• Tidak ada hasil yang ditemukan

keputusan menteri perhubungan republik indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "keputusan menteri perhubungan republik indonesia"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

NOMOR KM 210 TAHUN 2022 TENTANG

PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LAB UH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA

DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PEKALONGAN PROVI NSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang

Mengingat

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Menteri Perhubungan wajib menetapkan alur-pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan Provinsi Jawa Tengah;

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5731);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5093);

4. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 203) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor

106);

(2)

Menetapkan

PERTAMA

KEDUA

KETIGA

KEEMPAT

5. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2022 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 33);

6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 30 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi;

6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 629) sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 76 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1183);

7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 129 Tahun 2016 tentang Alur-Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1573) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 129 Tahun 2016 Tentang Alur-Pelayaran Di Laut Dan Bangunan Dan/Atau Instalasi Di Perairan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 688);

8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 17 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 815).

MEMUTUSKAN :

: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LAB UH KAPAL SESUAI DENGAN REPENTINGANNYA DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PEKALONGAN PRO VINSI JAWA TENGAH.

: Menetapkan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan serta Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dibatasi oleh titik koordinat geografis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

: Menetapkan Sistem Rute di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

: Menetapkan Tata Cara Berlalu Lintas di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

: Menetapkan Daerah Labuh Rapai Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

(3)

KELIMA

KEENAM

KETUJUH

KEDELAPAN

KESEMBILAN

KESEPULUH

KESEBELAS

KEDUABELAS

Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan serta Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA serta Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPAT, wajib dimuat dalam Peta Laut Indonesia Edisi Terbaru Nomor 80 serta Buku Petunjuk Pelayaran sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Berlalu Lintas di Alur- Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA diatur dengan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Tegal.

: Pengawasan terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan dilaksanakan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Tegal dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

: Pengawasan terhadap penataan dan penyelenggaraan Alur- Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan dilaksanakan oleh Distrik Navigasi Kelas II Semarang dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

: Pemeliharaan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan dilaksanakan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Tegal secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

: Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUH dan Diktum KEDELAPAN digunakan sebagai bahan evaluasi Direktur Jenderal Perhubungan Laut untuk setiap perubahan terhadap Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan.

: Perubahan terhadap Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEPULUH diinformasikan melalui penerbitan Maklumat Pelayaran (MAPEL) serta disiarkan melalui Navigation Telex (Navtex) dan Berita Pelaut Indonesia (Notice to Marines).

: Setiap perubahan Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut dalam batasan kewenangan yang tidak mengubah maksud dari ditetapkannya Keputusan Menteri ini dan paling sedikit 1 (satu) kali dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun akan dilakukan evaluasi

untuk mengetahui kesesuaian dengan Keputusan Menteri ini.

(4)

KETIGABELAS : Direktur Jenderal Perhubungan Laut melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keputusan Menteri ini.

KEEMPATBELAS: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 7 November 2022 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUMADI Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:

1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;

2. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi;

3. Menteri Dalam Negeri;

4. Menteri Kelautan dan Perikanan;

5. Menteri Badan Usaha Milik Negara;

6. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

7. Kepala Staf TNI Angkatan Laut;

8. Gubernur Jawa tengah;

9. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan;

10. Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut;

11. Kepala Distrik Navigasi Kelas II Semarang.

12. Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Tegal.

Salinan sesuai dengan aslinya

(5)

LAMPIRAN I

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 210 TAHUN 2022

TENTANG PENETAPAN ALUR- PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU LINTAS DAN DAERAH LAB UH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANYA DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PEKALONGAN PRO VINSI JAWA TENGAH

ALUR-PELAYARAN PELABUHAN PEKALONGAN DAN SARANA BANTU NAVIGASI-PELAYARAN 1. Titik Koordinat Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan:

KOORDINAT BATAS KANAN

NO KODE LINTANG BUJUR

1 1A 06° 49' 43.06" LS 109° 41' 37.19" BT 2 1B 06° 51’ 20.73" LS 109° 4L 36.92" BT

KOORDINAT BATAS KIRI

1 2A 06° 49' 43.05" LS 109° 4L 33.93" BT 2 2B 06° 51' 20.72" LS 109° 4L 33.66" BT 2. Koordinat Garis Haluan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan:

