BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat
Kondisi sosial ekonomi adalah suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, pemberian posisi itu disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status (Suryabarta, 2001). Malo (2001), memberikan batasan tentang kondisi sosial ekonomi, merupakan suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam sosial masyarakat.
Mengenai kondisi sosial ekonomi, Arifin (2009) menjelaskan kondisi sosial ekonomi sebagai kaitan antara status sosial dan kebiasaan hidup sehari-hari yang telah membudaya, bagi individu atau kelompok di mana kebiasaan hidup yang membudaya ini biasanya disebut dengan culture activity. Ia juga menjelaskan bahwa semua masyarakat di dunia, baik yang sederhana maupun yang kompleks, pola interaksi atau pergaulan hidup antara individu menunjuk pada perbedaan kedudukan dan derajat atau status kriteria. Dalam membedakan status pada masyarakat yang kecil biasanya sangat sederhana, karena di samping jumlah warganya yang relatif sedikit, juga orang-orang yang dianggap tinggi statusnya tidak begitu banyak jumlah maupun ragamnya.
Sementara Winkel (2000), menyatakan bahwa pengertian status sosial ekonomi mempunyai makna suatu keadaan yang menunjukkan pada kemampuan finansial keluarga dan perlengkapan material yang dimiliki, di mana keadaan ini bertaraf baik, cukup, dan kurang. Menurutnya pula, ada ciri-ciri keadaan sosial ekonomi yang baik yaitu sebagai berikut:
a) Lebih berpendidikan;
b) Mempunyai status sosial yang ditandai dengan tingkat kehidupan, kesehatan, pekerjaan, dan pengenalan diri terhadap lingkungan;
c) Mempunyai tingkat mobilitas ke atas lebih besar;
d) Mempunyai ladang luas;
e) Lebih berorientasi pada ekonomi komersial produk;
f) Mempunyai sikap yang lebih berkenaan dengan kredit;
g) Pekerjaan lebih spesifik.
Aspek sosial ekonomi desa dan peluang kerja berkaitan erat dengan masalah kesejahteraan masyarakat desa. Kecukupan pangan dan keperluan ekonomi bagi masyarakat baru terjangkau bila pendapatan rumah tangga cukup untuk menutupi keperluan rumah tangga dan pengembangan usaha-usahanya (Mubyarto, 2001).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, kondisi sosial ekonomi adalah posisi individu dan kelompok yang berkenaan dengan ukuran rata-rata yang berlaku umum tentang pendidikan, pemilikan barang-barang, dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Kondisi sosial ekonomi kaitannya dengan status sosial ekonomi itu sendiri dengan kebiasaan hidup sehari-hari individu atau kelompok di dalam masyarakat.
2.1.2. Dampak Adanya Perkebunan bagi Kondisi Sosial Ekonomi
Menurut Carley dan Bustelo yang dikutip oleh (Hadi, 2002), dampak sosial ekonomi terdiri dari perubahan pendapatan, kesempatan berusaha dan pola tenaga kerja. Noor (2006) menyatakan “konsekuensi dari meningkatnya eksplorasi dan eksploitasi sumber daya akan berdampak pada aspek sosial ekonomi dan lingkungan. Dampak sosial ekonomi seperti peningkatan pendapatan daerah, terciptanya lapangan pekerjaan, dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat sekitar wilayah perkebunan. Dalam Keputusan Pemerintah No. 14 Menteri Lingkungan Hidup 1994 tentang Penetapan Dampak Penting terhadap Aspek Sosial Ekonomi, dijelaskan sebagai berikut:
1. Aspek Sosial
Sosial adalah pergaulan hidup manusia dalam bermasyarakat yang mengandung nilai-nilai kebersamaan, senasib, sepenanggungan dan solidaritas yang merupakan unsur pemersatu. Adapun aspek-aspek sosial adalah sebagai berikut:
a) Tradisi adalah lembaga baru di dandani dengan daya pikat kekunoan yang menentang zaman tetapi menjadi ciptaan mengagumkan. Jadi tradisis adalah suatu kebiasaan masyarakat dulu yang di jaga dan dilestarikan namun di pengaruhi oleh budaya luar karena adanya modernisasi (Cannadine, 2010).
b) Proses sosial merupakan hubungan yang saling mempengaruhi antar manusia dan akan terjadi jika adanya interaksi sosial. Salah satu dari bentuk interaksi
sosial ialah kerja sama. Kerja sama adalah suatu usaha bersama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan (Ahmadi, 2004).
c) Kelompok-kelompok dan organisasi sosial yaitu kelompok kerja sama di antara orang-orang dan diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Salah satu contohnya ialah sistem keamanan lingkungan (ronda), karang taruna, panti asuhan dan lainnya.
d) Integrasi sosial yang merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang berbeda tersebut dapat meliputi perbedaan kedudukan sosial, ras, etnik, agama, bahasa, kebiasaan, sistem nilai dan norma (Maryati & Suryawati, 2013).
