• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PRIA YANG PERNAH BERCERAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PRIA YANG PERNAH BERCERAI "

Copied!
484
0
0

Teks penuh

Kepuasan pernikahan berasal dari peran mereka dan pasangannya dalam pernikahan. Tidak menutup kemungkinan seseorang harus mampu menghadapi perubahan peran yang ada ketika akan menikah. Jika Anda bisa beradaptasi dan memiliki pasangan yang tepat, Anda akan mencapai kepuasan pernikahan, namun tidak semua pernikahan berakhir dengan apa yang diharapkan. Pasca perceraian, banyak orang yang meragukan apakah laki-laki bisa bertahan hidup sendiri.Ada banyak faktor yang mendorong laki-laki menikah lagi setelah perceraian dengan harapan mencapai kepuasan pernikahan dan menikah lagi setelah perceraian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan perkawinan timbul dari terpenuhinya faktor-faktor dan aspek kepuasan perkawinan itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek ketiga mengalami kepuasan pernikahan karena terpenuhinya aspek-aspek kepuasan pernikahan, namun berbeda dengan subjek pertama dan kedua yang mengalami ketidakpuasan dalam pernikahannya. 11. Kepada seluruh pegawai dan pegawai Universitas Medan Area yang telah banyak berjasa kepada peneliti dalam membantu peneliti dalam urusan administrasi.

PENDAHULUAN

Rumusan Masalah

Tujuan penelitian

Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Diharapkan bermanfaat bagi para pria yang sedang bercerai atau akan menikah guna menambah pengetahuan tentang kepuasan pernikahan pada pria yang bercerai.

Pria Yang Pernah Bercerai

  • Definisi Pria Dewasa Awal Yang pernah Bercerai
  • Tugas Perkembangan Pria Usia 21-40 Tahun (Dewasa Awal)
  • Ciri-ciri Umum Masa Dewasa Awal

Laki-laki pada masa dewasa awal diharapkan dapat memainkan peran-peran baru, seperti peran sebagai suami, orang tua, pencari nafkah, serta mengembangkan sikap, keinginan, dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas perkembangannya. Menurut Hurlock (2002), tugas perkembangan pada masa dewasa awal meliputi mulai bekerja, memilih pasangan hidup, mulai membangun keluarga, membesarkan anak, mengurus rumah tangga, memikul tanggung jawab sebagai warga negara dan bergerak menuju kelompok pencarian sosial yang menyenangkan. Kehidupan psikososial pada masa dewasa awal menjadi semakin kompleks karena selain memasuki dunia kerja, individu juga menghadapi berbagai macam tugas perkembangan, salah satunya adalah menikah dan membangun kehidupan rumah tangga.

Masa dewasa awal merupakan masa penyesuaian terhadap pola hidup baru dan harapan sosial baru. Begitu pula pada masa dewasa awal, seseorang harus melakukan banyak aktivitas untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan berumah tangga, berperan sebagai orang tua, dan sebagai warga negara yang dianggap dewasa secara hukum. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masa dewasa awal meliputi usia 21 sampai 40 tahun dan ciri-ciri masa dewasa awal meliputi masa reproduksi, masa permasalahan, masa ketegangan emosi dan masa ketergantungan serta masa perubahan. kehidupan. nilai-nilai.

Sedangkan masa perubahan nilai terjadi pada masa dewasa awal karena berbagai alasan, seperti ingin diterima oleh kelompok dewasa, kelompok sosial dan ekonomi yang matang. Pernikahan merupakan suatu ikatan yang kuat yang didasari oleh rasa cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup bersama demi menjaga keberlangsungan manusia di muka bumi (Bachtiar, 2004).Tidak hanya saling berbagi kewajiban, namun suami istri juga menjalankan tugasnya masing-masing. bahwa perkawinan tersebut akan berjalan dengan baik karena dengan adanya perkawinan maka segala harapan yang dimiliki oleh kedua belah pihak selama masa pendekatan atau pacaran dalam suatu perkawinan akan terwujud. Sebagaimana dikemukakan oleh Duvall dan Miller (1985), perkawinan diartikan sebagai suatu hubungan yang diakui secara sosial antara seorang pria dan seorang wanita yang melibatkan hubungan seksual, adanya kendali dan hak untuk mengasuh anak, serta saling mengetahui tugas masing-masing sebagai suami. dan istri.

