• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN HIDROLOGI HUJAN-ALIRAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMODELAN HIDROLOGI HUJAN-ALIRAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Sigit Sutikno1, Manyuk Fauzi2, Hamiduddin3

1Sigit Sutikno, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, ssutiknoyk@yahoo.com 2Manyuk Fauzi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, manyu_fauzi@yahoo.com 3

Hamiduddin, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, hamiduddin87@gmail.com

ABSTRAK

Analisis hidrologi bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, diantaranya adalah metode empirik, metode statistik, dan metode analisis dengan menggunakan model. Pemilihan metode tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi data yang ada di lapangan baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Permasalahan umum yang seringkali dihadapi daerah-daerah di Indonesia adalah ketersediaan data yang sangat terbatas sehingga metode-metode analisis tersebut seringkali tidak bisa dipakai. Analisis dengan menggunakan model hidrologi merupakan suatu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Namun demikian model hidrologi yang ada saat ini kebanyakan dikembangkan di luar negeri yang belum tentu cocok dipakai di Indonesia. Beberapa model juga membutuhkan data yang detil sehingga kemunngkinan akan mengalami kesulitan untuk diaplikasikan di Indonesia.

Penelitian ini mengusulkan metode penggunaan data yang bersumber dari satelit untuk dipakai dalam pemodelan hidrologi hujan-aliran. Data-data satelit tersebut tersedia di seluruh dunia yang bisa didapatkan secara gratis dari lembaga-lembaga antariksa dan klimatologi dunia, seperti NASA (National Aeronautics and Space Administration), JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency), NOAA (National Oceanic and Athmospheric Administration) dan JMA (Japan Meteorological Agency). Data-data tersebut diantaranya adalah data hujan, peta topografi, tata guna lahan, jenis tanah, sungai, dan lain sebagainya. Data-data tersebut bisa diunduh secara langsung dari internet dan diolah dengan menggunakan software IFAS (Integrated Flood Analysis System).

Penelitian ini mengambil studi kasus di DAS Tapung Kiri yang merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai Siak di Provinsi Riau. Data-data satelit yang dipakai untuk pemodelan adalah data pada periode waktu dari 1 Januari 2005 hingga 31 Desember 2006. Pemilihan periode waktu tersebut didasarkan pada pertimbangan ketersediaan data lapangan yang digunakan sebagai pembanding. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa pemodelan hidrologi hujan aliran menggunakan data-data satelit ini cukup handal dengan nilai korelasi (R) sebesar 0.776, nilai selisih volume (VE) sebesar 0.574%, dan koefisien efisiensi (CE) sebesar 0.75.

Kata kunci: pemodelan hidrologi, data satelit, IFAS

1.

PENDAHULUAN

Secara umum, metode analisis hidrologi bisa dilakukan secara langsung dengan menggunakan analisis probabilitas, jika tersedia data pencatatan debit pada sungai yang ditinjau dengan panjang data minimal 20 tahun. Untuk saat ini, metode ini dipandang sebagai metode yang terbaik dan bisa diterima karena didasarkan pada data pencatatan debit yang panjang. Permasalahan umum yang seringkali dihadapi daerah-daerah di Indonesia adalah ketersediaan data yang sangat terbatas sehingga metode analisis ini seringkali tidak bisa dipakai. Analisis dan prediksi debit khususnya debit banjir yang seringkali dilakukan di Indonesia saat ini adalah dengan menggunakan Metode hidrograf satuan sintetik (synthetic unit hydrograph methods). Untuk saat ini, pendekatan metode ini dipandang cocok diterapkan di Indonesia karena metode ini tidak membutuhkan data pencatatan debit sungai atau hujan secara detil yang mana data

(2)

tersebut seringkali tidak tersedia. Pendekatan analisis dengan menggunakan metode ini dipandang masih kurang tepat karena metode ini tidak memperhitungkan kondisi klimatologi dan sebagian besar metode yang ada dikembangkan di luar negeri yang mempunyai karakter DAS dan klimatologi yang sangat berbeda.