2. Aspek Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang dan jasa. Adapun aspek-aspek ekonomi adalah sebagai berikut:
a) Kesempatan bekerja dan berusaha. Keadaan yang sedang menggambarkan ketersediaan lapangan kerja bagi para pencari pekerjaan, sehingga kesempatan kerja adalah jumlah lapangan kerja yang tersedia bagi orang-orang yang sedang mencari pekerjaan. Bisa juga dikatakan ketersediaan sebuah lapangan pekerjaan bagi yang sedang membutuhkan pekerjaan.
b) Pendapatan merupakan balas jasa atas penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh sektor rumah tangga dan sektor perusahaan yang dapat berupa gaji atau upah, sewa, bunga serta keuntungan atau profit (Hendrik, 2011).
Menurut BPS ada berberpa jenis sumber pendapatan:
• Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota-anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari balas jasa faktor produksi tenaga kerja (upah dan gaji, keuntungan, bonus, dan lain lain), balas jasa kapital (bunga, bagi hasil, dan lain lain), dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain (transfer).
• Pendapatan Rutin
Pendapatan rutin meliputi penerimaan pemerintah dari pajak langsung, pajak tak langsung, dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak adalah penerimaan dari dinas-dinas, yang mencakup perincian seperti penerimaan dinas kesehatan, pendidikan, dan lain-lain, penerimaan kejaksaan dan pengadilan, penerimaan dinas luar negeri, penerimaan dari hasil kekayaan negara, dan lain-lain.
c) Sarana dan prasarana. Semua struktur dan fasilitas dasar, baik bersifat fisik (misalnya bangunan dan jalan) maupun bersifat sistem (misalnya telekomunikasi dan pasokan listrik) yang diperlukan untuk operasional kegiatan masyarakat atau perusahaan.
2.1.3. Teori Perubahan Sosial Ekonomi A. Teori Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah kondisi-kondisi sosial primer yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial. Kondisi sosial primer yang dimkasud antara lain kondisi-kondisi ekonomis, teknologis, geografis, ataupun biologis. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubhan-perubahan pada aspek kehidupan sosial lainnya.
Beberpa teori yang menjelaskan sebab-sebab terjadi perubahan sisial anatar lain (Budiyanti, 2022).
1. Teori Evolusi
Tokoh yang berpengaruh pada teori ini adalah Emile Durkheim dan Fredinand Tonnies dalam (Budiyanti, 2022). Durkheim berpendapat bahwa perubahan karena evolusi memengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, terutama yang berhubungan dengan kerja. Adapun Tonnies memandang bahwa masyrakat berubah dari masyrakat sederhana yang mempunyai hubungan yang erat dan kooperatif, menjadi tipe masyarakat yang besar yang memiliki hubungan yang terspesialisasi dan impersonal. Tonnies tidak yakin bahwa perubahan-perubahan tersebut selalu membawa kemajuan. Dia melihat adanya fragmentasi sosial (perpecahan dalam masyrakat), inidividu menjadi terasing, dan lemahnya ikatan sosial sebagai akibat langsung dari perubahan sosial budaya ke arah inividualis dan pencarian kekuasaan, gejala itu tampak jelas pada masyarakat perkotaan.
Menurut Soerjono Soekanto dalam (Budiyanti, 2022) terdapat tiga teori utama dalam evolusi yakni:
a. Teori Evolusi Uniliniear
Teori perubahan sosial satu ini menyatakan bahwa manusia dan masyarakat mengalami perkembangan yang sesuai dengan tahap-tahap tertentu. Perubahan ini membuat masyarakat berkembang dari yang sederhana menjadi tahapan yang lebih kompleks.
b. Teori Evolusi Universal
Teori perubahan sosial ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahapan tertentu yang tetap. Hal ini karena menurut teori ini kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu.
c. Teori Evolusi Multilinear
Teori perubahan sosial yang satu ini menyatakan bahwa perubahan sosial dapat terjadi dalam beberapa cara. Tetapi cara tersebut akan mengarah ke arah yang sama, yaitu membentuk masyarakat yang lebih baik.
