• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH ADRIANY RAHMADHANY B 111 11 047 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OLEH ADRIANY RAHMADHANY B 111 11 047 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN YANG DILAKUKAN OLEH GENG MOTOR DI WILAYAH HUKUM

POLSEKTA TAMALANREA

OLEH

ADRIANY RAHMADHANY B 111 11 047

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)

ii HALAMAN JUDUL

UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN YANG DILAKUKAN OLEH GENG MOTOR DI WILAYAH HUKUM POLSEKTA TAMALANREA

OLEH:

ADRIANY RAHMADHANY B111 11 047

SKRIPSI

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana dalam program Kekhususan Hukum Pidana

Program Studi Ilmu Hukum

Pada

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

ABSTRACT

Adriany Rahmadhany (B11111047), Crime Prevention Effort Undertaken by Motorcyle Gangs in The Jurisdictions of Polsekta Tamalanrea, guided by H. M. Said Karim as mentor I and Hj. Haeranah as mentor II.

This study aims to determine knowing the effort to overcome the crime committed by motorcycle gangs in the jurisdiction of Polsekta Tamalanrea and how to know the role of law enforcement officers against crimes committed by motorcycle gangs in the territory of Polsekta Tamalanrea.

This research method uses literature research methods (Library Research) and field research methods (Field Research). The method of library research is the research done to collect some data by reading and tracing the literature related to the problem discussed, while the field research method is research done in the field with direct observation, in this case the authors conducted interviews at the Tamalanrea Sector Police Station, as well as the parties associated with the writing of this thesis.

The results obtained by the authors in this study are as follows: (1) The forms of crime committed by motorcycle gangs in the region Tamalanrea law among other things in the form of persecution, theft and destruction of public facilities. (2) Causes of crimes committed by motorcycle gangs in the Tamalanrea legal area include: environmental factors, the ease of obtaining motorcycles, the influence of liquor, economic factors and lack of education and factors of grudge or hurt. (3) Efforts made by law enforcement officers in tackling crimes committed by motorcycle gangs in the territory of Tamalanrea law include preventive and repressive efforts. In addition, the participation of the community in general is also needed in addition to the role of educational institutions and religious institutions.

Keywords : Motorcyle Gangs, Prevention Efforts, Jurisdiction of Polsekta Tamalanrea

(7)

vii

ABSTRAK

ADRIANY RAHMADHANY (B111047), Upaya Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan oleh Geng Motor Di Wilayah Hukum Polseta Tamalanre dibawah bimbingan H. M. Said Karim selaku pembimbing I dan Hj. Haeranah selaku pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di wilayah hukum Polsekta Tamalanrea serta bagaimana mengetahui peranan aparat penegak hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di wilayah hukum Polsekta Tamalanrea.

Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) dan metode penelitian lapangan (Field Research).Metode penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah data dengan jalan membaca dan menelusuri literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, sedangkan metode penelitian lapangan yaitu penelitian dilakukan di lapangan dengan pengamatan langsung, dalam hal ini penulis melakukan wawancara pada Kantor Polisi Sektor Tamalanrea, sertapihak- pihak yang terkait dengan penulisan skripsi ini.

Hasil penelitian yang diperoleh oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bentuk – bentuk kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di wilayah hukum Tamalanrea antara lain berupa penganiayaan, pencurian dan pengrusakan fasilitas umum. (2) Penyebab terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di wilayah hukum Tamalanrea antara lain : faktor lingkungan, mudahnya mendapatkan sepeda motor, pengaruh minuman keras, faktor ekonomi dan minimnya pendidikan dan faktor dendam atau sakithati. (3) Upaya yang dilakukan aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di wilayah hukum Tamalanrea antara lain meliputi upayap reventif dan represif. Selain itu, peran serta masyarakat secara umum juga sangat dibutuhkan disamping peranan dari lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan.

Kata Kunci : Geng Motor, Upaya Penanggulangan, Wilayah Hukum Polresta Tamalate.

(8)

viii KATA PENGANTAR

AssalamuAlaikumWr. Wb.

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya serta karunia-Nya yang diberikan kepada Penulis sehingga skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis sadari bahwa hanya dengan petunjuk-Nya jugalah sehingga kesulitan dan hambatan dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tak lupa pula shalawat serta salam kepada junjungan dan manusia suci Nabi Muhammad Saw beserta keluarga yang disucikan Allah SWT yang telah membawa kita semua dalam kehidupan yang penuh dengan kebaikan serta menunjukkan jalan yang gelap menuju jalan yang terang benderang, serta kepada seluruh sahabat-sahabat-Nya yang telah menemani beliau, baik dalam suasana gembira, maupun dalam kesulitan.

Tak lupa pula Penulis haturkan banyak terima kasih dan sembah sujud kepada kedua orang tua Penulis Ayahanda Jumadi Hamid, S.Pd.

dan kepada Ibunda Sitti Aminah, S.Pd. yang telah mendidik, membesarkan dengan penuh kasih sayang dan mengiringi setiap langkah dengan doa dan restunya yang tulus serta segala pengertian yang mereka berikan dalam proses penyusunan skripsi ini. Saudara-saudara Penulis Faizal Ahmad dan Fachrizal Rahmat yang senantiasa membantu Penulis saat mengalami kesulitan serta bersedia menjadi teman berbagi suka dan duka.

Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu ,M.A. selaku Rektor Universitas Hasanuddin.

2. Prof. Dr. Farida Patittingi ,S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H.

selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Dr.

Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan II Fakultas

(9)

ix Hukum Universitas Hasanuddin, Prof. Hamzah Halim, S.H., M.H.

selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

3. Prof. Dr. H. M. Said Karim, S.H, M.H, M.Si. selaku Pembimbing I dan Dr. Hj. Haeranah, S.H.,M.H. selaku Pembimbing II, yang dengan sabar dan dengan penuh tanggungjawab memberikan petunjuk yang sangat bernilai bagi Penulis.

4. Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H., Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H, dan Dr. Hijrah Adhyanti Mirzani, S.H., M.H. selaku penguji ujian skripsi.

5. Dosen-dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat berharga bagi Penulis.

6. Kepala Polsesta Tamalanrea beserta stafnya yang telah memberikan izin dan segala bantuan kepada Penulis dalam melakukan penelitian.

7. Sahabatku Nur Anissa Syuaib, S.H yang sangat membantu serta selalu menemani penulis selama melakukan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Teman-temanku yang tersayang Zulfikawati, S.H., Sherly Herdiyanti, S.H., Bripda Iqrawati, S.H, Bripda Dewi Nurzani, S.H, Ismail Rahmaturyadi, S.H., Nur Alimah Zainuddin, S.H dan Zul Qiyam, S.H, Bardan Semme, S.H, Samir, S.H dan Nur Irma, S.H terima kasih atas segala canda tawa, bantuan, kasih sayang, dan semangat yang diberikan kepada penulis, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.

