• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kode Etik Profesi mengatur tata kehidupan seseorang yang berprofesi sebagai anggota Polri

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Kode Etik Profesi mengatur tata kehidupan seseorang yang berprofesi sebagai anggota Polri"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

34 BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tugas Kepolisian dan Kode Etik Profesi Polri Sebagai Pedoman

Pada era globalisasi, aktivitas kehidupan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu dimana dengan didukung oleh derasnya arus informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, kualitas dan kuantitas kejahatan semakin meningkat dengan modus operandi yang lebih bervariasi dan canggih serta sulit pembuktiannya mulai dari kejahatan yang bersifat konvesional, kejahatan terorganisir, kejahatan kerah putih sampai pada kejahatan yang aktivitasnya lintas negara ( Kejahatan Transnational ).

Situasi dan kondisi ini, merupakan tantangan tersendiri bagi Polri sebagai institusi yang dipercaya masyarakat dalam melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, menegakan hukum, memelihara keamanan, dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu, berbagai pola kepolisian terus dikembangkan hingga diharapkan mampu menekan terjadinya setiap permasalahan kehidupan masyarakat agar tidak menjadi kejahatan atau gangguan Kamtibmas lainnya.

Berangkat dari pemikiran bahwa Kejahatan adalah produk dari masyarakat dan institusi polisi ada karena kebutuhan masyarakat ”, saat ini Polri mendekatkan diri kepada masyarakat dan menggali segala potensi yang ada di masyarakat, untuk medeteksi dan mencegah sedini mungkin kejahatan yang ada di masyarakat serta menyelesaikan kejahatan yang

(2)

35 terjadi hingga ke akar – akarnya dengan harapan kehidupan masyrakat yang ” Tata Tentrem Kerta Raharja ” dapat tercipta. Namun demikian, disisi lain kita menyadari bahwa, saat ini kepercayaan masyarakat terhadap Polri masih rendah, bahkan ketakutan masyarakat pada sosok keberadaan anggota Polri masih tinggi, akibat streotip yang melekat pada Polri pada masa lampau yang cenderung menonjolkan kekerasan dan kekuasaan, daripada tidakan Kepolisian yang berlandaskan aturan hukum dan menghargai Hak Asasi Manusia.

Memahami tentang hal tersebut diatas, Polri berusaha keras memperbaiki diri, mengambil langkah-langkah menuju Polri yang bermoral, profesional, modern dan mandiri, dengan melakukan pembinaan yang berkelanjutan pada tataran struktural, instrumental dan kultural. Pada reformasi di tataran kultur, polri telah melakukan pembenahan manajemen sumber daya manusia, khususnya pada aspek sikap dan perilaku anggota Polri, bagi lingkungan kerja maupun di lingkungan sosial lainnya, yang mana hal ini antara lain diwujudkan dalam bentuk pembuatan, internalisasi dan penegakan kode etik profesi.

Kode Etik Profesi mengatur tata kehidupan seseorang yang berprofesi sebagai anggota Polri. Oleh sebab itu, internalisasi melalui himbauan dan pengarahan serta penegakan kode etik profesi yang adil dan transparan perlu dilakukan sehingga keberadaan Polri yang dipercaya oleh masyarakat sebagai penangung jawab keamanan dalam negeri dapat terwujud.

(3)

36 Kode Etik Profesi Polri adalah norma-norma dan aturan – aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri.

Etika Profesi Polri adalah kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika kepribadian, kenegaran, kelembagaan dan hubungan dengan masyarakat

Dalam Etika Kepribadian setiap anggota Polri wajib : a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota Polri dalam hati nuraninya kepada Tuhan Yang Maha Esa

c. melaksanakan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni, karena kehendak Tuhan yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal ibadahnya.

Dalam Etika Kenegaraan setiap anggota Polri wajib :

a. menjunjung tinggi Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai landasan ideologi dan konstitusi bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia

b. menjunjung tinggi kepentingan bangsa dan negara kesatuan republik Indonesia

c. menjaga, memelihara, dan meningkatkan rasa aman dan tentram bagibangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia

(4)

37 d. menjaga keselamatan fasilitas umum dan hak milik perorangan serta menjauhkan sekuat tenaga dari kerusakan dan penurunan nilai guna atas tindakan yang diambil dalam pelakasanaan tugas

e. menunjukan penghargaan dan kerjasama dengan sesama pejabat negara dalam pelaksanaan tugas

f. menjaga keutuhan wilayah hukum negara kesatuan republik indonesia berdasarka Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945, dan negara persatuan dalam kebhinekaan bangsa dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.

