i
KEDUDUKAN MEDIATOR DALAM MEDIASI SENGKETA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Hukum
Program Kekhususan Hukum Perdata
Diajukan oleh:
Misrof Aditya NIM : 30302000008
PROGRAM STUDI (S.1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG (UNISSULA) SEMARANG
2024
ii
KEDUDUKAN MEDIATOR DALAM MEDIASI SENGKETA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG
Diajukan oleh : Misrof Aditya NIM : 30302000008
Telah disetujui :
Pada tanggal, 17 Januari 2024 Dosen Pembimbing :
Dr. Hj. Siti Rodhiyah Dwi Istinah, SH, MH NIDN. 06-1306-6101
iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
KEDUDUKAN MEDIATOR DALAM MEDIASI SENGKETA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG
Dipersiapkan dan disusun oleh Misrof Aditya
NIM : 30302000008
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal 21 Februari 2024
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat dan lulus Tim Penguji
Ketua
Dr. Hj. Widayati, S.H., M.H NIDN : 06-2006-6801
Anggota Anggota
Dr. Hj. Siti Rodhiyah Dwi Istinah, S.H., M.H Dr. Andi Aina Ilmih, S.H., M.H NIDN :06-1306-6101 NIDN :09-0606-8001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum Unissula
Dr. H. Jawade Hafidz, S.H., M.H NIDN : 06-2004-6701
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana.”
-QS. Al-Baqarah: 32-
“Manusia bekerja dan berjuang itu tidak untuk mencapai sesuatu, tetapi agar menjadi bagian dan himpunan kebaikan dan energi cinta yang membuat Tuhan bermurah hati dan membuat kehidupan orang yang berjuang dan berbuat baik itu
tercapai.”
-Emha Ainun Nadjib-
“Hidup bukan saling mendahului, bermimpilah sendiri-sendiri.”
-Hindia-
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua saya Ibu Kindarsih dan Bapak Samsudin
2. Untuk kedua saudara saya Kakak Yana Kinasih dan Adek Dinda Laras Kinanti 3. Almamater Fakultas Hukum Unissula
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Misrof Aditya
Nim : 30302000008
Program Studi : S-1 Ilmu Hukum
Fakultas : Hukum
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul “Kedudukan Mediator dalam Mediasi Sengketa Perceraian di Pengadilan Agama Semarang”
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bebas dari peniruan hasil karya orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk sesuai dengan cara- cara Penulisan karya ilmiah yang berlaku.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan dalam skripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Semarang, 29 Februari 2024 Yang menyatakan
Misrof Aditya NIM. 30302000008
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN UNGGAH KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Misrof Aditya
Nim : 30302000008
Program Studi : S-1 Ilmu Hukum
Fakultas : Hukum
Dengan ini menyerahkan karya ilmiah berupa Skripsi dengan judul:
“Kedudukan Mediator dalam Mediasi Sengketa Perceraian di Pengadilan Agama Semarang”
Dan menyetujui menjadi hak milik Universitas Islam Sultan Agung serta memberikan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif untuk disimpan, dialihmediakan, dikelola dalam pangkalan data, dan dipublikasinya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis selama tetap mencantumkan nama Penulis sebagai pemilik Hak Cipta.
Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh. Apabila dikemudian hari terbukti ada pelanggaran Hak Cipta/Plagiarisme dalam karya ilmiah ini, maka segala bentuk tuntutan hukum yang timbul akan saya tanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Universitas Islam Sultan Agung.
Semarang, 2 Februari 2024 Yang menyatakan
Misrof Aditya NIM. 30302000008
vii
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji Syukur selalu kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Kedudukan Mediator dalam Mediasi Sengketa Perceraian di Pengadilan Agama Semarang”. Shalawat serta salam kita haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang dinantikan syafaatnya di Yaumul Akhir.
Penulisan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan wajib bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S-1) Ilmu Hukum. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya dukungan, bantuan, bimbingan, dan nasehat dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Gunarto, S.H., S.E. Akt., M.Hum., Rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
2. Dr. H. Jawade Hafidz, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
3. Dr. Hj. Widayati, S.H., M.H., Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang dan Dosen Penguji.
4. Dr. Arpangi, S.H., M.H., Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
viii
5. Dr. Muhammad Ngazis, S.H., M.H., Kaprodi S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
6. Ida Musofiana, S.H., M.H., Sekretaris Prodi S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
7. Dr. H. Achmad Sulchan, S.H., M.H., Dosen Wali yang senantiasa memberikan saran, arahan dan motivasi.
8. Dr. Hj. Siti Rodhiyah Dwi Istinah, S.H., M.H., Dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan, serta motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Dr. Andi Aini Ilmih , S.H, M.H., selaku Dosen penguji sidang skripsi.
10. Bapak dan Ibu dosen serta staff Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
11. Kedua orang tua yang saya cintai dan sayangi yakni Ibu Kindarsih dan Bapak Samsudin, kedua saudara saya Kakak saya Yana Kinasih dan Adik saya Dinda Laras Kinanti. Mereka adalah keluarga saya yang selalu mendoakan, mendukung dan memberikan semangat kepada saya.
12. Keluarga besar Suara Pers Mahasiswa (SUPREMA) Fakultas Hukum Unissula yang telah memberikan pengalaman, ilmu yang bermanfaat, waktu-waktunya dan rekan-rekan yang luar biasa.
13. Rizal Andi Wiryawan, Duta Anada Syafa T, Daffa Fahri Alam, Ibnu Khafidz, Muhammad Aldi Kurniawan selaku teman-teman saya di grup Anak Buah Komandan yang selalu memberikan dukungan, motivasi, candaan dan semangat kepada penulis sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.
ix
14. Era Fazira, Dewi Ayu, Salwa Kasih, Siti Qonaah, Triana Septi dan Yuni Rahmawati selaku teman-teman perempuan yang selalu menemani selama masa perkuliahan 1,4 tahun, terima kasih dan segala hal baik ada pada kalian
15. Ibu Roh dan Bapak Muji selaku pemilik kost dan orang tua di Semarang yang selalu memberikan bantuan logistik, nasehat dan saran selama di perantauan.
