HUKUM PIDANA LANJUT
Percobaan (poging)
Pengertian
Pelaksanaan untuk melakukan sesuatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan dalam suatu permulaan pelaksanaan.
Dasar Hukum
Pasal 53 (1-4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Unsur unsur Percobaan
Pasal 53 ayat (1) KUHP dapat diketahui adanya 3 (tiga) unsur-unsur daripada percobaan, yaitu :
a. Adanya niat / maksud / voornemen
b. Adanya suatu permulaan pelaksanaan / begin van uitvoering
c. Tidak selesainya pelaksanaan itu semata-mata bukan karena kehendak sendiri Apabila orang berniat akan berbuat kejahatan dan ia telah mulai melakukan kejahatannya itu, akan tetapi karena timbul rasa menyesal dalam hati ia membatalkan kejahatan hingga tidak selesai maka ia tidak dapat dihukum.
Sanksi
KUHP memberikan ancaman yang maksimumnya diperingan, yaitu dikurangi sepertiganya (1/3) dari maksimum pidana pokoknya, sedangkan terhadap ancaman pidana mati dan penjara seumur hidup, maksimumnya menjadi 15 tahun.
Teori Percobaan
Untuk menjawab apakah Percobaan yang tidak mampu dipidana atau tidak, hendaknya dikaitkan ke teori-teori yang berhubungan dengan percobaan itu sendiri, yaitu teori subjektif dan teori objektif :
1. Teori yang subjektif ( Subjectieve Pogingstheorie ) mengatakan bahwa “ yang melakukan percobaan harus dipidana, oleh karena orang tersebut bersifat berbahaya “. Teori ini menekankan pada niat yang terlihat dari kelakuan dari si pelaku.
2. Teori yang objektif ( Objectieve Pogingstheorie ), mengatakan bahwa “ dasar untuk memidana percobaan adalah karena berbahayanya perbuatan yang dilakukan “
Percobaan yang tidak mampu ( Ondeugdelijke Poging )
Percobaan yang tidak mampu itu terjadi, apabila seorang telah melakukan perbuatan jahat yang dikehendaki untuk diselesaikan, akan tetapi walaupun ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang diperlukan, kejahatan itu tidak dapat diselesaikan bukan karena dihalang-halangi, akan tetapi dikarenakan alat atau sasarannya.
Tidak mampunya itu dapat berbentuk :
1. Ketidak mampuan yang mutlak (absoluut ondeugdelijke) 2. Ketidak mampuan relatif (relative ondeugdelijke).
Penyertaan (Deelneming)
Pengertian
Penyertaan (deelneming, complicity) terjadi apabila ada tindak pidana dilakukan oleh dua orang atau lebih dan masing-masing mempunyai peranan yang sama atau berbeda.
Dasar Hukum
Dalam KUHP, penyertaan diatur dalam 55 s.d. 60 dengan dua golongan besar, yaitu pembuat (dader) dan pembantu (medeplichtiger).
Pembuat (dader)(P.S 55 (1-4) KUHP)
Orang yang perbuatannya menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang- undang.
Pembuat terdiri dari pelaku (pleger), yang menyuruh lakukan (doenpleger), yang turut serta (medepleger), dan penganjur (uitloker).
Pelaku (pleger)
Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi rumusan delik atau yang dipandang bertanggung jawab terhadap suatu tindak pidana.
Kedudukan pelaku (pleger) ini janggal karena penyertaan merupakan pelaku jamak.
Orang yang menturuh melakukan (Doenpleger)
Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain, sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat.
Ada dua pihak, yaitu pembuat langsung (manus ministra/auctor physicus), dan pembuat tidak langsung (manus domina/auctor intellectualis).
Unsur-unsur pada doenpleger adalah:
a. alat yang dipakai adalah manusia;
b. alat yang dipakai berbuat;
c. alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan.