KEHADIRAN KRISTUS DALAM LITURGI SABDA EKARISTI (Makna Teologis Dari Liturgi Sabda)
Artikel ini disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Liturgi 2
Dosen:
Robert Pius Manik, Ph.D
Oleh
Irenius Selsus Rengat 21026
SEKOLAH TINGGI FILSAFAT TEOLOGI WIDYA SASANA
MALANG
2023
PENDAHULUAN
Dalam Struktur Perayaan Ekaristi Gereja Katolik, terdapat dua liturgi yang dilakukan umat yaitu Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Keduanya begitu erat berhubungan sehingga merupakan satu Tindakan ibadat. Selain itu, unsur-unsur utama yang membangun kedua liturgi dilengkapi juga dengan ritus pembuka dan ritus penutup. Keempat bagian di dalam perayaan ekaristi banyak memiliki kekayaan simbolisme dan makna tertentu, sehingga perayaan ekaristi membawa umat pada sebuah refleksi iman rohani dari apa yang dilakukan maupun apa yang dilihat. Namun kekayaan itu tidak selalu dipahami serta dihayati oleh iman umat yang merayakannya. Perayaan Ekaristi seharusnya merupakan sumber sekaligus kekuatan iman yang secara terus-menerus diterima oleh umat yang merayakannya.1
Gejala kurang dimengertinya kekayaan simbolisme dan makna liturgi sabda bisa ditemukan di antara para pelayan liturgi maupun umat yang sedang merayakannya. Seringkali umat tidak memahami makna dari liturgi sabda, sehingga umat tidak mendengarkan dengan baik ketika lektor membaca bacaan Kitab Suci. Dalam liturgi Sabda, umat diajak untuk melihat kembali karya kesalamatan Allah terhadap umat manusia dalam perjanjian Baru dan Perjanjian lama. Kemudian, liturgi sabda berpuncak pada pemakluman injil, karena di sana Kristus hadir melalui sabda Allah. Kehadiran Kristus dalam pewartaan Gereja diungkapkan oleh Konsili Vatikan II “Kristus hadir dalam sabdaNya, sebab Ia sendiri bersabda bila kitab suci dibacakan dalam Gereja (SC 7). 2 Oleh karena itu, Bacaan Kitab suci dan Injil tidak dapat dilepaskan dari simbol dan makna puncak peristiwa kehadiran Kristus dalam Liturgi sabda.
Banyak sekali dijumpai bahwa seringkali ketika bacaan kitab suci dibacakan umat lebih memilih tidur maupun bermain gawai elektronik. Seolah umat mengabaikan kehadiran Kristus yang hadir dalam sabdanya. Sehingga keutuhan untuk mencintai ekaristi juga menjadi setengah-setengah, karena mengabaikan makna dari sabda liturgi. Gejala berliturgi tersebut menunjukan bahwa para pelayan liturgi maupun umat tidak selalu menemukan makna dari setiap upacra yang terjadi dalam ekaristi, dan secara khusus liturgi sabda. Tulisan ini secara khusus menggali kekayaan simbolisme dan menegaskan kembali makna dari liturgi sabda yang umat rayakan dalam ekaristi.
1 Stephanus Yudhiantoro, “Evangeliarium Dan Pemakluman Injil: Simbol Dan Puncak,” Melintas 34, no. 3 (2018): 272–290.
2 E. Martasudjita, Pengantar Liturgi (Makna, Sejarah, Dan Teologi Liturgi) (Yogyakarta: Kanisius, 1999). Hal.
180
PEMBAHASAN
Hubungan Sabda Allah dan liturgi
Sabda Allah memiliki hubungan yang erat dengan perayaan liturgi. Sejak zaman perjanjian lama Allah tak henti-hentinya bersabda melalui para nabi dan hambanya supaya bangsa Israel dapat selamat dari dosanya. Sebab melalui sabdaNya, bangsa Israel memperoleh keselamatan dan menjadi bangsa terpilih. Dalam perjanjian baru, sabda itu telah menjadi manusia dan hidup Bersama manusia, sehingga manusia diselamatkan dari dosa dan memperoleh kemuliaan Allah, sabdaNya itu adalah Yesus Kristus.