Sebab peristiwa ini merupakan momen unik dan pernikahan pada praktiknya adalah sebuah kebersamaan yang akan langgeng hingga akhir hayat. Namun jika laki-laki dan perempuan yang akan menikah tidak saling mencintai atau salah satu dari mereka tidak dapat menghargai pasangannya, maka perkawinan tersebut tidak dapat terwujud. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan sebuah proses sakral yang mempersatukan dua insan untuk hidup bersama, bekerja sama, dan melakukan banyak hal bersama-sama.

Perceraian

  • Faktor-faktor Penyebab Perceraian

Sebaliknya, tidak menutup kemungkinan anak yang lahir selama hidup sebagai suami istri akan diwariskan kepada salah satu orang tuanya, tanpa memandang apakah ia mengikuti ayah atau ibunya (Dariyo, 2004) Hurlock (2002) menyatakan bahwa Perceraian adalah puncaknya dari kegagalan pernikahan yang buruk. , dan apa jadinya ketika suami istri tidak lagi mampu menemukan cara untuk menyelesaikan permasalahan yang dapat memuaskan kedua belah pihak, perlu disadari bahwa banyak pernikahan yang tidak menghasilkan kebahagiaan, namun tidak berakhir dengan perceraian. Perpisahan atau pembatalan perkawinan dapat terjadi secara sah maupun diam-diam dan terkadang ada juga kasus dimana salah satu pasangan (istri/suami) meninggalkan keluarga. Perceraian menurut Bell (1983) adalah putusnya ikatan hukum yang mempersatukan suami istri dalam satu rumah tangga. . Secara sosial, perceraian menimbulkan kesadaran pada setiap individu bahwa pernikahannya telah berakhir. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah perpisahan antara suami dan istri, dan pasangan tersebut tidak lagi menjalankan aktivitasnya sebagai suami istri.

George Levinger (dalam Lamanna, 2014) secara umum mengatakan bahwa perceraian terjadi karena adanya faktor-faktor tertentu yang mendorong pasangan untuk bercerai. Menurut Stinnett (dalam Turner & Helms, 1997), ada beberapa alasan seseorang menikah. Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa alasan mengapa seseorang menikah, alasan tersebut antara lain komitmen, hubungan antar pasangan, persahabatan dan berbagi, cinta, kebahagiaan, keabsahan hubungan seksual dan anak.

Kepuasan Pernikahan

  • Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan
  • Kriteria Kepuasan Pernikahan
  • Indikator dalam Kepuasan Perkawinan

Bahr, Chappell dan Leigh (1983) berpendapat bahwa kepuasan perkawinan dapat dirasakan oleh pasangan suami istri apabila kebutuhan, harapan dan keinginannya dapat terpenuhi dalam perkawinannya. Kepuasan perkawinan yang dialami pasangan suami istri bergantung pada bagaimana perasaan mereka terhadap pernikahannya dan seberapa baik pasangan tersebut menilai hubungan perkawinannya. Kepuasan pernikahan yang dialami oleh suami dan istri bergantung pada tingkat di mana mereka merasa pernikahannya memenuhi kebutuhan dan harapannya.

Kehadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan suami dan istri terkait harapan terhadap kehadiran anak. Meski pasangan suami istri berada dalam satu pernikahan, namun belum tentu mereka merasakan kepuasan yang sama. Area ini berfokus pada kesenangan yang dialami pasangan suami istri dalam berkomunikasi dimana mereka berbagi dan menerima informasi tentang perasaan dan pikirannya.

Pendekatan Penelitian

Lebih lanjut menurut Poerwandari (2007), studi kasus digunakan agar peneliti dapat memperoleh pemahaman yang utuh dan terpadu mengenai keterkaitan berbagai fakta dan dimensi permasalahan tanpa bertujuan untuk menghasilkan konsep atau teori atau tanpa berusaha menggeneralisasikannya. Berdasarkan keterangan yang telah disampaikan di atas, alasan mengapa penelitian ini menggunakan studi kasus adalah karena metode studi kasus akan memungkinkan peneliti untuk memahami topik secara mendalam dan melihat subjek sebagaimana subjek penelitian memahami dan mengetahui dunianya. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, karakteristik responden yang dipilih adalah laki-laki yang bercerai dan menikah lagi, berusia antara 21 hingga 40 tahun.

