SISTEM ORGANISASI SOSIAL MASYARAKAT NELAYAN
DI PULAU BEBALANG,
SULAWESI UTARA
SALSABILA SYAMSINAR K021231083 ANDI ST. AN-NISA SHAKINAH NURALIM K021231084 YUSIKA SERA PATALONG KOBBA K021231085 NURWANA K021231086 NURUL IFANI K021231087 SASRIATI K021231089 MEISHA AURELIA TITALEY K021231090
ANGGOTA KELOMPOK
ANGGOTA KELOMPOK
Desa Bebalang merupakan sebuah pulau kecil dengan luas 3,4 km2 yang terletak di Kecamatan Mangan, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Desa ini memiliki sejarah yang unik dalam struktur sosial dan administratifnya.
Mayoritas penduduk Desa Bebalang bekerja
sebagai nelayan, bergantung pada hasil
tangkapan laut sebagai sumber penghidupan
utama.
SISTEM ORGANISASI SOSIAL
Masyarakat Desa Bebalang mempunyai sebuah kelompok nelayan yang diberi nama Seke. Dalam ketompok Seke, ada beberapa istilah lokal mengenai keanggotaan berdasarkan fungsi dan tugasnya masing-masing yaitu :
Lekdeng adalah istilah untuk anggota kelompok.
Tatalide adalah anggota yang bertugas memegang talonlong, sebuah tongkat untuk menjaga agar posisi Seke tetap tegak dan ikan yang masuk tidak bisa keluar.
Seke Kengkang adalah anggota yang berada di atas perahu tempat
meletakkan Seke, yang bertugas menurunkan Seke ke laut sesuai
aba-aba.
SISTEM ORGANISASI SOSIAL
Matobo adalah juru selam yang melihat posisi ikan sebelum Seke diturunkan.
Tonaas adalah pemimpin pengoperasian Seke, dengan kekuatan gaib untuk memanggil ikan layang dan mendapatkan hasil yang banyak. Tonaseng Karuane adalah wakil Tonaas.
Mandore adalah orang yang membangunkan anggota Seke sebelum beroperasi dan membagi hasil tangkapan.
Mendoreso adalah bendahara organisasi Seke.
SISTEM PEMBAGIAN SISTEM PEMBAGIAN
HASIL TANGKAP HASIL TANGKAP
Pemberian hasil tangkapan kepada warga desa yang sudah berkeluarga, termasuk
janda/duda
Pemberian hasil tangkapan kepada warga desa yang belum berkeluarga
Pemberian hasil tangkapan berdasarkan status sosial tertentu, seperti kepala desa, guru,
pendeta, tokoh adat, pejabat, dan sebagainya.
Pemberian hasil tangkapan berdasarkan
status keanggotaan dalam organisasi Seke
Ada jenis ikan tertentu yang dianggap hanya
boleh ditangkap oleh penduduk Desa Bebalang
selama ikan tersebut berada di perairan yang
dianggap sebagai bagian dari perairan
Bebalang. Aturan ini berlaku secara turun
temurun.
Di Pulau Bebalang, terdapat tradisi nelayan yang dikenal
dengan sebutan "Soma kongkong", di mana
sekelompok orang berkumpul untuk mengumpulkan dana
guna membeli perahu dan jaring insang untuk
menangkap ikan pelagis. Hasil tangkapan ikan tersebut kemudian dibagikan secara adil kepada setiap keluarga,
janda, guru, pendeta, dan anak yatim piatu.
KEBUDAYAAN DAN TRADISI KEBUDAYAAN DAN TRADISI
Nelayan Desa Bebalang mengaitkan ikan Malalugis dengan kepercayaan nenek
moyang mereka tentang penunggu laut. Mereka meyakini bahwa Malalugis adalah ikan yang digunakan
sebagai mainan oleh
seorang dewi yang menjadi penguasa laut yang dikenal sebagai Dewi AdW. Sehingga
ikan ini dianggap suci.
PERUBAHAN SOSIAL PERUBAHAN SOSIAL
Dulunya masyarakat kampung Bebalang
menangkap ikan menggunakan sake tetapi alat tersebut sudah mulai hilang dan
digantikan dengan mini purse seine atau dikenal dengan nama lokal pajeko dan
longline
PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN
Mayoritas penduduk Desa bebalang bekerja sebagai
nelayan, dengan hasil tangkapan rata-rata sekitar 20 ribu ekor ikan atau sekitar 1 atau 2 ton
setiap kali penangkapan
Tantangan utama yang dihadapi oleh masyarakat nelayan Desa
Bebalang adalah kurangnya pengetahuan pengolahan ikan yang efektif, serta kurangnya
fasilitas penyimpanan dan
penanganan ikan yang memadai
Hasil penangkapan nelayan
sebagian besar dipasarkan dalam bentuk ikan segar, namun ada yang diolah menjadi ikan kering
dan ikan asap dengan teknik pengolahan sederhana
KESIMPULAN
Desa Bebalang merupakan kelompok nelayan yang kaya akan keberagaman sosial, budaya, dan tradisi. Sistem organisasi sosial kelompok nelayan Seke
terstruktur dengan baik, di mana setiap anggota memiliki peran dan
tanggung jawab yang jelas. Kebudayaan dan tradisi yang dijunjung tinggi mencerminkan kearifan lokal dan nilai-nilai turun-temurun. Namun, adanya
perubahan sosial seperti penggunaan alat tangkap modern dan perubahan pola penangkapan ikan menandai transformasi dalam cara hidup dan bekerja masyarakat nelayan Desa Bebalang. Pengelolaan sumber daya perikanan di Desa Bebalang menghadapi tantangan dalam hal pengetahuan metode pengolahan ikan yang efektif, fasilitas penyimpanan yang memadai,
serta penerapan prinsip sanitasi dan hygiene dalam penanganan ikan.
Diperlukan upaya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat nelayan tentang praktik-praktik berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
dalam pengelolaan sumber daya perikanan.