• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FENOMENA ENSO TERHADAP PRODUKTIVITAS JAGUNG DI KABUPATEN GORONTALO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH FENOMENA ENSO TERHADAP PRODUKTIVITAS JAGUNG DI KABUPATEN GORONTALO"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH FENOMENA ENSO TERHADAP PRODUKTIVITAS JAGUNG

DI KABUPATEN GORONTALO

Richard Ering

1

, Suwandi

2

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan

E-mail: richard.ering@bmkg.go.id

Abstrak

Jagung merupakan hasil komoditi pertanian populer dan strategis yang relatif mudah dibudidayakan karena posisi geografis Indonesia sangat mendukung pertumbuhannya. Disisi lain Indonesia juga memiliki variabilitas iklim dan musim yang cukup kompleks pengaruh adanya variasi suhu muka laut (SML) pada wilayah Nino 3.4, salah satunya fenomena El Niño dan La Niña. Kabupaten Gorontalo memiliki potensi besar dalam pertanian jagung, oleh karena itu penting untuk dilakukan analisis pengaruh fenomena tersebut terhadap variabilitas musim yang merupakan faktor penting agar potensi pertanian jagung dapat dioptimalkan. Adapun penelitian ini menggunakan metode statistik untuk mendeskripsikan hasil analisis dengan tahapan pengolahan data curah hujan, identifikasi anomali indeks SML Nino 3.4 serta analisis variabilitas musim hingga pengaruhnya terhadap produktivitas. Hasil menunjukkan bahwa saat kondisi El Niño produktivitas lebih kecil dibanding saat La Niña terjadi, tetapi pada kondisi normal produktivitas relatif besar. Saat La Niña mengalami peningkatan ± 0,5 ton/ha dibanding saat El Niño,sedangkan saat normal mencapai >0,5 ton/ha tiap tahunnya.

Kata kunci : El Niño, La Niña, Variabilitas musim, Produktivitas jagung

Abstract

Corn is the result of agricultural commodities popular and strategic that is relatively easy cultivated because the geographical position of Indonesia highly supports of growth. On the other side, Indonesia also having climate and seasonal variability that quite complex effect of the variation of the sea surface temperature (SST) in the Nino 3.4 region, such as El Niño and La Niña phenomenon. Gorontalo district has great potential in agriculture of corn, therefore it is important to do an analysis of the influence of the phenomenon to the season variability which is an important factor that potential of corn can be optimized. This research using statistical methods to describe the results of the analysis by the rainfall data processing, Nino 3.4 index anomaly identification and analysis of the variability of the season to the effect on corn productivity. The results indicate that the current El Niño condition, productivity is smaller than when La Niña occur, but in normal condition are relatively large productivity. When La Niña occur increased ± 0,5 ton/ hectare compared to the current El Niño, while the normal current is > 0,5 ton / hectare annually.

Key words : El Niño, La Niña, Season variability, Corn productivity

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia Tenggara yang memiliki kekayaan alam yang sangat besar dan luas tersebar disetiap daerah. Kekayaan sumber daya alam ini menjadi salah satu penunjang perekonomian negara. Pada tahun 2010

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa terdapat 39,9% dari penduduk di Indonesia sebagai petani, maka peran pertanian sangat penting baik pemenuhan pangan serta pakan bagi dalam maupun luar negeri. Salah satu komoditas pertanian unggul di Indonesia adalah Jagung (Zea

(2)

2 Mays). Jagung merupakan salah satu bahan

pangan pokok yang populer di Indonesia. Selain merupakan komoditas yang strategis dan ekonomis, jagung juga mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras (Ditjen Tanaman Pangan, 2002). Pemerintah saat ini terus mengupayakan peningkatan produksi jagung untuk memenuhi permintaan jagung dari tahun ke tahun.

Menurut Purwanto (2000), permintaan jagung meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan industri. Di samping itu, kelangkaan bahan bakar minyak dari fosil mendorong berbagai negara mencari energi alternatif dari bahan bakar nabati (biofuel), diantaranya jagung untuk dijadikan bioetanol sebagai substitusi premium. Hal ini mengakibatkan permintaan akan jagung semakin meningkat untuk industri bioetanol. Permintaan konsumen terhadap jagung jelas sangat bergantung pada produktivitasnya. Produktivitas juga ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya kondisi kecocokan iklim terhadap musim tanam dan panen.

