar, 2000:4).

Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) secara efektif. Sedangkan SQ, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif. Dengan mensinergikan antara rasionalitas dunia dengan kepentingan spiritual, maka kebahagiaan dan kedamaian akan tercapai secara maksimal serta menjadi asset di dunia maupun di akhirat. SQ dan EQ diperoleh dari

(5)

2

pengalaman hidup seseorang. Salah satu cara untuk memperolehnya adalah dengan pemahaman yang mendalam dalam karya sastra.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan intelektual 2. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional 3. Apa saja jenis-jenis kecerdasan emosional

4. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual 5. Apa saja ciri-ciri kecerdasan spiritual

1.3 TUJUAN

1. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan kecerdasan intelektual 2. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional 3. Untuk menjelaskan Apa saja jenis-jenis kecerdasan emosional

4. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual 5. Untuk menjelaskan Apa saja ciri-ciri kecerdasan spiritual

(6)

3 BAB II PEMBAHASAN

2.1 INTELLIGENCE QUOTIENT (KECERDASAN INTELEKTUAL)

Kecerdasan Intelektual (IQ) Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka yang menjadi focus di pendidikan formal (sekolah). Dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang akademis. Kecerdasan intelektual (IQ) merupakan pengkualifikasian kecerdasan manusia yang didominasi oleh kemampuan daya pikir rasional dan logika. Lebih kurang 80%, IQ diturunkan dari orangtua, sedangkan selebihnya dibangun pada usia sangat dini yaitu 0-2 tahun kehidupan manusia yang pertama. Sifatnya relatif digunakan sebagai predictor keberhasilan individu dimasa depan. Implikasinya, sejumlah riset untuk menemukan alat (tes IQ) dirancang sebagai tiket untuk memasuki dunia pendidikan sekaligus dunia kerja (Pasek 2015) .

Tes IQ ini mulai ada sejak akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1890-an. Konsep ini diciptakan dan terpikirkan pertama kali oleh Francis Galton (sepupu Charles Darwin sang Bapak Evolusi). Galton mengambil landasan dari teori Darwin mengenai konsep survival individu dalam suatu spesies.

Sederhananya, yaitu teori mengenai cara bertahan hidup masing-masing orang, karena keunggulan dari sifat-sifat tertentu yang dimilikinya dan merupakan turunan dari orang tua mereka.

Galton pun menyusun sebuah tes yang mengukur intelegensi manusia dari aspek kegesitan dan refleks otot-ototnya. Baru lah di awal abad ke-20, Alfred Binet, seorang psikolog dari Perancis, mengembangkan alat ukur intelegensi manusia yang sekarang telah dipakai oleh banyak orang.

Di tahun 1983, penelitian mengenai konsep tes intelegensi manusia ini pun berlanjut oleh psikolog Harvard, Howard Gardner. Ia menyebutkan, bahwa kecerdasan manusia bukan merupakan sebuah konsep tunggal atau bersifat umum. Menurutnya, kecerdasan tersebut merupakan beberapa set kemampuan yang spesifik dan berjumlah lebih dari satu. Semua itu merupakan fungsi dari bagian-bagian dari otak yang terpisah, serta merupakan hasil dari evolusi manusia selama jutaan tahun.

Raymond Bernard Chattel mengklasifikasikan kemampuan tersebut menjadi dua macam, yaitu:

a) Inteligensi Fuild, yan merupakan faktor biologis

(7)

4

b) Inteligensi crystallized, yang merefleksikan adanya pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang (Nur Asfiarni 2009).

Dwijayanti (2009: 24) menyebutkan kecerdasan intelektual sebagai suatu kemampuan yang terdiri dari tiga ciri yaitu:

a) Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan.

b) Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah dilakukan.

c) Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri.

(Robins dan Judge 2008) mengatakan bahwa kecerdasan intelektual adalah kemampuan yang di butuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental berpikir, menalar dan memecahkan masalah. (Yani 2011) mengatakan bahwa kecerdasan intelektual adalah kemampuan untuk memperoleh, memanggil kembali (recall), dan menggunakan untuk memahami konsep-konsep abstrak maupun konkret dan hubungan antara objek dan ide, serta menerapkan pengetahuan secara tepat. Kecerdasan intelektual menurut Sternberg (2008:121) adalah sebagai kemampuan untuk belajar dari pengalaman, berfikir menggunakan proses-proses metakognitif, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan menganalisis, logika dan rasio seseorang. Dengan demikian, hal ini berkaitan dengan keterampilan bicara, kecerdasan akan ruang, kesadaran akan sesuatu yg tampak, dan penguasaan matematika.

IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari hal-hal baru, memusatkan perhatian pada aneka tugas dan latihan, menyimpan dan mengingat kembali informasi objektif, terlibat dalam proses berfikir, bekerja dengan angka, berpikir abstrak dan analitis, serta memecahkan masalah dan menerapkan pengetahuan yg telah ada sebelumnya (Anastasi, 2007: 220). Fungsi intelektual berhubungan dengan proses mengetahui dan membentuk konsep yang mendukung kemampuan memecahkan masalah. Menurut Sinolungan, prosesnya melalui penginderaan, pengamatan, tanggapan, ingatan, dan berpikir sehingga seseorang mampu memahami, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi dengan menggunakan simbol, imajinasi bersama penalaran untuk memecahkan masalah (Asfiarni 2009).

2.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECERDASAN INTELEKTUAL 1. Faktor bawaan atau keturunan.

Beberapa kalangan berpendapat bahwa faktor genetic dapat mempengaruhi taraf intelegensi seseorang. Jika kedua orang tua memiliki intelegensi, besar kemungkinan anaknya memiliki

(8)

5

intelegensi tinggi pula. Akan tetapi tidak semua fakta itu benar, ada yang kedua orang tuanya memiliki taraf intelegensi tinggi tetapi mempunyai anak dengan taraf intelegensi tingkat rata-rata atau bahkan dibawah rata-rata. Beberapa ahli berpendapat bahwa pengaruh orang tua yang sedemikian besar terhadap perkembangan intelegensi anak adalah lebih disebabkan oleh upaya orang tua itu sendiri dalam mendidik anak-anaknya. Dr. Bernard Devlin dari fakultas kedokteran Universitas Pitsburg Amerika Serikat, memperkirakan faktor genetika memiliki peranan sebesar 48% bentuk IQ anak, sedangkan sisanya adalah faktor lingkungan, termasuk ketika anak masih dalam kandungan. Jadi orang tua yang memiliki IQ tinggi bukan jaminan dapat menghasilkan anak ber IQ tinggi pula.

2. Faktor Lingkungan

➢ Lingkungan Keluarga

➢ Lingkungan Sekolah

➢ Lingkungan Masyarakat

2.3 EMOTIONAL QUOTIENT (KECERDASAN EMOSIONAL)

Goleman (2005: 43) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Rachmi (2010:31) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut seseorang untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

Melandy dan Aziza (2006:42) menyatakan bahwa, kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan dampak yang positif. Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan dalam menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Rachmi (2010: 61) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan

(9)

6

sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional akan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.

Melandy dan Aziza (2006: 44) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi.

Sebab, IQ tidak sama dengan EQ. Bisa saja seseorang yang memiliki IQ rendah, tapi ia memiliki EQ yang amat tinggi. Di samping itu, EQ juga bukan turunan maupun bawaan sejak lahir. EQ dapat diasah, diperkuat, serta diajarkan kapan saja melalui pendidikan karakter, memahami perasaan orang lain, dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia kerja. EQ menjadi satu hal yang sangat penting. Sebab, kamu tentu tidak akan bekerja seorang diri. Kamu akan berhubungan dan berkomunikasi dengan banyak pihak, seperti rekan kerja, atasan, hingga klien. Maka dari itu, kecerdasan emosional yang baik diperlukan agar kamu bisa menjalin kerja sama yang baik pula.

Secara umum, EQ mencakup kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi sendiri maupun emosi orang lain. Individu dengan EQ yang tinggi cenderung memiliki kemampuan dalam mengendalikan emosi, berempati, dan berkomunikasi dengan baik.

Konsep Emotional Quotient pertama kali diciptakan oleh Keith Beasley yang dimuat dalam tulisannya di artikel Mensa pada tahun 1987. Akan tetapi, istilah EQ ciptaanya baru mendunia (dan berubah menjadi EI) setelah Daniel Goleman menerbitkan bukunya pada tahun 1995 yang berjudul

“Emotional Intelligence – Why it can matter more than IQ”. Walaupun buku Goleman dianggap bukan sebagai buku akademik, tapi konsep EI yang disusun olehnya membuat para ahli psikologi lagi-lagi berlomba-lomba membuat penelitian tentang hal ini.

