• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT), UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMULIHAN TERHADAP KORBAN KDRT

N/A
N/A
Barbara Cloudya

Academic year: 2023

Membagikan "KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT), UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMULIHAN TERHADAP KORBAN KDRT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIKEL ILMIAH HUKUM

Barbara Cloudya NIM. 8111422112

Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Indonesia KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT),

UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMULIHAN TERHADAP KORBAN KDRT ABSTRAK

Latarbelakang, tujuan penelitian, metode, hasil dan pembahasan, dan kesimpulan PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Sudah lebih dari dua dekade pemberlakuan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) telah ditetapkan di Indonesia tepatnya bulan September 2004, Indonesia memberlakukan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Tentu saja undang- undang ini masih sangat relevan bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dijadikan salah satu alasan berperilaku dalam berumah tangga, untuk dipatuhi dan menjadi alasan konsekuensi apabila terjadi pelanggaran terhadap undang-undang KDRT tersebut.

Namun selama ini pola pikir dalam masyarakat masih berputar dalam pusaran bahwa masalah dalam rumah tangga adalah masalah pribadi terutama apabila terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Rumah tangga dalam cakupan Undang-undang KDRT tidak hanya mencakup inti keluarga yaitu suami, istri, anak atau anggota keluarga lain yang yang juga tinggal bersama dalam satu rumah bahkan termasuk pekerja dalam rumah tangga (asisten rumah tangga). Tanggung jawab rumah tangga terbesar ada di dalam kekuasaan dan tanggung jawab kepala rumah tangga yang mayoritas dipegang oleh suami sehingga stigma berpikir yang ada dalam masyarakat adalah rumah tangga merupakan wilayah pribadi di mana kepala rumah tangga memiliki kuasa terbesar dan orang di luar rumah tangga tidak memiliki hak untuk ikut campur di dalamnya.

(2)

Berdasarkan berbagai sumber dapat diketahui bahwa pelaporan terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di Indonesia masih relatif tinggi. Berdasarkan data pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tahun 2022 yang diinput secara real-time dari periode awal Januari sampai akhir Desember 2022, jumlah pelaporan kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia sebanyak 27.589 kasus, dalam hal ini korban perempuan sejumlah 25.050 (79,9 %) dan korban laki-laki sejumlah 4.634 (20,1 %)1. KDRT tidak hanya dapat menjadikan anak-anak atau perempuan sebagai korban tetapi juga laki-laki sebagai korban. Berdasarkan tingkat usia, kelompok usia 13-17 tahun sangat rentan menjadi korban kekerasan dengan persentase mencapai 31,8 % kemudian kelompok usia 25-44 tahun sebanyak 26,1 %. Bahkan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sering mendapatkan kekerasan berulang dan membutuhkan perlindungan dan rehabilitasi hingga pulih dan normal kembali.

Apabila terjadi kekerasan dalam rumah tangga, maka keberlanjutan dari kehidupan rumah tangga akan menjadi efek yang menyulitkan rumah tangga tersebut apabila upaya penegakan hukum diberlakukan. Hal tersebut menyebabkan tingkat pelaporan terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga khususnya kekerasan secara psikologis atau kekerasan secara ekonomi menjadi rendah dibandingkan dengan kekerasan fisik atau kekerasan seksual dalam konteks KDRT.