Penelitian ini mengusulkan metode penggunaan data yang bersumber dari satelit untuk dipakai dalam pemodelan hidrologi hujan-aliran. Ditinjau dari sisi permasalahan ketersediaan data yang sangat terbatas di sebagian besar daerah di Indonesia, metode analisis ini mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan, karena sebagian besar data bersumber dari satelit. Data-data tersebut diantaranya adalah data hujan, peta topografi, tata guna lahan, jenis tanah, sungai, dan lain sebagainya. Keunggulan penggunaan metode ini adalah data hujan satelit yang digunakan merupakan data yang menerus (real time) dengan tingkat resolusi yang tinggi hingga per 30 menit pencatatan. Data-data tersebut bisa diunduh secara langsung dari internet dan diolah dengan menggunakan software IFAS (Integrated Flood Analysis System).

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Pemodelan Hidrologi Menggunakan Data Satelit

Dalam pengertian umum, model hidrologi adalah sebuah sajian sederhana (simple representation) dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks. Metode analisis hidrologi dengan menggunakan model hidrologi pada prinsipnya adalah menggunakan model transformasi hujan menjadi debit dengan memperhatikan karakteristik DAS daerah yang ditinjau. Permasalahan umum yang sering terjadi dalam analisis hidrologi menggunakan model adalah dalam hal ketersediaan data pengukuran sehingga sering mengalami kesulitan dalam memverifikasi apakah model yang dipakai cocok diterapkan dengan karakteristik DAS yang ditinjau. Dengan latar belakang tersebut, alternatif penggunaan data satelit untuk pemodelan hidrologi sangat prospektif untuk dikembangkan.

Beberapa tahun terakhir ini penggunaan data satelit untuk analisis dan pemodelan hidrologi berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh berbasis satelit. Beberapa penelitian terkini yang telah berhasil memanfaatkan teknologi ini diantaranya adalah Harris, dkk. (2007), Li, dkk. (2009), Sugiura, dkk. (2009), Khan, dkk. (2011), dan Kartiwa dan Murniati (2011). Harris, dkk. (2007) melakukan penelitian yang difokuskan pada tingkat akurasi data hujan untuk berbagai level skala dari 0.25o hingga 0.50o untuk pemodelan hidrologi pada kasus banjir di DAS Upper Cumberland, Kentucky. Data hujan satelit yang digunakan bersumber dari Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA yaitu 3B41RT yang merupakan data hujan menerus (real time) dengan tingkat keterlambatan 6 hingga 10 jam. Penelitian ini mengobservasi bahwa data hujan satelit bisa digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis dan prediksi pada kasus banjir dan genangan.

Sugiura, dkk. (2009) membuat suatu model analisis limpasan banjir yang efektif dan efisien untuk memprediksi banjir khusus untuk negara-negara berkembang dimana ketersediaan data pencatatan sangat terbatas. Model yang dikembangkan menggunakan data masukan tidak hanya bersumber dari data lapangan tetapi juga kombinasi dengan data dari satelit yang berbasis SIG. Temuan penting yang didapatkan dari penelitian ini adalah, bahwa verifikasi hasil prediksi banjir dengan kondisi di lapangan menunjukkan hasil yang sangat dekat.

(3)

Li, dkk. (2009) mengevaluasi pemakaian data hujan satelit yang disediakan oleh Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA untuk mempreksi kejadian banjir untuk manajemen bencana banjir di Nzoia, Sub-DAS Danau Victoria, Afrika. Prediksi banjir dengan menggunakan data hujan satelit 3B42RT dari tahun 2002 hingga 2006 ini memberikan hasil yang bisa diterima. Meskipun penggunaan data satelit ini sudah memberikan hasil prediksi yang bisa diterima, penelitian ini sangat merekomendasikan untuk meningkatkan resolusi dalam perekaman data hujan.