Alasan Goleman mengubah istilah EQ menjadi EI karena lebih tepat penggunaannya untuk menjelaskan konsep kecerdasan emosional yang dimaksud. Dari situ lah, akhirnya para ahli juga lebih milih istilah Emotional Intelligence (EI). Namun, walau konsep EI ini sudah diterima di kalangan umum. Masih banyak ilmuwan dan praktisi psikologis yang tetap skeptis dengan konsep kecerdasan emosional. Mereka sering sekali mengkritik cara pengetesannya.

Pasalnya, ilmuwan harus bekerja berdasarkan bukti. Jika seorang ilmuwan di bidang apapun membuat suatu hipotesis, maka harus didukung dengan pengukuran yang akurat.

2.4 JENIS-JENIS KECERDASAN EMOSIONAL (EQ)

(10)

7

Berdasarkan pendapat Goleman, terdapat lima dimensi komponen emosional yaitu sebagai berikut:

1. Pengenalan diri (Self awereness) Mengenal diri berarti memahami kekhasan fisiknya, watak dan temperamen nya, mengenal bakat alamiah yang dimilikinya serta punya gambaran atau konsep yang jelas tentang diri sendiri dengan segala kesulitan dan kelemahannya. Dengan mengenal diri, seseorang dapat mengenal kenyataan dirinya, dan sekaligus kemungkinan-kemungkinannya, serta diharapkan mengetahui peran apa yang dia mainkan.

2. pengendalian diri (self Regulation) merupakan pengelolaan emosi yang berarti menangani perasaan dapat terungkap dengan tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil apabila mampu menghibur diri sendiri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu.

3. Motivasi (Motivation) adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Menurut Maslow, setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusn secara hierarki dari tingkat yang paling dasar sampai tingkatan yang paling tinggi. Motivasi adalah hasrat di dalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan (Asfiarni 2009). Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi mahasiswa, salah satunya adalah kepercayaan diri. Mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat cenderung lebih memiliki motivasi yang tinggi karena dia percaya akan kemampuan dirinya.

4. Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Orang yang memiliki empatiyang tinggi akan lebih mampu membaca perasaan orang lain. Orang yang memiliki empati yang tinggi akan lebih mampu membaca perasaan dirinya dan orang lain yang akan berakibat pada peningkatan kualitas belajar. Menurut teori Tichener bahwa empati berasal dari semacam peniruan secara fsik atas beban orang lain, yang kemudian menimbulkan perasaan yang serupa dalam diri seseorang (Asfiarni 2001).

(11)

8

5. Keterampilan Sosial (social skills) Dalam hubungan dengan dunia kampus, keterampilan social dapat dilihat dari sinkronsasi antara dosen dan mahasiswa yang menunjukan seberapa jauh hubungan yang mereka rasakan. Perasaan bersahabat antara

2.5 SPIRITUAL QUOTIENT (KECERDASAN SPIRITUAL)

Kecerdasan spiritual ditemukan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall pada pertengahan tahun 2000. Zohar dan Marshall (2007: 36) menegaskan bahwa kecerdasan spiritual adalah landasan untuk membangun kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional.

Rachmi (2010: 71) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan, efektivitas yang terinspirasi, dan penghayatan ketuhanan yang semua manusia menjadi bagian di dalamnya. Rachmi (2010: 78) menyebutkan kecerdasan spiritual sebagai fakultas dimensi non-material atau jiwa manusia. Kecerdasan spiritual sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan. Manusia harus mengenali seperti adanya lalu menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.

Wahab dan Umiarso (2011) menyatakan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sudah ada dalam setiap manusia sejak lahir yang membuat manusia menjalani hidup penuh makna, selalu mendengarkan suara hati nuraninya, tak pernah merasa sia-sia, semua yang dijalaninya selalu bernilai. Ludigdo dkk (2006: 41) menyatakan bahwa Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta menilai bahwa tindakan atau hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual tidak mesti berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual mendahului seluruh nilai spesifik dan budaya manapun, serta mendahului bentuk ekspresi agama manapun yang pernah ada. Namun bagi sebagian orang mungkin menemukan cara pengungkapan kecerdasan spiritual melaluiagama formal sehingga membuat agama menjadi perlu.

Ginanjar (2005: 41) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran integralistik, serta berprinsip hanya karena Allah. Ginanjar (2005:47) menyebutkan kecerdasan Spiritual adalah

(12)

9

kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ dan SQ secara komprehensif.