Adanya anggapan umum bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan aib keluarga yang harus ‘tersimpan rapat’ juga menambah kompleksitas dalam upaya penanganan dan penegakan hukum. Selain itu berdasarkan undang-undang, Tindak KDRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Mengacu pada Undang-Undang ini KDRT merupakan delik aduan yang diatur dalam Pasal 51 sampai Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. Jika menjadi delik aduan maka tindak KDRT tidak dapat ditangani oleh institusi hukum sebelum adanya pelaporan secara resmi kepada pihak berwenang.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muslim (2019) disimpulkan bahwa penyebab awal terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah disebabkan oleh munculnya perbedaan dalam pemahaman hak dan kewajiban oleh

1 https://goodstats.id/article/

(3)

suami isteri dalam membina rumah tangga. Hal ini berasal dari perbedaan persepsi mereka dalam mengkategorikan hak dan kewajiban suami isteri. Padahal bila telah ada kesepahaman antara suami istri tentang hak dan kewajiban maka hak dan kewajiban tersebut seharusnya akan terpenuhi dengan benar maka kekerasan dalam rumah tangga dapat dicegah dan diminimalisir. Dalam sosialisasi pencegahan KDRT konsep hak dan kewajiban dalam rumah tangga yang ditetapkan dalam hukum Islam perlu diketahui dan disosialisasikan oleh pemerintah, baik untuk pasangan suami isteri yang sudah menikah dan yang akan menikah dalam rangka menyamakan persepsi suami isteri sehingga dapat mencegah potensi terjadinya KDRT. Demikian pula konsep Hakamain perlu disosialisasikan proses penyelesaian kasus KDRT antara lain dengan penyelesaian yang dilakukan oleh kerabat dari suami isteri atau bisa melalui hukum adat atau melalui pimpinan instansi/tempat bekerja dan juga melibatkan KUA (Kantor Urusan Agama Kecamatan) 2.

Berdasarkan hasil penelitian Heni Hendrawati (2017) disebutkan bahwa sangat penting untuk dilakukan upaya pemulihan terhadap korban KDRT selain dari upaya perlindungan hukum yang diberikan dengan dasar PP No.4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Upaya pemulihan terhadap korban merupakan berbagai tindakan yang meliputi pelayanan dan pendampingan korban kekerasan dalam rumah tangga yang dapat diberikan dalam bentuk konseling, terapi psikologis, advokasi atau bimbingan rohani bagi korban untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Pelaksanaan upaya pemulihan korban KDRT dilakukan sebagai tanggung jawab pemerintah melalui instansi pemerintah dan lembaga sosial yang ditunjuk sesuai dengan tugas dan fungsinya, termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pemulihan korban3.

Pada penelitian Ashady (2020) hasil penelitiannya memberikan penjelasan bahwa kebijakan pidana yang ada pada saat ini di Indonesia dalam upaya

2 Muslim. 2019. Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Melalui Konsep Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Dalam Islam. Gender Equality; International Journal of Child and Gender Studies, Vol.5,(No.1), p.117.

3 Heni Hendrawati. 2017. Kajian Yuridis PP Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jurnal Varia Justicia. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang. Vol 13 Nomor 2 Oktober 2017. ISSN 2579-5198. Hal.

112-122

(4)

penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dari segi aspek kebijakan formulasi/penal dalam penegakan hukum pidana /politik hukum pidana dapat digunakan dalam upaya penanggulangan dan penghapusan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Dengan lahirnya UU PKDRT, maka keterbatasan rumusan delik yang ada di dalam KUHP dapat diakomodir. Upaya-upaya non penal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga di antaranya adalah memperbaiki pandangan masyarakat tentang posisi perempuan dalam rumah tangga, meningkatkan akses perlindungan kepada korban dan memberikan pemahaman serta pelatihan kepada aparat dalam menangani perkara KDRT 4

Hasil penelitian yang dilakukan Dakwatul Chairah (2019) kesimpulannya memberikan hasil bahwa KDRT merupakan perbuatan melawan peraturan perundang-undangan KDRT yang isinya belum banyak diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Hal ini mendorong untuk mengadakan kegiatan penguatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan KDRT tersebut. Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi, mencegah serta menanggulangi meluasnya KDRT di masyarakat serta meningkatkan kesadaran anggota masyarakat tentang KDRT agar tidak menjadi korban kekerasan. Semua individu yang paling dekat dengan rumah tangga yang mengalami KDRT dapat berperan serta untuk mencegah seperti tetangga atau kerabat dekat dengan mengambil tindakan pencegahan seperlunya terhadap potensi terjadinya KDRT atau dengan segera melaporkan kepada pihak yang berwenang seperti RT, RW bila perlu penegak hukum bila melihat peristiwa kekerasan dalam rumah tangga.5