Khan, dkk. (2011) melakukan penelitian tentang metode penggunaan data hujan satelit dari penginderaan jauh untuk kalibrasi dan evaluasi model hidrologi, simulasi kejadian banjir dan evaluasi kemungkinan terjadinya genangan. Penelitian ini menggunakan model hidrologi CREST (Coupled Routing and Excess STorage) yang dikembangkan oleh The University of Oklahoma dan the NASA SERVIR Project Team. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan data-data berbasis satelit bisa digunakan untuk mengkalibrasi model hidrologi dan memprediksi potensi kejadian banjir dan genangan dengan akurat pada daerah-daerah yang tidak memiliki data pencatatan debit yang panjang.

Kartiwa dan Murniati (2011) melakukan penelitian tentang aplikasi penginderaan jauh dan pemodelan hidrologi untuk pemetaan banjir pada DAS Citarum, Jawa Barat. Penelitian ini juga membandingkan hasil pemodelan dengan menggunakan model terdistribusi (distributed model), IFAS dengan Model Lump, GR4J. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk Kasus di DAS Citarum, model Lump menunjukkan hasil yang lebih baik.

IFAS Distributed Model

IFAS merupakan program (software) yang bisa digunakan untuk pemodelan hidrologi yang dikembangkan oleh International Centre for Water Hazard and Risk Management

(ICHARM), Jepang. IFAS dikembangkan berbasis SIG untuk membuat jaringan saluran sungai dan mengestimasi parameter-parameter standar dalam analisis limpasan sehingga hasilnya bisa ditampilkan berdasarkan data-data satelit dan data-data curah hujan yang ada di lapangan. Skema alur pemodelan hidrologi menggunakan IFAS seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Program IFAS memiliki keunggulan-keunggulan diantaranya adalah sebagaimana diuraikan berikut ini.

1. Ketersediaan data satelit yang cukup luas, seperti: data curah hujan, data topografi, data tata guna lahan, data tanah, dan data geologi. Keseluruhan data dapat diunduh melalui jaringan internet.

2. Ketersediaan pengaturan parameter-parameter data hidrologi dan data Sistem Informasi Geografis (SIG), yang dapat dikombinasikan untuk memudahkan pengguna dalam menganalisa pengembangan sumber daya air, khususnya penerapan pemodelan hidrologi pada Daerah Aliran Sungai (DAS).

3. IFAS memiliki interface untuk menampilkan hasil ouput dalam format grafik dalam peta digital. Pemakai bisa dengan mudah mengidentifikasi resiko banjir dengan mengobservasi visualisasi hasil simulasi.

4. Hak bebas pengguna aplikasi IFAS untuk menggunakan, memodifikasi dan mendistribusikan.

(4)

Sumber : Chavoshian, 2009

Gambar 1 Skema alur pemodelan hidrologi menggunakan IFAS(Fukami, 2009)

Evaluasi Ketelitian Model

Keandalan dalam pemodelan hidrologi dievaluasi dengan menggunakan beberapa indikator statistik diantaranya adalah koefisien korelasi (R), selisih volume (VE), dan koefisien efisiensi (CE) (Hambali, 2008). Koefisien korelasi (R) adalah harga yang menunjukkan besarnya keterkaitan antara nilai observasi dengan nilai simulasi. Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

(1)

dengan R adalah koefisien korelasi, Qcal adalah debit terhitung (m3/detik), Q calrerata adalah debit terhitung rerata (m3/detik), Qobs adalah debit terukur (m3/detik), dan

Qobsrerata adalah debit terukur rerata (m3/detik). Kategori tingkat korelasi untuk berbagai nilai seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria Nilai Koefisien Korelasi

Nilai Koefisien Korelasi (R) Interpretasi 0.7 < R < 1.0 Derajat asosiasi tinggi 0.4 < R < 0.7 Hubungan substansial 0.2 < R < 0.4 Korelasi rendah

R < 0.2 Diabaikan

(Sumber : Hambali, 2008)

Selisih volume atau volume error (VE) aliran adalah nilai yang menunjukkan perbedaan volume perhitungan dan volume terukur selama proses simulasi. Selisih volume (VE) aliran dikatakan baik apabila dapat menunjukkan angka tidak lebih dari 5%. Selisih volume (VE) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

(2)

dengan VE adalah selisih volume, Qcali adalah debit terhitung (m3/detik), dan Qobsi adalah debit terukur (m3/detik).