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2007), desain kualitatif bersifat fleksibel, oleh karena itu tidak ada aturan pasti mengenai jumlah sampel yang akan diambil untuk penelitian kualitatif. Jumlah sampel sangat bergantung pada apa yang dianggap berguna dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Hal ini tidak ditentukan secara kaku sejak awal, namun dapat berubah baik jumlah maupun karakteristik sampelnya tergantung pada pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Dalam situasi seperti ini, orang-orang yang diajak bicara mungkin tidak menyadari bahwa mereka sedang diwawancarai secara sistematis untuk mengambil data. Dalam proses wawancara ini, peneliti menerima panduan wawancara yang sangat umum, yang berisi daftar masalah yang akan diungkap tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang akan dibahas, sekaligus menjadi checklist apakah aspek-aspek relevan tersebut pernah dibahas atau ditanyakan.

Wawancara dengan pedoman yang sangat umum tersebut dapat berbentuk wawancara terfokus, yaitu wawancara yang mengarahkan pembicaraan pada hal atau aspek tertentu dari kehidupan dan pengalaman subjek. Dalam bentuk wawancara ini, panduan wawancara ditulis secara rinci, lengkap dengan serangkaian pertanyaan dan penjelasan dalam bentuk kalimat. Peneliti diharapkan dapat melakukan wawancara sesuai urutan yang tertera, dan menanyakan responden yang berbeda dengan cara yang sama (dalam Poerwandari, 2007).

Peneliti diharapkan dapat melakukan wawancara sesuai urutan, menanyakan responden yang berbeda dengan cara yang sama. Observasi memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional atau pengetahuan yang diperoleh langsung dari data. Wilkinson (dalam Minauli, 2006) menjelaskan bahwa kekuatan utama observasi adalah dapat diamati secara langsung dan tepat serta tidak ada jeda waktu antara munculnya jawaban suatu pertanyaan dengan pencatatannya.

Observasi tidak terstruktur merupakan observasi yang dilakukan secara informal, mengenai tingkah laku seseorang dalam situasi alamiah. Observasi partisipatif dilakukan sedemikian rupa sehingga pengamat menjadi bagian dari yang diamati dan dapat memperoleh pengamatan langsung karena dapat langsung merasakan keadaan yang ada. Observasi non partisipan dilakukan oleh pengamat yang berperan sebagai peneliti total dan tidak terlibat dalam peristiwa tersebut.

Untuk memperoleh data yang natural dan memudahkan peneliti selama penelitian, maka peneliti akan menggunakan observasi non partisipan.

Alat Bantu Pengumpulan Data

Alat perekam digunakan untuk memudahkan peneliti mengulangi hasil wawancara dan dapat mempermudah jika data kurang jelas sehingga peneliti dapat bertanya kembali kepada responden. Panduan wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang akan dibahas, serta daftar periksa apakah aspek-aspek tersebut sudah pernah dibahas atau ditanyakan. Selain beradaptasi dengan kondisi yang diamati, pekerjaan observasi yang paling mendasar adalah penyusunan catatan lapangan.

Hal yang paling penting untuk diingat adalah catatan lapangan harus dibuat secara lengkap dengan informasi tanggal dan waktu yang lengkap. Lembar persetujuan responden dibuat dan diberikan kepada responden dengan tujuan untuk lebih menjalin kerjasama antara peneliti dan responden.

Prosedur Penelitian

Peneliti juga menginformasikan kepada responden bahwa hasil wawancara bersifat rahasia dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Peneliti melakukan analisis eksploratif terhadap wawancara dan observasi data yang diperoleh untuk memperoleh data yang mendukung dan relevan dengan tujuan penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, peneliti menarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang diteliti, kemudian menulis pembahasan tentang kesimpulan dan seluruh hasil penelitian, kemudian peneliti memberikan saran untuk penelitian selanjutnya.

Teknik Pengorganisasian dan Analisis Data

Meskipun istilah analisis dan interpretasi dalam penelitian kualitatif sering digunakan secara bergantian, namun Kvale (dalam Poerwandari, 2007) mencoba membedakan keduanya. Metode analisis dan interpretasi data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan pengorganisasian data, pengkodean dan analisis, pengujian hipotesis, hal-hal penting seperti strategi analisis dan interpretasi data.

Teknik Pemantapan Kredibilitas Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

An Efficient Design of Precoding and Equalization to Reduce BER of Multi-path MIMO Channels Bui Quoc Doanh Faculty of Radio-Electronic Engineering Le Quy Don Technical University Ha