9. Teman-teman seperjuanganku Surya Abadi, Kezia Eibel Sirait, , Muh. Ilham Pelita, Eduard Batara, Muh. Firdaus R, Yusuf Nur Arfandhy T, Muhamamad Sahlan, Imam Munandar, Yunita Paranoan, Elfira Irianti, Prandy Artayoga, Armadi Zain, Nelwan, Daud Eko dan Idoddy Ilhanuddin terima kasih suka duka dan canda tawa serta semangat yang diberikan kepada penulis.

(10)

x 10. Sahabat-sahabatku Asri Irmayanti, S.Sos. Ayunita, S.Pd, Rosma Indah Basri terima kasih atas persaudaraan, persahabatan dan dukungannya kepada penulis.

11. Camat Mattiro Sompe dan Kepala Desa Mattombong Kabupaten Pinrang terima kasih atas suka dan bantuannya selama KKN Reguler Unhas Gelombang 87.

12. Teman-Teman KKN Reguler Unhas Gelombang 87 Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang khususnya Posko Mattombong Kak Ikha, Kak Wawan, Nabila, Hasbia, Rayhana, Ian dan Ismail yang telah bersama-sama melewati suka duka selama berada di lokasi KKN.

13. Teman-Temanku Ari, Asrul, Ujhe, Eka, Enggeng, Dilla, Andiin, Saba, Imo, Ade dan Elvira terima kasih atas dukungan kalian kepada penulis,

14. Saudara-saudaraku di Pondok Safar Kak Evi, Irma, Sabri, Baso, Safa, Dede Aul dan Dede Unu terima kasih atas kasih sayang dan persaudaraan kalian untuk penulis.

15. Segenap keluarga besar Mediasi 2011 yang tak bisa disebutkan satu per satu.

Dan akhirnya Penulis hanya bisa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan sumbangsih yang telah kalian berikan.

Akhir kata, meskipun telah bekerja dengan maksimal, mungkin skripsi ini tentunya tidak luput dari kekurangan. Harapan Penulis kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

Makassar, Maret 2018

Penulis

(11)

xi

DAFTAR ISI

SAMPUL

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING. ... ii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ... iii

ABSTRAK. ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. TujuanPenelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauah Umum Tentang Kejahatan ... 7

1. Pengertian Kejahatan ... 7

2. Kejahatan Menurut Kriminologi ... 9

3. Kejahatan Menurut Ahli Yuridis ... 16

4. Kejahatan dalam KUHP ... 18

B. Teori Kejahatan ... 23

1. Teori Kontrol Sosial... 23

2. Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan ... 25

3. Teori Penanggulangan Kejahatan ... 30

C. Geng Motor ... 36

1. PengertianGeng Motor ... 36

2. Kejahatan yang Dilakukan oleh Geng Motor ... 39

(12)

xii BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian ... 43

B. Jenis dan Sumber Data ... 43

C. Teknik Pengumpulan Data ... 44

D. TeknikAnalisis Data ... 46

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 47

1. Letak Geografis ... 47

2. Luas Wilayah ... 47

B. Data Jenis Dan Jumlah kasus Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Geng Motor di Wilayah Hukum Tamalanrea ... 47

1. Data Umur Pelaku ... 49

2. Data Tingkat Pendidikan Pelaku ... 50

C. Pembahasan ... 52

1. Bentuk – Bentuk Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Geng Motor di Wilayah Hukum Tamalanrea ... 52

2. Faktor Penyebab Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Geng Motor di Wilayah Hukum Tamalanrea ... 55

3. Upaya Penanggulangan Terhadap Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Geng Motor Di Tamalanrea ... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Keamanan adalah hak setiap warga negara khusunya warga negara Indoensia. Hal ini secara jelas diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 28G Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indoensia (selanjtunya disebut UUD NRI 1945):

“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.1

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, negara haruslah menjadi entitas yang berdiri pada baris terdepan dalam menjamin keamanan setiap warga negaranya. Selain itu, dalam konsepsi negara hukum,2 hukum menghendaki agar aturan senantiasa harus ditegakkan, dihormati dan ditaati oleh siapapun juga tanpa ada pengecualian.

Bahwa benar dalam kerangka negara hukum, hukum menghendaki bahwa aturan haruslah ditegakkan, namun, hal tersebut tidak berarti bahwa warga negara bisa melakukan apa saja sekehendaknya, tidak terikat oleh undang-undang yang berlaku dan tidak memiliki kewajiban untuk menaati aturan tersebut, sehingga setiap ketentuan pidana tidak mungkin diterapkan kepada orang yang tidak melakukan tindak pidana,

1 Pasal 28G Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2 Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. “Negara Indonesia adalah negara hukum”

(14)

2 oleh karena itu diaturlah mengenai batas-batas berlakunya aturan pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHP)3

Dalam perjalanannya, KUPH bukanlah merupakan suatu jaminan terhadap keberadaan tindak pidana kejahatan sehingga tidak akan ada lagi kejahatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seiring dengan perkembangan suatu daerah, maka perkembangan itu tidak hanya terjadi pada satu bidang saja, namun perkembangan juga terjadi pada tindak pidana kejahatan tersebut.

Kesulitan yang dihadapi pada perkembangannya adalah, bagaimanakah menjamin keamanan dan ketertiban terhadap warga negara dalam lingkup suatu negara ketika kejahatan telah menjadi semakin komples dan membutuhkan penanganan yang tidak lagi sederhana, yang mana hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kasus kejahatan yang berkembang dan semakin komples belakangan ini ditemukan.

Kejahatan seringkali digambarkan sebagai perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis4. Sementara kejahatan dalam tata bahasa adalah perbuatan atau tindakan yang jahat seperti yang lazim orang mengetahui atau mendengar perbuatan yang jahat adalah pembunuhan, pencurian,

3 Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana “ketentuan pidana dalam perundang- undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tidak pidana di Indonesia”

4 https://www.kbbi.co.id/arti-kata/jahat, diakses pada tanggal 02 Februari 2018, Pukul 20.51 WITA.