Dalam Etika Kelembagaan, setiap anggota Polri wajib : a. menjaga citra dan kelembagaan anggota Polri

b. menjalankan tugasnya sesuai dengan visi dan misi lembaga Polri yang dituntun oleh asas pelayanan serta didukung oleh pengetahuan dan keahlian

c. memperlakukan sesama anggota sebagai subjek yang bermartabat yang ditandai oleh pengakuan atas hak dan kewajiban yang sama d. mengembagkan semangat kebersamaan serta saling mendorong

untuk meningkatkan kinerja pelayanan pada keentingan umum e. meningkatkan kemampuan demi profesionalisme kepolisian f. dalam menggunakan kewenangannya wajib berdasarkan norma

hukum dan mengindahkan norma agam, kesopanan, kesusilaan serta nilai-nilai kemanusiaan

Dalam Etika Hubungan Dengan Masyarakat, anggota Polri wajib:

(5)

38 a. menghormati harkat dan martabat manusia melalui penghargaan

serta perlindungan terhadap hak asasi manusia

b. menjunjung tinggi prinsip kebebasan dan kesamaan bagi semua warga negara

c. menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan, dan kebenaran demi pelayanan pada masyarakat

d. menegakan hukum demi menciptakan tertib sosial serta rasa aman publik

e. meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat

f. melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana yang diwajibkan dalam tugas kepolisian, baik sedang bertugas maupun diluar dinas

Dalam rangka penegakan kode Etik Profesi Polri, Kepolisian Negara Republik Indonesia membentuk sebuah Komisi Kode Etik Polri yang bertugas sebagai pemeriksa atas pelanggaran Kode Etik Profesi Polri serta melaksanakan sidang Komisi Kode Etik Polri terhadap para pelanggar yang terbukti secara sah dan melawan hukum melakukan perbuatan atau tindak pidana yang merugikan bangsa, negara dan masyarakat.

B. Anggota Polri dan Tindak Pidana

Wajah hukum Indonesia di masa reformasi bukannya membaik malah makin membuka kebobrokan dan kotornya hukum di Indonesia. Hal

(6)

39 ini dapat dilihat banyaknya penegak hukum yang harusnya menegakkan hukum malah sebaliknya terjerat hukum yang harusnyanya dia tegakkan dan agungkan. Salah satunya adalah lembaga kepolisian yang ternyata bukannya menjalankan tugasnya malah sebaliknya membuat banyak masalah dalam proses penegakan hukum Indonesia hal ini dilihat dari banyaknya anggota kepolisian yang menjadi pelaku tindak pidana. Tindak pidana bukan pengecualian terhadap pelaku yang melibatkan anggota kepolisian, karena Tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakanya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.1 Wiryono Projodikoro, perbuatan/tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai pidana.

Penganut pandangan monistis tentang strafbaar feit atau criminal act berpendapat, bahwa unsur-unsur pertanggung jawaban pidana yang menyangkut pembuat delik yang meliputi a). kemampuan bertanggungjawab, b). kesalahan dalam arti luas, sengaja dan atau kealpaan, c). tidak ada alasan pemaaf .2

Terkait apa yang di jabarkan di atas maka Tingkat pelanggaran polisi kategori tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Polri dari tahun

1 Muladi, Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana, Penerbit Sekolah Tinggi Bandung, Bandung, 1991,Hal. 50 .

2 A.Z Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana, Penerbit Pradnya Paramita , Jakarta, 1983, Hal. 44.

(7)

40 ke tahun semakin bertambah, Tindak pidana yang dilakukan seperti perampokan, pengeroyokan, perzinaan, narkotika, penelantaran keluarga.

Mabes Polri merilis laporan akhir tahun kinerja Polri sepanjang 2019.

Kapolri Jendral Badrodin Haiti menyebutkan, selama 2020, Polri telah melakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap anggota. "Jumlah personil Polri yang PTDH, dipecat, mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,".

