• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kombinasi Green Coagulant dan Adsorben Granular Activated Carbon sebagai Pengolahan Limbah Cair Batik

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Kombinasi Green Coagulant dan Adsorben Granular Activated Carbon sebagai Pengolahan Limbah Cair Batik "

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Kombinasi Green Coagulant dan Adsorben Granular Activated Carbon sebagai Pengolahan Limbah Cair Batik

Farhan Athallah Ajiputra1, Novirina Hendrasarie2*, Raden Kokoh Haryo Putro3

1,2,3Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur, Indonesia

*Koresponden email: novirina@upnjatim.ac.id

Diterima: 12 Agustus 2022 Disetujui: 24 Agustus 2022

Abstract

The batik industry, especially in the Jetis Sidoarjo batik home industry, in its production has several processes that produce waste in the form of waste, both in the form of solid, liquid and gas. This can cause pollution and have a direct impact on the surrounding environment, so the waste produced must first be treated before being discharged into the waters. This study aims to determine the level of effectiveness of each ingredient as a natural coagulant as well as the adsorption process in reducing levels of pollutant parameters, including Total Suspended Solid (TSS) and color in the liquid waste of the Jetis Sidoarjo batik industry. The method used is coagulation flocculation. The results of the best combination of green coagulant Moringa seeds pH 8 at a dose of 3500 mg/L, coconut coir pH 6 at a dose of 3500 mg/L, and dry gambas pH 6 at a dose of 3500 mg/L with GAC 50 gr and a sampling time of 60 minutes showed a decrease in the content of TSS parameters. and color respectively TSS 14 mg/L; color 84 Pt-Co, TSS 10 mg/L; color 54 Pt-Co TSS 26 mg/L; color 161 Pt-Co.

Keywords: batik industry, moringa seeds, coconut fiber, dried gambas, green coagulant

Abstrak

Industri batik khususnya pada home industry batik Jetis Sidoarjo pada produksinya memiliki beberapa proses yang menghasilkan luaran berupa limbah, baik berwujud padat, cair maupun gas. Hal tersebut dapat menimbulkan pencemaran serta berdampak langsung terhadap lingkungan sekitar, maka limbah yang dihasilkan wajib terlebih dahulu diolah sebelum dibuang ke perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas setiap bahan sebagai koagulan alami yang berbahan dari biji kelor, sabut kelapa, dan gambas kering, serta proses lanjutan berupa adsorpsi dalam menurunkan kadar parameter pencemar antara lain Total Suspended Solid (TSS) dan warna pada limbah cair industri batik Jetis Sidoarjo.

Metode yang digunakan adalah koagulasi flokulasi dan adsorpsi. Hasil kombinasi terbaik green coagulant biji kelor pH 8 dosis 3500 mg/L, sabut kelapa pH 6 dosis 3500 mg/L, dan gambas kering pH 6 dengan dosis 3500 mg/L dengan GAC 50 gr dan waktu sampling 60 menit didapatkan penurunan kandungan parameter TSS dan warna secara berurutan sebesar TSS 14 mg/L; warna 84 Pt-Co, TSS 10 mg/L; warna 54 Pt-Co TSS 26 mg/L; warna 161 Pt-Co.

Kata Kunci: industri batik, biji kelor, sabut kelapa, gambas kering, green coagulant

1. Pendahuluan

Limbah cair home industry batik Jetis Sidoarjo memiliki karakteristik fisik yaitu berwarna kuning pekat, berbusa dan memiliki bau yang menyengat, selain itu memiliki padatan terlarut yang tersuspensi cukup banyak [1]. Pada proses pencelupan menghasilkan luaran limbah cair dimana memiliki zat warna yang kuat apabila tidak diolah terlebih dahulu [2]. Proses produksi batik dari berbagai tahapannya memerlukan bahan kimia berbahan unsur logam berat. Oleh sebab itu kandungan limbah yang dihasilkan oleh industri batik mengandung logam berat [2].