NO KODE KOOR DI NAT ARAH HALUAN

LINTANG BUJUR MASUK KELUAR

1 GH-1 06° 49' 43.06"

LS

109° 41'

35.56" BT 180° -

2 GH-2 06° 51' 20.73"

LS

109° 41'

35.29" BT - 000°

3. Titik Koordinat Penempatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran NO NOMOR DSI JENIS SBNP

POSISI

LINTANG BUJUR

1 3160 Ramsu Hijau 06° 51' 31.01" LS 109° 4L 34.04" BT 2 3180 Ramsu Merah 06° 51' 22.91” LS 109° 4L 36.80” BT

3 3149 Ramsu Hijau

PPNP 06° 51' 21.54” LS 109° 4L 33.35” BT

4 3150 Menara Suar

Pekalongan 06° 51' 31.90” LS 109° 4L 33.03” BT

(6)

4. Titik Koordinat Rencana Penambahan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran

NO JENIS SBNP

POSISI

LINTANG BUJUR

1 Pelampung Suar 0 (MPMT) 06° 49' 43.00” LS 109° 41' 35.56” BT 2 Pelsu Merah 06° 50' 23.00” LS 109° 41' 33.50” BT 3 Pelsu Hijau 06° 50' 02.00” LS 109° 41' 37.50” BT

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUMADI Salinan sesuai dengan aslinya

(7)

LAMPIRAN II

KEPUTUSAN MENTERI

PERHUBUNGAN

NOMOR KM 210 TAHUN 2022

TENTANG PENETAPAN ALUR- PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU LINTAS DAN DAERAH LAB UH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANYA DI ALUR- PELAYARAN MASUK PELABUHAN PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

SISTEM RUTE ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PEKALONGAN 1. Sistem Rute di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan

Dikarenakan sempitnya alur di depan Pelabuhan dan kolam putar maka Sistem Rute yang ditetapkan di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan yaitu One

Way Route / Rute Satu Arah dengan lebar 100 m (seratus meter);

2. Rondisi Kedalaman dan Panjang Alur-Pelayaran

Rondisi Kedalaman, panjang dan lebar Alur-Pelayaran Masuk Pelabuan Pekalongan dengan kedalaman eksisting -2 LWS sementara kedalaman yang direncanakan -7 LWS dan panjang alur-pelayaran dari buoy MPMT sampai pintu masuk Pelabuan Pekalongan 1.62 Nautical Miles (NM) atau 3 Kilometer (Km).

Berdasarkan hai tersebut, ukuran dan sarat (draft) kapal yang dapat melalui alur-pelayaran ini maksimum 1.8 meter pada kondisi air surut terendah.

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUMADI Salinan sesuai dengan aslinya

'ANANG RUSDIHANTO

(8)

LAMPIRAN III

KEPUTUSAN MENTERI

PERHUBUNGAN

NOMOR KM 210 TAHUN 2022

TENTANG PENETAPAN ALUR- PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU LINTAS DAN DAERAH LAB UH KAPAL SESUAI DENGAN REPENTI N G ANY A DI ALUR- PELAYARAN MASUK PELABUHAN PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

TATA CARA BERLALU LINTAS DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PEKALONGAN

Dalam rangka meningkatkan efìsiensi dan menekan angka kecelakaan kapal maka perlu di atur Tata Cara Berlalu Lintas di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan sebagai berikut:

1. Pemanduan

a. kapal dengan ukuran tonase kotor GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) atau lebih yang berlayar di perairan wajib pandu wajib menggunakan pelayanan jasa pemanduan kapal;

b. mesin penggerak utama dan alat navigasi harus dalam kondisi baik dan normal untuk olah gerak kapal;

c. mengibarkan benderà “G“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih merah pada malam hari apabila kapal sedang menunggu petugas pandu;

d. mengibarkan benderà “H“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih merah pada malam hari apabila petugas pandu berada di atas kapal; dan e. mengibarkan benderà “Q“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih

merah pada malam hari bagi kapal yang baru tiba dari luar negeri, petugas pandu hanya diperbolehkan naik ke kapal untuk membawa kapal apabila kapal telah dinyatakan bebas dari penyakit menular oleh petugas karantina kesehatan (free practiqué) dan benderà kuning telah diturunkan.