16. Teman-teman Angkatan 2020 yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dan motivasi yang luar biasa.
17. Last but not least, untuk diri Penulis sendiri Misrof Aditya. Terima Kasih sudah menjadi orang yang selalu bersyukur, berdoa, berpikiran positif dan selalu bersemangat dalam mengerjakan kebaikan.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan. Semoga Allag SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, 28 Februari 2024 Penulis
Misrof Aditya NIM: 30302000008
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN UNGGAH KARYA ILMIAH ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL/BAGAN/GRAFIK ... xii
ABSTRAK ... xiii
ABSTRACT ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 9
E. Terminologi ... 10
1. Kedudukan ... 10
2. Mediator ... 10
3. Mediasi ... 11
4. Sengketa ... 12
5. Perceraian ... 13
6. Pengadilan Agama ... 13
F. Metode Penelitian ... 14
1. Metode Pendekatan ... 15
2. Spesifikasi Penelitian ... 15
3. Jenis dan Sumber Data ... 16
4. Metode Pengumpulan Data ... 19
5. Lokasi Penelitian ... 21
6. Metode Analisis Data ... 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 24
xi
A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan ... 24
1. Pengertian Perkawinan ... 24
2. Tujuan Perkawinan... 27
3. Rukun dan Syarat Perkawinan ... 29
A. Tinjauan Umum Tentang Perceraian ... 33
1. Pengertian Perceraian ... 33
2. Bentuk – Bentuk Perceraian ... 35
3. Tata Cara Perceraian ... 39
B. Tinjauan Umum Tentang Mediasi ... 42
1. Pengertian Mediasi ... 42
2. Tujuan dan Manfaat Mediasi ... 44
3. Mediator ... 46
4. Peran dan Fungsi Mediator ... 48
C. Tinjauan Umum Pengadilan Agama ... 49
1. Sejarah Pengadilan Agama Semarang ... 49
2. Visi dan Misi Pengadilan Agama Semarang ... 51
3. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Semarang ... 51
D. Mediasi dalam Perspektif Islam ... 53
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57
A. Kedudukan Mediator dalam Mediasi Sengketa Perceraian di Pengadilan Agama Semarang ... 57
B. Prosedur Mediasi dalam Sengketa Perceraian di Pengadilan Agama Semarang .. 64
C. Faktor Penghambat dan Solusi Mediasi dalam Sengketa Perceraian di Pengadilan Agama Semarang ... 74
BAB IV PENUTUP ... 85
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 89
LAMPIRAN... 94
xii
DAFTAR TABEL/BAGAN/GRAFIK
Tabel 3.1. Lembaga Sertifikasi Mediator Nonhakim Terakreditasi Mahkamah Agung RI ...60 Grafik 3.2 Tahapan Prosedur Mediasi Sengketa Perceraian di Pengadilan Agama Semarang...72
xiii ABSTRAK
Tujuan perkawinan adalah membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal.
Dalam perjalanan hidup rumah tangga tidak selalu berjalan mulus, tidak sedikit terjadi masalah yang berlarut-larut pada pertengkaran. Pertengkaran dalam rumah tangga jika dibiarkan terlalu lama dapat memicu keretakan pada hubungan hingga pada akhirnya berujung perceraian. Dalam tahapan persidangan perceraian di Pengadilan Agama Semarang para pihak yang bersengketa wajib menempuh upaya mediasi. Kedudukan mediator sangat penting untuk menentukan keberhasilan proses mediasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan mediator dalam mediasi sengketa perceraian, prosedur mediasi sengketa perceraian dan faktor penghambat dan solusi mediasi dalam sengketa perceraian di Pengadilan Agama Semarang.
Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara di Pengadilan Agama Semarang. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer yang didapatkan dari peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder diperoleh dari studi Pustaka dan studi dokumen, dan bahan hukum tersier diperoleh dari Kamus Besar Bahasa Indonesia dan kamus hukum.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kedudukan mediator dalam mediasi sengketa perceraian di Pengadilan Agama Semarang adalah sebagai pihak penengah yang bersikap netral dan tidak memihak kepada salah satu pihak. Prosedur mediasi di Pengadilan Semarang dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pra-mediasi dan tahap mediasi. Faktor penghambat mediasi diantaranya ketidakseriusan para pihak, konflik yang berkepanjangan, kemampuan mediator dan keterlibatan orang tua. Solusi mediator untuk mengatasi hambatan yaitu memberikan pemahaman tentang perceraian, memberikan nasehat tentang membina rumah tangga yang baik menurut Islam dan terakhir kaukus.
Kata Kunci: Mediasi, Mediator, Perceraian, Pengadilan Agama Semarang.
xiv ABSTRACT
The purpose of marriage is to form a happy and lasting household. In the course of household life, it does not always run smoothly, not a few problems occur that drag on in quarrels. Domestic quarrels if left too long can trigger a rift in the relationship that eventually leads to divorce. In the stages of the divorce trial at the Semarang Religious Court, the parties to the dispute are required to make mediation efforts. The position of the mediator is very important to determine the success of the mediation process. This research aims to find out the position of the mediator in mediating divorce disputes, the procedure for mediating divorce disputes and the inhibiting factors and solutions for mediation in divorce disputes at the Semarang Religious Court.
The approach method applied in this research is juridical sociological. The specification used in this research is descriptive qualitative analysis. This research uses data sources in the form of primary data and secondary data. Primary data is obtained from interviews at the Semarang Religious Court. Secondary data consists of primary legal materials obtained from legislation, secondary legal materials obtained from literature studies and document studies, and tertiary legal materials obtained from the Big Indonesian Dictionary and legal dictionaries.
Based on the results of the research, it is concluded that the position of the mediator in the mediation of divorce disputes at the Semarang Religious Court is as an intermediary who is neutral and impartial to one of the parties. mediation procedures at the Semarang Court are divided into two stages, namely the pre- mediation stage and the mediation stage. Factors inhibiting mediation include the parties' lack of seriousness, prolonged conflict, the mediator's ability and parental involvement. The mediator's solution to overcoming obstacles is to provide an understanding of divorce, provide advice on fostering a good household according to Islam and finally caucus.
Keywords: Mediation, Mediator, Divorce, Semarang Religious Court.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) adalah makhluk yang dalam menjalankan kehidupannya selalu membutuhkan bantuan orang lain. Hal tersebut mengindikasikan bahwa manusia saling bergantung sama lain dan diharapakan dapat saling menghargai hak-hak satu sama lainnya. Adanya rasa saling membutuhkan, membuat manusia harus berinterkasi dengan manusia lain. Interaksi sosial yang terjadi akan menimbulkan suatu hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Hasrat manusia untuk hidup bersama dapat membentuk suatu kesatuan organisasi terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga.
Keluarga sebagai organ kesatuan terkecil pada masyarakat harus melalui suatu ikatan yang sah secara agama, hukum dan sosial yang disebut dengan perkawinan.