Penelitian selanjutnya oleh Karenina Aulery Putri Wardhani (2021) di mana dalam penelitiannya diketahui bahwa terjadinya tindak KDRT terhadap perempuan disebabkan oleh faktor individu perempuan, faktor pasangan, faktor ekonomi, dan faktor sosial budaya. Merupakan suatu kewajiban bagi aparat penegak hukum untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi korban KDRT baik pada tahap penyelidikan dan penyidikan, sedangkan pasca penegakan hukum maka semua hak korban harus diberikan, terutama hak pemulihan dari kekerasan fisik dan mental

4 Ashady, S. 2020. Kebijakan Penal Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jurnal Fundamental Justice, Vol.1,(No.1),pp.1–12.https://doi.org/10. 30812/fundamental.v1i1.630 5 Chairah, D. (2019) ‘Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan

Dalam Rumah Tangga Di Kabupaten Sidoarjo’, Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam, Vol. 5 No. 1 Juni 2019, pp. 153–175.

(5)

sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UUPKDRT)6.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan hasil dari beberapa penelitian terdahulu maka dapat dinyatakan bahwa sangat penting dilakukan upaya untuk menekan, mengurangi atau menghilangkan tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) melalui pencegahan sebelum terjadinya tidak kekerasan tersebut. Di samping itu dapat pula dirasakan pentingnya upaya rehabilitasi atau pemulihan bagi korban tindak KDRT setelah upaya penegakan hukum dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar korban dapat kembali melanjutkan hidup tanpa dibayangi oleh gangguan traumatis akibat dari KDRT yang telah dialami.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan maka dalam penulisan artikel ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan pencegahan terhadap tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang selama ini dilakukan ? b. Bagaimanakah upaya pemulihan atau rehabilitasi terhadap korban tindak

kekerasan dalam rumah tangga?

3. TUJUAN

Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga dan untuk mengetahui upaya pemulihan atau rehabilitasi terhadap korban tindak kekerasan dalam rumah tangga.

4. METODOLOGI

Dalam penulisan ini dilakukan melalui dengan metode kualitatif dengan pendekatan metode pendekatan yuridis format dan literatur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

6 Karenina Aulery Putri Wardhani. 2021. Perlindungan Hukum terhadap Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) pada Tingkat Penyidikan Berdasarkan Undang- Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UUPKDRT). Jurnal Riset Ilmu Hukum Universitas Islam Bandung. Volume 1 No. 1 Tahun 2021. Hal: 21-31.

(6)

Upaya Pencegahan Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Di Indonesia yang merupakan negara hukum, segala bentuk pelanggaran terhadap hukum termasuk di dalamnya adalah undang-undang dan segala bentuk produk hukum dapat memperoleh konsekuensi berupa sanksi baik secara pidana maupun perdata, denda, atau konsekuensi secara moral di masyarakat. Tidak terkecuali dengan adanya tindak kekerasan yang dapat bersifat fisik, verbal, atau bahkan secara ekonomi terutama yang terjadi dalam lingkup rumah tangga.

Kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga telah ditetapkan sebagai pelanggaran atas hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusian dan dapat digolongkan sebagai bentuk diskriminasi sesuai dengan perundangan dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 tentang hak dan kewajiban warga negara Indonesia dan meliputi hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda serta hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman7. Hal tersebut memberikan kejelasan bahwa tidak kekerasan tidak boleh terjadi atau dilakukan dalam lingkup rumah tangga.