2. Komunikasi

a. Pemilik operator kapal atau nakhoda wajib memberitahukan rencana kedatangan kapalnya kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Tegal dengan mengirimkan telegram radio (master cable) kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Tegal melalui Stasiun Radio Pantai Kelas III A Pekalongan dengan tembusan kepada perusahaan angkutan laut atau agen umum dalam waktu paling lama 48 (empat puluh delapan) jam sebelum kapal tiba di pelabuhan;

b. Setiap kapal yang memasuki dan keluar alur-pelayaran wajib melapor kepada Stasiun Radio Pantai Kelas III A Pekalongan;

c. Komunikasi antara operator kapal / Nahkoda dengan Stasiun Radio Pantai Kelas III A Pekalongan dapat menggunakan Bahasa Indonesia dan atau Bahasa Inggris dengan radio VHF pada channel 16 dan channel 20;

d. Nakhoda atau operator kapal harus memberikan keterangan kepada Stasiun Radio Pantai Kelas III A Pekalongan antara lain, kondisi, sifat, cara, data, karakteristik dan lain-lain yang berkaitan dengan kemampuan olah gerak kapal.

3. Proses Kapal Masuk a. Dalam kondisi normal

1) setelah posisi berada di ambang luar arahkan haluan kapal mengarah ke outer buoy ;

2) kecepatan kapal di sekitar outer buoy disarankan dengan maneuvering speed sesuai dengan kecakapan pelaut yang baik;

(9)

3) proses kapal masuk pelabuhan Pekalongan Setelah kapal berada di outer buoy dan kapal memasuki Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan arahkan haluan kapal 180 derajat menuju Pelabuhan Pekalongan;

4) setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan berhasil guna untuk menghindari tubrukan dan dapat diberhentikan dalam suatu jarak yang sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada;

5) setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, jika keadaan mengizinkan, harus tegas, dilakukan dalam waktu yang cukup lapang dan benar-benar memperhatikan syarat-syarat kepelautan yang baik;

6) jika kondisi dermaga sedang penuh atau nakhoda memutuskan untuk berlabuh terlebih dahulu, kapal dapat berlabuh di daerah labuh kapal yang sudah disediakan.

7) jika proses administrasi kelengkapan dokumen selesai dan sudah tersedia posisi tambat untuk kapal di dermaga, Nahkoda dapat mengarahkan kapalnya keposisi tambat di pelabuhan.

b. Dalam Kondisi Angin di Atas Normal/Kabut/Hujan Deras/Gelombang Tinggi:

1) kecepatan kapal disekitar pelampung suar pengenal disarankan menggunakan maneuvering speed; dan

2) untuk memasuki alur-pelayaran dalam kondisi kabut/hujan lebat, kapal menggunakan sarana navigasi visual, elektronik (radar/GPS/AIS) dan peralatan navigasi lainnya secara baik dan tepat guna.

4. Proses Kapal Keluar

a. Nahkoda/operator kapal melaporkan kepada Stasiun Radio Pantai Kelas III A Pekalongan mengenai draft kapal dan j am kapal mulai keluar;

b. meminta informasi ke Stasiun Radio Pantai Kelas III A Pekalongan mengenai pergerakan kapal yang keluar/ masuk Alur pelabuhan Pekalongan;

c. proses keluar kapal pada pelabuhan Pekalongan, arahkan haluan menuju bagian tengah alur dan berlayar menuju outer buoy dengan haluan 000 derajat;