Cindy Wigglesworth (2012) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai "kemampuan untuk berperilaku dengan kebijaksanaan dan kasih sayang, sambil mempertahankan kedamaian batin dan luar, terlepas dari situasinya". SQ adalah pusat dan paling mendasar dari semua kecerdasan, karena itu menjadi sumber bimbingan bagi orang lain, menjadi kecerdasan yang terintegrasi, menghubungkan kecerdasan rasional dan emosional kita. Seorang pria dengan SQ tinggi tidak hanya merespons dengan tepat dalam situasi atau keadaan tertentu, tetapi dia juga menganalisis mengapa dia berada dalam situasi itu dan bagaimana situasi itu bisa lebih baik. SQ tinggi memungkinkan seseorang untuk beroperasi di luar batas. Danah Zohar (2000) percaya bahwa "SQ memberi kita kemampuan untuk melakukan diskriminasi. Ini memberi kita perasaan moral kita, kemampuan untuk meredam aturan kaku dengan pemahaman dan kasih sayang dan kemampuan yang sama untuk melihat kapan belas kasih dan pemahaman memiliki batasnya. Dr. Mark Brewer (2008) menyatakan bahwa "kecerdasan spiritual tersedia untuk semua orang – namun hanya segelintir orang yang pernah memanfaatkannya.

2.6 CIRI-CIRI KECERDASAN SPIRITUAL

Ciri-ciri kecerdasan spiritual secara umum menurut Zohar dan Marshall (2005:137):

➢ Kesadaran Diri. Kesadaran bahwa saya, atau organisasi tempat saya bergabung, pertama- tama mempunyai pusat internal, memberi makna dan autentisitas pada proyek dan kegiatan saya.

➢ Spontanitas. Istilah spontaneity berasal dari akar kata bahasa Latin yang sama dengan istilah response dan responsibility. Menjadi sangat spontan berarti sangat responsive terhadap momen, dan kemudian rela dan sanggup untuk bertanggung jawab terhadapnya.

➢ Terbimbing oleh visi dan nilai.Terbimbing oleh visi dan nilai berarti bersikap idealistis, tidak egoistis, dan berdedikasi.

➢ Holistik. Holistik adalah satu kemampuan untuk melihat satu permasalahan dari setiap sisi dan melihat bahwa setiap persoalan punya setidaknya dua sisi, dan biasanya lebih.

➢ Kepedulian. Kepedulian merupakan sebuah kualitas dari empati yang mendalam, bukan hanya mengetahui perasaan orang lain, tetapi juga ikut merasakan apa yang mereka rasakan.

(13)

10

Sedangkan Menurut Abdul Wahid (2006:69-71) beberapa ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual adalah :

➢ Memiliki prinsip dan pegangan hidup yang jelas dan kuat yang berpijak pada kebenaran universal baik berupa kasih sayang, keadilan, kejujuran, toleransi, integritas dan lain-lain.

Semua itu menjadi bagian terpenting dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan. Dengan prinsip hidup yang kuat, ia menjadi orang yang betul-betul merdeka dan tidak diperbudak oleh siapapun.

➢ Memiliki kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan dan memiliki kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit. Berbagai penderitaan, halangan, rintangan, dan tantangan yang hadir dalam kehidupan dihadapi dengan senyuman dan keteguhan hati, karena itu semua adalah bagian dari proses menuju kematangan kepribadian secara umum, baik moral dan spiritual.

➢ Mampu memaknai pekerjaan dan aktivitasnya dalam kerangka dan bingkai yang lebih luas dan bermakna. Sebagai apapun profesinya, sebagai presiden, menteri, dokter, dosen, bahkan nelayan, petani, buruh, atau tukang reparasi mobil, sepeda motor hingga tukang tambal ban, tukang sapu dan lain-lain, ia akan memaknai semua aktifitas yang dijalani dengan makna yang luas dan dalam. Dengan motivasi yang luhur dna suci.

➢ Memiliki kesadaran diri (self-awareness) yang tinggi. Apapun yang dilakukan, dilakukan dengan penuh kesadaran.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki kecerdasan spiritual adalah orang yang dalam hidupnya bersikap jujur, penuh energi, memiliki motivasi yang tinggi, spontan, tidak penuh curiga, terbuka menerima hal-hal baru, senang belajar, mudah memaafkan, tidak mendendam, berani mencoba hal-hal baru serta tidak mudah putus asa jika mengalami atau menghadapi kegagalan dalam kehidupan berkeluarga dan berorganisasi.