2. Teori Siklus
Teori siklus menjelaskan bahwa perubahan sosial bersifat siklus artinya berputar melingkar. Menurut teori siklus, perubhan sosial merupakan sesuatu yang tidak bisa direncanakan atau diarahkan kesuatu titik tertentu, tetapi berputar-putar menurut pola melingkar. Pandangan teori siklus ini, yaitu perubahan sosial sebagai suatu hal yang berulang-ulang. Apa yang terjadi sekarang akan memiliki kesamaan atau kemiripan dengan apa yang ada di zaman dahulu. Di dalam pola perubahan ini tidak ada proses perubahan sosial masyrakat secara bertahap sehingga batas-batas antara pola hidup primitif, tradisional, dan modern tidak jelas.
3. Teori Fungsionalis
Teori fungsional berusaha melacak penyebab perubahan sosial sampai pada ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi memengaruhi mereka. Teori ini berhasil menjelaskan peruabhan sosial yang tingkatnya moderat.
4. Teori Konflik
Konfilk berasal dari pertentangan kelas antara kelompok tertindas dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial. Semua perubahan sosial merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. Prinsip dasar teori konflik (konflik sosial dan perubahan sosial) selalu melekat dalam struktur masyarakat.
B. Teori Pembangunan Ekonomi
Dalam pembahasan mengenai teori pembangunan ada empat pendekatan teori pembangunan ekonomi yang dominan, yaitu (1) Teori pertumbuhan linear; (2) Teori pertumbuhan struktural; (3) Teori dependensia; (4) Teori Neo-Klasik (Martoyo, 2019).
a. Teori Pertumbuhan Linear
Model pertumbuhan linear mendominasi perkembangan teori pembangunan sejak pertama kali dikemukakan oleh Adam Smith dalam (Martoyo, 2019) mengalami puncak kejayaannya dengan lahirnya teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Rostow. Teori-teori pembangunan yang dikemukakan oleh adam Smith, Karl Marx, dan Rostow termasuk dalam model pertumbuhan linear.
Dasar pemikiran dari model ini adalah evolusi proses pembangunan yang dialami oleh suatu negara selalu melalui tahapan-tahapan tertentu. Tahapan- tahapan tersebut merupakan proses urutan seperti halnya aliran air sungai.
Artinya, penahapan tersebut adalah mutlak harus dilalui oleh suatu negara yang sedang membangun. Tahap-tahap pembangunan tersebut harus dilalui satu per satu secara berurutan menuju tingkat yang semakin tinggi.
b. Teori Pertumbuhan Struktural
Adam Smith dalam (Martoyo, 2019) membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi 5 tahap yang berurutan, yaitu dimulai dari masa perburuan, masa beternak, masa bercocok tanam, perdagangan dan yang terakhir adalah tahap perindustrian, menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kapitalis. Dalam hal ini Adam Smith memandang pekerja sebagai salah satu input (masukan) bagi proses produksi.
Pembagian kerja merupakan titik sentral pembahasan dalam teori Adam Smith dalam upaya meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Spesialisasi yang dilakukan oleh tiap-tiap pelaku ekonomi tidak lepas dari faktor-faktor pendorong yaitu (1) peningkatan keterampilan pekerja dan (2) penemuan mesin-mesin yang menghemat tenaga. Spesialisasi akan terjadi jika tahap pembangunan ekonomi telah menuju ke sistem perekonomian modern yang kapitalistik. Meningkatnya kompleksitas aktivitas ekonomi dan kebutuhan hidup di masyarakat mengharuskan masyrakat untuk tidak lagi melakukan semua pekerjaan secara sendiri, namun lebih ditekankan pada spesialisai untuk menggeluti bidang tertentu.
Dalam pembanguan ekonomi, modal memegang peranan yang penting.
Menurut teori ini, akumulasi modal akan memenetukan cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Modal tersebut diperoleh dari tabungan yang dilakukan masyarakat. Adanya akumulasi modal yang dihasilkan dari tabungan membuat pelaku ekonomi dapat menginvestasikannya ke sektor ini dalam upaya untuk meningkatkan penerimaannya. Perlu dicatat bahwa akumulasi modal dan investasi sangat tergantung pada perilaku menabung masyrakat ditentukan oleh kemampuan menguasai dan mengekplorasi sumber daya yang ada. Artinya bahwa orang yang mampu menabung pada dasarnya adalah kelompok masyarakat yang menguasai dan mengusahakan sumber-sumber ekonomi, yaitu para pengusaha dan tuan tanah.