5. Pengaturan Tindakan Untuk Menghindari Tubrukan Meliputi:

a. setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, apabila keadaan mengijinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam waktu yang cukup dan benar-benar memperhatikan persyaratan kepelautan yang baik;

b. setiap perubahan haluan dan/atau kecepatan untuk menghindari tubrukan, apabila keadaan mengijinkan harus cukup besar sehingga menjadi jelas bagi kapal lain yang sedang mengamati dengan penglihatan atau dengan radar, serangkaian perubahan kecil dari haluan dan/atau kecepatan hendaknya dihindari;

c. apabila ada ruang gerak yang cukup, maka perubahan haluan merupakan tindakan yang paling berhasil untuk menghindari situasi saling mendekati terlalu rapat dengan ketentuan bahwa perubahan itu dilakukan dalam waktu yang cukup dini dan tidak mengakibatkan terjadinya situasi saling mendekati terlalu rapat;

d. tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan kapal lain harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan pelewatan dengan jarak yang aman dan hasil tindakan tersebut harus dikaji dengan seksama sampai kapal tersebut dilewati dan bebas sama sekali; dan

e. apabila diperlukan untuk menghindari tubrukan atau memberikan waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan, maka kapal harus mengurangi kecepatannya atau menghilangkan kecepatannya sama sekali dengan memberhentikan atau menjalankan mundur sarana penggeraknya.

(10)

6. Pengaturan Penyusulan Meliputi:

a. setiap kapal yang sedang menyusul kapal lain harus menghindari kapal lain yang sedang disusui;

b. kapal harus dianggap menyusul apabila sedang mendekati kapal lain dari arah yang lebih besar dari 22,5° (dua puluh dua koma lima derajat) dibelakang arah melintang yaitu dalam kedudukan sedemikian sehingga terhadap kapal yang sedang disusui itu pada malam hari kapal hanya dapat melihat penerangan buritan, te tapi tidak satupun dari penerangan lambungnya;

c. apabila kapal dalam keadaan ragu-ragu apakah ia sedang menyusul kapal lain atau tidak, maka kapal itu harus beranggapan bahwa sedang menyusul kapal lain; dan

d. setiap perubahan baringan antara kedua kapal yang terjadi kemudian tidak akan mengakibatkan kapal yang sedang memotong dalam pengertian aturan- aturan ini atau membebaskannya dari kewajiban untuk menghindari kapal yang sedang disusui itu sampai kapal tersebut dilewati dan bebas sama sekali.

7. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Dalam Situasi Berhadap-Hadapan Meliputi:

a. apabila 2 (dua) kapal tenaga sedang bertemu dengan haluan berlawanan atau hampir berlawanan sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, maka masing-masing kapal harus mengubah haluannya ke kanan sehingga masing- masing kapal akan berpapasan di lambung kirinya;

b. keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) harus dianggap ada apabila kapal melihat kapal lain tepat atau hampir di depan dan pada malam hari kapal itu dapat melihat penerangan tiang kapal lain tersebut terletak segaris atau hampir segaris dan/atau kedua penerangan lambung serta pada siang hari kapal itu mengamati gatra (aspek) yang sesuai mengenai kapal lain tersebut; dan

c. apabila kapal dalam keadaan ragu-ragu atas terdapatnya keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a), maka kapal itu harus beranggapan bahwa keadaan tersebut ada dan bertindak sesuai huruf (a) dan huruf (b).

8. Dalam pengaturan tata cara berlalu lintas kapal dalam situasi memotong apabila 2 (dua) kapal tenaga sedang berlayar dengan haluan saling memotong sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, maka kapal yang mendekati kapal lain di sisi kanannya harus menghindar, dan apabila keadaan mengijinkan harus dengan cara memotong didepan kapal lain tersebut. Dalam pengaturan tata cara tindakan kapal menghindari, maka setiap kapal yang diwajibkan menghindari kapal lain dan sedapat mungkin melakukan tindakan secara dini dan tegas untuk tetap bebas sama sekali.