Undang-undang lainnya ditetapkan untuk menghilangkan tindak kekerasan tersebut disusun sebagai bentuk turunan dari Undang-undang Dasar 1945 adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, diundangkan tanggal 22 September 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 95 di mana dalam pasalnya diberikan pengertian tentang yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga, akibat, tindakan yang dilakukan apakah secara fisik, seksual, psikologis atau ekonomi termasuk pula mengenai ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan terhadap kemerdekaan seseorang dalam lingkup rumah tangga.

Lebih lanjut dalam undang-undang tentang KDRT tersebut digolongkan pula tindakan apa saja yang termasuk dalam kategori KDRT dan akibat yang ditimbulkan pada korbannya di antaranya tindak kekerasan fisik yang berakibat luka pada fisik, kekerasan psikis (yang berakibat munculnya ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis

7 https://www.mkri.id. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

(7)

berat pada seseorang serta pola pikir yang tidak terkendali), tindak kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga8.

UU PKDRT memberikan arah kepada upaya pencegahan, perlindungan, dan pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga. Dalam kaitannya dengan upaya pencegahan terhadap potensi terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, penetapan UU PKDRT merupakan salah satu bentuk upaya pencegahan terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, namun tidak cukup dengan pembentukan undang-undang ataupun implementasinya saja. Upaya untuk mengatasi kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan penghormatan kepada hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan gender, nondiskriminasi dan juga perlindungan korban.

Pada pasal selanjutnya menyebutkan tujuan dilakukannya penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah untuk mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban kekerasan, menindak pelaku kekerasan dan sekaligus untuk memelihara keutuhan rumah tangga. Namun untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan rumah tangga juga sangat tergantung pada kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga. Sementara pada pasal 10 mengatur tentang Hak korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang antara lain mencakup perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Di samping itu juga terdapat hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis dan penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban. Dalam upaya pemulihan dilakukan pendampingan oleh tenaga sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan juga pelayanan bimbingan rohani untuk pemulihan secara psikis.

Namun upaya yang dilakukan melalui penetapan perundangan dan implementasinya tersebut akan lebih efektif dan jauh lebih optimal apabila disiapkan suatu sistem yang saling mendukung dan melengkapi baik secara hukum maupun secara kekeluargaan dan kemasyarakatan. Upaya mencegah lebih baik daripada melakukan

8 https://peraturan.bpk.go.id. Undang –Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

(8)

penanganan atas kekerasan yang telah terjadi. Hal tersebut sangat penting diterapkan terutama dimulai dalam kehidupan berumah-tangga (berkeluarga), sebab tujuan dari berumah tangga sesungguhnya adalah membangun rumah tangga yang harmonis. Untuk mencapai rumah tangga yang harmonis, maka harus dihindarkan hal-hal yang dapat memicu terjadinya perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga terutama yang menjurus pada terjadinya KDRT.

Upaya membangun kebersamaan yang lebih erat dalam keluarga, menghindari penyelesaian dengan cara emosional, menghargai pendapat orang lain, penyelesaian konflik dengan kepala dingin, menjalin komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling membantu, saling pengertian dan saling memahami antar anggota keluarga akan dapat memberikan aura positif dalam rumah tangga sehingga mengindarkan terjadinya kekerasan.

Pada instansi pemerintah terkait seperti Kementerian Kesehatan RI, juga melakukan upaya pencegahan terjadinya KDRT dengan menerbitkan buku Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pada tahun 2012 dengan maksud melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat mengenai bentuk pencegahan KDRT, yang meliputi9 : upaya melakukan advokasi kepada pembuat kebijakan, pemangku kepentingan dan tokoh masyarakat untuk memberikan dukungan pada upaya pengendalian KDRT melalui aspek legal. Selain itu juga melakukan sosialisasi tentang Peraturan dan Perundang-undangan terkait pengendalian KDRT. Dalam upaya preventif dilakukan peningkatan pengawasan di tingkat rumah tangga, masyarakat maupun negara.