Konsili vatikan II menyatakan dengan tegas bahwa penggunaan kitab suci sangatlah penting dalam setiap perayaan liturgi. Sabda Allah memiliki peran penting dalam suatu perayaan liturgi, Adapun hubungan antar keduanya: pertama, umat Allah hadir terlebih dahulu dari kitab suci. Pengalaman akan Allah pada awalnya dipelihara dan diteruskan dengan tradisi lisan. Tradisi inilah yang memelihara kesadaran umat akan kehadiran Allah dalam hidup manusia. Kedua, perjanjian sinai (Kel 19:24) disana ditampilkan suatu perayaan liturgi bagi umat Israel, dan semuanya terungkap dalam kitab suci. Ketiga, kehidupan jemaat di Yerusalem, dimana mereka berkumpul dalam persekutuan untuk memecahkan roti dan berdoa. Dalam persekutuan itu, para rasul menggunakan perjanjian lama untuk mewartakan Kristus. Jelas bahwa peranan Sabda Allah dalam liturgi memperlihatkan hakikat suatu perayaan Liturgi, yaitu perayaan yang selalu bersumber pada Sabda Allah dan ditopang oleh- Nya.3
Perayaan liturgi itu sendiri berlaku juga sebuah konsekwensi yang amat jelas: liturgi itu haruslah bernafaskan sabda Allah sendiri. Dengan ungkapan “bernafaskan sabda Allah”
mau mengatakan bahwa liturgi Gereja harus menempatkan sabda Allah sebagai jiwa, pusat dan sumber hidupnya, dan liturgi itu sendiri harus mampu mewartakan sabda dan kehendak Allah kepada umat beriman.4
Liturgi Sabda Dalam Perayaan Ekaristi
Liturgi Sabda dalam tata perayaan Ekaristi sudah terjadi sejak awal perkembangan misa kudus dalam Gereja. Hanya saja bukti bahwa liturgi sabda bagian dalam perayaan ekaristi baru ditemukan pada pertengahan abad 2 pada tulisan-tulisan Yustinus Martir.
3 Yudhiantoro, “Evangeliarium Dan Pemakluman Injil: Simbol Dan Puncak.” Hal. 276
4 E Martasudjita, “Liturgi Yang Profetis : Hubungan Kenabian Dan Kultus,” Orientasi Baru 21, no. 2 (2012):
155–172, https://e-journal.usd.ac.id/index.php/job/article/view/1155/919.
Yustinus dalam tulisannya itu menerangkan bahwa sebelum memasuki Ekaristi, jemaat melaksanakan liturgi sabda yang terdiri atas bacaan, tafsiran atas bacaan (Homili) dan doa.
Pada abad 3 kesatuan liturgi sabda dengan Ekaristi sudah merupakan suatu yang umum dan diterima. Namun, pada abad pertengahan hingga awal abad ke-20, peran sabda Allah serta kitab suci kurang mendapat perhatian. Karena, perhatian umat lebih berfokus pada perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus. Baru kemudian abad ke-20, karena adanya pembaharuan liturgi, kitab suci dan pernanannya dalam liturgi kembali dikukuhkan.5
Konsili Vatikan II menegaskan kembali pentingnya peran dan makna kitab suci dalam liturgi. Hal itu tampak, seperti dinyatakan dalam Dei Verbum 21: semua pewartaan dalam Gereja seperti juga agama kristiani sendiri harus dipupuk dan diatur oleh Kitab Suci. Adapun sedemikian besarlah daya dan kekuatan sabda Allah sehingga bagi Gereja merupakan tumpuan serta kekuatan, dan bagi putera Gereja merupakan kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani.6 Seluruh pewartaan dan hidup gereja haruslah dikontrol dan dinilai dari kitab suci sebab dalam kitab suci tertulis wahyu Allah. Maka, konstitusi liturgi mengatakan bahwa pewartaan harus bersumber dari kitab suci (SC 35).