      2 2 ( ) ) ( ) )( ( rerata rerata rerata rerata Qobs Qobs Qcal Qcal Qobs Qobs Qcal Qcal R % 100 1 1 1   

   N i i N i N i i i Qobs Qcal Qobs VE

(5)

Koefisien Efisiensi (CE) adalah nilai yang menunjukkan efisiensi model terhadap debit terukur, cara objektif yang paling baik dalam mencerminkan kecocokan hidrograf secara keseluruhan. Koefisien Efisiensi (CE) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

(3)

dengan CE adalah koefisien efisiensi, Qcali adalah debit terhitung (m3/detik), Qobsi adalah debit terukur (m3/detik), dan Q obsrerata adalah debit terukur rerata (m3/detik). Koefisien efisiensi memiliki beberapa kriteria seperti terlihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Kriteria Nilai Koefisien Efisiensi

Nilai Koefisien Efisiensi (CE) Interpretasi

CE > 0.75 Optimasi sangat efisien 0.36 < CE < 0.75 Optimasi cukup efisien CE < 0.36 Optimasi tidak efisien

(Sumber : Hambali, 2008)

3.

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil studi kasus pada sub-DAS Tapung Kiri dengan stasiun AWLR Pantai Cermin. Sub-DAS Tapung Kiri merupakan bagian hulu dari DAS Siak yang secara administrasi terletak di Provinsi Riau. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan ketersediaan data yang cukup memadai untuk dilakukan analisis model hujan aliran. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian Bagan Alir Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan seperti disajikan pada bagan alir pada Gambar 3. Secara garis besar tahapan penelitian ini terditi atas persiapan data satelit, simulasi model, kalibrasi model, dan validasi model. Simulasi model dilakukan dengan bantuan program IFAS. Data-data satelit yang telah diunduh disimulasikan dengan parameter-parameter awal yang ditentukan oleh IFAS. Hasil simulasi tersebut dievaluasi ketelitiannya berdasarkan data terukur dengan menghitung nilai koefisien korelasi,

              

  N i rerata i N i i i Qobs Qobs Qcal Qobs CE 1 2 1 2 ) ( ) (

(6)

selisih volume, dan koefisien efisiensi. Data yang digunakan dalam evaluasi ketelitian model adalah data debit sungai harian AWLR periode 1 Januari – 31 Desember tahun 2006. Kalibrasi parameter dilakukan dengan cara kombinasi, yang kemudian dilakukan simulasi kembali. Sehingga hasil simulasi dapat mewakili kondisi hujan-aliran yang sebenarnya berdasarkan data terukur dilapangan. Keseluruhan proses kalibrasi dan simulasi diulangi hingga diperoleh hasil simulasi yang optimal, yaitu nilai evaluasi ketelitian model seperti nilai koefisien R, VE, dan CE memenuhi batasan-batasan evaluasi ketelitian model yang baik. Validasi dilakukan terhadap parameter-parameter yang memenuhi nilai evaluasi ketelitian model dalam kalibrasi. Parameter-parameter tersebut disimulasikan dengan periode tahun yang berbeda. Pada penelitian ini digunakan periode tahun 2005.

Gambar 3. Bagan alir pelaksanaan penelitian

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemodelan Hidrologi dengan Program IFAS

Model hujan aliran menggunakan IFAS dibuat dengan menggunakan data-data satelit yang dapat diunduh melalui jaringan internet. Data-data seperti adalah curah hujan, tata guna lahan, dan elevasi dapat langsung diunduh melalui menu toolbar download yang disediakan IFAS. Sedangkan untuk data tanah seperti soil water holding capacity dapat diunduh melalui situs http://www.grid.unep.ch/data/data.php dengan kode data GNV25.