Beberapa teknologi pengolahan limbah cair batik menurut penelitian sebelumnya menggunakan metode elektrokoagulasi [3], adapula menggunakan metode kombinasi koagulasi-flokulasi dan AOPs [4].

Selain itu, menggunakan kombinasi metode fitoremediasi kayu apu (Pistia Stratiotes) dan adsorbsen zeolit sehingga dapat meremoval kadar warna dari limbah batik. Dari penelitian diatas pada proses koagulasi ditambahkan koagulan dimana koagulan terdiri dari garam-garam logam (anorganik) atau polimer (organik) [5]. Gugus kimia seperti selulosa, hemiselulosa, hidroksil dan karboksil berperan aktif pada proses koagulasi. Proses koagulasi umumnya menggunakan koagulan kimia seperti PAC, dan alum. Koagulan kimia yang ditambahkan akan menghasilkan endapan atau lumpur, sehingga apabila dibuang langsung ke lingkungan akan berbahaya. Koagulan Poly Aluminium Chloride dan tawas memiliki sisa zat yaitu

(2)

dapat meningkatkan potensi penyakit syaraf seperti Parkinson, Alzheimer, dan penyakit syaraf lainnya.

Selain itu dampak bagi lingkungan yaitu gas klor yang diungkapkan sebesar 20% menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Sehingga perlu adanya inovasi menggunakan koagulan ramah lingkungan atau biasa disebut dengan biokoagulan [6].

Gambas (Luffa cylindrica) digunakan sebagai sayuran yang dapat dimakan [7], dapat juga digunakan dalam perawatan medis [8] dan digunakan secara luas sebagai kemasan, alas sepatu, pelapis kedap suara, spons mandi, dan spons pembersih peralatan [9]. Gambas terdiri dari polisakarida, dimana mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa, serta terdiri dari serat-serat yang saling bersilangan membentuk struktur retikuler tiga dimensi [10]. Serat gambas terdiri dari 60% selulosa, 30% hemiselulosa dan 10% lignin [11].

Karena strukturnya yang unik, yang mencakup sistem tubular berserat tiga dimensi dan karena merupakan bahan yang murah, ramah lingkungan, tidak beracun, dan berlimpah, degan kandungan serat yang sama seperti koagulan, gambas kering dapat digunakan sebagai biokoagulan [12]. Selain itu struktur retikuler tiga dimensi merupakan struktur paling efektif untuk mengikat partikel koloid.

Salah satu alternatif koagulan alami yang tersedia secara lokal adalah dari biji kelor. Biji kelor bekas dibiarkan pada pohon muda untuk matang atau menua sebelum dipanen setelah dikeringkan hingga tingkat kelembaban sekitar 10%. Menurut penelitian, tepung biji kelor adalah zat alami yang dapat menghilangkan limbah cair dari permukaan hampir seefisien pembersihan dengan bahan kimia [13]. Karena bahan aktif 4- alpha-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate yang ada dalam biji kelor, mereka juga berfungsi dengan baik sebagai koagulan. Partikel air limbah mungkin teradsorpsi oleh zat aktif. Kandungan zat aktif dalam biji kelor akan bertambah seiring dengan berubahnya bentuk menjadi lebih kecil karena luas permukaan biji kelor akan bertambah. Karena bahan aktifnya tidak berada di permukaan biji kelor melainkan tertutup oleh udara, maka kadar air biji kelor harus rendah agar memiliki daya serap yang besar terhadap cairan.

Diharapkan penelitian ini dapat diketahui tingkat efektifitas setiap bahan sebagai koagulan alami serta proses lanjutan berupa adsorbsi dalam menurunkan kadar parameter pencemar antara lain Total Suspended Solid (TSS) dan warna pada limbah cair industri batik Jetis Sidoarjo.

2. Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan berupa pengujian awal karakteristik dari limbah cair batik organik yang dilakukan di Balai Standarisasi dan Pelayanan Jasa Industri Surabaya.

Pembuatan Green coagulant

Langkah-langkah pembuatan green coagulant pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Memilih sabut kelapa yang berwarna coklat tua, gambas kering yang keras berwarna kuning kecoklatan, dan biji kelor berwarna putih yang di dapatkan dari dalam buah kelor.