Terkait hal tersebut Pada POLDA Maluku Sebanyak 28 anggota polisi yang bertugas di Polda Maluku dijatuhi hukuman berat berupa pemecatan dengan tidak hormat (PDTH) sepanjang tahun 2020. Dari jumlah tersebut, sebanyak 17 polisi secara resmi telah dipecat dan 11 lainnya sementara dalam proses pemecatan. "Untuk anggota yang dipecat selama tahun 2020 sebanyak 28 Anggota, rinciannya 17 telah resmi dipecat dan 11 lainnya sementara dalam proses," hal ini di sampaikan oleh kata Karo Opd Polda Maluku, Kombes Pol. A Wantri Yulianto saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Polda Maluku, Kamis (31/12/2020).3

Berdasarkan data yang di peroleh pada POLDA Maluku menujukan bahwa Anggota Polri Pada Polda Maluku yang melakukan pelanggaran pada Tahun 2018 berjumlah 31 orang, pada Tahun 2019 yang melakukan pelanggaran sebanyak 36 orang sedangkan ada Tahun 2020 sebanyak 10 (dari bulan Januari sampai dengan Bulan September).

3 Kompas.com dengan judul "Sepanjang 2020, 28 Anggota Polisi di Maluku Dipecat"

(8)

41 Sedangkan Pelanggaran Kode Etik pada Tahun 2018 sebanyak 48 orang, dengan jenis pelanggaran antara lain yaitu :

1. Asusila sebanyak 18 Kasus 2. Disersi sebanyak 15 Kasus 3. Narkotika sebanyak 2 Kasus

4. Tindak Profesional Dalam Tugas sebanyak 8 Kasus 5. Gratifikasi sebanyak 1 Kasus

6. Pidana Umum sebanyak 2 Kasus.

Sedangkan pada Tahun 2019 Pelanggaran Kode Etik yang terjadi di dalam Lingkup Polda Maluku sebanyak 55 orang yang melakukan perbuatan tersebut, dengan jenis pelanggaran antara lain sebagai beriku :

1. Asusila sebanyak 21 Kasus 2. Disersi sebanyak 10 Kasus 3. Narkotika sebanyak 8 Kasus

4. Tindak Profesional Dalam Tugas sebanyak 9 Kasus 5. Penelantaran Keluarga sebanyak 10 Kasus

6. Pidana Umum sebanyak 1 Kasus.

C. Bentuk pertanggungjawab hukum anggota POLRI yang melakukan tindak pidana

Penegakan hukum diartikan sebagai suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum yaitu pikiran-pikiran dari badan- badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dan ditetapkan dalam peraturan-peraturan hukum yang kemudian menjadi kenyataan (Rahardjo,

(9)

42 1993). Penegakan hukum juga dapat saja dipahami sebgai pengharmonisan antara nilainilai yang telah diuraikan di dalam kaidahkaidah hukum yang kokoh serta penguraian dengan rasa dan tindak yang merupkan bagian dari uraian nilai-nilai akhir berupa keadilan guna memelihara kedamaian itu sendiri. Dengan uraian tersebut letak penegakan hukum dapat dirasakan di bentuk pendekatan sosial (Soekanto, 2005).

Bagian daripada penegakan hukum dapat saja diuraikan menjadi tiga bagian yakni berupa peraturan perundang-undangan merupakan sekumpulan aturan hukum positif yang dikodifikasi dan tertulis yang dituangkan dalam lembaran negara untuk ditetapkan. Kedua berikaitan dengan penegak hukum yakni 4 pilar penegak hukum yakni hakim, jaksa, advokat dan polisi. Serta ketiga yang terpenting adalah masyarakat selaku subjek hukum yang dituntut kesadarannya untuk hukum. Penegakan hukum terhadap anggota Kepolisian yang telah terbukti melakukan tindak pidana khususnya tindak pidana narkotika maka penyelesaian perkaranya sama dengan masyarakat pada umumnya yaitu melalui peradilan umum.

Selain peradilan umum anggota polisi yang melakukan tindak pidana juga akan ada tambahan lain yaitu dari internal Kepolisian sendiri yang berupa penegakan hukum melalui sidang kode etik polisi.

Adapun uraian proses penegakan hukum Polisi yang melakukan tindak pidana yaitu:

Tahap Penyelidikan

(10)

43 Dalam tahap penyelidikan ini anggota kepolisian yang diduga melakukan tindak pidana dapat dilaporkan dengan dan dari aduan masyarakat. Dengan adanya aduan ini akan ditindak lanjuti kepada pimpinan kepolisian terkait selanjutnya disampaikan pada unit Provos masing-masing untuk melakukan penyelidikan. Dengan adanya alat bukti yang dianggap kuat makan dari unit Provos menyerahkan penyelidikan kepada Unit Paminal untuk melanjutkan penyelidikan dalam penyelidikan ini bukan saja unit Paminan tetapi unit Reskrim juga ikut dalam proses penyelidikan. Setelah unit Paminal menggap bukti terkumpul kuat makan akan diserahkan kembali pada unit Provos guna lanjut kepada penyidikan terhadap pelanggaran kode etik kepolisian. Di sisi lain unit Reskrim juga menlanjtkan pada proses penyidikan sesuai KUHAP.

Tahap Penyidikan

Masuk dala proses penyidikan makan terduga anggta kepolisian yang melakukan pelanggaran kode etik dan tindak pidana penyalahgunaan narkotika dapat disidik sesuai dengan tempat da atau lokasi kesatuannya.

Hal ini dilakukan sesuai dengan aturan KUHAP yang berlaku.

Tahap Peradilan Umum

Dalam pemeriksaan di peradilan terdakwa tidak pidana umum sekaligus anggota kepolisian ini diperlakukan sama dan setara dengan pelaku tindak pidana lainnya sesuai dengan aturan dalam KUHAP. Hal ini sesuai dengan asas semua sama di mata hukum. Terdakwa pun bebas

(11)

44 dalam menunjuk advokat atau kuasa hukumnya atau mau disediakan kuasa hukum dari negara.

Tahap Peradilan Kode Etik

Setelah terlewatinya proses di peradilan maka proses selanjutnya yang dilewati oleh terdakwa anggota kepolisian yang menyalahgunakan narkotika adalah bentuk penegakan kode etik profesi Polri. Dalam penegkan kode etik ini yang memiliki peran adalah Propam Polri selaku yang membidangi.

Pemberhentian Tidak Dengan Hormat

Dengan terbuktinya anggota kepolisian tersebuttelah melanggar kode etik menurut Propam, maka akan dilakukan penegakan kode etik dengan pemberhentian tidak hormat atau dicopot dari kesatuan Polri. Hal ini juga memberikan tanggungjawab kepada anggota yang dicopot untuk memegang kerahasian dalam satuan Polri setelah dia dicopot dari kesatuan.

Lebih jelasnya Bentuk Pertanggungjawab Hukum anggota POLRI yang melakukan tindak pidana dapat dilakukan melalui 2 (dua) bentuk yaitu pada :

- Lingkup Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri yang menangani perkara-perkara pelanggaran Kode Etik Profesi Polri, dimana lebih menjurus kepada kesalahan-kesalahan yang berhubungan langsung dengan Institusi Polri itu sendiri

(12)

45 - Lingkup Peradilan Umum sebagaimana diatur dalam Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisisan Negara Republik Indonesia pasal 29 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Polri yang melakukan Tindak Pidana.

Lingkup Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri 1. Laporan atau Pengaduan;

Tahapan pemeriksaan bagi anggota Polri yang melakukan Tindak Pidana dimulai dengan adanya pengaduan yang diajukan oleh :

- masyarakat - anggota Polri

- sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan

Penerimaan laporan atau pengaduan dilaksanakan oleh pengemban fungsi Propam di setiap jenjang organisasi Polri, yang selajutnya melakukan pemeriksaan pendahuluan atas laporan atau pengaduan dimaksud.

2. Pemeriksaan Pendahuluan;

Berdasarkan laporan dan pengaduan yang disampaikan maka dilakukan pemeriksaan pendahuluan. Apabila hasil pemeriksaan pendahuluan diperoleh dugaan kuat bahwa laporan atau pengaduan tersebut termasuk dalam kategori pelanggaran kode etik Polri maka, pengemban fungsi Propam mengirimkan

(13)

46 berkas perkara serta mengusulkan kepada pejabat Polri yang berwenang untuk membentuk komisi Kode Etik Profesi Polri.

Pengemban fungsi Propam dalam hal ini dapat meminta saran hukum kepada pengemban fungsu pembinaan hukum. Dalam melaksanakan tugasnya, komisi dan pengemban fungsi Propam bekerja dengan prinsip praduga tak bersalah.

3. Pemeriksaan di depan sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri ;

Dalam pemeriksaan di depan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri, Terperiksa dalam hal ini Anggota Polri wajib memberikan keterangan untuk memperlancar jalannya sidang komisi. Sidang Komisi dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dan yang dijadikan bahan pemeriksaan dalam tahapan ini adalah berkas perkara terperiksa, surat-surat yang berkaitan, keterangan saksi / saksi ahli yang dapat dihadirkan.