(7)

Data hujan satelit hasil unduhan yang digunakan dalam penelitian ini seperti disajikan pada Gambar 4. Tipe data yang digunakan adalah GsMaP_MVK+ periode 1 Januari 2006 – 31 Desember 2006. Data ini dipilih karena hanya GsMaP_MVK+ yang menyediakan data curah hujan harian pada tahun 2006.Data topografi yang digunakan adalah jenis GTOPO30. Hasil unduhan data tersebut untuk daerah studi seperti disajikan pada Gambar 5. Sedangkan data tata guna lahan dan data tanah untuk Tahun 2006 hasil unduhan pada program IFAS dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 4. Tampilan Data Curah Hujan Pada IFAS

Gambar 5 Tampilan Data GTOPO30 Sebelum dan Sesudah Diimpor ke IFAS

Gambar 6. Tampilan data tata guna lahan pada IFAS

Gambar 7. Tampilan data tanah (tipe GNV25) pada IFAS

Selanjutnya, data-data unduhan tersebut diolah dan diimpor ke dalam program IFAS. Program IFAS menggunakan model tangki yang dimodifikasi sebagai dasar pemodelannya, yang disebut PWRI Distributed Model. Parameter-parameter pada model tersebut dapat dikalibrasi untuk memperoleh hasil simulasi yang mendekati keadaan sebenarnya. Hasil simulasi model akan dievaluasi ketelitiannya dengan data terukur (debit sungai harian dari AWLR).

Kondisi Awal Simulasi

Pada simulasi ini, digunakan nilai parameter-parameter awal yang ditentukan oleh IFAS. Dengan memasukkan periode simulasi satu tahun, yaitu dari 1 Januari 2006 jam 00.00 sampai dengan 31 Desember 2006 jam 23.00, didapat hasil simulasi berupa hidrograf hujan aliran yang dapat dilihat pada Gambar 8. Nilai R = 0,576, ini menunjukkan bahwa hasil model memiliki hubungan substansial dengan data terukur (0,4 < R < 0,7). Nilai VE = 52,58%, ini menunjukkan bahwa nilai volume perhitungan dengan volume terukur jauh berbeda ( VE > 5% ). Terlihat bahwa debit hasil simulasi lebih besar daripada debit pada pencatatan di AWLR. Nilai CE = 1,653, ini menunjukkan efisiensi model terhadap debit terukur sangat efisien (CE > 0,75).

(8)

Gambar 8 Grafik hasil simulasi tanpa kalibrasi Proses Kalibrasi

Pada tahap ini, akan digunakan nilai parameter-parameter yang dikalibrasi dengan cara kombinasi. Berdasarkan evaluasi pada kondisi awal simulasi, diketahui bahwa volume hasil simulasi jauh lebih besar daripada data terukur, sehingga perlu dilakukan kalibrasi pada parameter untuk memperkecil nilai volumenya. Parameter-parameter yang dikalibrasi adalah parameter dari surface tank dan underground water tank. Setelah dilakukan beberapa pengulangan simulasi dengan parameter-parameter berbeda, maka diperoleh nilai parameter-parameter yang optimal untuk kalibrasi pada penelitian ini. Nilai-nilai setiap parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Dari parameter-parameter yang telah dikalibrasi tersebut, maka diperoleh hasil simulasi berupa hidrograf hujan aliran yang dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai R = 0,776, ini menunjukkan bahwa hasil model memiliki derajat asosiasi yang tinggi dengan data terukur (0,7 < R < 1,0). Nilai VE = 0,574%, ini menunjukkan bahwa nilai volume perhitungan dengan volume terukur tidak jauh berbeda ( VE < 5% ). Nilai CE = 0,75, ini menunjukkan efisiensi model terhadap debit terukur cukup efisien (0,36 < CE < 0,75). Dari ketiga hasil evaluasi, terlihat bahwa hasil model optimal karena nilai evaluasi memenuhi semua kriteria batasan evaluasi ketelitian model. Karena itu, parameter-parameter dalam kalibrasi ini akan divalidasi untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat ketidakpastian yang dimiliki model ini.