2. Bahan-bahan tersebut dikeringkan dengan panas matahari langsung selama 1-2 hari tergantung dengan cuaca yang ada.

3. Setelah kering bahan-bahan tersebut dihaluskan menggunakan penghalus atau pelumat, dapat berupa blender.

4. Selanjutnya memvariasikan pH menjadi 5, 6, 7, 8, dan 9 dengan cara menambahkan HCL 1M atau NaoH 1M dan di mix selama 15 menit menggunakan magnetic stirrer.

5. Selanjutnya campuran bahan koagulan disaring menggunakan kertas saring untuk mengurangi cairan dari campuran tersebut dan didapatkan ekstrak dari bahan-bahan tersebut.

Penelitian Utama

Penentuan dosis setiap Green coagulant yang optimal menggunakan metode jartest sesuai dengan SNI 19-6449-2000

1. Menyiapkan ekstrak Green coagulant

2. Menyiapkan sampel limbah industri batik jetis sebanyak 1000 ml.

3. Memasukkan sampel limbah ke dalam setiap beaker glass 1000 ml.

4. Memasukkan ekstrak Green coagulant ke dalam beaker glass.

5. Uji pH awal menggunakan pH meter.

6. Melakukan proses koagulasi dengan waktu pengadukan 2 menit sebesar 200 rpm. [14]

7. Selanjutnya melakukan proses flokulasi dengan kecepatan pengadukan 60 rpm dan lama pengadukan 40 menit [14].

8. Menganalisa hasil dari penentuan dosis serta lama waktu pengadukan setiap koagulan

(3)

Penelitian Lanjutan

1. Sampel limbah industri batik Jetis sebanyak 10 liter 2. Memasukkan sampel limbah ke dalam bak penampung

3. Mengalirkan sampel limbah dari bak penampung ke dalam reaktor koagulasi dengan debit 240 mL/menit

4. Memasukkan ekstrak Green coagulant dengan dosis dan lama waktu pengadukan terbaik sesuai dengan penelitian awal dikalikan dengan jumlah sampel ke dalam reaktor koagulasi-flokulasi.

5. Mengalirkan sampel limbah dari bak koagulasi ke bak sedimentasi dengan debit 110 mL dan diendapkan selama 1,5 jam.

6. Mengalirkan sampel limbah dari bak sedimentasi dengan debit 7 mL/menit ke dalam reaktor adsorbsi GAC.

7. Mengalirkan sampel limbah dari reaktor adsorbsi GAC ke dalam bak penampung

8. Menganalisa sampel akhir kombinasi proses koagulasi-flokulasi dengan Green coagulant dan adrobsi dengan GAC.

3. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Limbah Cair Batik

Pada penelitian ini menggunakan limbah cair batik yang diambil di Kawasan Industri Batik Jetis Sidoarjo. Uji karakteristik limbah cair batik dilakukan untuk mengetahui kandungan bahan pencemar pada kondisi awal limbah cair batik sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah. Hasil uji karakteristik limbah cair batik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil uji karakteristik limbah cair batik

No. Parameter Hasil Uji Baku Mutu

1. Zat Padat Tersuspensi (TSS) 360 mg/L 50 mg/L

2. COD 1799,7 mg/L 60 mg/L

3. BOD 130,8 mg/L 150 mg/L

4. pH 10,01 6-9

5. Warna 1521 Pt-Co 200 Pt-Co

6. Kekeruhan 51,2 NTU -

7. Suhu 26,3 ˚C Deviasi 2*

(Temperatur Udara Sekitar) Sumber : Hasil Analisis Penelitian, 2022

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kondisi limbah cair batik memiliki warna yang pekat, memiliki pH yang cukup asam serta memiliki padatan tersuspensi yang melebihi baku mutu.