(15)

3 penipuan, penculikan, dan lain-lainnya yang dilakukan oleh manusia (Soedjono D, 1976:30)

Berbicara mengenai kejatahan, tentu tidak akan terlepas dari lembaga yang memiliki tugas untuk menjaga pertahanan dan keamanan negara. Di indonesia sendiri, ada dua lembaga yang memiliki fungsi untuk menjaga kemanan, pertahanan, ketertiban terdiri dari Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.5

Tugas fungsi dan peran Kepolisian Republik Indonesia, sebagaimana diamatkan dalam Pasal 30 Ayat (4) UUD NRI, adalah merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban bertugas melidungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.6 Perbedaan paling dekat yang bisa dilihat antara Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indoensia adalah bahwa tujuan dari kepolisian negara Indonesia berperan dalam memelihara kemanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.7

Fenomena kejahatan yang berkembang saat ini adalah mengenai Geng Motor, fenomena kejahatan yang dilakukan oleh geng motor bukan tanpa sebab dan terjadi seketika, setidaknya hal ini dapat dilihat dari beberapa teori modern yang membahas mengenai sebab-sebab

5 Lihat perubahan kedua Pasal 30 Ayat 3 dan 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6 Lihat Pasal 30 Ayat 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7Lihat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(16)

4 munculnya kejahatan, ini juga menunjukkan bahwa ada kesalahan yang tidak dapat diimajinasikan dalam bentuk nyata seperti benda.

Seiring perubahan waktu, kejahatan Geng Motor sudah menjadi trending topic saat ini, dalam beberapa peristiwa, kejahatan yang dilakukan pada umunya didominasi oleh kaum remaja. Tidak hanya sampai pada dominasi tersebut, kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok remaja yang tergabung dalam geng motor sangat meresahkan masyarakat, dan cenderung melakukan kejahatan yang merupakan kejahatan tidak lazim dilakukan oleh remaja, hal ini tentu harus menjadi perhatian serius bagi Kepolisian Republik Indonesia, karena fenomena Geng motor yang berkembangan saai ini tidak hanya melakukan pelanggaran ringan seperti pelanggaran lalu lintas, tetapi kejahatan pengerusakan fasilitas umum, bentrok dengan sesama geng motor, penganiayaan, perampokan bahkan sampai dengan pembunuhan.

Dari gambaran tersebut, timbul pertaanyaan tentang apakah faktor penyebab semakin maraknya kejahatan yang dilakukan khususnya yang dilakukan oleh geng motor. Hal inilah yang kemudian menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian terhadap kejahatan yang dilakukan oleh geng motor. Di makassar sendiri, fenomena ini pernah ramai diwacanakan.

Mengenai hukum sebagai instrumen yang berbicara tentang penganggulangan tindak pidana kejahatan, maka instrumen yang paling dekat adalah hukum pidana. Hukum pidana merupakan sarana yang

(17)

5 penting dalam penanggulangan kejahatan atau mungkin sebagai obat dalam memberantas kejahatan yang meresahkan dan merugikan masyarakat pada umunya dan korban pada khususnya.

Untuk itulah kemudian perlu dilakukan tinjauan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh geng motor, agar kemudian dapat ditemukan solusi efektif untuk menanggulangi dan memberantas atau paling tidak meminimalisir tindakan-tindakan negatif yang dilakukan oleh geng motor guna terwujudnya stabilitas dan kemanan dalam setiap hubungan di tengah-tengah masyarakat, karena dari indentitas pemudalah kemudian kita bisa melihat arah perkembangan suatu negara setidak-tidaknya dalam gambaran 10 tahun yang akan datang, khusunya pada wilayah Makassar sendiri.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dari itu penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dan menyelesaikan tugas akhir (Skripsi) pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dengan judul

“Upaya Penganggulangan Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Geng Motor Di Wilayah Hukum Pelsekta Tamalanrea”

Berdasarkan uraian diatas maka pemikiran penulis berangkat untuk memfomulasikan rumusan masalah yang akan dikaji sebagai berikut:

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis menformulasikan rumusan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut:

(18)

6 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk kejahatan yang dilakukan oleh geng

motor di wilayah hukum polsekta tamalanrea?

2. Bagaimana upaya penanggulangan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di walayah hukum polsekta tamalanrea?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian yaitu:

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di wilayah hukum polsekta tamalanrea.

2. Untuk mengetahui upaya penaggulangan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di wilayah hukum polsekta tamalanrea.

D. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan kegunaan antara lain :

1. Kegunaan Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran atau informasi awal bagi peneliti selanjutnya.

2. Kegunaan Praktis, diharapkan dapat menjadi masukan bagi Polsek Tamalanrea untuk menindak tegas setiap geng motor yang melakukan kejahatan.

(19)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kejahatan

1. Pengertian Kejahatan

Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian maka si pelaku disebut sebagai penjahat. Pengertian tersebut bersumber dari alam nilai, maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu. Jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum tentu diakui oleh pihak lain sebagai suatu kejahatan pula. Kalaupun misalnya semua golongan dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi berat ringannya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat.

Secara formal kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang oleh Negara diberi pidana. Pemberian pidana dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu.

Keseimbangan yang terganggu itu ialah ketertiban masyarakat terganggu, masyarakat resah akibatnya. Kejahatan dapat didefinisikan berdasarkan adanya unsur anti sosial. Berdasarkan unsur itu dapatlah dirumuskan bahwa kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.

(20)

8 Kenakalan dalam diri seorang anak atau remaja merupakan perkara yang lazim terjadi. Tidak seorang pun yang tidak melewati tahap / fase negatif ini atau sama sekali tidak melakukan perbuatan kenakalan.

Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa golongan anak atau remaja di suatu daerah tertentu saja. Dengan kata lain, keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan masyarakat. Bentuk kenakalan anak atau remaja terbagi mengikuti tiga kriteria, yaitu : "kebetulan, kadang-kadang, dan habitual sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan titik patahan yang tinggi, medium dan rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan tripartite, yaitu :historis, instinctual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan dengan sebab-musabab terjadinya kejahatan instinctual, bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali-anomali dalam dorongan berkelompok".

Klasifikasi ini dilengkapi dengan kondisi mental, dan hasilnya menampilkan suatu bentuk anak atau remaja yang agresif, serakah, pendek pikir, sangat emosional dan tidak mampu mengenal nilai-nilai etis serta kecenderungan untuk menjatuhkan dirinya ke dalam perbuatan yang merugikan dan berbahaya. Adapun macam dan bentuk-bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja dibedakan menjadi beberapa macam:

1) Kenakalan biasa;

2) Kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal;

(21)

9 3) Kenakalan khusus.

Kenakalan biasa. Adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang dapat berupa berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan, membolos dari sekolah dan lain sebagainya.

Kenakalan yang menjurus pada tindakan Kriminal. Adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang merupakan perbuatan pidana, berupa kejahatan yang meliputi : mencuri, mencopet, menodong, menggugurkan kandungan, memperkosa, membunuh, berjudi, menonton dan mengedarkan film porno, dan lain sebagainya.

Kenakalan Khusus. Adalah kenakalan anak atau remaja yang diatur dalam Undang- Undang Pidana khusus, seperti kejahatan narkotika, psikotropika, pencucian uang (Money Laundering), kejahatan di internet (Cyber Crime), kejahatan terhadap HAM dan sebagainya. Bentuk lain dari kenakalan remaja (juvenile delinquency) ialah berdasarkan ciri kepribadian yang defect, yang mendorong mereka menjadi delinquent.