(9)

Tabel 3 Parameter-Parameter yang Dikalibrasi Parameter Nilai Awal Nilai Kalibrasi Penjelasan Su rf ac e T an k

SKF 0,0005 0,00001 Berdasarkan Tabel 2.5 untuk areal persawahan dan perumahan penduduk, diambil yang terkecil.

HFMXD 0,1 0,1 Tidak diubah karena nilainya sudah cukup besar untuk memperkecil volume aliran puncak.

HFMND 0.01 0.01 Tidak diubah karena nilainya sudah cukup besar untuk memperkecil sebagian bentuk gelombang.

HFOD 0,005 0,005 Tidak diubah karena nilainya sudah cukup besar untuk memperkecil bentuk seluruh gelombang.

SNF 0,7 0,1

Berdasarkan Tabel 2.4 untuk areal yang sebagian beraspal dan sebagian tanah serta memiliki jaringan drainase.

FALFX 0,8 0,65 Trial and error antara 0,5 dan 0,65. HIFD 0 0 Tidak diubah karena ketentuan dari IFAS.

Un d er g ro u n d W ater T an k

AUD 0,1 0,1 Tidak diubah karena nilainya sudah cukup kecil untuk memperkecil sebagian bentuk gelombang.

AGD 0,003 0,001 Trial and error dengan memperkecil nilainya agar volume base flow menjadi kecil.

HCGD 2 0,5

Trial and error diperkecil agar nilai volumenya bisa menyesuaikan dengan hasil dari parameter lain yang telah diubah.

HIGD 2 0,5 Trial and error dengan memperkecil nilainya agar volume base flow menjadi kecil.

Validasi Model

Validasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan parameter hasil kalibrasi untuk mensimulasikan data periode tahun 2005 pada Sub-DAS Tapung Kiri. Adapun grafik hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 10. Pada kondisi ini didapat nilai R = 0,463, nilai VE = 20,9%, dan nilai CE = 1,3. Berdasarkan nilai ketiga parameter tersebut menunjukkan bahwa model kurang optimal karena nilai R < 0,7 dan VE >5%.

Gambar 10 Grafik Hasil Validasi dengan Tahun 2005

Seperti ditunjukkan pada Gambar 10, kekurangcocokan antara hasil simulasi dengan data lapangan terjadi pada awal dan akhir tahun. Ada kemungkinan kualitas data hujan hasil pencatatan satelit kurang baik pada periode waktu tersebut. Penelitian lanjutan

(10)

yang sedang dilakukan saat ini adalah melakukan modifikasi data hujan satelit dengan data hujan pengukuran di lapangan sebagai input model dalam rangka untuk mendapatkan hasil ouput yang lebih baik.

5.

KESIMPULAN DAN RENCANA PENGEMBANGAN

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemodelan hidrologi dapat dilakukan dengan menggunakan data-data satelit. Hasil pemodelan hidrologi menunjukkan kehandalan yang cukup baik dengan nilai korelasi R = 0,776, selisih volume VE = 0,574%, dan koefisien efisiensi CE = 0,75. Dengan demikian metode pemodelan hidrologi dengan menggunakan data satelit bisa dijadikan salah satu alternatif dalam analisis hidrologi pada daerah yang tidak tersedia data-data pengukuran lapangan.

Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang menitikberatkan pada metode penggunaan data satelit untuk pemodelan hidrologi dengan mengambil kasus di DAS Tapung Kiri, Provinsi Riau. Penelitian dengan modifikasi data hujan satelit dengan data lapangan sebagai imput saat ini sedang dilaksanakan. Lebih lanjut, penelitian ini akan mengaplikasikan penggunaan metode ini untuk analisis dan prediksi banjir serta sistem peringatan dini terhadap bahaya banjir.