Perbandingan Setiap Jenis Greem Coagulant Optimum

Pada penelitian pertama dihasilkan setiap jenis green coagulant terbaik dengan cara menentukan persen penyisihan dari parameter Total Suspended Solid (TSS) dan parameter warna pada limbah cair batik dengan pengaturan pH green coagulant sebesar 5, 6, 7, 8, dan 9 serta variasi dosis green coagulant sebesar 2500 mg/L, 3000 mg/L, dan 3500 mg/L. Green coagulant yang digunakan ada tiga jenis yaitu biji kelor, sabut kelapa, dan gambas kering. Selanjutnya hasil persen penyisihan dari setiap jenis green coagulant terbaik bisa dibandingkan satu dengan yang lainnya, sehingga dapat menentukan jenis, pH, dan dosis green coagulant terbaik.

Pada data dan grafik perbandingan Gambar 1 menunjukkan bahwa ketiga green coagulant yang dipakai yaitu biji kelor, sabut kelapa, dan gambas kering dapat berperan sebagai koagulan, dengan cara penambahan koagulan dapat mengikat partikel-partikel yang ada sehingga dapat membentuk flok [15].

Selain itu pada data dan grafik diatas ditambahkan perbandingan antara ketiga green coagulant dengan kontrol, dimana kontrol yang dipakai menggunakan koagulan komersial yaitu Poly Aluminium Chloride (PAC). Diketahui bahwa Aluminium Chloride (PAC) merupakan salah satu polimer yang memiliki rantai panjang, sehingga kemampuan dalam mengikat koloid atau padatan tersuspensi lebih kuat [16].

Dari ketiga green coagulant dapat dikatakan berhasil menyisihkan kandungan Total Suspended Solid (TSS) dan warna dengan baik, tentang keberhasilan kinerja biokoagulan dapat dilihat dari semakin besarnya penyisihan karakteristik fisika dan kimia yang terdapat pada limbah cair industri batik [17]. Pada data tersebut dapat dilihat bahwa persen penyisihan parameter TSS dan warna tertinggi sebesar TSS 97%; warna 87% yaitu menggunakan green coagulant sabut kelapa dengan pH 6 dan dosis sebesar 3500 mg/L.

(4)

sebesar TSS 76%; warna 73% dengan menggunakan green coagulant gambas kering dengan pH 6 dan dosis sebesar 3500 mg/L.

Gambar 1. Grafik perbandingan persen removal TSS dan warna dari setiap green coagulant terbaik

Sumber: Hasil Analisis Penelitian, 2022

Efektifitas Kombinasi Green Coagulant Biji Kelor dan GAC

Pada kombinasi proses koagulasi-flokulasi green coagulant biji kelor dan adsorben komersil yaitu Granular Activate Carbon (GAC). Sebelumnya dilakukan penentuan pH serta dosis optimum setiap green coagulant dengan cara pengujian menggunakan jar test, dihasilkan bahwa pH serta dosis optimum green coagulant biji kelor dengan pH 8 dan dosis sebesar 3500 mg/L, lama pengendapan 80 menit, dengan dua jenis massa Granular Activated Carbon (GAC) sebesar 30 gr dan 50 gr dengan variasi waktu sampling pada reaktor adsorbsi selama 5, 15, 30, 60, dan 80 menit. Hasil uji persen penyisihan TSS dan warna menggunakan kombinasi green coagulant biji kelor dan GAC dengan membandingkan persen penyisihan terhadap waktu sampling pada setiap variasi massa GAC. Hasil grafik dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Grafik hubungan persen penyisihan TSS terhadap massa GAC pada variasi waktu sampling 5, 15,30,60, dan 80 menit

Sumber: Hasil Analisis Penelitian, 2022

88% 90%

76%

94%

77%

87%

73%

93%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Biji Kelor Sabut Kelapa Gambas Kering Kontrol (PAC)

% Removal

Jenis Koagulan

% Removal TSS

% Removal Warna

20%

34%

51%

61% 56%

29%

46%

54%

66%

59%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

5 15 30 60 80

% Removal

Waktu Sampling (Menit)

Massa GAC 30 gr Massa GAC 50 gr

(5)