Upaya melaksanakan penguatan keluarga dengan jalan meningkatkan perlindungan terhadap keluarga dari penyakit dan gangguan lingkungan dilakukan melalui kelembagaan pemerintah dari tingkatan paling bawah seperti RT, RW hingga pusat. Pemerintah juga berupaya meningkatkan peran keluarga dalam penanaman norma budi pekerti yang baik melalui pembekalan keterampilan dan ketahanan hidup pada anak. Melalui corong di instansi pemerintah diupayakan meningkatkan promosi pencegahan KDRT di masyarakat melalui keluarga, sekolah, tempat kerja. Pemerintah juga mendorong untuk melakukan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang pencegahan KDRT sesuai tatanan keluarga. Dalam skala yang lebih luas,

9 Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI 2013. Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Jakarta : Kemenkes RI Press. Hal. 32

(9)

pemerintah juga melakukan kajian kebijakan tentang pembatasan alkohol, NAPZA, senjata, alat tajam dan pestisida.

Namun yang terutama dari semua hal tersebut peran serta masyarakat juga dapat dilakukan dengan meningkatkan pemahaman dan penerapan ajaran agama dalam melakukan pencegahan terjadinya KDRT. Jika semua anggota keluarga dapat bertindak menurut ajaran agama yang dianut, yaitu bertindak dengan penuh cinta kasih dan penuh kasih sayang, maka niscaya semua faktor penyebab terjadinya KDRT akan terhindarkan, bahkan faktor alasan ekonomi sekalipun.

Upaya dan Regulasi Pemulihan Korban KDRT

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT merupakan peraturan yang dibuat pertama yang mengatur hak-hak korban. Hak korban KDRT dalam UU PKDRT di Pasal 10 sebagaimana telah dijelaskan pada halaman sebelumnya diupayakan untuk dipenuhi bahkan sejak advokasi dilakukan dalam masa penyusunan draft Rancangan UU PKDRT karena upaya pemulihan bagi korban KDRT menjadi salah satu hal yang tak terpisahkan dari proses hukum.

Upaya pemulihan tersebut menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan beberapa penyedia layanan pemulihan baik layanan medis, psikologis, hukum dan rumah aman. Konsep pemberian layanan terpadu untuk korban kekerasan bahkan sudah digagas dan disepakati bersama antara instansi pemerintah juga swadaya masyarakat.

Upaya-upaya tersebut terutama dilakukan oleh organisasi perempuan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan karena sebagian besar korban adalah perempuan yang karena KDRT dan kondisi rumah tangga menjadi memiliki ketidakberanian atau karena terbatasnya akses korban pada hukum.

Selain itu untuk memberikan keadilan bagi korban agar dapat mengungkapkan kebenaran di beberapa daerah di Indonesia mulai dibentuk pusat pelayanan terpadu yang berada di bawah otoritas pemerintah daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten dengan banyak model yang menggunakan sistem rujukan, pelayanan satu atap, dikelola oleh pemerintah daerah sendiri atau kerjasama antara pemerintah daerah dan LSM. Pekerjaan selanjutnya adalah memperluas layanan ke tingkat yang lebih rendah, sehingga masyarakat di desa atau pelosok dapat dengan mudah menjangkaunya.

Upaya kerja sama antar instansi terkait seperti Kementerian Negara Pemberdayaan

(10)

Perempuan, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial dan Polri dilakukan dengan menyusun regulasi bersama atau alur layanan yang melibatkan semua pihak.

Pada pasal 13-14 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT ini, sudah memperluas bentuk layanan dan koordinasi antar pihak terkait dengan hak korban KDRT untuk mendapatkan layanan, meskipun masih memerlukan penjelasan teknis dalam pelaksanaannya. Bahkan dalam pasal 43 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, dimandatkan untuk dibuatnya Peraturan Pemerintah terkait pelaksanaan pemenuhan hak-hak korban dalam rangka pemulihan. Meskipun Peraturan Pemerintah untuk mendukung UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang PDKRT terkait dengan upaya pemulihan baru ditetapkan tahun 2006, yaitu PP Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban KDRT.