Pekerja merupakan satu-satunya pelaku ekonomi yang tidak memiliki kemampuan menabung karena mereka tidak mampu menguasai dan mengusahakan sumber-sumber ekonomi yang ada.
c. Teori (dependensia)
Karl Marx dalam (Martoyo, 2019) dibukunya Das Kapital membagi evolusi perkembangan masyarakat menjadi tiga, yaitu dimulai dari feodalisme, kapitalusme dan kemudian yang terakhir adalah sosialisme. Evolusi perkembangan masyarakat ini sejalan dengan proses pembangunan yang dilaksanakan. Masyarakat feodal mencermikan kondisi di mana perekonomian yang ada masih bersifat tradisional. Dalam tahap ini tuan tanah merupakan pelaku ekonomi lain. Perkembangan teknoogi yang ada menyebabkan terjadinya
pergeseran di sektor ekonomi, dimana masyarakat yang semula agraris-feodal mulai beralih menjadi masyarakt industri yang kapitalis.
Seperti halnya pada masa feodal, pada masa kaptalisme ini para pengusaha merupakan pihak yang memiliki tingkat posisi tawar tertinggi yang relatif terhadap pihak lain khususnya kaum buruh. Mark menyesuaikan asumsinya terhadap cara pandang ekonomi klasik ketika itu dengan memandang buruh sebagai salah satu input dalam proses produksi. Artinya buruh tidak memiliki posisi tawar sama sekali terhadap para majikannya, yang merupakan kaum kapitalis. Konsekuensi logis penggunaan asumsi dasar tersebut adalah kemungkinan terjadinya eksploitasi besar-besaran yang dilakukan para pengusaha terhadap buruh. Di sisi lain, pada upaya peningkatan pendapatan yang lebih besar di masa yang akan datang. Sejalan dengan perkembangan teknologi, para pengusaha yang menguasai faktor produksi akan berusaha memaksimalkan keuntungannya dengan menginvestasikan akumulasi modal yang diperolehnya pada input modal yang bersifat padat kapital. Eksploitasi terhadap kaum buruh dan peningkatan pengangguran yang terjadi akibat substitusi tenaga manusia dengan input modal yang padat kapital pada akhirnya akan menyebabkan revolusi sosial yang dilakukan oleh kaum buruh. Fase ini merupakan tonggak baru munculnya suatu tatanan sosial alternatif di samping tata masyrakat kapitalis, yaitu tata masyarakat sosialis.
d. Teori Neo-Klasik
Teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh Walt Whitman Rostow dalam (Martoyo, 2019) merupakan garda depan dari linear stage of growth Theory. Pada dekade 1950-1960, teori Rostow banyak mempengaruhi pandangan dan presepsi para ahli ekonomi mengenai strategi pembangunan yang harus dilakukan. Teori Rostow didasarkan pada pengalaman pembangunan yang telah dilalami oleh negara-negara maju terutama Eropa. Dengan mengamati proses pembangunan di negara-negara Eropa dari mulai abad pertenghan hingga abad modern, Rostow memformulasikan pola pembangunan yang ada menjadi tahap-tahap evolusi dari suatu pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara.
2.1.4. Klasifikasi Status Sosial Ekonomi
Klasifikasi status sosial ekonomi menurut Coleman dan Cressey dalam (Martoyo, 2019) adalah:
1. Status sosial ekonomi atas
Status sosial ekonomi atas yaitu status atau kedudukan seseorang di masyrakat yang diperoleh berdasarkan penggolongan menurut harta kekayaan, di mana harta kekayaan yang dimiliki di atas rata-rata masyarakat pada umumnya dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik.
2. Status sosial ekonomi bawah
Status sosial ekonomi bawah adalah kedudukan seseorang di masyarakat yang diperoleh berdasarkan penggolongan menurut kekayaan, di mana harta kekayaan yang dimiliki termasuk kurang jika dibandingkan dengan rata-rata masyarakat pada umumnya serta tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Sedangkan Arifin Noor tingkatan sataus sosial ekonomi seseorang terbagi menjadi tiga golongan yaitu:
A. Kelas atas (Upper class)
Kelas atas berasal dari golongan kaya raya seperti golongan konglomerat, kelompok eksekutif, dan sebagainya.
B. Kelas menengah (Middle class)
Kelas menengah biasa diidentikan oleh kaum professional dan para pemilik toko dan bisnis yang kecil
C. Kelas bawah (Lower class)
Kelas bawah adalah golongan yang memperoleh pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan terhadap kerja mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kebutauhan pokoknya.