Dalam perayaan Ekaristi sabda Allah dimaklumkan dan diwartakan demi menghadirkan Kristus. Sabda Allah mencapai makna sepenuhnya dalam perayaan ekaristi.
Dalam ekaristi kita mendengarkan kisah karya keselamatan Allah kepada manusia dalam bacaan pertama dan kemudian ditanggapi dengan mazmur tanggapan sebagai pujian pada Allah, setelah itu dilanjutkan dengan mendengarkan bacaan kedua dalam perjanjian baru dan akhrinya liturgi sabda berpuncak pada pemakluman Injil (kisah hidup Yesus).
Sabda Allah yang diwartakan dalam perayaan Ekaristi tidak hanya mengenang masa lampau, tapi menyentuh masa kini dan ingin menggapai suatu harapan yang akan datang.
Kehadiran sabda Allah mengingatkan umat beriman akan sejarah karya keselamatan yang pernah Allah berikan bagi umat manusia. Dalam perayaan sabda, kita menghadirkan Kristus yang adalah sabda itu sendiri menjadi manusia.
Kehadiran Kristus Dalam Liturgis Sabda
Sabda Allah merupakan unsur inti dalam liturgi Sabda, karena melalui sabdaNya terungkap misteri pewahyuan Allah kepada manusia. Sabda Allah dalam peryaan liturgi
5 Emanuel Martasudjita, Liturgi (Pengantar Untuk Studi Dan Praksis Liturgi) (Yogyakarta: Kanisius, 2011).
Hal. 222
6 Dei Verbum (Sabda Allah), Terjemahan oleh R. Hardawieyana, (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan penerangan KWI, 2017).
mempertegas pemahaman bahwa hakikat suatu perayaan liturgi ialah perayaan yang selalu bersumber pada Sabda Allah dan ditopang olehNya. Sehingga perayaan liturgi menemukan makna kehadiran Kristus dari sabda Allah, dan umat beriman mampu menimba kekuatan daripadaNya. Karena itulah sabda Allah dalam liturgi tidak boleh diabaikan, tapi sungguh memberi perhatian pada kehadiran Kristus melalui sabdaNya.
Liturgi sabda juga memberi umat kekuatan dan pengalaman akan kehadiran Kristus.
Karena sama seperti tubuh Tuhan sendiri, kitab suci selalu mendapat perhatian Gereja. Gereja tak putus-putusnya menerima dan menyajikan kepada umat roti kehidupan baik dari meja sabda Allah, maupun dari meja tubuh Kristus (DV 21).7 Dari sabda Allah umat memperoleh makanan akan rohani yang memberi kekuatan dan pengharapan akan kasih Allah. Pembacaan sabda Allah merupakan sebuah campur tangan Allah secara nyata dalam hidup manusia.