Peraturan yang dibuat oleh pemerintah ini memberikan penekanan bahwa pemulihan terhadap korban KDRT tidak hanya berupa pemulihan fisik, tetapi juga psikis. Sehingga sangat diperlukan fasilitas dan kerjasama antar pihak yang telah disebutkan dalam UU. Peraturan Pemerintah ini juga menyebutkan pentingnya pendamping yang tidak hanya diinisiasi oleh pemerintah,

Penyelesaian pada kasus KDRT tidak selalu harus diakhiri dengan pendekatan hukum seperti pidana penjara, tetapi dapat juga dilakukan dengan pendekatan restorative justice. Pendekatan ini mengarahkan untuk melakukan perbaikan hubungan antara pelaku dengan korban yang masih satu keluarga yang saling membutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat yang telah rusak oleh tindak pidana yang dilakukan pelaku.

Restorative Justice menjadi upaya mengembalikan keseimbangan dengan membebani kewajiban secara moral kepada pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga melalui penggugahan kesadarannya untuk mengakui kesalahan, meminta maaf, dan mengembalikan atas kerusakan dan kerugian bagi korban seperti semula atau setidaknya menyerupai kondisi semula.

Ketentuan penerapan restorative justice baru diatur melalui Surat Edaran Kapolri Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Perkara Pidana dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana serta Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif10. Meskipun demikian penerapan

10 Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2008. Surat Edaran Kapolri Nomor 8 Tahun 2008 tentang Penerapan Keadilan Restoratif. Jakarta : Polri.

(11)

pendekatan restorative justice harus memenuhi syarat materiil dan syarat formil di antaranya pada syarat materiil adalah tidak menimbulkan keresahan masyarakat dan tidak ada penolakan masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan dan melepaskan hak menuntutnya di hadapan hukum dan prinsip pembatas pada pelaku, yaitu: tingkat kesalahan pelaku tidak relatif berat, yakni kesalahan (schuld atau mensrea dalam bentuk kesengajaan (dolus atau opzet) terutama kesengajaan sebagai maksud atau tujuan (opzet als oogmerk);

pelaku bukan residivis bukan dalam bentuk kesengajaan) dan bukan residivis, dan dalam proses penyelidikan atau penyidikan sebelum SPDP dikirim ke Penuntut Umum.

Sedangkan syarat formil yang harus dipenuhi apabila dilakukan penyelesaian dengan pendekatan restorative justice antara lain adalah adanya Surat Permohonan Perdamaian kedua belah pihak, Surat Pernyataan Perdamaian (akte dading) yang prosesnya diketahui oleh atasan penyidik, adanya Berita Acara Tambahan pihak yang berperkara setelah dilakukan penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif. Selain itu diperlukan pula adanya Rekomendasi Gelar Perkara Khusus yang menyetujui dilakukannya penyelesaian keadilan restoratif, pelaku tidak mengajukan keberatan atas tanggungjawab yang dipikul, pemberian ganti rugi atau dilakukan dengan sukarela, dan tindakan kekerasan yang dilakukan termasuk kejahatan umum yang tidak menimbulkan korban manusia.

Namun demikian berbagai upaya pemulihan bagi korban tindak kekerasan dalam rumah tangga tidak selalu memberikan hasil yang memuaskan baik bagi pemberi layanan maupun korban yang menerima layanan. Sebagaimana dalam peribahasa bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati, prinsip ini juga berlaku pada setiap korban kekerasan karena sering ditemui trauma yang berkepanjangan dan efek buruk yang muncul setelah lama dipendam tanpa disadari.