Salah satu daerah yang memiliki potensi dalam pertanian jagung adalah provinsi Gorontalo dengan luas panen mencapai 124.798 ha dengan produktivitas mencapai 569.110 ton serta provinsi lainnya seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Lampung (BPS, 2009). Kabupaten Gorontalo merupakan salah satu daerah kabupaten di Gorontalo yang menjadi sektor budidaya jagung cukup baik. Tanaman jagung merupakan tumbuhan daerah tropis yang tidak menuntut persyaratan lingkungan tumbuh yang ketat, namun produktivitas jagung dipengaruhi oleh kondisi iklim atau cuaca yang terjadi saat tanam hingga panen sehingga faktor iklim ini menjadi faktor yang tidak dapat disampingkan.

Indonesia terletak di wilayah tropis yang memiliki kondisi iklim dan cuaca yang sangat kompleks. Terletak diantara samudera Hindia dan Pasifik serta diapit oleh benua Asia dan Autralia menjadikan wilayah Indonesia memiliki variabilitas iklim yang cukup variatif. Salah satu penentu variabilitas iklim di Indonesia dalam skala global adalah ENSO (El Niño Southern Oscillation). Aktivitas El Niño dan La Niña

memunculkan variabilitas musim khususnya curah hujan. Akibat dari fenomena El Niño dan La Niña menjadikan produktivitas jagung terganggu, diantaranya adalah kerusakan tanaman akibat kekurangan air merupakan dampak El Niño yang umum terjadi. Sebaliknya kejadian La Niña dapat menimbulkan kerusakan tanaman akibat kelebihan air atau banjir disamping meningkatnya populasi hama dan penyakit tanaman. Dampak kekurangan atau kelebihan air tersebut terhadap kerusakan tanaman umumnya lebih parah pada tanaman muda dibanding tanaman dewasa, karena resistensi tanaman muda terhadap perubahan ketersediaan air dan cuaca umumnya lebih rendah (Irawan, 2006).

Ketersediaan air saat pertumbuhan sangat diperlukan khususnya pada stadium pembungaan dan pengisian biji serta pemupukan. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman jagung adalah sekitar 200 mm per bulan yang didistribusikan merata selama musim tanam. Curah hujan yang optimal akan menentukan jumlah biji jangung yang dapat dihasilkan tanaman, akan tetapi curah hujan yang terlalu banyak sehingga lahan tergenang air dapat menyebabkan pembusukan terhadap benih bibit jagung yang ditanam. Selain itu efektifitas pendistribusian serta pengguanaan pupuk dan pestisida bagi petani juga harus mempertimbangkan kondisi cuaca dan iklim yang terjadi saat itu, maka diperlukan pemberian informasi klimatologi kepada pihak terkait agar pengembangan hasil pertanian jagung dapat dimaksimalkan dengan baik.

2. METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah wilayah kabupaten Gorontalo dan daerah dekat sekitar yaitu Tilamuta, Tapa, Paguyaman, dan Kwandang. Koordinat lokasi penelitian ini adalah 0o 15’ LU - 1o 00’ LU dan 122o 15’ BT – 123o 15’ BT. Data yang digunakan antara lain curah hujan yang dari beberapa pos hujan di kabupaten Gorontalo dan daerah dekat sekitar yaitu Tilamuta, Tapa, Paguyaman, dan Kwandang dengan periode tahun 1987 – 2015 yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Klas I Jalaluddin Gorontalo. Data indeks suhu muka laut (SML) di Nino

(3)

3 3.4 periode tahun 1987 – 2015 oleh NOAA

(National Oceanic And Atmospheric Administration) melalui akses website ; http://www.cpc.ncep.noaa.gov/ yang selanjutnya diolah untuk menentukan tahun – tahun variabilitas iklim dengan kriteria El Niño dan La Niña. Serta data produktivitas jagung di kabupaten Gorontalo periode tahun 2002 – 2015 yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Perkebunan kabupaten Gorontalo serta database Departemen

Pertanian ;

https://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/newkom .asp.