2.2. Penelitian Terdahulu Tabel 1. Penelitian Terdahulu
No Penulis Judul Teknik Analisis Data Hasil Penelitian
1 Darwis, (2015)
Dampak Keberadaan Perusahaan Kelapa Sawit terhadap Kesejahteraan Sosial Masyarakat di Desa
Bulu Mario,
Teknik analisis data kuantitatif,
analisisnya pada data- data numeral (angka) yang diolah dengan metode statistika.
Dari hasil penelitian yang dapat disimpulkan:
kondisi sosial sebelum adanya perusahaan dapat dikatakan masyarakat masih memiliki ikatan
No Penulis Judul Teknik Analisis Data Hasil Penelitian Kabupaten Mamuju
Utara.
Dengan mengambil data mentah yang dihasilkan dari kuesioner, kemudian diolah di komputer dengan perangkat SPPS, hasilnya dalam bentuk angka, tabel dan grafik.
emosional yang tinggi.
Hal tersebut berdampak pada tingkat interaksi, gotong royong dan lain sebagainya. Ini di dukung pula oleh kesamaan latar belakang suku dan budaya penduduk asli di Desa Bulu Mario.
Kondisi ekonomi yang masih jauh dari kata sejahtera membuat mereka memutuskan untuk mengikuti program transmigrasi pemerintah.
Setelah adanya
perusahaan, mereka yang dulunya kurang sejahtera sekarang menjadi sangat sejahtera karena terjadinya peningkatan harga tanah dan adanya pekerjaan sampingan warga.
2 (Hendriono, (2016)
Studi Dampak Perkebunan Sawit terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknis analisis deskriptif kualitatif.
Teknis analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk memaparkan atau menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sebagai dampak dari keberadaan
perkebunan kelapa sawit di kecamatan Andowia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masuknya perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Sultra Prima Lestari memberikan perubahan pada kondisi sosial masyarakat. Perubahan tersebut dapat dilihat dari adanya akses pendidikan, adanya aktivitas ekonomi baru seperti penginapan, rumah makan, jasa penyeberangan, dan salon. Setelah adanya perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Sultra Prima Lestari
masyarakatyang dulunya kurang sejahtera sekarang menjadi lebih sejahtera.
3 Al’Kausar, (2019)
Dampak Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Anugerah Langkat Makmur terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Singkuang.
Menggunakan metode analisis Deskriptif kualitatif,
metode ini
menggambarkan, menganalisa data yang diperoleh, setelah data terkumpul kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kerangka penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sesudah berdirinya perusahaan perkebunan kelapa sawit PT.
Anugerah Langkat Makmur, tingkat pendapatan responden meningkat yang dulunya rata-rata Rp700.000.- Rp900.000,-, sekarang pendapatan responden >
No Penulis Judul Teknik Analisis Data Hasil Penelitian Rp1.000.000,-. Sebelum berdirinya perusahaan perkebunan, pendapatan responden dialokasikan hanya sebatas untuk kebutuhan sehari-hari, akan tetapi setelah berdirinya perusahaan PT. Anugerah Langkat Makmur, pengalokasian pendapatan ikut bertambah untuk
pendidikan dan
perumahan.
2.3. Kerangka Berpikir
Masalah sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat Desa Sebangki yaitu matapencaharian hanya menyadap karet, bertani dan berburu, akses antar daerah dan kota sulit ditempuh, kurang terbukanya kesempatan kerja dan pendapatan yang rendah. Akan tetapi, berdirinya perkebunan sawit PT. Citra Niaga Perkasa banyak memberikan perubahan salah satunya pada kondisi sosial ekonomi di masyarakat Desa Sebangki. Penelitian bertujuan untuk melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum dan sesudah berdirinya perkebunan kelapa sawit PT. Citra Niaga Perkasa.
Gambar 1. Kerangka Berpikir Desa Sebangki
Perkebunan Kelapa Sawit PT.Citra Niaga Perkasa
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat:
Sebelum dan Sesudah adanya Perkebunan Sawit
Kondisi Sosial Masyarakat:
a) Tradisi Masyarakat b) Kerja sama
c) Integrasi Sosial
Kondisi Ekonomi Masyarakat:
a) Pendapatan
b) Sarana dan prasarana
Sebagai gambaran untuk memperbaiki aspek kondisi sosial ekonomi masyarakat yang ada di Desa Sebangki sesudah
adanya perkebunan sawit, menjadi lebih baik bagi masyarakat, dan pemerintah serta pihak perkebunan.