Gambar 3. Grafik hubungan persen penyisihan warna terhadap massa GAC Sumber: Hasil Analisis Penelitian, 2022

Pada variasi waktu sampling 5, 15,30,60, dan 80 menit. Pada data diatas menunjukkan hasil penurunan parameter Total Suspended Solid (TSS) dan warna menggunakan kombinasi proses koagulasi menggunakan green coagulant biji kelor dan proses adsorbsi menggunakan Granular Activated Carbon (GAC). Waktu sampling pertama didapatkan setelah mengalami overflow dengan waktu detensi pada kolom reaktor adsorbsi selama 37,5 menit, selanjutnya pengambilan sampel dilakukan berurutan sesuai variasi waktu sampling. Pada data tersebut terlihat bahwa semakin lama waktu sampling maka persen penyisihan setiap parameter akan semakin besar, tetapi pada waktu sampling 80 menit terjadi sedikit penurunan, hal tersebut bisa terjadi dikarenakan media adsorbsi telah sampai titik dimana sudah tidak dapat menarik partikel karena permukaan dari adorben sudah tertutupi oleh partikel sehingga sudah mencapai titik optimum [18].

Dapat dilihat pada data Gambar 2 dan Gambar 3, persen penyisihan parameter TSS dan warna tertinggi didapatkan dari massa Granular Activated Carbon (GAC) sebesar 50 gr dengan waktu sampling selama 60 menit, didapatkan persen penyisihan parameter TSS sebesar 66% dan parameter warna sebesar 67%. Sedangkan pada massa Granular Activated Carbon (GAC) 30 gr didapatkan hasil persen penyisihan tertinggi terletak pada waktu sampling yang sama dengan menggunakan massa 50 gr, yaitu selama 60 menit dengan persen penyisihan TSS dan warna sebesar 61%. Hal tersebut sesuai bahwa semakin besar massa adsorben yang digunakan pada proses adsorbsi maka semakin luas pula permukaan adsorben dalam mengikat adsorbat [19].

Pada data penurunan parameter TSS menggunakan kombinasi proses koagulasi dengan green coagulant biji kelor dan proses adsorbsi dengan Granular Activated Carbon (GAC), terlihat bahwa pada bagian proses koagulasi memiliki kandungan TSS yang sudah memenuhi baku mutu untuk air limbah kegiatan industri tekstil yang terdapat pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 dengan angka batas parameter TSS sebesar 50 mg/L, setelah dilakukan proses adsorbsi menunjukkan bahwa sampel dengan semua variasi massa dan waktu sampling menurun jauh dari ambang batas baku mutu yang ada. Pada penurunan parameter TSS tertinggi menggunakan kombinasi proses koagulasi dengan green coagulant biji kelor pH 8 dengan dosis 3500 mg/L dan proses adsorbsi menggunakan Granular Activated Carbon (GAC) 50 gr dengan waktu sampling 60 menit, didapatkan kandungan TSS sebesar 14 mg/L.

Sedangkan untuk penurunan parameter warna pada bagian proses koagulasi memiliki kandungan warna yang masih belum memenuhi baku mutu.

Pada proses kombinasi menggunakan adsorben Granular Activated Carbon (GAC) didapatkan penurunan kadungan warna tertinggi sebesar 84 Pt-Co menggunakan green coagulant biji kelor pH 8 dengan dosis 3500 mg/L dan Granular Activated Carbon (GAC) 50 gr dengan waktu sampling 60 menit.

kandungan tersebut sudah memenuhi baku mutu untuk air limbah kegiatan industri tekstil pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 dengan angka batas parameter warna sebesar 200 Pt-Co.