Filosofi dasar perkawinan adalah berupaya menciptakan kehidupan pasangan suami istri yang harmonis dalam rangka membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. Perkawinan sebagai peristiwa yang penting dalam kehidupan seseorang, oleh karena itu negara Indonesia mengatur secara khusus segala sesuatu di bidang perkawinan yaitu dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Diubah dengan UU No. 16
2
Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Sebagaimana penjelasan dalam Undang-Undang tersebut, tujuan dari pada perkawinan membentuk keluarga yang bahagia dan mendapatkan keturunan serta adanya komitmen untuk membina keutuhan rumah tangga agar tidak berujung pada perceraian.
Kenyataannya dalam perjalanan hidup rumah tangga baik pasangan muda ataupun pasangan yang sudah lama menikah tidak sedikit terjadi masalah yang berlarut pada pertengkaran. Seiring berjalannya waktu dalam menjalankan mahligai rumah tangga tidak selalu mulus dan lurus, pasti ada kesalahpahaman, kekhilafan dan pertentangan.2 Banyak faktor yang menyebabkannya, baik faktor ekstern maupun intern diantaranya perbedaan pandangan, masalah pekerjaan, masalah ekonomi, kurangnya komunikasi, perselingkuhan dan lain- lain. Pertengkaran dalam rumah tangga jika dibiarkan terlalu lama dapat memicu keretakan yang pada akhirnya berujung pada perceraian.
1 Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
2 Febry Andika Putri, Indra Perdana, dan Emiel Salim Siregar, 2020, Peranan Hakim Sebagai Mediator Dalam Proses Mediasi Untuk Menangani Perkara Perceraian (Studi Di Pengadilan Agama Kisaran Nomor : 1414/Pdt.G/2019/PA.Kis.), Jurnal LPPM Universitas Asahan, Vol. 1, No.
2, hlm. 269.
3
Perceraian yaitu terputusnya ikatan perkawinan antara suami dan isteri yang dilakukan secara sadar dan merupakan keputusan kedua pihak berdasarkan keputusan Pengadilan dengan cukup alasan bahwa keduanya tidak dapat hidup rukun kembali sebagai suami isteri.3 Dapat dikatakan cerai apabila sudah adanya putusan Pengadilan yang berwenang memutus dan telah berkekuatan hukum tetap.
Penyebab putusnya perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yaitu karena kematian, perceraian dan atas putusnya Pengadilan.
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan yang berwenang mengadili perkara perceraian setelah Pengadilan yang bersangkutan mengupayakan perdamaian namun tidak berhasil mendamaikan kedua pihak.
Islam secara tegas bersumber pada Al-Qur’an menyatakan bahwa perceraian adalah perbuatan yang halal tetapi paling dibenci Allah. Kendati demikian muncul keadaan-keadaan yang menyebabkan gagal terwujudnya cita-cita suci perkawinan.4
Faktanya perceraian telah menjadi fenomena umum yang terjadi dikalangan masyarakat Indonesia, terbukti dengan banyaknya kasus perceraian baik yang diajukan pihak suami atau pihak istri ke Pengadilan. Disebabkan banyaknya kasus perceraian mengakibatkan menumpuknya kasus perceraian yang harus diselesaikan oleh pengadilan. Karena itu menyebabkan proses
3 Rezky Lailany dan Muh. Sudirman, 2019, Efektivitas Mediasi Dalam Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Makassar, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Hukum &
Pengajarannya, Vol. XIV, No. 2, hlm. 99.
4 Ahmad Tholabi Kharlie, 2013, Hukum Keluarga Indonesia, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 228.
4
penyelesaian sengketa di Pengadilan membutuhkan waktu yang cukup lama dengan biaya yang relatif mahal.
Kasus perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama Semarang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Angka perceraian di Semarang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2020 terdapat 3.279 kasus perceraian, 2.469 kasus cerai gugat dan 810 kasus cerai talak. Sedangkan pada tahun 2021 terdapat 3.383 kasus perceraian, 2.588 kasus cerai gugat dan 795 kasus cerai talak.5
Kasus perceraian yang terjadi di kota Semarang, berdasarkan data yang didapatkan, perceraian yang diajukan didominasi oleh cerai gugat. Adapaun yang dimaksud cerai gugat adalah gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya meliputi wilayah tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami.6 Hal ini membuktikan bahwa kasus perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama Semarang didominasi cerai gugat, yaitu cerai yang diajukan dari pihak istri dengan berbagai faktor penyebabnya.
Mewujudkan keadilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan merupakan harapan bagi setiap pencari keadilan namun dalam prakteknya penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan masih kurang efektif dan efesian juga membutuhan biaya yang tidak sedikit. Kinerja Pengadilan dalam menangani
5 “2.588 Istri Gugat Cerai Suami Di Kota Semarang", https://jatengdaily.com/2021/2-588-istri- gugat-cerai-suami-di-kota-semarang/ diakses pada 23 September 2023 pkl. 13.55.
6 Pasal 132 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam.
5
kasus-kasus dinilai masyarakat sangat lamban dan bertele-tele. Oleh karena itu ditawarkan suatu upaya untuk mendamaikan kedua belah pihak tanpa ada yang merasa di rugikan dan tanpa paksaan berdasarkan keputusan bersama dikenal dengan mediasi.
Jalur litigasi sebagai penyelesaian sengketa perdata bagi sebagian masyarakat dirasa rumit, memerlukan waktu yang lama, dengan biaya yang mahal sehingga masyarakat beralih ke proses penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi.7 Perkara perceraian dalam Pengadilan Agama penyelesaiannya terlebih dulu diawali dengan mediasi.
Upaya perdamaian dalam Pengadilan Agama disebut mediasi. Mediasi adalah upaya untuk mendamaikan kedua belah pihak yang dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan selama perundingan antara kedua belah pihak berlangsung.8 Pengadilan sebagai instrument penegak hukum telah melangsungkan proses mediasi sejak tahun 2008.9
Proses perceraian yang dilakukan di Pengadilan Agama, ketika salah satu pasangan suami istri memutuskan akan bercerai maka harus mendaftarkan terlebih gugatan tersebut. Dalam proses perceraian di Pengadilan Agama ada beberapa proses yang harus ditempuh, salah satunya adalah mediasi. Upaya
7 Febri Yansah Putra, Laily Waslihati, dan Christiani Prasetiasari, 2022, Analisis Yuridis Peran Hakim Mediator Untuk Mewujudkan Kepastian Hukum (Studi Penelitian Di Pengadilan Agama Kelas 1-A Batam), Ensiklopedia of Journal, Vol. 5, No. 1, hlm. 54.