Tindakan KDRT merupakan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama dalam rumah tangga seperti perempuan dan anak (meskipun korban mungkin juga laki-laki), yang memberikan akibat munculnya penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk di dalamnya ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga antara lain melalui kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaraan rumah tangga. KDRT bisa terjadi dan disebabkan oleh

(12)

banyak faktor di antaranya adalah komunikasi yang tidak baik antar anggota keluarga, adanya penyelewengan atau perselingkuhan, adanya rasa putus asa/ frustasi di antara anggota keluarga, adanya rasa minder karena perubahan status sosial, dan akibat masa lalu yang sering mengalami kekerasan sebagai penyelesaian masalah, di luar faktor ekonomi.

Pemulihan bagi korban tindak KDRT merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara bersama baik melalui lembaga resmi atau swadaya masyarakat, melalui institusi pemerintahan dari tingkat paling bawah sampai pusat, juga melalui lembaga sosial yang paling dasar yaitu keluarga dan seluruh anggota keluarga.

Pemulihan korban tindak kekerasan didasarkan pada upaya penanganan yang dilakukan baik secara hukum maupun secara kekeluargaan dan adat.

KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya maka dapat disimpulkan dari penulisan ini bahwa tindak KDRT dapat dicegah dengan memiliki pemahaman yang benar tentang perbuatan-perbuatan apa saja yang termasuk KDRT, penyusunan regulasi yang mengatur tentang penghapusan KDRT dan apa ancaman pidananya. Selain itu dengan mengedepankan toleransi dan keharmonisan keluarga akan membangun relasi hubungan keluarga yang lebih erat, melakukan pembicaraan/ diskusi dengan tenang, menghargai pendapat yang berbeda dari anggota keluarga, menyelesaikan masalah dengan kepala dingin, menjaga komunikasi yang baik, membantu satu sama lain, saling pengertian, dan memahami di antara anggota keluarga, dan mengedepankan ajaran agama dengan bertindak penuh cinta kasih dan penuh kasih sayang akan memberikan dukungan secara preventif terhadap tindak KDRT. Di samping itu upaya pemulihan bagi korban juga dilakukan secara regulasi dengan pembuatan berbagai peraturan dan perundangan, membangun kerjasama antar institusi pemerintah, lembaga dan masyarakat bahkan dengan upaya pendekatan melalui Restorasi Justice.

Daftar Pustaka

Ashady, S. 2020. Kebijakan Penal Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Jurnal Fundamental Justice, Vol.1, Nomor 1, pp.1–12. https://doi.org

(13)

Chairah, D. 2019. Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kabupaten Sidoarjo, Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam, Vol. 5 No. 1 Juni 2019.

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI 2013. Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Jakarta : Kemenkes RI Press

Heni Hendrawati. 2017. Kajian Yuridis PP Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Jurnal Varia Justicia. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang.

Vol 13 Nomor 2 Oktober 2017

Karenina Aulery Putri Wardhani. 2021. Perlindungan Hukum terhadap Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) pada Tingkat Penyidikan Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UUPKDRT). Jurnal Riset Ilmu Hukum Universitas Islam Bandung. Volume 1 No. 1 Tahun 2021.

Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2008. Surat Edaran Kapolri Nomor 8 Tahun 2008 tentang Penerapan Keadilan Restoratif. Jakarta : Polri

Muslim. 2019. Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Melalui Konsep Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Dalam Islam. Gender Equality; International Journal of Child and Gender Studies, Vol. 5 Nomor 1.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. https://www.mkri.id.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. https://peraturan.bpk.go.id.

https://goodstats.id/article.

Referensi

Dokumen terkait

Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT Terhadap Perempuan dan Anak Syarifuddin Fakultas Hukum UISU Medan syarifuddin@fh.uisu.ac.id Abstrak Para peserta

Knife Source: Berghoffworldwide.com, accessed on November 6, 2021 2.2.8 Wooden Spatula Wooden spatula used to stir and mix all ingredients in the pan... Strainer used to strain the