43%

48%

54%

61% 60%

47%

55%

61%

67% 63%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

5 15 30 60 80

% Removal

Waktu Sampling (Menit)

Massa GAC 30 gr Massa GAC 50 gr

(6)

batik. Dimana pada awalnya limbah cair industri batik memiliki pH sebesar 10,2 (basa) menurun dengan kisaran sebesar 7,5-8 (netral)

Perbandingan Setiap Green coagulant dan Granular Activated Carbon Terbaik

Dalam pengolahan limbah cair industri batik ada beberapa proses yang dapat mereduksi padatan tersuspensi serta warna, antara lain proses koagulasi-flokulasi, dan proses adsorpsi. Pada proses koagulasi dapat menetralkan atau mengurangi muatan negatif dalam suatu partikel koloid, sehingga dapat membentuk flok, sedangkan proses adsorpsi dapat menyerap kation yang terlarut dalam air [20].

Pada penelitian lanjutan dihasilkan setiap kombinasi green coagulant dan GAC terbaik dengan cara menentukan persen penyisihan dari parameter Total Suspended Solid (TSS) dan parameter warna pada limbah cair batik dengan green coagulant yang digunakan ada tiga jenis yaitu biji kelor pH 8 dengan dosis 3500 mg/L, sabut kelapa pH 6 dengan dosis 3500 mg/L, dan gambas kering pH 8 dengan dosis 3500 mg/L, dan Granular Activated Carbon (GAC) dengan variasi massa sebesar 30 gr dan 50 gr, serta variasi waktu sampling selama 5, 15, 30, 60, dan 80 menit. Selanjutnya hasil persen penyisihan dari setiap kombinasi green coagulant dan GAC terbaik bisa dibandingkan satu dengan yang lainnya, sehingga dapat menentukan kombinasi jenis, pH, dan dosis green coagulant serta massa, dan waktu sampling GAC terbaik. Hasil perbandingan terdapat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik perbandingan persen removal tss dan warna dari setiap kombinasi green coagulant dan GAC terbaik

Sumber: Hasil Analisis Penelitian, 2022

Pada Gambar 4, menunjukkan bahwa ketiga kombinasi green coagulant yang dipakai yaitu biji kelor, sabut kelapa, dan gambas kering dan kombinasi Granular Activated Carbon (GAC) dapat menurunkan parameter TSS dan warna melebihi batas ambang baku mutu yang ditetapkan. Dari kombinasi ketiga green coagulant dan GAC berhasil menyisihkan kandungan Total Suspended Solid (TSS) dan warna dengan baik, hal tersebut terjadi karena penambahan proses adsorbsi menggunakan adsorben Granular Activated Carbon (GAC) merupakan adsorben yang umum digunakan dan cukup efektif digunakan karena memiliki kapasitas adsorpsi yang tinggi. Pada data tersebut dapat dilihat bahwa persen penyisihan parameter TSS dan warna tertinggi sebesar TSS 66%, warna 69% yaitu menggunakan kombinasi green coagulant sabut kelapa pH 6 dengan dosis sebesar 3500 mg/L dan Granular Activated Carbon (GAC) 50 gr dengan waktu sampling selama 60 menit.

Sedangkan kombinasi green coagulant dan GAC yang memiliki persen penyisihan parameter TSS dan warna paling sedikit sebesar TSS 64%; warna 57% dengan menggunakan kombinasi green coagulant gambas kering pH 6 dengan dosis sebesar 3500 mg/L dan Granular Activated Carbon (GAC) 50 gr dengan waktu sampling selama 60 menit. Selain itu perlu diketahui bahwa ketiga kombinasi green coagulant dan GAC memiliki persen penyisihan parameter TSS dan warna lebih dari 50%, menandakan bahwa ketiga kombinasi green coagulant dan GAC efektif dalam menurunkan kandungan parameter TSS dan warna yang ada pada limbah industri batik jetis Sidoarjo.