8 Rezky Lailany dan Muh. Sudirman, Op Cit., hlm. 98.
9 Muhammad Saifullah, 2015, Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Jawa Tengah, Al-Ahkam, Vol. 25, No. 2, hlm. 182.
6
mediasi ini, terdapat seorang mediator, yang mana posisi mediator berada di tengah dan netral antara pihak yang bersengketa.10
Mediator sebagai pihak netral dengan tugas memberikan bantuan kepada kedua pihak yang bersengketa secara prosedural dan substansial. Mediasi menggunakan pendekatan mufakat yang artinya bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dari proses mediasi harus merupakan hasil dari kesepakatan atau persetujuan dari para pihak yang bersengketa.
Pengadilan Agama Semarang sebagai badan peradilan pelaksana kekuasaan kehakiman, memiliki kewenangan untuk menerima, memeriksa, dan memutus suatu perkara. Hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, harus berupaya mendamaikan para pihak yang berperkara, yang dikenal dengan mediasi. Dasar hukum mediasi yaitu Pasal 130 HIR/154 RBg, SEMA Nomor 1 Tahun 2002 yang diganti dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003, sebagaimana direvisi dengan PERMA No. 1 Tahun 2008, dan telah diubah terakhir dengan PERMA No. 1 Tahun 2016. PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dijadikan sebagai dasar dalam pelaksanaan mediasi.
Mediasi sebagai salah satu metode penyelesaian sengketa pada lembaga peradilan merupakan salah satu cara untuk menekan angka perceraian. Dalam perkembangannya mediasi tumbuh sejalan dengan keinginan manusia dalam
10 Syahrizal Abbas, 2011, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, hlm 3.
7
menyelesaikan konflik secara cepat, memuaskan kepada belah pihak, dan berkeadilan.
Hasil akhir dari proses mediasi menghasilkan dua kemungkinan, yaitu tercapainya kesepakatan damai atau gagal mencapai kesepakatan perdamaian kedua belah pihak. Karena itu, dalam proses mediasi perlu seorang mediator yang professional. Adanya ketentuan kualifikasi seorang mediator dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2016, bahwa pada asasnya setiap orang yang menjalankan fungsi mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh akreditas dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.11
Mediasi diharapkan dapat memberikan win-win solution bagi para pihak yang bersengketa sehingga perceraian dapat terhindarkan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun dan tidak merugikan kedua belah pihak. Perihal ini hakim dalam Pengadilan Agama harus mengupayakan perdamaian bagi para pihak dan mewajibkan bagi kedua pihak yang memutuskan akan bercerai untuk menempuh jalur mediasi terlebih dulu. Sebagai upaya untuk mencapai perdamaian yang berkeadilan, dibutuhkan kesungguhan hakim dalam mengupayakan imbaun perdamaian sebagai hasil dari proses mediasi.
Peran meditor di Pengadilan Agama dalam proses persidangan yang pertama, tujuan utamanya adalah untuk mendamaikan para pihak yang berperkara. Namun dalam faktanya dilapangan, mediasi belum bisa menjadi
11 Takbir Rahmadi, 2011, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 162.
8
sebuah alternatif penyelesaian sengketa yang tinggi tingkat keberhasilannya.
Tingkat perceraian yang setiap tahunnya meningkat menjadi bukti bahwa gagalnya proses mediasi. Berdasarkan masalah di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Kedudukan Mediator dalam Pelaksanaan Mediasi Sengketa Perceraian di Pengadilan Agama Semarang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan mediator dalam mediasi sengketa perceraian di Pengadilan Agama Semarang?
2. Bagaimana prosedur mediasi oleh mediator dalam sengketa perceraian di Pengadilan Agama Semarang?
3. Apa saja faktor penghambat dan bagaimana solusinya mediasi dalam penyelesaian sengketa perceraian di Pengadilan Agama Semarang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah ini, tujuan penelitian di buat sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kedudukan mediator dalam mediasi sengketa percerian di Pengadilan Agama Semarang.
2. Untuk mengetahui prosedur mediasi oleh mediator pada sengketa perceraian di Pengadilan Agama Semarang.
3. Untuk mengetahui faktor penghambat dan solusi mediasi dalam penyelesaian sengketa perceraian di Pengadilan Agama Semarang.
9 D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan dibidang hukum dalam rangkan sumbangan pemikiran mengenai kedudukan mediator dalam pelaksaan mediasi sengketa perceraian di Pengadilan Agama Semarang.
b. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi dan bahan masukan untuk penelitian selanjutnya.
2. Secara Praktis a. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan bagi pemerintah atau instansi terkait yaitu Pengadilan Agama dalam rangka mencegah perceraian terjadi dengan meningkatkan kinerja mediator dalam proses mediasi.
b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak, utamanya bagi pasangan suami istri yang memutuskan akan bercerai agar memikirkan kembali dan mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan untuk bercerai.
10 E. Terminologi
1. Kedudukan
Kedudukan berarti status, baik itu menujuk seseorang, tempat, maupun benda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut KBBI), kedudukan dibedakan antara pengertian kedudukan (status) dan kedudukan sosial (sosial status).12 Kedudukan diartikan sebagai posisi atau tempat seseorang dalam suatu kelompok sosial, sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang dalam lingkungannya, serta dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Kedudukan dapat diartikan sebagai posisi jabatan seseorang dalam memiliki kekuasaan.
2. Mediator
Menurut Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 1 ayat 2, definisi mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan suatu penyelesaian.13
Dalam KBBI, mediator memiliki arti sebagai perantara, penghubung, dan penengah. Sebelumnya yang dimaksud mediator di Pengadilan adalah hakim serta mediator di luar pengadilan yang bersertifikat saja yang boleh
12 Pengertian berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
13 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.
11
dipilih para pihak sebagai mediator dalam sengketa yang mereka ajukan di Pengadilan.
3. Mediasi
Mediasi sebagaimana digunakan dalam hukum merupakan bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang menyelesaikan perselisihan para pihak dengan efek konkrit. Mediasi dilaksanakan untuk menyelesaikan sengketa dengan jalan perundingan. Dalam KBBI, kata mediasi diartikan sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu penyelesaian sebagai penasehat.14
Mediasi menurut Retnowulan Sutantio yaitu pemberian jasa dalam bentuk saran untuk menyelesaikan sengketa para pihak oleh seorang ahli atau beberapa ahli yang diangkat oleh para pihak sebagai mediator.15 Mediasi adalah penyelesaian sengketa di Pengadilan Agama dengan cara mendatangkan pihak netral sebagai penengah dalam memecahkan masalah.16
Pengertian mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 pada Pasal 1 ayat 1 adalah cara penyelesaian sengketa melalui
14 Pengertian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.
15 Maskur Hidayat, 2016, Strategi Dan Taktik Mediasi Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, Kencana, Jakarta, hlm 53.