Dalam pengolahan data selanjutnya adalah menentukan pola normal curah hujan pada setiap pos penelitian dengan periode tahun 1987 – 2015 menggunakan data curah hujan dasarian dan bulanan serta pola trend tahunannya. Selanjutnya data curah tersebut dilakukan pengolahan untuk melihat rata – rata curah hujan wilayah kabupaten Gorontalo untuk dianalisis. Dalam menentukan profil musim masing – masing pos ini menggunakan ketentuan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yaitu awal musim kemarau (AMK) ditandai dengan jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) bernilai ≤50 mm dan diikuti dasarian berikutnya, sedangkan awal musim hujan (AMH) ditandai dengan jumlah curah hujan satu dasarian sama atau lebih dari ≥50 mm dan diikuti berikutnya. Analisis identifikasi anomali indeks Nino 3.4 berasal dari nilai anomali SML di Pasifik ekuator berdasarkan sumber BMKG yaitu dengan kategori El Niño lemah/weak (+0,5⁰C s/d +1,0⁰C), sedang/moderate (+1,1⁰C s/d +2,0⁰C), dan kuat/strong (>+2,0⁰C) serta berlangsung minimal selama 5 bulan berturut – turut. Kemudian untuk La Niña dengan kategori La Niña lemah/(-0,5⁰C s/d -1,0⁰C),

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola curah hujan rata – rata wilayah kabupaten secara umum memiliki pola lokal dengan sifat kering/sedikit. Pola ini diperjelas dengan hasil klasifikasi BMKG yang menyatakan bahwa wilayah Gorontalo merupakan salah satu daerah dengan klasifikasi non ZOM.

Gambar 1. Grafik curah hujan rata – rata tahunan

wilayah Kab. Gorontalo (periode : 1987 – 2010) Ditinjau dari rata – rata curah hujan yang ditunjukkan oleh grafik pada gambar 1 diatas, wilayah kabupaten Gorontalo memiliki pola lokal. Kabupaten Gorontalo memiliki puncak hujan tertinggi yang terjadi pada bulan januari sebesar 162,8 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan september sebesar 49,8 mm.

Gambar 2 Grafik anomali SML Nino 3.4

(sumber : www.cpc.ncep.noaa.gov)

Berdasar pada gambar 2 terlihat pola anomali suhu muka laut (SML) yang terjadi di wilayah Nino 3.4 koordinat 5ºLU - 5ºLS dan 180ºBB - 120ºBB yang cukup variatif. Dari variasi nilai anomali diatas diperoleh kecenderungan kondisi yang terjadi di samudera Pasifik bernilai positif ditandai dengan garfik warna kuning adalah kondisi SML lebih tinggi/hangat dari normal, sedangkan nilai negatif dengan warna grafik biru adalah kondisi SML lebih rendah/dingin dari normalnya. Berdasarkan kondisi SML tersebut kemudian dapat ditentukan kategori variabilitas musim berdasakan fenomena El Niño dan La Niña serta normal sesuai dengan keriteria yang ada.

Dari ketentuan kriteria variabilitas musim berdasar SML Nino 3.4 diperoleh tahun – tahun dalam kategori El Niño yaitu pada tahun 20012, 2004, 2006, dan 2009. Tahun dalam kategori La Niña yaitu pada tahun

(4)

4 2007, 2010, dan 2011, serta tahun dalam

kategori normal adalah tahun 2003, 2005, 2008, 2012, 2013, dan 2014.

Gambar 3. Pola curah hujan Kab. Gorontalo

saat kejadian El Niño

Berdasarkan gambar 3, secara umum jika dilihat dari jumlah curah hujannya wilayah kabupaten Gorontalo memiliki sifat curah yang cenderung kering sepanjang tahun. Pola curah hujan saat kejadian El Niño menunjukkan bahwa terjadi pengurangan curah hujan di kabupaten Gorontalo. Dari ketiga tahun kejadian diatas terlihat bahwa tahun 2002 yang dikategorikan moderate El Niño oleh BMKG merupakan tahun dengan penurunan curah hujan paling signifikan dibanding dengan tahunlainnya. Penurunan curah hujan tahun 2002 berlangsung lebih awal dari pola normal tahun lainnya.

Gambar 4. Pola curah hujan Kab. Gorontalo

saat kejadian La Niña

Gambar 4 menunjukkan pola curah hujan wilayah kabupaten Gorontalo saat kejadian La Niña tahun 2007, 2010, dan 2011. Terlihat bahwa secara umum curah hujan pada tahun – tahun tersebut mengalami peningkatan dari pola normalnya. Sebagian besar pola curah hujan yang terjadi pada tahun – tahun La Niña ini berbeda dengan pola normalnya. Dari ketiga tahun kejadian La Niña yang paling signifikan

mempengaruhi peningkatan curah hujan di Gorontalo adalah tahun 2010 yang juga di kategorikan oleh BMKG La Niña Moderate. Tahun 2010 terjadi peningkatan dari jumlah curah hujan mau periode musim hujan yang semakin lama dibanding normalnya.