Anak-anak muda ini pada umumnya bersifat pendek pikir, sangat emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis, dan cenderung suka menceburkan diri dalam perbuatan yang berbahaya. Hati nurani mereka hampir tidak dapat di gugah, beku.

2. Kejahatan Menurut Kriminologi

Kejahatan adalah suatu norma atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat.

(22)

10 Dengan demikian maka si pelaku disebut sebagai penjahat. Pengertian tersebut bersumber dari alam nilai, maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu bergantung pada manusia yang mrmberikan penilaian itu.

Kejahatan merupakan fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa hukum yang berbeda satu dengan yang lain.

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Tonipard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis, secara harfiah berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat.8

Kriminologi dilahirkan pada pertengahan abad ke-19, sejak dikemukakannya hasil penyelidikan Cesare Lambrosso (1876) tentang teori mengenai atavisme dan tipe penjahat serta munculnya teori mengenai hubungan kausalitas bersama Enrico Ferri sebagai tokoh aliran lingkungan dari kejahatan. Kriminologi pertengahan abad XX telah membawa perubahan pandangan. Kriminologi menyelidiki kausa kejahatan dalam masyarakat kemudian mulai mengalihkan pandangannya kepada proses pembentukan perundang-undangan yang berasal dari

8 Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, 2012, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 9.

(23)

11 kekuasaan (Negara) sebagai penyebab munculnya kejahatan dan para penjahat baru dalam masyarakat. (Romli Atmasasmita, 2010:3)

Selain itu tidak jauh dari pandangan Romli Amasasmita, Topo Santoso (2010:9) mengatakan bahwa Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Tonipard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis, secara harfiah berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat.

Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.

Melalui definisi ini, W.A.Bonger lalu membagi kriminologi ini menjadi kriminologi murni yang mencakup :

a. Antropologi Kriminil, yaitu ilmu tentang manusia yang jahat (somatic). Ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai tanda- tanda seperti apa? Apakah ada hubungan suku bangsa dengan kejahatan dan seterusnya;

b. Sosiologi Kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat;

c. Psikologi Kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat dilihat dari sudut kejiwaannya;

(24)

12 d. Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminil, yaitu ilmu tentang

penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf; dan

e. Penologi, yaitu ilmu mengenai tumbuh dan berkembangnya hukuman.9

Sutherland merumuskan, kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial (The body of knowledge regarding crime as a social phenomenom), Menurut Sutherland kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.

Kriminologi olehnya dibagi menjadi tiga cabang ilmu utama, yaitu :

a. Sosiologi hukum, yaitu perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan suatu sanksi. Jadi yang menentukan bahwa suatu perbuatan itu adalah kejahatan adalah hukum. Disini menyelidiki sebab-sebab kejahatan harus pula menyelidiki faktor-faktor apa yang menyebabkan perkembangan hukum (khususnya hukum pidana);

b. Etiologi kejahatan, yaitu merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab musabab dari kejahatan. Dalam kriminologi, etiologi kejahatan merupakan kajian yang paling utama;

c. Penology, yaitu pada dasarnya merupakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland memasukkan hak-hak yang berhubungan

9 Ibid., Hal. 9-10.

(25)

13 dengan usaha pengendalian kejahatan baik represif maupun preventif.10

Paul Mudigdo Mulyono memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang memberikan kejahatan sebagai masalah manusia.11

Michael dan Alder berpendapat bahwa kriminologi adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan mereka dan caramereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh para anggota masyarakat.12

Tentang definisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan pendapat di antara para sarjana. Soerjono Soekanto membedakan pengertian kejahatan secara yuridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi yuridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang.

Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikanmasyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.

Dalam bukunya, A. S. Alam membagi definisi kejahatan ke dalam dua sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah

10 Ibid,. Hal. 10-11.

11 Ibid,. Hal. 11-12.

12 Ibid,. Hal. 12.

(26)

14 setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di dalam perundang-undangan pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan. Kedua, dari sudut pandang masyarakat (a crime from the sociological point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup di dalam masyarakat.

Kejahatan dapat digolongkan dalam tiga jenis pengertian sebagai berikut :

1. Pengerrtian secara praktis (sosiologis), yakni pelanggaran atas norma-norma agama, kebiasaan, kesusilaan yang hidup dalam masyarakat disebut kejahatan;

2. Pengertian secara religious, yakni menurut sudut pandang religious, pelanggaran atas perintah-perintah tuhan disebut kejahatan;

3. Pengertian secara yuridis, yakni dilihat dari hukum pidana maka kejahatan adalah setiap perbuatan atau pelalaian yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi pidana oleh negara.

Sedangkan ilmu yang membahas tentang kejahatan disebut kriminologi. Istilah ini muncul dari seorang antropolog Perancis P.

Topinard (1800-1911). Kemudian didefinisikan oleh beberapa sarjana terkenal, di antaranya : (Kartini Kartono, 2003:122)

(27)

15 1. Mr. Paul Moedigdo Moeliono, seorang kriminologi Indonesia menyatakan, bahwa kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang membahas tentang kejahatan sebagai masalah manusia, yang ditunjang oleh berbagai ilmu pengetahuan lainnya;

2. J. Michael dan M.J. Adler menegaskan, bahwa kriminolgi berupa segenap informasi tentang perbuatan, sifat, lingkungan dan keadaan seorang penjahat;

3. Mr. W. A. bonger, dosen besar Universitas Amsterdam membagi kriminologi menjadi dua pengertian yang terpisah, yaitu kriminalistik dan kriminologi. Kriminalistik merupakan ilmu pengetahuan yang mengarah pada permasalahan teknis, yakni sebagai suatu alat untuk mengadakan suatu penyelidikan perkara kejahatan, dengan menggunakan ilmu sidik jari misalnya. Sedangkan kriminologi (dalam pengertian sempit), adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan perbuatan- perbuatannya (penampilan dan sebab akibatnya).

Selanjutnya menurut Moeljatno (1986:142) kejahatan dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian sesuai dengan sisi kejahatannya, seperti:

1. Kejahatan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia, seperti melawan dan melanggar keamanan negara, melanggar ketertiban umum, pemalsuan mata uang, penganiayaan, penggelapan dan sebagainya

2. Kejahatan menurut bentuk dan jenisnya; seperti perampokan, penipuan, pencurian, kekerasan dan sebagainya;

3. Kejahatan menurut cara yang dilakukannya, seperti penjahat bersenjata/tidak bersenjata, penjahat berdarah dingin, penjahat berkelompok, penjahat situasional, penjahat residivis, penjahat kebetulan dan sebagainya;

(28)

16 4. Kejahatan menurut obyek sasarannya, seperti kejahatan ekonomi, kejahatan politik, kejahatan kesusilaan, kejahatan terhadap jiwa dan harta benda dan sebagainya;

5. Kejahatan menurut tipe pelakunya, seperti penjahat profesional, penjahat karena krisis jiwa, penjahat karena nafsu seksualitas, penjahat kesempatan dan sebagainya

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa kejahatan itu tidak hanya berdasarkan dari satu sudut pandang saja, tetapi juga ditunjang oleh beberapa sisi yang kesemunya merupakan saling berkitan satu sama lain, atau memiliki causa yang saling berhubungan erat.