16 Hamdan Arief Hanif dan Nailah Hikmatal Ulya, 2023, Mediasi Sebagai Metode Penyelesaian Sengketa Perceraian Di Pengadilan Agama Slawi, Journal of Community Research and Service, Vol. 7, No. 1, Hlm. 132.
12
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.17
4. Sengketa
Sengketa dapat diartikan sebagai suatu “pertikaian” atau
“perselisihan”, yang dapat berkembang menjadi konflik baik itu konflik vertikal antara warga masyarakat maupun konflik horizontal antara warga masyarakat dengan penegak hukum. Sengketa, perselisihan, pertikaian, atau konflik semacam ini belum sampai ke ranah hukum atau Pengadilan karena terjadi dan/atau berlangsung sebelum diajukannya gugatan ke Pengadilan yang berwenang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian sengketa adalah 1) sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat;
pertengkaran; perbantahan. 2) pertikaian; perselisihan. 3) perkara (dalam Pengadilan).18
Abdulkadir Muhammad19 menjelaskan bahwa pengertian perkara itu lebih luas dari pengertian sengketa. Dengan kata lain, sengketa adalah bagian dari perkara sedangkan perkara itu belum tentu sengketa. Pengertian perkara tersimpul dua keadaan yaitu ada dan tidak adanya suatu perselisihan. Ada perselisihan berarti adanya sesuatu yang menjadi pokok perselisihan, ada yang disengketakan, dan ada yang dipertengkarkan.
17 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
18 Pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
19 Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Acara Perdata Indonesia, Alumni, Bandung, hlm 30.
13 5. Perceraian
Kata cerai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pisah, putus hubungan sebagi suami istri.20 Sedangkan kata bercerai diartikan sebagai tidak bercampur (berhubungan, bersatu) lagi, berhenti berlaki bini. Dalam pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memuat ketentuan fakultatif istilah perceraian yaitu perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan.
Secara yuridis perceraian diartikan sebagai putusnya perkawinan yang mengakibatkan putusnya hubungan suami istri atau berhenti berlaki-bini (suami istri) sebagaimana diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Menurut Subekti, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.21 Jadi jika disimpulkan pengertian perceraian menurut Subekti adalah penghapusan perkawinan, baik itu dengan putusan hakim atau tuntutan suami atau istri.
6. Pengadilan Agama
Pengadilan Agama merupakan salah satu lembaga peradilan pada tingkat pertama, yang tepatnya disebut dengan lembaga peradilan agama.22 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peradilan berarti segala sesuatu mengenai perkara Pengadilan, sedangkan kata Pengadilan diartikan sebagai
20 Pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
21 Subekti, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Internusa, Jakarta, hlm 42.
22 Erfaniah Zuhriah, 2009, Peradilan Agama Indonesia (Sejarah Pemikiran Dan Realita), UIN- Malang Press, Malang, hlm 7.
14
dewan atau majelis yang mengadili perkara, proses mengadili, keputusan hakim, sidang hakim ketika mengadili perkara, rumah (bangunan) tempat mengadili perkara.23
Peradilan Agama merupakan badan peradilan khusus untuk orang yang beragama Islam yang memeriksa dan memutus perkara tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, peradilan agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.24
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara yang dapat ditempuh penulis dalam memecahkan suatu masalah yang menjadi objek penulisan.25 Metode penelitian merupakan cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan dengan cara mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisi sampai menyusun laporan.26 Dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi diperlukan metode-metode sebagai petunjuk panduan penelitian.
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis untuk memperoleh data sebagai berikut:
23 Pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
24 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
25 Bambang Suguno, 2010, Metode Penelitian Empiris, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 15.
26 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2003, Metode Penelitian, PT Bumi Askari, Jakarta, hlm. 1.
15 1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan melalui penelitian hukum yang berlaku dan menghubungkan dengan fakta yang ada dalam masyarakat, sehubungan dengan permasalahan yang ditemui dalam penelitian yaitu perceraian melalui mediasi oleh mediator di Pengadilan Agama Semarang. Dengan demikian pendekatan yuridis sosiologis merupakan suatu metode penelitian hukum yang digunakan dalam upaya melihat dan menganalisa suatu aturan hukum yang nyata serta menganalisa bagaimana bekerjanya suatu peraturan hukum yang ada dalam masyarakat.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif analisis.
Penelitian deskriptif analisis ini memberikan gambaran dengan sistematis dan cermat fakta-fakta actual dengan sifat populasi tertentu. Penelitian deskriptif analisis bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat.27
Secara teoritis, penelitian deskriptif analisis yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian
27 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 25.
16
dilakukan, sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta dengan menganalisis data.
Penelitian bersifat deskriptif analisis memberikan gambaran secara sistematis tentang berbagai hal yang terkait dengan objek yang diteliti, yaitu kedudukan mediator dalam mediasi sengketa perceraian di Pengadilan Agama Semarang.
3. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui penelitian hukum langsung dari responden dari sampel penelitian. Data primer adalah data yang diperoleh penulis berdasarkan penelitian di lapangan dan merupakan data utama dalam penulisan skripsi ini, yaitu dengan cara wawancara langsung dengan objek yang akan diteliti.
Dengan mewanwancarai mediator yang bekerja langsung di Pengadilan Agama Semarang dengan tujuan mendapat informasi atau keterangan yang berhubungan dengan sengketa perceraian di Kota Semarang.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung yang bisa memberikan penjelasan dan keterangan yang
17
bersifat mendukung data utama atau primer. Data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis terhadap kedudukan mediator dalam mediasi sengketa perceraian di Pengadilan Agama.
Data sekunder dalam penelitian ini dikelompokan menjadi 3 sebagai berikut:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan- catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
c) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
d) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
18
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
e) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
f) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang dipakai antara lain:
a) Buku teks sebagai bahan hukum sekunder yang terutama.
Karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi.
b) Tulisan-tulisan tentang hukum baik dalam bentuk karya ilmiah dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan fokus penelitian.
3) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, antara lain:
a) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
b) Kamus Hukum.
c) Ensiklopedia.