Gambar 5. Pola curah hujan Kab. Gorontalo

saat kondisi normal

Gambar diatas merupakan grafik pola curah hujan pada saat kondisi SML di wilayah Nino 3.4 dikategorikan normal atau tidak ada kejadian El Niño dan La Niña berdasarkan variabilitas anomali SML yang terjadi. Tahun – tahun kondisi normal antara ain yaitu tahun 2003, 2005, 2008, 2012, 2013, dan 2014. Terlihat pada grafik pola curah hujan di kabupaten Gorontalo cukup variatif dan secara umum mengikuti pola normalnya tetapi terdapat beberapa tahun yang memiliki curah hujan yang relatif tinggi dibanding dengan normalnya seperti tahun 2003 dan 2005. Adapun tahun 2014 kondisi curah hujan di kabupaten Gorontalo relatif lebih sedikit dari normalnya.

Gambar 6. Grafik produksi jagung saat

kejadian El Niño

Gambar diatas merupakan perbandingan produktivitas jagung kabupaten Gorontalo pada tahun – tahun kejadian El Niño. Pada tahun kejadian El Niño ini curah hujan di wilayah kabupaten Gorontalo cenderung

(5)

5 lebih sedikit dibanding dengan rata – rata

normal khususnya pada kejadian El Niño moderate tahun 2009/2010. Total jumlah curah hujan tahunan yang terjadi adalah 1200 mm dari rata – rata 1600 mm per tahun, tetapi produktivitas menunjukan bahwa pada tahun tersebut tidak terjadi penurunan produksi pertanian jagung begitu juga pada tahun 2006/2007. Nilai produksi jagung terkecil saat kejadian El Niño adalah pada tahun 2002/2003 dengan kekurangan hasil mencapai sekitar ±0,8 ton terhadap rata – rata 4,3 ton, sedangkan hasil terbesar terjadi pada tahun 2009/2010 dengan hasil mencapai 4,7 ton.

Gambar 7. Grafik produksi jagung saat

kejadian La Niña

Gambar diatas merupakan perbandingan produktivitas jagung kabupaten Gorontalo pada tahun – tahun kejadian La Niña. Kondisi ini menyebabkan wilayah ini mengalami fase atau periode musim hujan yang lebih panjang. Jumlah curah hujan wilayah kabupaten Gorontalo mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010 total curah hujan yang terjadi 2100 mm dengan kategori kondisi La Niña Moderate. Pada tahun kejadian La Niña ini nilai produktivitas jagung cenderung stabil pada nilai rata – rata tahunan yaitu sekitar ±4,6 ton/ha. Produktivitas jagung tertinggi terjadi pada pada tahun 2011/2012 dengan nilai hasil mencapai 4,8 ton. Pada kondisi La Niña produktivitas nilai menunjukan selalu berada diatas 4,5 ton tiap tahunnya.

Gambar 8. Grafik produksi jagung saat

normal

Gambar diatas merupakan perbandingan produktivitas jagung kabupaten Gorontalo pada tahun – tahun normal. Kondisi ini merupakan kondisi saat tidak terjadi aktivitas El Niño dan La Niña. Terlihat pada grafik bahwa produktivitas jagung saat normal pada tahun 2008/2009, 2012/2013, dan 2013/2014 cenderung stabil dengan nilai diatas rata – rata produktivitas di kabupaten Gorontalo. Sedangkan pada tahun 2003/2004, 2005/ 2006 nilai produktivitas dibawah rata – rata. Produktivitas terendah terjadi pada tahun 2005/2006 dengan hasil hanya mencapai ±3,0 ton. Produktivitas terbesar saat kondisi normal terjadi pada tahun 2013/2014 dengan total hasil mencapai ±5,1 ton/ha dan menjadi produktivitas jagung tertinggi yang pernah terjadi di kabupaten Gorontalo dalam periode 2003 hingga 2015. Pada kondisi normal juga produktivitas nilai menunjukan selalu berada diatas 4,5 ton/ha tiap tahunnya dan produktivitas semakin tinggi.