Menurut Penulis, suatu perbuatan sekalipun tidak diatur dalam undang-undang tetapi apabila dianggap melanggar norma-norma yang masih hidup dalam masyarakat secara moril, tetap dianggap sebagai kejahatan namun seburuk-buruknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dianggap sebagai kejahatan dari sudut pandang hukum atau yang kita kenal dengan “asas legalitas”.

3. Kejahatan Menurut Ahli Yuridis

Dalam pengertian yuridis, kejahatan dibatasi sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan dalam hukum pidanan dan diancam dengan suatu sanksi. Batasan kejahatan yang kedua adalah kejahatan yang dipandang dari sudut sosiologis yang berarti bahwa suatu perbuatan yang melanggar norma-norma yang hidup di dalam masyarakat.

(29)

17 Menurut pandangan gude Prajudi bahwa kejahatan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Kejahatan meskipun tidak dirumuskan dalam undang-undang menjadi tindak pidana tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut adalah kejahatan dan patut dipidana, istilah tersebut rechsdelict (delik hukum). perkembangan selanjutnya dalam rancangan KUHP pembedaan tindak pidana dalam bentuk kejahatan sebagai “rechsdelict” dan pelanggaran sebagai “eetsdelict”

dihapuskan13

Selanjutnya menurut Siswanto Sunarso bahwa:

Kejahatan adalah perbuatan-perbuatan amoral yang paling serius, bahkan hukum pidana merupakan suatu minimum etik. Rangkaian pemikiran ini ditemukan dalam karya Bonger Inleiding tot de criminology (diterbitkan pada tahun 1932 di dalam masyarakat praperang yang mungkin kurang multi nilai atau setidak-tidaknya kurang eksplisit).

Kejahatan adalah perbuatan-perbuatan amoral, tetapi hanya mencakup suatu porsi darinya. Bisa dikatakan secara umum bahwa kejahatan merupakan yang paling serius dari perbuatan-perbuatan amoral. Norma- norma moral adalah seperti dua lingkaran konsentrik.14

Pada pokoknya menurut Herman Mannheim, bahwa :

“Istilah kejahatan, pertama harus digunakan dalam bahasa teknis hanya dalam kaitannya dengan kelakuan yang secara hukum merupakan kejahatan, Kedua kelakuan itu, jika sepenuhnya terbukti adalah kejahatan dengan tidak melihat apakah benar-benar dipidana melalui peradilan pidana atau tidak, atau apakah ditangani oleh alat- alat penegak hukum lain atau tidak, Ketiga, keputusan tentang alternatif-alternatif apakah yang tersedia dan akan digunakan tergantung pada pertimbangan dalam kasus individual, Keempat,

13 Guse Prajudi, 2012, Panduan Lengkap Hukum Pidana & Jaminan, Tora Book, Yogyakarta. hal. 9.

14 Siswanto Sunarso, 2012, Viktimologi dalam Sistem Peradilan Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 70.

(30)

18 kriminologi tidak dibatasi dalam ruang lingkup penyelidikan ilmiahnya hanya pada perilaku yang secara hukum merupakan kejahatan disuatu negara pada suatu waktu tertentu, tetapi kriminologi bebas menggunakan klasifikasi-klasifikasinya sendiri.15

Dilihat dari hukum pidana maka kejahatan adalah setiap perbuatan atau pelalaian yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi pidana oleh Negara. Untuk menyebut sesuatu perbuatan sebagai kejahatan, ada tujuh unsur pokok yang saling berkaitan yang harus dipenuhi. Ketujuh unsur tersebut antara lain:

1. Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian (harm)

2. Kerugian yang ada tersebut telah diatur didalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP). Contoh, misalnya orang dilarang mencuri, dimana larangan yang menimbulkan kerugian tersebut telah diatur didalam Pasal 362 KUHP.

3. Harus ada perbuatan (criminal act) 4. Harus ada maksud jahat.

5. Ada peleburan antara maksud jahat dan perbuatan jahat.

6. Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur di dalam KUHP dengan perbuatan.

7. Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan tersebut.

4. Kejahatan Menurut KUHP

Sebagaimana dijelaskan oleh A. S. Alam yang membagi definisi kejahatan ke dalam dua sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view). Yang mana batasan kejahatan dari sudut pandang ini

15 Ibid., hal. 72-73.

(31)

19 adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana sebagaimana diatur dalam KUHP.

Berikut adalah beberapa kejahatan yang dipandang dari KUHP atau setidak-tidaknya merupakan perbuatan yang dikenakan pidana dalam KUHP buku kedua tentang kejahatan.

a) Penganiayaan dan Pengeroyokoan

Ancaman pidana terhadap tindak pidana penganiaayan kepada orang lain diatur dalam Pasal 351 KUHP, adalah sebagai berikut:

(1) Penganiayaan diancam pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga rutus rupiah.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan pidana paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan paling lama tujuh tahun.

Unsur-unsur dalam Pasal 351 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan adalah:

1) Barangsiapa 2) Dengan sengaja

3) Akibat yang ditimbulkan:

i. Ayat (1) mengakibatkan luka ii. Ayat (2) mengakibatkan luka berat iii. Ayat (3) mengakibatkan mati

Apabila penganiayaan itu direncanakan terlebih dahulu maka diancam dengan Pasal 353 KUHP yang berbunyi:

(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan perjara paling lama tujuh tahun.

(32)

20 (3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana

penjara paling lama sembilan tahun.16

Dalam KUHP pengeroyokan dalam kejahatan terhadap ketertiban umum diancam dengan Pasal 170 KUHP yang selengkapnya sebagai berikut:

(1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan

(2) Yang bersalah diancam :

Ke-1. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja menghancurkan barang atau kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;

Ke-2. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;

Ke-3 Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut17

b) Pencurian

Pencurian kemudian dijelaskan dalam Pasal 362 KUHP yang selengkapnya sebagai berikut:

“barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagaian dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima Tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Selain itu, dalam KUHP terdapat beberapa jenis-jenis pencurian yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan waktu,

16 Moeljatno, 2007, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cetakan keduapuluh enam, Bumi Aksara, Jakarta. hal. 126.