19 4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu upaya untuk pengumpulan data penelitian dengan menggunakan teknik tertentu. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data Primer
Adalah metode pengumpulan data yang didapat dari sumber pertama baik itu melalui individu atau kelompok. Perihal ini dilakukan dengan cara:
1) Wawancara
Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara, dengan menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan secara tertulis tentang fokus penelitian yang dijadikan oleh peneliti sebagai alat bantu untuk mewawancarai dengan metode wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur merupakan metode wawancara dimana pewancara telah menyiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan yang hendak disampaikan kepada mediator yang bekerja di Pengadilan Agama Semarang. Wawancara terstruktur ini pewancara terikat pada daftar pertanyaan yang dibuat agar sesuai dengan permasalahan yang dikaji.
20 2) Penelusuran Dokumen
Penelusuran Dokumen adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan penelusuran dokumen mengenai fokus penelitian. Penelusuran dokumen yang digunakan dengan jalan meminta dokumen yang terdapat data-data untuk penulisan penelitian yang dilakukan secara langsung di lokasi objek penelitian.
Penelusuran dokumen ini bertujuan untuk mendapatkan data-data terkait angka kenaikan dan hasil putusan kasus perceraian selama 3 tahun terakhir di Pengadilan Agama Semarang.
b. Pengumpulan Data Sekunder
Adalah metode pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer yang telah ada kemudian diolah dan dikembangkan. Perihal ini dilakukan dengan cara:
1) Kajian Kepustakaan
Kajian kepustakaan artinya peneliti mengambil kutipan dari buku bacaan, literatur, atau buku pendukung yang memiliki kaitan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian.
2) Studi Dokumen
Studi dokumen adalah suatu cara pengumpulan data dengan menggunakan dokumen tertulis dan menganalisis data-data dari lapangan yang diberikan oleh pihak terkait serta berkaitan dengan fokus penelitian yang akan dikaji.
21 5. Lokasi Penelitian
Penetapan tempat penelitian harus difikirkan secara matang sehingga dapat yang dibutuhkan di dapat dengan mudah serta tercapainya tujuan penelitian ini. Penulis mengambil kolasi penelitian di kantor Pengadilan Agama Semarang. Penentuan lokasi penelitian ini didasarkan karena di Pengadilan Agama terdapat mediator sebagai pihak yang mengupayakan perdamaian dalam hal sengketa perceraian. Penentuan lokasi ini sudah dipertimbangkan terlebih dahulu dengan lokasi yang strategis dengan tempat tinggal penulis sehingga mempermudah penulis dalam proses penelitian dan juga meminimalisir biaya, tenaga, dan juga waktu penulis.
6. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan suatu cara untuk mengolah data setelah di peroleh melalui wawancara, observasi, dan studi kepustakaan sehingga dapat di ambil kesimpulan berdasarkan data faktual. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan mengorganisasikan data, memilah-milah sesuatu yang dapat di kelola untuk menemukan apa yang penting di pelajari serta memutuskan apa yang dicerikan pada orang lain.28
Berdasarkan dengan rumusan permasalahan dan pembahasan atas permasalahan yang digunakan maka teknik analisis data penulisan dilakukan dengan cara kualitatif. Hal ini disebabkan karena data yang terkumpul tidak berupa angka-angka, data tersebut sukar diukur dengan
28 Sugiono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Alfabeta, Bandung, hlm. 247.
22
angka dan hubungan antar variabel tidak jelas.29 Penelitian kualitatif merupakan metode dan teknik pengumpulan data dengan cara memakai dan menganalisis data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, buku kepustakaan dan literatur lainnya yang berkaitan dengan kedudukan mediator dalam mediasi sengketa cerai di Pengadilan Agama.
Adapun tahapannya sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemutusan perhatian untuk menyederhanakan, mengabstrakkan dan informasi data yang bersumber dari catatan tertulis di lapangan. Artinya seluruh data dari hasil penelitian di lapangan yang telah dikumpulkan akan di pilih kembali mana data yang akan digunakan dalam penulisan.
b. Penyajian Data
Penyajian data yang diperoleh dari lapangan baik dari wawancara atau observasi, terkait dengan permasalahan penelitian akan dipilah mana yang dibutuhkan dan mana yang tidak, lalu dikelompokkan lalu diberi batasan masalah.30
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan pada penelitian ini menggunakan metode yang membahas aturan norma sebagai sasaran kajian untuk memakai penalaran induktif dengan silogisme untuk membangun kebenaran
29 Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 78.
30 Sugiono, 2002, Metodelogi Penelitian Kualitatif, UI Pers, Jakarta, hlm. 1.
23
hukum. Artinya sebagai suatu hal yang bersifat induktif yaitu kesimpulan yang khusus kemudian diakhiri dengan kesimpulan berupa pernyataan umum.
24 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan
Beberapa penulis mengatakan bahwa kata perkawinan artinya sama dengan pernikahan.31 Kata perkawinan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “kawin” menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin dan bersetubuh. Secara umum istilah pengertian digunakan secara luas, baik itu untuk hewan, tumbuhan dan manusia yang mana menunjukkan proses generaitf secara alami.
Berbeda pemaknaannya dengan pernikahan. Kata nikah itu sendiri hanya digunakan pada manusia karena mengandung keabsahan secara hukum nasional, hukum agama dan hukum adat. Makna nikah itu sendiri artinya suatu akad atau ikatan, karena dalam proses pernikahan terdapat ijab (pernyataan penyerahan dari pihak wanita) dan kabul (pernyataan menerima dari pihak laki-laki). Perkawinan bukan hanya penyatuan dua pasangan manusia, laki-laki dan perempuan melainkan mengikatkan tali perjanjian suci atas nama Allah SWT.32
31 Santoso, 2016, Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam Dan Hukum Adat, Yudisia, Vol. 7, No.2, hlm 415.
32 Tommy Aswinanda Adhamhaq dan Kami Hartono, 2019, Pelaksanaan Mediasi Penyelesaian Perkara Perceraian (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Kudus), Konferensi Ilmiah Mahasiswa UNISSULA (KIMU) 2.
25
Para ahli hukum punya pendapat sendiri dalam mendefinisikan tentang perkawinan. Menurut Prof. Subekti, perkawinan merupakan pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama.33 Prof. Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan perkawinan yaitu suatu hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan hukum perkawinan.34 Sedangkan menurut Prof. Ali Afandi, perkawinan merupakan suatu persetujuan kekeluargaan.
Perkawinan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) berkaitan dengan asas monogami. Ketentuan ini dapat dilihat pada Pasal 27 KUHPer bahwa setiap suami hanya diijinkan mempunyai satu istri saja begitu pula sebaliknya, istri hanya punya satu suami.35 Dalam KUHPer pernikahan hanya urusan keperdataan saja dan menjadi legal bila dipenuhi syarat dan ketentuan hukum yang berlaku. Pernikahan menurut KUHPer tidak melihat unsur agama dan keyakinan sebagai bagian sahnya hubungan.