Peristiwa sabda itu dipahami sebagai dialog ketika Allah berbicara melalui bacaan-bacaan liturgi yang diwartakan. Melalui Sabda-Nya, Allah hadir di tengah umat-Nya dan mengungkapkan misteri penebusan dan keselamatan.8
Kehadiran Kristus dalam pewartaan Gereja melalui liturgi sabda diungkapan dalam konsili Vatikan II: “Ia (Kristus) hadir dalam sabdaNya, sebab Ia sendiri bersabda melalui Kitab Suci yang dibacakan dalam Gereja” (SC 7).9 Kehadiran Kristus dalam pewartaan Gereja bukan hanya pribadi Yesus, tapi juga seluruh karya penyelamatanNya karena pribadi dan karyaNya tak pernah terpisahkan.10
KESIMPULAN
Liturgi dan sabda Allah adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam ajaran kristiani. Sabda Allah bahkan menjadi nafas dan sumber dari perayaan liturgi, terkhususnya ekaristi. Sabda Allah mengambil peranan penting dalam peribadatan bangsa Israel, sabda Allah itu menjadi arahan dan penunjuk bagaimana bangsa Israel berdoa kepada Allah. Dalam perjanjian baru sabda Allah itu telah berinkarnasi menjadi manusia yaitu Yesus, karena sabda Allah itu maka manusia diselamatkan dari dosa dan dihantar pada kemuliaan Allah. peranan Sabda Allah dalam liturgi memperlihatkan hakikat suatu perayaan Liturgi, yaitu perayaan yang selalu bersumber pada Sabda Allah dan ditopang oleh-Nya.
7 komisi liturgi KWI, Pedoman Pastoral Perayaan Sabda Hari Minggu Dan Hari Raya (Yogyakarta: Kanisius, 1989). 10
8 Yudhiantoro, “Evangeliarium Dan Pemakluman Injil: Simbol Dan Puncak.” Hal. 280
9 R. Hardawiryana, ed., Sacrosactum Concilium (Konsili Suci) (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1990).
10 Martasudjita, Pengantar Liturgi (Makna, Sejarah, Dan Teologi Liturgi). Hal. 179
Semua pewartaan dalam Gereja khususnya dalam liturgi, harus dipupuk dan diatur oleh Kitab Suci. kekuatan sabda Allah sangatlah besar dayanya, sehingga bagi Gereja merupakan tumpuan serta kekuatan, dan bagi putera Gereja merupakan kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani. Karena sabda Allah ini, ekaristi menjadi sebuah perayaan pewartaan Kristus yang bangkit. Dalam bacaan pertama kita mendengarkan karya Allah bagi bangsa Israel, kemudian mazmur sebagai tanggapan akan sabda, bacaam kedua merupakan kesakisan para murid Yesus tentang kebankitanNya, dan kemudian sabda Allah berpuncak pada Injil karena disana seluruh kehadiran kristus diwartakan.
Kehadiran Kristus dalam liturgi sabda sungguh menjadi dialog dan komunikasi antara Allah dengan umatnya melalui bacaan kitab suci. Dalam kitab suci kisah karya keselamatan Allah dihadirkan dalam bentuk pewartaan dan umat semakin menyadari kehadiran Kristus.
Dari sabda Allah umat memperoleh makanan akan rohani yang memberi kekuatan dan pengharapan akan kasih Allah. Melalui Sabda-Nya juga, Allah hadir di tengah umat-Nya dan mengungkapkan misteri penebusan dan keselamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Dei Verbum (Sabda Allah), Hardawieyana, Terjemahan oleh R.Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan penerangan KWI, 2017.
Sacrosactum Concilium (Konsili Suci), Hardawiryana, R., ed. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1990.
KWI, komisi liturgi. Pedoman Pastoral Perayaan Sabda Hari Minggu Dan Hari Raya.
Yogyakarta: Kanisius, 1989.
Martasudjita, E. Pengantar Liturgi (Makna, Sejarah, Dan Teologi Liturgi). Yogyakarta:
Kanisius, 1999.
Martasudjita, E. “Liturgi Yang Profetis : Hubungan Kenabian Dan Kultus.” Orientasi Baru
21, no. 2 (2012): 155–172. https://e-
journal.usd.ac.id/index.php/job/article/view/1155/919.
Martasudjita, Emanuel. Liturgi (Pengantar Untuk Studi Dan Praksis Liturgi). Yogyakarta:
Kanisius, 2011.
Yudhiantoro, Stephanus. “Evangeliarium Dan Pemakluman Injil: Simbol Dan Puncak.”
Melintas 34, no. 3 (2018): 272–290.