Dampak dari kondisi anomali suhu muka laut Nino 3.4 jelas berpengaruh terhadap kondisi curah hujan menyebabkan variabiltas musim yang berbeda – beda pada setiap kondisi. Ketika suhu muka laut bernilai positf atau yang dinamakan El Niño pada tahun 2004, 2009, dan 2015 pada umumnya menyebabkan penurunan curah hujan dibeberapa wilayah. Kondsi ini mempengaruhi awal musim kemarau yang terjadi lebih cepat dan periode musim kemarau menjadi lebih panjang penentuan jadwal penanaman tanaman jagung menjadi berubah. Sementara ketika suhu muka laut bernilai negatif atau yang dinamakan La Niña pada tahun 2008, 2010, dan 2011 menyebabkan peningkatan curah hujan yang

(6)

6 juga sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan hingga hasil panen.

Adanya variabilitas musim yang diakibatkan oleh anomali SML Nino 3.4 di samudera Pasifik secara tidak langsung berpengaruh terhadap produktivitas jagung di kabupaten Gorontalo. Variabilitas musim ini mempengaruhi masa tanam dan juga pada masa pertumbuhan. Di Gorontalo dikenal 2 (dua) masa tanam yaitu masa tanam gadu yang jatuh pada rentang bulan april hingga juni serta rendengan yang jatuh pada rentang bulan oktober hingga desember. Bulan – bulan tersebut merupakan waktu yang berada pada fase masuk musim hujan di wilayah kabupaten Gorontalo. Ketika pola musim berubah maka pertumbuhan hingga produktivitas juga akan ikut berubah.

4. KESIMPULAN

1. Saat kejadian El Niño (SML bernilai positif) wilayah kabupaten Gorontalo mengalami penurunan curah hujan yang berpengaruh terhadap awal musim kemarau terjadi lebih awal dan periode musim kemarau semakin panjang. Sedangkan produktivitas jagung menunjukkan secara umum tidak terjadi penurunan nilai produktivitas yang signifikan dari rata – ratanya tetapi lebih kecil dibanding saat La Niña dan normal.

2. Saat kejadian La Niña (SML bernilai negatif) wilayah kabupaten Gorontalo secara umum mengalami peningkatan curah hujan, kondisi ini berpengaruh terhadap awal musim hujan yang terjadi lebih awal dan periode musim hujan semakin panjang . sedangkan untuk produktivitas jagung menunjukkan cukup stabil dengan rata – rata dan lebih tinggi dibanding saat El Niño.

3. Saat kondisi normal produktivitas jagung menunjukkan hasil lebih tinggi dibanding saat terjadi El Niño dan La Niña.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E., Karmin, M., dan Budiman. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesai. BMKG, Jakarta.

Griffiths. 1976. Applied Climatology. Oxford University Press, New York.

Irawan, B. 2006. Fenomena Anomali Iklim El nino dan La nina : Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24 No.1 Juli 2006

Purwanto, S. 2000. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung. Ditjen Tanaman Pangan, Jakarta.

Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset Yogyakarta, Yogyakarta.

Gambar

Gambar 1. Grafik curah hujan rata – rata tahunan  wilayah Kab. Gorontalo (periode : 1987 – 2010)
Gambar diatas merupakan perbandingan  produktivitas  jagung  kabupaten  Gorontalo  pada  tahun  –  tahun  kejadian  La  Niña

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan model pembelajaran concept sentence dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Jogonalan tahun ajaran

Maka dari itu, setidaknya ada beberapa prinsip penafsiran kontekstual (hermeneutika) Abdullah Saeed yang harus dipahami. Prinsip-prinsip ini penulis simpulkan untuk

Telah dilakukan penelitian dengan metode resistivitas (tahanan jenis) konfigurasi schlumberger yang bertujuan untuk mengetahui struktur batuan bawah permukaan di daerah

Pada sistem yang berjalan, terdapat permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan, diantaranya : Terdapat perangkapan tugas dan wewenang didalam (tugas menerima pesanan,

Sedangkan penggunaan deiksis persona, penunjuk, dan waktu yang paling dominan dalam novel Sunset Bersama Rosie adalah deiksis waktu khususnya deiksis waktu dengan

Kesalahan dari segi tata tulis/ejaan yang masih terdapat dalam surat undangan yang disusun oleh organisasi kemahasiswaan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap kedua subjek penelitian yang memiliki gaya kognitif visualizer dalam memecahkan masalah matematika menunjukkan

Selain itu penambahan bahan pengisi carbon black berfungsi untuk menambah sifat mekanik barang jadi karet dan peningkatan penambahan bahan pengisi akan mempengaruhi