Menurut literatur fiqh, nikah atau zawaj dapat diartikan sebagai pernikahan atau perkawinan. Menurut Islam perkawinan merupakan perjanjian suci yang kuat dan kokoh untuk membentuk keluarga yang kekal, saling menyantuni, saling mengasihi, aman tenteram, bahagia dan kekal
33 Subekti, Op Cit.
34 P.N.H Simanjuntak, 2017, Hukum Perdata Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm 34.
35 Anam Khoirul, 2019, Makna Perkawinan dalam Perspektif Hukum di Indonesia (Komparasi Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Per) Dengan Kompilasi Hukum Islam, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung, Vol. 5, No. 1, hlm 63.
26
antara seorang laki-laki dan perempuan yang disaksikan dua orang saksi laki-laki.36
Al-Qur’an kata “nakaha” diartikan sebagai kawin, seperti yang terdapat dalam Q.S An-Nisa’: 3.
َثٰلُث َو ىٰنْثَم ِءۤاَسِ نلا َنِ م ْمُكَل َباَط اَم ا ْوُحِكْناَف ى ٰمٰتَيْلا ىِف ا ْوُطِسْقُت الََّا ْمُتْف ِخ ْنِا َو ْۗا ْوُل ْوُعَت الََّا ىٰٰٓنْدَا َكِلٰذ ْْۗمُكُناَمْيَا ْتَكَلَم اَم ْوَا ًةَد ِحا َوَف ا ْوُلِدْعَت الََّا ْمُتْف ِخ ْنِاَف ََۚعٰب ُر َو
٣
“Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak- hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.” (QS An-Nisa’: 3)
Demikian juga, kata “zawaja” dalam Al-Qur’an yang diartikan sebagai kawin, seperti yang terdapat dalam QS. Al-Azhab: 37.
ْخُت َو َ هاللّٰ ِقاتا َو َكَج ْو َز َكْيَلَع ْكِسْمَا ِهْيَلَع َتْمَعْنَا َو ِهْيَلَع ُ هاللّٰ َمَعْنَا ْٰٓيِذالِل ُل ْوُقَت ْذِا َو ْيِف
ِدْبُم ُ هاللّٰ اَم َكِسْفَن ْيِف ىَشْخَت َو ِهْي
اَهْن ِم ٌدْي َز ى ٰضَق اامَلَف ُْۗهى ٰشْخَت ْنَا ُّقَحَا ُ هاللّٰ َو ََۚساانلا
ا ْوَضَق اَذِا ْمِهِٕىۤاَيِعْدَا ِجا َو ْزَا ْٰٓيِف ٌج َرَح َنْيِنِمْؤُمْلا ىَلَع َن ْوُكَي َلَّ ْيَكِل اَهَكٰنْج او َز ْۗا ًرَط َو ًلَّ ْوُعْفَم ِ هاللّٰ ُرْمَا َناَك َو ْۗا ًرَط َو انُهْنِم
٣٧
36 Aisyah Ayu Musyafah, 2020, Perkawinan Dalam Perspektif Filosofis Hukum Islam, Crepido, Vol. 2, No. 2, hlm 111-112.
27
“(Ingatlah) ketika engkau (Nabi Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Pertahankan istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak untuk engkau takuti. Maka, ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak- anak angkat mereka, apabila mereka telah menyelesaikan keperluan terhadap istri-istrinya. Ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (QS. Al-Ahzab: 37) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada Pasal 1 definisi perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.37 Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), pernikahan adalah akad yang sangat kuat atau miitsaaqan gholidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah ibadah.38
2. Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan itu sendiri beraneka ragam, diantaranya sebagai berikut:
37Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
38 Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam
28
a. Membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal. Tujuan ini terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1974. Kedua pihak suami dan istri harus saling melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan materiil dan spiritual.39 b. Membentuk keluarga yang bahagia, sakinah, mawaddah wa rahmah.
Tujuan pernikahan ini ada pada Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Al – Qur’an, QS. Ar-Rum : 21.
او ًةاد َوام ْمُكَنْيَب َلَعَج َو اَهْيَلِا ا ْٰٓوُنُكْسَت ِل اًجا َو ْزَا ْمُكِسُفْنَا ْن ِم ْمُكَل َقَلَخ ْنَا ٰٓ هِتٰيٰا ْنِم َو ًْۗةَمْح َر
انِا َن ْو ُراكَفَتاي ٍم ْوَق ِل ٍتٰيٰ َلَّ َكِلٰذ ْيِف
٢١
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS.
Ar-Rum : 21)
Arti sakinah itu sendiri adalah suatu kondisi yang dirasakan hati dan pikiran dalam keadaan tenang dan tenteram pada setiap anggota keluarga. Arti mawaddah adalah terciptanya suasana saling mencintai, menghormati dan rasa membutuhkan pada diri anggota keluarga.
39 Mardani, 2016, Hukum Keluarga Islam Di Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm 26 - 27.
29
Rahmah adalah mengutamakan rasa saling menyayangi, melindungi dalam satu keluarga karena ikatan batin yang kuat.40
c. Menaati perintah Allah untuk mendapatkan keturunan yang sah.
Tujuan pernikahan salah satunya adalah untuk memperoleh keturunan.
Perintah Allah untuk mendapatkan keturunan yang sah dengan melangsungkan pernikahan, agar terciptanya kedamaian dalam masyarakat.
d. Memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan.
Berhubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia atas dasar cinta kasih dan untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat.
3. Rukun dan Syarat Perkawinan
Perkawinan dalam hukum Islam dapat dilaksanakan bila memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Rukun perkawinan adalah hakikat dari perkawinan itu sendiri, artinya tanpa salah satu rukun perkawinan tidak dapat dilangsungkan.41 Rukun perkawinan menurut jumhur ulama terdiri dari lima, antara lain:42
a. Adanya calon mempelai laki-laki/suami.
b. Adanya calon mempelai perempuan/istri.
40 Ibid, hlm 27.
41 Rizky Perdana Kiay Demak, 2018, Rukun Dan Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam Di Indonesia, Lex Privatum, Vol. VI, No. 6.
42 Mardani, Op Cit., hlm 39.
30
c. Adanya wali nikah dari pihak perempuan untuk mengakadkan perkawinan.
Pernikahan sah bila ada seorang wali dari pihak perempuan yang akan menikahkannya.
d. Adanya dua orang saksi.