(14)

11 BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN

IQ, EQ, dan SQ adalah tiga jenis kecerdasan yang berbeda dan saling melengkapi. IQ adalah ukuran kecerdasan intelektual, EQ adalah ukuran kecerdasan emosional seseorang, sedangkan SQ adalah ukuran kecerdasan dari segi spiritual. IQ penting dalam memahami informasi dan berpikir logis, sedangkan EQ penting dalam mengelola emosi dan berinteraksi dengan orang lain. SQ dapat ditingkatkan melalui refleksi diri, meditasi, dan pengembangan spiritual. Dalam dunia pendidikan, penerapan IQ, EQ, dan SQ merupakan perpaduan yang sangat berkesinambungan.

3.2 SARAN

Untuk meningkatkan kemampuan IQ dan EQ agar dapat memanfaatkan hati nurani kita yang terdalam, kita juga harus membina SQ yang merupakan cerminan hubungan kita dengan Sang Pencipta. Kita perlu mengembangkan IQ – menyangkut pengetahuan dan keterampilan, namun kita juga harus dapat menampilkan EQ yang sebaik-baiknya karena EQ harus dilatih. Untuk menyeimbangkan IQ, EQ, dan SQ, kita harus melihat sinergis dan kemampuan berperan dimana masing-masing kecerdasan itu fungsikan, dan dituntut keprofesionalitasan dalam mengendalikan dan membawanya keluar personal pribadinya. Jadi, perpaduan antara IQ, EQ dan SQ inilah yang akan membina jiwa kita secara utuh.

(15)

12

STUDI KASUS : PENGARUH IQ, EQ, DAN SQ, TERHADAP KINERJA KARYAWAN PERUSAHAAN KONSULTASI PENGAWASAN DI KABUPATEN GRESIK

Agung Izzul Haq1 , Rio Rahma Dhana2

1Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Islam Lamongan 2 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Islam Lamongan

Email: 1 [email protected] 2 [email protected]

JENIS DAN PENDEKATAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini, strategi kuantitatif dipadukan dengan pendekatan investigasi kontekstual.

Penelitian ini menggunakan teknik kuantitatif yang menekankan pada pengujian hipotesis yaitu mengukur pengaruh secara langsung pengaruh IQ, EQ dan SQ terhadap kinerja, motivasi, kepemimpinan serta integrasi mutu bangunan dengan mengestimasi faktor-faktor penelitian menggunakan sistem yang terukur. [13][14]. Studi ini menggunakan teknik logis dengan tujuan menguji ide. Bentuk investigasi ini adalah explanatory research yaitu kita mengembangkan satu metode untuk memecahkan satu masalah yang belum terpecahkan. [15], [16]

Pada peneletian ini menggunakan metode PLS(partial least square) karena menangani banyak variable respon dan anlisis ini baik untuk regrensi berganda atau regrensi komponen utama, penelitian ini terdapat lima variable yakni Intelegence Quotient (X1), Emotional Quotient(X2), dan Spiritual Quotient(X3), Kinerja (Y1), Motivasi(Y2), Motivasi(Y3) Integrasi Mutu Bangunan(Y4) Perusahaan Jasa Konsultasi Pengawasan (Z)

POPULASI DAN SAMPEL

Data yang kita dapat dari Dinas Pemukiman Dan Kawasan Perumahan Rakyat (Perkim) kabupaten Gresik kita mendapatkan sebanyak 14 perusahaan konsultasi pengawasan di kabupaten Gresik. Untuk menentukan sampel kita menggunakan rumus slovin dengan tingkat kesalahanjumlah sampel yang digunakan adalah 12 perusahaan, dari seluruh perusahaan konsultasi pengawasan di kabupaten Gresik. Hal ini dilakukan untuk mempermudah mencari perusahaan tersebut karena adanya beberapa faktor eror yang akan kita temui ketika akan mencari satu perusahaan tersebut.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

(16)

13

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah meneyebar angket/kuisoner kepada perusahaan jasa konsultasi pengawasan di kab. Gresik. Angket (kuesioner) yang berisi beberapa pertanyaan yang kita sesuaikan dengan masing masing indicator yang ada pada

Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ), Kecerdasan Spiritual (SQ), Kinerja, Motivasi, Motivasi serta Integrasi Mutu Bangunan seorang karyawan yang pada setiap perusahaan jasa konsultasi pengawasan di kabupaten Gresik. Angket tersebut diberikan kepada para responden untuk diisi sesuai dengan persepsi mereka masing masing. [17], [18]

Pada penelitian ini, peneliti tidak perlu membacakan pertanyaan satu persatu, namun peneliti hanya memberikan angket(kuisoner) tersebut kepada responden dan peneliti hanya menunggu hingga kuisoner tersebut diisi oleh responden, Rata rata waktu yang digunakan responden untuk mengisi kuisoner adalah 2 – 3 hari. Dalam penelitian ini kami menggunakan skala pengukuran Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang fenomena social. Respon terhadap setiap hal instrumen yang menggunakan skala Likert memiliki tingkat dari sangat yakin hingga sangat negatif. Untuk motivasi di balik pemeriksaan kuantitatif, tanggapan dapat dinilai Sangat setuju mendapatkan skor sebesar 5, setuju mendapatkan skor 4, netral mendapatkan skor 3, tidak setuju mendapatkan skor 2 dan sangat tidak setuju mendapatkan skor 1. (Chin 1995)..

TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang peneliti lakukan adalah dengan mengelompokan masing masing variabel kemudian melakukan tabulasi pada data yang telah di dapat untuk mempermuda dalam mengolah data. Kemudian akan dilukan uji validitas dan juga uji reabilitas. Untuk uji validitas ada 2 macam pengujian yaitu validitas konvergen yang bertujuan untuk membuktikan bahwa responden memahami pertanyaan yang diajukan, validitas diskriminan bisa di teriama apabila memiliki nilai loading factor >0,7(chin1995), yang kedua adalah validitas dikriminan yaitu untuk membuktikan bahwa setiap variable tidak dikacaukan oleh responden, Validitas diskriminan terpenuhi apabila nilai Average Variance Extracted (AVE) > 0.5 (Chin 1995).

Kemudian ada uji reabilitas yaitu untuk mengukur ketika penelitian ini dilakukan berkali kali maka akan menghasilkan data yang relative konsisten untuk mengetahui apakah data tersebut reliabel maka nilai composite reliability harus lebih besar dari 0,7 meskipun nilai 0,6 masih dapat

(17)

14

diterima. Apabila pengujian terhadap valid dan reliabel data sudah terpenuhi, yang terakhir adalah melakukan uji hipotesis. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan pengujian hipotesis yaitu pengujian apakah variabel independent yaitu Intelegence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spiritual Quotient (SQ) memiliki pengaruh secara langsung terhadap variabel dependen yaitu kinerja, motivasi, motivasi serta integrasi mutu bangunan dengan melihat nilai p-values maksimal memiliki nilai 0,05, apabila memiliki nilai lebih besar dari 0,05 maka tidak memiliki pengaruh secara langsung.

Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan aplikasi Smart PLS for windows yaitu dengan cara memasukan data kuisoner ke microsoft exel kemudian di export ke aplikasi smart PLS. Dan variabel yang di uji adalah pengaruh Intelegence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spiritual Quotient (SQ) pada (kinerja, motivasi, motivasi serta integrasi mutu bangunan pada perusahaan jasa konsultasi pengawasan di kabupaten Gresik).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah pengisian kuisoner telah di isi oleh karyawan yang ada pada setiap perusahaan jasa konsultasi pengawasan di kabupaten Gresik maka peneliti akan mengambil Kembali kuisoner tersebut dalam keadaan telah terisi dengan persepsi masing masing responden. Setelah data sudah terkumpul, peneliti akan mengelompokan responden berdasarkan jenis kelamin, usia dan Pendidikan terakhir untuk memudahkan peneliti mengtehaui karateristik responden. 3.2.1 Intellectual Quotient (IQ) berpengaruh terhadap Kinerja

Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah Intellectual Quotient (IQ) berpengaruh terhadap Kinerja, hal ini bisa dibuktikan dengan nilai koefisien sebesar 0,858, dan memliki nilai T statistik sebesar 5,475 dan memiliki nilai P values sebesar 0,000. Dari hasil yang telah di dapatkan maka dapat disimpulkan bahwa Intellectual Quotient (IQ) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja. Berdasarkan hasil perhitungan inner model yang peneliti dapatkan, bahwa Intellectual Quotient (IQ) berpengaruh signifikan terhadap kinerja, hal itu di buktikan dengan koefisien jalur sebesar 5,475 dengan p values 0,000, dengan hasil tersebut Intellectual Quotient (IQ) dan kinerja berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang posiitif, maka semakin tinggi Intellectual Quotient (IQ) yang dimiliki oleh seseorang yang bekerja maka semakin tinggi juga kinerja yang akan dimiliki seseorang.

EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) BERPENGARUH TERHADAP KINERJA

(18)

15

Pengujian hipotesisi yang peneliti lakukan dengan smart PLS mendapatkan hasil nilai koefisien sebesar 0,478. Dengan nilai p values sebesar 0,010 dan t statistik sebesar 2.585 . hasil tersebut mengindikasikan bahwa Emotional Quotient (EQ) memeiliki pengaruh terhadap kinerja seseorang.

Berdasarkan hasil perhitungan inner model yang peneliti dapatkan, bahwa Emotional Quotient (EQ) berpengaruh signifikan terhadap kinerja, hal itu di buktikan dengan koefisien jalur sebesar 0,492 dengan p values 0,010, dengan hasil tersebut Emotional Quotient (EQ) dan kinerja berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang posiitif, maka semakin tinggi Emotional Quotient (EQ) yang dimiliki oleh seseorang yang bekerja maka semakin tinggi juga kinerja yang akan dimiliki seseorang.

SPIRITUAL QUOTIENT (SQ) BERPENGARUH TERHADAP KINERJA

Pengujian hipotesisi yang peneliti lakukan dengan smart PLS mendapatkan hasil nilai koefisien sebesar -0,304. Dengan nilai p values sebesar 0,074 = 7,4% >5% dan t statistik sebesar 1,790.

Hasil tersebut mengindikasikan bahwa Spiritual Quotioent(SQ) tidak memeiliki pengaruh secara langsung terhadap kinerja seseorang.

INTELLECTUAL QUOTIENT (IQ) BERPENGARUH TERHADAP KEPEMIMPINAN Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah Intellectual Quotient (IQ) berpengaruh terhadap Kepemimpinan, hal ini bisa dibuktikan dengan nilai koefisien sebesar 0,492, dan memliki nilai T statistik sebesar 2,634 dan memiliki nilai P values sebesar 0,009. Dari hasil yang telah di dapatkan maka dapat disimpulkan bahwa Intellectual Quotient (IQ) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kepemimpinan. Berdasarkan hasil perhitungan inner model yang peneliti dapatkan, bahwa Intellectual Quotient (IQ) berpengaruh signifikan terhadap Kepemimpinan, hal itu di buktikan dengan koefisien jalur sebesar 0,492 dengan p values 0,009, dengan hasil tersebut Intellectual Quotient (IQ) dan Kepemimpinan berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang posiitif, maka semakin tinggi Intellectual Quotient (IQ) yang dimiliki oleh seseorang yang bekerja maka semakin tinggi juga Kepemimpinan yang akan dimiliki seseorang.

EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) BERPENGARUH TERHADAP INTEGRASI MUTU BANGUNAN

Pengujian hipotesisi yang peneliti lakukan dengan smart PLS mendapatkan hasil nilai koefisien sebesar 0,607. Dengan nilai p values sebesar 0,003 dan t statistik sebesar 3.019. hasil tersebut mengindikasikan bahwa Emotional Quotient (EQ) memeiliki pengaruh terhadap Integrasi Mutu

(19)

16

Bangunan. Berdasarkan hasil perhitungan inner model yang peneliti dapatkan, bahwa Emotional Quotient (EQ) berpengaruh signifikan terhadap kinerja, hal itu di buktikan dengan koefisien jalur sebesar 0,607 dengan

p values 0,003, dengan hasil tersebut Emotional Quotient (EQ) dan kinerja berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang posiitif, maka semakin tinggi Emotional Quotient (EQ) yang dimiliki oleh seseorang yang bekerja maka semakin tinggi juga Integrasi Mutu Bangunan.

SPIRITUAL QUOTIENT (SQ) BERPENGARUH TERHADAP INTEGRASI MUTU BANGUNAN

Pengujian hipotesisi yang peneliti lakukan dengan smart PLS mendapatkan hasil nilai koefisien sebesar -0,262. Dengan nilai p values sebesar 0,078 = 7,8% >5% dan t statistik sebesar 1,765.