17 Ibid., hal. 65.

(33)

21 sebagaimana diatur dalam Pasal 363 Ayat (1)18, selain itu juga diatur dalam Pasal 365 Ayat (2) butir 1 dan 2.19

c) Pemerasan dan Pengancaman

Sebagaimana dijelaskan dalam KUHP, pemerasan dan pengancaman kemudian diatur dalam bab XXIII Pasal 368, 369 yang selengkapnya sebagai berikut:

Pasal 368

(3) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 369

(4) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

d) Pembunuhan/Kejahatan terhadap nyawa

Sebagaimana diatur dalam KUHP bab XIX tentang kejahatan terhadap nyawa kemudian diatur dalam Pasal 338, yaitu:

18 Pasal 363 Ayat (1) butir ke-4 “ (1) diancam dengan pidana penjaran paling lama tujuh tahun: 4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu”

19 Pasal 365 Ayat (2) butir ke-1 dan ke-2 “(2) diancam dengan pidana penjaran paling lama dua belas tahun: 1. Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; 2. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu”.

(34)

22

“barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

Unsur-unsur pembunuhan dalam Pasal 338 tersebut adalah:

1) Barang siapa 2) Dengan sengaja

3) Merampas nyawa orang lain

e) Kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang

Sebagaimana dijelaskan dalam KUHP bab VII buku kedua tentang kejahatan, kejahatan yang menimbulkan kebakaran, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan tersebut menimbulkan bahaya umum bagi barang dan nyawa orang lain, selain itu perbuatan tersebut juga diancam dengan pidana seumur hidup atau paling lama 20 (dua puluh) tahun jika karena perbuatan tersebut menimbulkan bahaya terhadap nyawa orang lain dan menigakibatkan orang mati.20

f) Perkelahian

Sebagaimana diatur dalam KUHP bab VI tentang perkelahian tanding, perkelahian tersebut diatur dalam Pasal 182 yang selengkapnya sebagai berikut:

“dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, diancam:

20 Lihat Pasal 187 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

(35)

23 (1) Barang siapa menantang seseorang untuk perkelahian tanding atau menyuruh orang menerima tantangan, bilamana hal itu mengakibatkan perkelahian tanding;

(2) Barang siapa dengan sengaja meneruskan tantangan, bilamana hal itu mengakibatkna perkelahian tanding.

Namun hal tersebut menjadi berbeda ketika perkelahian tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, sebagaiamana diatur dalam Pasal 185 KUHP yang selengkapnya sebagai berikut:

Barang siapa dalam perkelahian tanding merampas nyawa pihak lawan atau melukai tubuhnya, maka diterapkan ketentuan-ketentuan mengenai pembunuhan berencana, pembunuhan atau penganiayaan:

1) jika persyaratan tidak diatur terlebih dahulu;

2) jika perkelahian tanding tidak dilakukan di hadapan saksi kedua belah pihak;

3) jika pelaku dengan sengaja dan merugikan pihak lawan, bersalah melakukan perbuatan penipuan atau yang menyimpang dari persyaratan

B. Teori Kejahatan

1. Teori Kontrol Sosial

Sebelum lebih lanjut mengemukakan tentang teori kejahatan, maka terlebih dahulu akan diuraikan mengenai teori kontrol sosial, yang mana teori ini merupakan teori yang berusaha menganalisis jawaban dan sebab- sebab orang melakukan kejahatan.

Menurut Reiss Teori ada 3 (tiga) komponen pada kajian teori Kontrol Sosial untuk menjelaskan masalah kenakalan remaja yaitu kurang kontrol yang wajar selama masa anak-anak, yaitu:

1) hilangnya kontrol internal;

2) tidak adanya lagi norma-norma sosial atau;

(36)

24 3) konflik antar normanorma sosial.21

Menurut Travis Hirschi Teori Kontrol Sosial kajiannya melihat dari sudut pandang criminal biology yaitu faktor dari dalam si pelaku dan criminal sociology yaitu faktor dalam milieunya atau kondisi dalam lingkungan yang mempengaruhi perilaku seseorang seperti attachment, involvement, commitment, belief.22 Dimana terjadinya kejahatan tersebut disebabkan dua faktor tersebut yakni faktor individu dan yang kedua adalah faktor lingkungan. Perbuatan manusia merupakan hasil dari gabungan unsur individu ditambah dengan lingkungan. Hal ini daat digambarkan dalam bentuk bagan dibawah ini.

Di dalam individu tercakup seluruh unsur, baik psikologis maupun filosofis. Sedangkan di dalam lingkungan tercakup seluruh unsur lingkungan alam termasuk masyarakat.23

Faktor lingkungan yang membentuk karakteristik seseorang pelaku untuk melakukan kejahatan dimulai dari lingkungan yang terkecil yaitu lingkungan keluarga, lingkungan tetangga, sampai yang besar yaitu lingkungan teman pergaulan atau lingkungan di sekolahan. Memang yang

21 Abdul Kholiq, 2009, Teori Kontrol Sosial: Bahan Ajar Kuliah Kriminologi, Yogyakarta.

hal.4-5.

22 Romli Atmasasmita, 2007, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Cetakan Kedua PT.Refika Aditama, Bandung, hal. 46.

23 Gerson W. Bawengan, 1991, Pengantar Psychologi Kriminil, Cetakan Keempat, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 50-51.

I + L = P/K

(INDIVIDU + LINGKUNGAN = PERBUATAN KEJAHATAN)

(37)

25 utama adalah lingkungan keluarga karena merupakan milieu yang pertama dijumpai manusia sejak lahir. Dalam pembentukan mental dan psychologis anak peranan orang tua sangat penting bahkan Joseph S.Roucek mengatakan keluarga adalah buaian dari kepribadian. Keluarga juga sebagai pusat ketenangan hidup.24

2. Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan

Secara sederhana, timbulnya kejahatan bermula dari stabilitas norma-norma masyarakat mulai terganggu dan tidak dapat berfungsi efektif dalam mengatur tingkah laku masyarakat, sehingga sebagian individu yang sensitif terhadap kondisi tersebut dengan segala kekurangan cenderung bersikap dan berperilaku anti sosial. Menurut William W. Bonger, kejahatan adalah perbuatan anti sosial yang secara sadar memperoleh rekasi dari negara berupa hukuman. Thorsten Selin mengemukakan:

“kejahatan adalah pelanggaran norma-norma kelakuan (Conduct Norms) yang tidak harus terkandung dalam hukum”

Secara umum, kejahatan dapat diartikan sebagai perbuatan atau tindakan yang bertetangan dengan norma-norma kemasyarakatan, merampas hak-hak dan kebahagiaan orang lain, yang menimbulkan kecemasan dan terganggunya ketertiba umum.