6.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chavoshian, A., Miyake, K., Sugiura, T., Hai, P. T., Rajapakse, L., 2009, Charting ICHARM’S Strategy for Integrated Flood Risk Management in the Lower Mekong River Basin, International Centre for Water Hazard and Risk Management (ICHARM), under the auspices of UNESCO, Public Works Research Institute (PWRI), Tsukuba, Ibaraki, Japan

2. Hambali, R. 2008. Analisis Ketersediaan Air dengan Model Mock. Bahan Ajar.

Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

3. Harris A., Rahman, Hossain F., Yarborough L., Bagtzoglou, Easson G., 2007,

Satellite-based Flood Modeling Using TRMM-Satellite-based Rainfall Products, Sensors, ISSN 1424-8220, MDPI, www.mdpi.org/sensors.

4. Khan S., Hong Y, Wang J, Yilmaz K.K, Gourley J.J, Adler R, Brakenridge R, Policelli F,

Habib S, and Irwin D, 2011, Satellite Remote Sensing and Hydrologic Modeling for Flood Inundation Mapping in Lake Victoria Basin: Implications for Hydrologic Prediction in Ungauged Basins, IEEE Transactions Geoscience and Remote Sensing, Vol. 49, No.1, January 2011.

5. Kartiwa, B., Murniati, E., 2011, Application of RS, GIS and Hydrological Model for Flood Mapping of Lower Citarum Watershed, Indonesia, Sentinel Asia Joint Project Team Meeting, 12th-14th July 2011, Putra Jaya, Malaysia.

6. Li Li, Hong Y, Wang J, Adler R, Policelli F, Habib S, Irwin D, Korme T, Okello L, 2008,

Evaluation of the real-time TRMM-based multi-satellite precipitation analysis for an operational flood prediction system in Nzoia Basin, Lake Victoria, Africa, Springer Science+Business Media B.V. 2009.

7. Sugiura T., Fukami T., Fujiwara N., Hamaguchi K., Nakamura S., Hironaka S.,

Nakamura K., Wada T., Ishikawa M., Shimizu T., Inomata K., Itou K., 2009,

Development of Integrated Flood Analysis System (IFAS) and its Applications, 7th ISE & 8th HIC, Chile.

Gambar

Gambar 1 Skema alur pemodelan hidrologi menggunakan IFAS (Fukami, 2009)
Tabel 2 Kriteria Nilai Koefisien Efisiensi  Nilai Koefisien Efisiensi (CE)  Interpretasi
Gambar 3. Bagan alir pelaksanaan penelitian
Gambar 4. Tampilan Data Curah  Hujan Pada IFAS
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sama halnya dengan karakteristik ruang berupa pembatas ruang, komponen- komponen ruang tersebut juga menunjukkan tingkat perekonomian yang berbeda di antara pemilik

Bersama ini dengan hormat kami sampaikan laporan kegiatan pengendalian kebakaran hutan lahan tanggal 29 Oktober 2016.. Laporan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tanggal

Ya Allah, tutupilah auratku (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tentramkan-lah aku dari rasa takut.. Ya Allah, peliharalah aku dari depan, belakang, kanan, kiri

Sub Dit Sub Dit Standardi sasi Pangan Olahan Sub Dit Inspeksi Produksi dan Peredar Pangan Seksi Standardi Sertifikasi an Produk Seksi Inspeksi Produksi Tangga Pangan Seksi

Saat kejadian La Niña (SML bernilai negatif) wilayah kabupaten Gorontalo secara umum mengalami peningkatan curah hujan, kondisi ini berpengaruh terhadap awal musim

Dokumen Renja SKPD pada dasarnya merupakan suatu proses pemikiran strategis untuk menyikapi isu-isu yang berkembang dan mengimplementasikannya dalam program dan kegiatan

Adapun Ha pada penelitian ini, yaitu terdapat pengaruh penggunaan media scrapbook pada pembelajaran Tematik terhadap hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia siswa

Ada 3 (tiga) kegiatan utama dalam pelaksanaan PLP I di lembaga/instansi mitra yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa praktikan, yaitu: (1) tahap persiapan, (2)