Hasil tersebut mengindikasikan bahwa Spiritual Quotioent(SQ) tidak memeiliki pengaruh secara langsung terhadap Integrasi Mutu bangunan.

KESIMPULAN

IQ dan EQ mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja sedangkan SQ tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja seseorang. Artinya semakin tinggi IQ seseorang, maka semakin baik pola pikir dan kemampuan seseorang dalam bekerja dan juga semakin baik karyawan tersebut dalam mengendalikan emosi dannakan lebih hati hati dalam bekerja. IQ, EQ dan SQ mempunyai pengaruh positif terhadap kepemimpinan. Artinya semakin tinggi IQ, EQ dan SQ seseorang, maka semakin baik seseorang dalam memimpin dalam suatu perusahaan jasa konsultasi pengawasan di kabupaten Gresik.

IQ mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi seseorang dalam bekerja sedangkan EQ dan SQ tidak memiliki pengaruh terhadap Motivasi seseorang. Artinya ssemakin tinggi IQ seseorang maka semakin baik seseorang tersebut dalam memotivasi dirinya sendiri untuk lebih semangat dalam bekerja.

IQ dan EQ mempunyai pengaruh positif terhadap integrasi mutu bangunan sedangkan SQ tidak memiliki pengaruh terhadap integrasi mutu bangunan. Artinya semakin tinggi IQ dan EQ seseorang semakin baik pola pikir dan kemampuan seseorang dalam merencanakan atau mengawasi suatu proyek yang sedang di kerjakan, sehingga menghasilkan mutu bangunaan yang sesuai dengan keinginan konsumen.

(20)

17

DAFTAR PUSTAKA

Gardner, Howard. (1993). Multiple Intelligence.New York: BasicBooks.

Goleman, Daniel. (1997). Emotional Intelligence, diterjemahkan oleh T. Hermaya, Kecerdasan Emosional.Jakarta: Ramedia Pustaka Utama.

Haq, A. I., & Dhana, R. (2022). PENGARUH IQ, EQ, DAN SQ, TERHADAP KINERJA KARYAWAN PERUSAHAAN KONSULTASI PENGAWASAN DI KABUPATEN GRESIK. Jurnal Teknik Sipil, 3(2), 376-386.

Mulyati, S. (2023) “TRILOGY OF INTELLIGENCE AND ITS RELATION TO REVELATION (ANALYSIS OF THE POTENTIAL OF IQ, EQ, SQ)”, Archipelago Journal of Southeast Asia Islamic Studies, 1(1), pp. 35-45. doi:

10.37567/archipelago.v1i1.1693.

Rachmi, Filia. 2010. ”Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, dan Perilaku Belajar Terhadap Pemahaman Akuntansi”. Semarang. Jurnal Pendidikan Akuntansi.

Rismayanti, Depi. (2015). Makalah Kecerdasan Spiritual. Retrieved From ; Makalah Kecerdasan spiritual (depirismayanti.blogspot.com)

Zohar, Danah dan Ian Marshall. (2000). SQ: Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence, diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, dkk. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Bandung: Mizan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, serta

hubungan antara intelligence quotient (IQ) dan motivasi belajar secara bersama-sama dengan prestasi akademik yang memiliki koefisien korelasi (R y.12 )= 0,642 adalah

Tetapi ternyata nilai koefisien jalur hasil perhitungan sebesar 0,421 lebih besar dari 0,05, maka koefisien jalur tersebut sangat signifikan dan dapat dikatakan bahwa

Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual (X1), kecerdasan emosional (X2), dan kecerdasan spiritual (X3) berpengaruh signifikan

Hubungan Status Gizi Dengan Tingkat Kecerdasan Intelektual ( Intelligence Quotient – Iq ) Pada Anak Usia Sekolah Dasar Ditinjau... Dari Status Sosial-Ekonomi Orang

Hubungan Berat Lahir, Status Gizi Dengan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient-IQ) Pada Siswa SD Negeri 054901 Sidomulyo Kecamatan.. Stabat Kabupaten

Hasil penelitian menunjukkan (1) terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) kepala SMA di Kota Batu terhadap gaya

Koefisien regresi variabel kecerdasan intelektual mahasiswa dengan dosenX2 sebesar 0,292 satuan, diperoleh nilai thitung sebesar 5,015 > ttabel sebesar 1,98969 dengan nilai signifikan