Menurut paradigma realitas sosial, kejahatan bukanlah sesuatu yang melekat (inherent) dalam perilaku, melainkan lebih merupakan suatu

24 Simanjuntak. B, 1984, Latar belakang Kenakalan Remaja, Alumni, Bandung , hal.129.

(38)

26 penilaian yang dibuat oelh suatu pihak terhadap tindakan-tindakan dan ciri-ciri lain (Mulyana W.Kusumah 1984:25).

Berdasarkan kualitasnya, kejahatan dapat dibedakan atas tiga ketogori, yaitu:

1) kejahatan yang dilakukan dengan sadar dan niat, yaitu perbuatan melanggar yang dilakukan dengan sengaja dan secara sadar.

Pelaku benar-benar mengetahui akibatnya dapat merugikan masyarakat, melanggar hukum negara. Dengan unsur sengaja ini dapat lebih mudah mengembangkan tujuan jahat dan mengorganisasi dalam masyarakat.

2) Kedua, kejahatan yang dilakukan dengan tidak sadar/tanpa niat, yaitu perbuatan yang dilakukan tidak diketahui secara jelas akan berakibat merugikan masyarakat dan seberapa besar kadar pelanggaran hukumnya. Apa yang dilakukan mungkin karena tekanan dan keterpaksaan tertentu yang berkaitan dengan kesulitan kehidupan sehari-hari. Jika kondisinya tidak berubah, maka batasan ini bisa berkembang menjadi batasan sebelumnya.

3) Ketiga, kejahatan yang dilakukan karena membela diri atau karena gangguan/sakit jiwa.

Sedangkan menurut berat ringannya kejahatan dapat dinilai atas kuantitas pelakunya dan ukuran solidaritas dari anggota-anggota

(39)

27 kelompok penjahat (gang). Menurut von LIZT (Stephan Hurwitz, 1986:144) dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu:

1) Pelanggar hukum yang kadang-kadang/karena ada kesempatan;

2) Pelanggar hukum yang kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku berkurang sekali dan sukar/hapir tidak dapat diperbaiki dengan jalan denda atau pidana penjara selama waktu pendek;

3) Pelanggar hukum yang tidak ada pengharapan dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.

Berdasarkan cara melakukannya kejahatan dapat dibedakan atas 5 kategori, yaitu:

1) Dengan kekerasan yang meliputi penganiayaan, pembunuhan dan pemerkosaan; biasanya tipe kejahatan ini diawali dengan penodongan, perampokan dan pemerasan terhadap sasaran;

2) Dengan tindak pencurian, yang meliputi segala hak milik berupa harta benda atau perekonomian;

3) Dengan penggelapan atau penyalahgunaan wewenang atas kedudukan tertentu. Sifat kejahatan ini relatif rumit dan tak nyata, sehingga reaksi masyarakat juga samar;

4) Dengan melakukan penghianatan, sabotase atau dengan mata- mata (meliputi seluruh kejahatan politik);

(40)

28 5) Melakukan kekacauan terhadap kemanan (termasuk pelanggaran hukum ketertiban, seperti pelacuran, pengemis, geladangan, dan aksi protes, dll)

Berdasarkan berat ringannya kejahatan dapat juga dilihat dari aneka ragam bentuk kejahatan dan perkembangan karier penjahat, yaitu:

1) Kejahatan tergolong ringan karena baru satu jenis kejahatan saja yang pernah dilakukan atau ditekuni;

2) Kejahatan tergolong menengah ringan karena paling sedikit telah melakukan atau memiliki keahlian 4 jenis kejahatan berlainan;

3) Kejahatan digolongkan menengah berat karena telah melakukan minimal 4 kali dari masing-masing 4 jenis kejahatan berlainan;

4) Kejahatan tergolong berat apabila telah dilakukan pengembangan melalui organisasi dan dapat berubah dari satu jenis kejahatan kepada jenis kejahatan lain dengan mudah.

Para pakar mendefenisikan kejahatan secara yuridis dan secara sosiologis. Secara yuridis, kejahatan adalah segala tingkah laku manusia yang bertentangan dengan hukum, dapat dipidana, yang diatur dalam hukum pidana. Sedangkan sosiologis, kejahatan adalah tindakan tertentu yang tidak disetujui oleh masyarakat. Kesimpulannya, kejahatan adalah sebuah perbuatan anti sosial, merugikan dan menjengkelkan masyarakat atau anggota masyarakat.

(41)

29 Dari uraian di atas, jelas bahwa kejahatan dipengaruhi oleh kondisi- kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat yang secara tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan.

Di dalam kriminologi, dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan. Teori-teori tersebut pada hakekatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pernjahat dengan kejahatan. Namun dalam menjelaskan hal tersebut sudah tentu terdapat hal-hal yang berbeda antara satu teori dengan teori lainnya.

Dalam perkembangan lahirnya teori-teori tentang kejahatan, maka dapat dibagi dalam tiga mazhab atau aliran yaitu:

1. Aliran klasik, dasar pemikiran dari ajaran klasik ini adalah adanya pemikiran bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas (free will). Dimana dalam bertingkah laku, ia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan segala tindakan berdasarkan keinginannya (hedoisme). Dengan kata lain, manusia dalam berperilaku dipandu oleh dua hal yaitu penderitaan dan kesenangan. Dalam hal ini hukuman dijatuhkan berdasarkan tindakannya, bukan kesalahannya.

2. Aliran neo klasik, pada dasarnya bertolak pada pemikiran mazhab klasik. Namun demikian para sarjana mazhab neoklasik ini justru menginginkan pembaharuan pemikiran dari mazhab klasik setelah

(42)

30 pada kenyataannya pemikiran pada mazhab klasik justru menimbulkan ketidakadilan.

3. Aliran positifis, secara garis besar aliran positifis membagi dirinya menjadi dua pandangan yaitu:

a. Determinisme biologis, teori-teori yang termasuk dalam aliran ini mendasari pemikiran pemikiran bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis yang ada dalam dirinya.

b. Determinisme kultural, teori-teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran mereka pada pengruh sosial, budaya dari lingkungan dimana seseorang hidup.25

3. Teori Penanggulangan Kejahatan

Secara garis besar upaya penanggulangan kejahatan dibagi dua macam, yaitu jalur penal (hukuman pidana) dan jalur non penal (di luar hukum pidana) contohnya menggunakan mediasi (perdamaian).

Penanggulangan kejahatan melalui jalur penal menyangkut bekerjanya aparat penegak hukum didalam sistem peradilan pidana mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan.26

Kejahatan adalah gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaanya dirasakan sangat meresahkan di samping itu juga mengganggu ketertiban dan

25 Topo Santoso,Eva Achjani Zulfa, Op.Cit, Hal. 21-23

26 Wahyu Priyanka. N, Perlindungan Hukum terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Proses Pengadilan Anak di Indonesia, Tesis, Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2009, hal. 12.