Pernikahan dikatakan sah apabila disaksikan dua orang saksi dalam akad nikah tersebut.
e. Sighat akad nikah.
Sighat akad adalah ijab kabul. Ijab kabul merupakan rukun perkawinan yang harus dipenuhi agar pernikahan menjadi sah. Ijab diucapkan wali dari pihak mempelai wanita sedangkan kabul dijawab calon mempelai laki-laki.
Syarat perkawinan merupakan dasar sahnya suatu perkawinan.
Terpenuhinya syarat-syarat tersebut, menjadikan perkawinan sah dan menimbulkan hak dan kewajiban bagi suami dan istri. Secara rinci, masing- masing syarat perkawinan akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Syarat mempelai.
Syarat mempelai laki-laki:43
1) Bukan mahram dari calon perempuan/istri.
2) Atas kemauan sendiri/ tidak ada paksaan.
3) Jelas orangnya.
43 Ibid, hlm 40.
31
4) Tidak sedang menjalankan ihram haji.
Syarat mempelai perempuan:
1) Tidak bersuami.
2) Bukan mahram dari calon suami.
3) Tidak dalam masa iddah.
4) Merdeka atas kemauan sendiri.
b. Syarat wali.
Pasal 20 Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang persyaratan wali, yaitu seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yaitu muslim, akil, dan baligh.44 Adapun syarat-syarat wali sebagai berikut:
1) Laki-laki.
2) Baligh.
3) Berakal.
4) Tidak dipaksa.
5) Adil.
6) Tidak sedang ihram haji.
c. Syarat saksi.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur mengenai ketentuan saksi, yaitu:45
1) Setiap perkawinan harus disaksikan dua orang saksi.
44 Pasal 20 Kompilasi Hukum Islam.
45 Pasal 24 s/d pasal 26 Kompilasi Hukum Islam.
32
2) Saksi yang dapat ditunjuk dalam akad nikah adalah seseorang yang tidak terganggu ingatan dan tidak tuna rungu.
3) Saksi harus menyaksikan langsung akad nikah dan menandatangani akta nikah pada waktu dan tempat akad nikah dilangsungkan.
d. Syarat ijab kabul.
Ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang syarat ijab kabul adalah sebagai berikut:46
1) Ijab kabul antara wali dengan calon mempelai pria harus jelas dan beruntun.
2) Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan.
3) Kabul diucapkan langsung dari calon mempelai pria.
Adapaun syarat ijab kabul menurut ahli hukum Islam, yaitu:47 1) Ada pernyataan mengawinkan dari wali calon mempelai
wanita.
2) Ada pernyataan menerima dari calon mempelai laki-laki.
3) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari dua kata tersebut.
4) Ijab dan kabul bersambung.
46 Pasal 27 s/d pasal 29 Kompilasi Hukum Islam.
47 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, 2004, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Kencana, Jakarta.
33
5) Ijab dan kabul jelas maksudnya.
6) Orang yang terikat ijab kabul sedang tidak ihram haji atau umrah.
7) Majelis ijab kabul harus dihadiri minimum empat orang yaitu calon kedua mempelai, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.
A. Tinjauan Umum Tentang Perceraian 1. Pengertian Perceraian
Perceraian berasal dari kata cerai, yang artinya putusnya hubungan sebagai suami istri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata cerai berarti: pisah; putus hubungan sebagai suami istri.48 Secara etimologis, talak atau cerai adalah membuka ikatan, melepaskan, dan menceraikan.
Perceraian dalam hukum perdata adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam ikatan perkawinan.49
Ketentuan fakultatif perceraian terdapat pada Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 yaitu “perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan”. Menurut Abdul Kadir Muhammad, putusnya perkawinan karena perceraian ada dua istilah yaitu cerai gugat dan cerai
48 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.
49 Dwi Eka Putra Andriyan, 2019, “Pelaksanaan Mediasi Oleh Hakim Pada Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Teluk Kuantan”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, hlm 54.
34
talak, putusnya perkawinan karena kematian yaitu cerai mati dan putusnya perkawinan karena putusnya pengadilan disebut cerai batal.50
Perceraian adalah suatu hal yang halal namun dibenci Allah SWT, tentu semua yang membangun rumah tangga ingin hidupnya harmonis dan bahagia.51 Agama Islam tidak melarang adanya perceraian, tapi dalam pelaksanaannya harus berdasarkan alasan kuat dan merupakan pintu terakhir yang ditempuh suami istri dalam rumah tangga. Perceraian sebagai jalan terakhir yang ditempuh suami istri apabila cara-cara lain sebelum tetap tidak bisa mempertahankan hubungan yang terikat dalam perkawinan.
Perceraian dalam Islam hukumnya adalah makruh karena menghilangkan kemaslahatan dalam perkawinan dan mengakibatkan putusnya hubungan dalam rumah tangga. Dalam sebuah hadist yang disabdakan Rasulullah SAW yang berbunyi: “Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah adalah thalaq (cerai)” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Menurut Subekti, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan suami istri. UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 39 memuat ketentuan imperatif perceraian yaitu perceraian hanya dapat dilakukan di depan pengadilan dengan terlebih dahulu pengadilan mengupayakan damai kepada kedua belah pihak. 52
50 Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah, dan Annalisa Yahanan, 2013, Hukum Perceraian, Sinar Grafika, Jakarta Timur, hlm 16.
51 Ferdiansyah Yanuar Prakosa dan Siti Ummu Adillah, 2020, Tinjauan Yuridis Penyebab Terjadinya Perceraiand Dan Upaya Pencegahannya (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Kudus), Prosiding Konferensi Ilmiah Mahasiswa Unissula (KIMU) Klaster Hukum.
52 Dini Ramdania, 2020, Aspek Hukum Perceraian Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Terhadap Tingginya Tingkat Cerai Gugat Di Pengadilan), Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 19, No. 1.
35
Perceraian menurut hukum Islam yang telah diatur dalam hukum positif Indonesia antara lain:53
a. Cerai talak adalah perceraian yang diajukan permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami ke Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan Agama.
b. Cerai gugat adalah perceraian yang diajukan gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif istri kepada Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Bentuk – Bentuk Perceraian
Hukum positif Indonesia UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP No. 9 Tahun 1975 hanya mengenal dua istilah perceraian yaitu cerai talak dan cerai gugat. Sementara hukum Islam mengatur lebih banyak bentuk-bentuk perceraian. Macam-macam perceraian yang menyebabkan putusnya perkawinan yang diatur dalam hukum Islam yang bermuara pada cerai gugat dan cerai talah adalah sebagai berikut.
53 Pasal 38-39 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.