4. Penjatuhan Putusan ;

Setelah melalui tahapan diatas dan terbukti telah terjadi pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan oleh Terperiksa, maka penjatuhan hukuman segera dilaksanakan. Adapun penjatuhan hukuman yaitu pemberian sanksi administratif oleh ketua komisi berupa rekomendasi untuk dapat atau tidaknya Diberhentikan Tidak Dengan Hormat atau Dengan Hormat (PTDH dan PDH). Penjatuhan

(14)

47 hukuman dilakukan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak sidang komisi dimulai.

5. Pelaksanaan Putusan ;

Putusan sanksi administratif berupa rekomendasi untuk dapat atau tidaknya Diberhentikan Tidak Dengan Hormat atau Dengan Hormat (PTDH dan PDH) diajukan oleh ketua Komisi kepada kepala kesatuan Kepolisian paling lambat 8 (delapan) hari sejak putusan sidang dibacakan. Komisi ini berakhir tugasnya setelah penyerahan hasil putusan kepada pejabat yang membentuk.

6. Pencatatan Dalam Data Personel Perseorangan.

Setelah penjatuhan dan pelaksanaan hukuman dilaksanakan maka dilakukan pencatatan terhadap anggota Polri tersebut dalam data personil perseorangan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pejabat Kepolisian dalam rangka penilaian terhadap kinerja anggota Polri tersebut.

Lingkup Peradilan Umum

Pada lingkup peradilan umum, Proses peradilan pidana bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum dilakukan menurut hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Hal ini dimulai dengan :

1. Laporan atau Pengaduan;

Tahapan pemeriksaan bagi anggota Polri yang melakukan Tindak Pidana dimulai dengan adanya pengaduan yang diajukan oleh :

(15)

48 - masyarakat

- anggota Polri

- sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan

Penerimaan laporan atau pengaduan dilaksanakan oleh pengemban fungsi Propam di setiap jenjang organisasi Polri, yang selajutnya melakukan pemeriksaan pendahuluan atas laporan atau pengaduan dimaksud.

2. Berdasarkan laporan dan pengaduan tersebut, maka dilakukanlah penyelidikan yang meliputi kegiatan penanganan TKP, interview, obesrvasi survelence dan undercover gun informan. Kegiatan-kegiatan

tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

3. Kegiatan Penindakan

Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah : - Pemanggilan.

Pemanggilan bertujuan untuk memanggil seseorang guna mendengar dan memberikan keterangan atas suatu perbuatan pidana

- Penangkapan

Penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasakan bukti permulaan yang cukup.

Penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang

(16)

49 tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.

- Penahanan

Penahanan atau penahan lanjut dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Bagi tersangka dan terdakwa anggota Kepolisian Republik Indonesia, tempat penahanan dapat dipisahkan dari ruang tahanan tersangka dan terdakwa lainnya.

- Penggeledahan

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik Kepolisian dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang diatur dalam Undang- Undang

- Penyitaan

Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat ijin ketua Pengadilan Negeri setempat. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapat surat ijin terlebih dahulu, maka penyidik hanya dapat melakukan penyitaan atas benda bergerak

(17)

50 dan untuk itu wajib melaporan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.

1. Pemeriksaan

Kegiatan pemeriksaan bertujuan untuk memperoleh keterangan yang dapat menerangkan tentang telah terjadinya suatu tindak pidana.

Kegiatan pemeriksaan ini dilakukan terhadap para saksi, saksi ahli dan tersangka.

2. Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini meliputi pembuatan resume, penyusunan BAP, pemberkasan dan penyerahan berkas perkara atau tersangka dan barang bukti.

3. Penuntutan dan pemeriksaan di depan Pengadilan

Penuntutan terhadap terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di lingkungan peradilan umum dilakukan oleh Jaksa penuntut umum sesuai dengan hukum acara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan pemeriksaan dimuka sidang pengadilan dilakukan oleh hakim peradilan umum sesuai dengan hukum acara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

4. Bantuan hukum

Tersangka atau terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia berhak mendapat bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan. Kepolisian Negara Republik

(18)

51 Indonesia wajib menyediakan tenaga bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka atau didakwa melakukan tidak pidana yang berkaitan dengan kepentingan tugas. Bantuan hukum dilakukan dengan memanfaatkan penasehat hukum dari institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan atau penasehat hukum lainnya.