(43)

31 ketentraman dalam masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi timbulnya kejahatan.

Dengan demikian sekiranya kebijakan penganggulangan kejahatan (politik kriminal) dilakukan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana (penal policy), khususnya tahap kebijakan yudikatif/aplikatif (penegakan hukum pidana in concreto) harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu, berupa social welfare dan social defence.27

Menurut Barda Nawawi Arief, bahwa upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/upaya- upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat.28

Lain halnya menurut Baharuddin Lopa bahwa upaya dalam menanggulangi kejahatan dapat diambil beberapa langkah meliputi langkah penindakan (represif) disamping langkah pencegahan (preventif).29

Langkah-langkah preventif menurut Baharuddin Lopa meliputi:

27 Bardan Nawawi Arif, 2010, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta. Hal. 77.

28 Ibid,. Hal.77.

29 Baharuddin Lopa & Moch Yamin, 2001, Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, Bandung, hal. 16.

(44)

32 1. Peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mengurangi pengangguran, yang dengan sendirinya akan mengurangi kejahatan;

2. Memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan unutk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan;

3. Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum rakyat;

4. Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya untuk lebih meningkatkan tindakan represif maupun preventif

5. Meningkatkan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para pelaksana penegak hukum.30

Seperti yang dikemukakan oleh E.H. Sutherland dan Cressey yang mengemukakan bahwa dalam crime prevention dalam pelaksanaannya ada dua buah metode yang dipakai untuk mengurangi frekuensi dari kejahatan, yakni :

1. Metode untuk mengurangi pengulangan dari kejahatan. yakni suatu cara yang ditujukan kepada pengurangan jumlah residivis (pengulangan kejahatan) dengan suatu pembinaan yang dilakukan secara konseptual.

2. Metode untuk mencegah kejahatan pertama kali (the first crime), yakni satu cara yang ditujukan untk mencegah terjadinya kejahatan

30 Ibid,. hal. 16-17.

(45)

33 yang pertama kali (the first crime) yang akan dilakukan oleh seseorang dan metode ini juga dikenal sebagai metode preventif (prevention).31

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa upaya penanggulangan kejahatan mencakup preventif dan sekaligus berupaya untuk memperbaiki perilaku seseorang yang telah dinyatakan bersalah di lembaga pemasyarakatan.

Dengan kata lain upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan secara preventif dan represif.

1. Upaya preventif

Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali.Mencegah kejahatan lebih baik daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi kejahatan ulang. Sangat beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.

Barnest dan Teeters menunjukkan beberapa cara untuk menanggulangi kejahatan yakni:

31 Romli Atmasasmita, 1992, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT Eresco, Bandung, hal. 66.

(46)

34 a. Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan dorongan-dorongan sosial atau tekanan sosial dan tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang ke arah perbuatan jahat.

b. Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang menunjukkan potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan gangguan-gangguan biologis dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang harmonis.32

Dari pendapat Barnest dan Teeters tersebut di atas tampak bahwa kejahatan dapat ditanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi seseorang ke arah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada keadaan baik.

Dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi mutlak dilakukan.

Sementara faktor-faktor biologis, psikologis, merupakan faktor yang sekunder saja.

Jadi dalam upaya preventif itu adalah melakukan suatu usaha yang positif, serta menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur masyarakat yang menjadi suatu daya dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong

32 Ibid,. hal. 79.

(47)

35 timbulnya perbuatan menyimpang, selain itu dilakukan peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama.

2. Upaya Represif

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan.Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat.

Dalam membahas sistem represif, tentunya tidak terlepas dari sistem peradilan pidana Indonesia, yang didalamnya terdapat lima sub sistem yaitu:

a. kehakiman, b. kejaksaan, c. kepolisian,

d. pemasyarakatan, dan e. kepengacaraan,

(48)

36 yang mana kesemuanya merupakan suatu keseluruhan yang terangkai dan berhubungan secara fungsional.33

D. Geng Motor

1. Pengertian Geng Motor

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, geng berarti sebuah kelompok atau gerombolan remaja yang dilatarbelakangi oleh persamaan latar sosial, sekolah, daerah, dan sebagainya. Pelakunya dikenal dengan sebutan gengster. Sebuah kata yang berasal dari bahasa Inggris, gangster. Gangster atau bandit berarti suatu anggota dalam sebuah kelompok kriminal (gerombolan) yang terorganisir dan memiliki kebiasaan urakan dan anti-aturan.34

Bahwa untuk diketahui geng motor di atas berbeda dengan pengertian club motor. Pada club motor, aktivitas berkelompok didasari oleh kesamaan hobi otomotif atau aktivitas sosial yang umumnya terdaftar pada wadah organisasi otomotif resmi, semisal Ikatan Motor Indonesia (IMI) dan Forum Persatuan Motor Indonesia (FPMI).35

Dalam pandangan umum, geng motor memang melekat dengan kekerasan, hal ini karena beberapa geng motor belakangan telah berubah dari kumpulan hobi mengendarai motor menjadi hobi menganiaya orang, hingga hobi melakukan aksi perampokan. Pada umumnya keberadaan

33 Abdul Syani, 1987, Sosiologi Kriminologi, Pustaka Refleksi, Makassar, hal. 137.

34 Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. hal. 441.

35 Riana Afriadi, Perihal Geng Motor dan Penanggulangannya”, http://harianrian.blogspot.com/2009/09/perihal-geng-motor-dan.html, Diakses Pada Tanggal 01 Februari 2018, Pukul 08.00 WITA.

Referensi

Dokumen terkait

o Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih dini/cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.. o Asesmen awal keperawatan

Pada penelitian ini Fuzzy Inference System Metode Tsukamoto akan Pada penelitian ini Fuzzy Inference System Metode Tsukamoto akan diterapkan untuk menetukan waktu

Pertama Peran humas DPRD Kabupaten Nganjuk yakni penasehat ahli Humas sebagai penasehat ahli yaitu berperan untuk menampung ide-ide atau aspirasi yang ditemukan

setiap langkah besar dalam proses perencanaan dan penerapan rencana dan akan memasukkan bahan belajar dari pengalaman rencana, dan akan memasukkan bahan belajar dari pengalaman

Berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan pihak yang diperiksa atau akan diperiksa oleh OJK karena diduga melakukan pelanggaran peraturan perundang- undangan di

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan data-data berbasis satelit bisa digunakan untuk mengkalibrasi model hidrologi dan memprediksi potensi kejadian banjir dan

NO NAMA NIP PTS PTS Pend... 236

Jaminan bebas cacat mutu ini berlaku sampai dengan 12 (dua belas) bulan setelah serah terima Barang. PPK akan menyampaikan pemberitahuan cacat mutu kepada Penyedia