Dalam pengaturan tanggung jawab antara kapal meliputi:

a. kapal bermesin yang sedang berlayar harus menghindari:

1) kapal yang tidak terpekalonganikan;

2) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas;

3) kapal yang sedang menangkap ikan; dan 4) kapal layar.

b. kapal layar yang sedang berlayar harus menghindari:

1) kapal yang tidak terpekalonganikan;

2) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; dan 3) kapal yang sedang menangkap ikan.

c. kapal yang sedang menangkap ikan sedapat mungkin harus menghindari:

1) kapal yang tidak terpekalonganikan; dan 2) kapal yang olah geraknya terbatas.

d. setiap kapal, kecuali kapal yang tidak dapat dipekalonganikan atau kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas, apabila keadaan mengijinkan harus menghindarkan dirinya merintangi jalan aman sebuah kapal yang terpekalongana oleh saratnya; dan

(11)

e. kapal yang terpekalongana oleh saratnya sebagaimana dimaksud dalam huruf (d) harus berlayar dengan kewaspadaan khusus dengan benar-benar memperhatikan keadaannya yang khusus tersebut.

9. Larangan

a. kapal dilarang memasuki alur-pelayaran dengan under keel clearance (UKC) kurang dari 10% (sepuluh persen) dari draft, kecuali atas izin Syahbandar;

b. kapal dilarang keluar dari koridor alur kecuali dalam keadaan darurat atau menghindari tubrukan;

c. kapal penangkap ikan dilarang menangkap ikan di alur-pelayaran;

d. kapal dilarang masuk perairan wajib pandu tanpa mendapat pemanduan dari petugas pandu;

e. petugas pandu dilarang meninggalkan kapal yang dipandu dalam kondisi dan situasi :

1) kapal kandas;

2) kapal tubrukan;

3) kerusakan mesin/kemudi; dan/atau

4) keadaan lain yang mengganggu lalu lintas kapal.

f. kapal yang sandar/tender dengan kapal lain yang sedang sandar di dermaga umum/khusus hanya diijinkan 1 (satu) kapal saja yang sandar/tender di kapal yang sedang sandar di dermaga tersebut atas pertimbangan keselamatan kapal yang akan berolah gerak keluar/masuk;

g. kapal berlabuh jangkar di area yang tidak ditetapkan dalam keputusan ini;

dan

h. membuang sampah, limbah, dan bahan lain dari pengoperasian kapal.

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUMADI Salinan sesuai dengan aslinya

(12)

LAMPIRAN IV

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 210 TAHUN 2022

TENTANG PENETAPAN ALUR- PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU LINTAS DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN REPENTINGANYA DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PEKALONGAN PRO VINSI JAWA TENGAH

DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PEKALONGAN 1. Zona A Area Labuh

RODE KOORDINAT

LUASAN (Meter Persegi)

KEDALAMAN (Meter)

LINTANG BUJUR

A 6° 51' 04.35" LS 109° 41' 14.89" BT

122.500 3

B 5° 50’ 52.95" LS 109° 41’ 14.94" BT E 5° 50' 52.99" LS 109° 41’ 26.33" BT F 6° 51’ 04.38" LS 109° 41' 26.31" BT 2. Zona B Area Emergency

RODE KOORDINAT

LUASAN (Meter Persegi)

KEDALAMAN (Meter)

LINTANG BUJUR

B 6° 50' 52.96" LS 109° 41' 14.94" BT

122.500 4

C 6° 50’ 41.19" LS 109° 41’ 14.98" BT D 6° 50' 41.22" LS 109° 41' 26.37" BT E 6° 50' 52.99" LS 109° 41' 26.33" BT

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

(13)

LAMPIRAN V

KEPUTUSAN MENTERI

PERHUBUNGAN

NOMOR KM 210 TAHUN 2022

TENTANG PENETAPAN ALUR- PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU LINTAS DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN REPENTI N G ANYA DI ALUR- PELAYARAN MASUK PELABUHAN PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

PETA ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PEKALONGAN 1. Peta Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan

(14)

2. Peta Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan dan Daerah Labuh Kapal

(15)

3. Peta tematik Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Pekalongan

Salinari sesuai dengan aslinya

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

Referensi

Dokumen terkait

Bendikson KA, Neri OV , Takeuchi T, Tosch M, Schlegel PN, Rosenwacks Z, Palermo GD 2008, The outcome of intracytoplasmic sperm injection using occasional spermatozoa in the ejaculate