5. Pemasyarakatan

Pembinaan narapidana anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Pada dasarnya anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia itu tunduk pada kekuasaan peradilan umum seperti halnya warga sipil pada umumnya. Demikian yang disebut dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Kepolisian”). Hal ini menunjukkan bahwa anggota Kepolisian RI (“Polri”) merupakan warga sipil dan bukan termasuk subjek hukum militer. Namun, karena profesinya, anggota Polri juga tunduk pada Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Pemerintah Nomor : 2 Tahun 2003 (selanjutnya di tulis PP 2/2003). Sedangkan, kode etik kepolisian diatur dalam Perkapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(19)

52 Pada dasarnya, Polri harus menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Pasal 3 huruf c PP 2/2003) dan menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum (Pasal 3 huruf g PP 2/2003). Dengan melakukan tindak pidana, ini berarti Polri melanggar peraturan disiplin.

Pelanggaran Peraturan Disiplin adalah ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin (Pasal 1 angka 4 PP 2/2003). Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin (Pasal 7 PP 2/2003).

Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik (Pasal 8 ayat (1) PP 2/2003). Tindakan disiplin tersebut tidak menghapus kewenangan Atasan yang berhak menghukum (“Ankum”) untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin.

Adapun hukuman disiplin tersebut berupa : a. teguran tertulis;

b. penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun;

c. penundaan kenaikan gaji berkala;

d. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun;

e. mutasi yang bersifat demosi;

f. pembebasan dari jabatan;

g. penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

Untuk pelanggaran disiplin Polri, penjatuhan hukuman disiplin diputuskan dalam sidang disiplin . Jadi, jika polisi melakukan tindak pidana

(20)

53 misalkan pemerkosaan, penganiyaan, dan pembunuhan (penembakan) terhadap warga sipil seperti yang Anda sebut, maka polisi tersebut tidak hanya telah melakukan tindak pidana, tetapi juga telah melanggar disiplin dan kode etik profesi polisi.

Apabila anggota Polri atau oknum Polri melakukan tindak pidana, pelanggaran terhadap aturan disiplin dan kode etik akan diperiksa dan bila terbukti akan dijatuhi sanksi. Penjatuhan sanksi disiplin serta sanksi atas pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota polisi yang bersangkutan [lihat Pasal 12 ayat (1) PP 2/2003 jo. Pasal 28 ayat (2) Perkapolri 14/2011]. Oleh karena itu, polisi yang melakukan tindak pidana tersebut tetap akan diproses secara pidana walaupun telah menjalani sanksi disiplin dan sanksi pelanggaran kode etik.

Adapun proses peradilan pidana bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum dilakukan menurut hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Hal ini diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sidang Komisi Kode Etik Polri (“Sidang KKEP”) adalah sidang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (“KEPP”) yang dilakukan oleh Anggota Polri sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 7 Perkapolri 14/2011. Selain itu Sidang KKEP juga dilakukan terhadap pelanggaran Pasal 13 PP 2/2003.

Pasal 13 PP 2/2003:

(21)

54 Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Terkait sidang disiplin, tidak ada peraturan yang secara eksplisit menentukan manakah yang terlebih dahulu dilakukan, sidang disiplin atau sidang pada peradilan umum. Yang diatur hanya bahwa sidang disiplin dilaksanakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah Ankum menerima berkas Daftar Pemeriksaan Pendahuluan (DPP) pelanggaran disiplin dari provos atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ankum [Pasal 23 PP 2/2003 dan Pasal 19 ayat (1) Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol.: Kep/44/IX/2004 tentang Tata Cara Sidang Disiplin Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sedangkan, untuk sidang KKEP, jika sanksi administratif yang akan dijatuhkan kepada Pelanggar KKEP adalah berupa rekomendasi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (“PTDH”), maka hal tersebut diputuskan melalui Sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (Pasal 22 ayat (2) Perkapolri 14/2011).

Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH dikenakan melalui Sidang KKEP terhadap: (lihat Pasal 22 ayat (1) Perkapolri 14/2011)

a. Pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; dan

(22)

55 b. Pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam

pasal 21 ayat (3) huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i.

Referensi

Dokumen terkait

EduScapes: A Site for Life-Long Learners of All Ages ELM Encyclopaedia Britannica Facts on File Fair Use Guidelines for Educational Multimedia Farmer’s Almanac FedStats