66% 69%

67% 69% 64%

57%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

Biji Kelor Sabut Kelapa Gambas Kering

% Removal

Jenis Koagulan

% Removal TSS

% Removal Warna

(7)

4. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah setiap green coagulant dapat dipakai dan dijadikan pengganti koagulan kimia. Green coagulant optimum didapatkan dari biji kelor pH 8 dosis 3500 mg/L, sabut kelapa pH 6 dosis 3500 mg/L, dan gambas kering pH 6 dosis 3500 mg/L dapat menurunkan parameter TSS dan warna berturut-turut TSS 44 mg/L; warna 353 Pt-Co, TSS 36 mg/L; warna 198 Pt-Co, TSS 88 mg/L; warna 381 Pt-Co. Dengan persen penurunan tertinggi sebesar TSS 90%; warna 87% pada green coagulant sabut kelapa pH 6 dan dosis 3500 mg/L. Kombinasi terbaik green coagulant biji kelor pH 8 dosis 3500 mg/L, sabut kelapa pH 6 dosis 3500 mg/L, dan gambas kering pH 6 dengan dosis 3500 mg/L dengan GAC 50 gr dan waktu sampling 60 menit didapatkan penurunan kandungan parameter TSS dan warna secara berurutan sebesar TSS 14 mg/L; warna 84 Pt-Co, TSS 10 mg/L; warna 54 Pt-Co TSS 26 mg/L; warna 161 Pt-Co.

5. Referensi

[1] M. Ropputri, E. Prasetyo Kuncoro, and S. Hariyanto, “Penurunan Total Suspended Solid Dan Kekeruhan Limbah Cair Home Industry Batik Jetis Sidoarjo Menggunakan Koagulan Alami Dari Biji Kelor (Moringa oleifera Lamk) Dan Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk),”

Universitas Airlangga, 2015.

[2] B. V. Tangahu and D. A. Ningsih, “Uji Penurunan Kandungan COD, BOD pada Limbah Cair Pewarnaan Batik Menggunakan Scirpus Grossus dan Iris Pseudacorus dengan Sistem Pemaparan Intermittent,” J. Sains &Teknologi Lingkung., vol. 8, no. 2, 2016, doi: 10.20885/jstl.vol8.iss2.art6.

[3] N. Fauzi, K. Udayani, D. R. Zuchrillah, and F. Hasanah, “Penggunaan Metode Elektrokoagulasi Menggunakan Elektroda Alumunium dan Besi pada Pengolahan Air Limbah Batik,” Pros. SENIATI Green Technol. Inov., vol. 4, pp. 213–218, 2019.

[4] D. Susanto, A. Rezagama, and Sudarno, “Pengolahan Limbah Cair Menggunakan Metode Kombinasi Koagulasi-flokulasi (Fecl3) Dan Aops (Fe-h2o2),” J. Tek. Lingkung., vol. 6, no. 2, pp.

1–11, 2017.

[5] A. D. Warisaura, P. D. Sukmawati, and I. B. Reza, “Studi Kemampuan Kombinasi Kayu Apu (Pistia Stratiotes) Dan Zeolit Terhadap Penurunan Warna, Cod, Tss Limbah Pewarna Remazol Red Rb,”

Pros. Simp. Nas. Rekayasa Apl. Peranc. dan Ind., vol. XVIII, pp. 182–187, 2019.

[6] A. T. Susanto, “Pemanfaatan Biokoagulan Dari Bonggol Jagung Untuk Menurunkan Total Suspended Solid Dan Bahan Organik Dalam Pengolahan Air Bersih,” Airlangga University, 2018.

[7] T. C. Ogunyemi, C. M. Ekuma, J. E. Egwu, and D. M. Abbey, “Proximate and Mineral Composition of Sponge Gourd (Luffa cylindrica) Seed Grown in South-Western Nigeria,” J. Sci. Res. Reports, 2020, doi: 10.9734/jsrr/2020/v26i430248.

[8] M. A. Azeez, O. S. Bello, and A. O. Adedeji, “Traditional and Medicinal Uses of Luffa cylindrica:

A Review,” J. Med. Plants Stud., vol. 1, no. 5, 2013.

[9] A. Azeez Abideen Kayode, M. Adeola Sonibare, and J. Olanrewaju Moody, “Antiulcerogenic Activity of Eight Chromatographic Fractions of Ethyl Acetate Leaf Extracts of Securidaca Longepedunculata Fres. (Polygalaceae) and Luffa Cylindrica (l.) Roem. (Cucurbitaceae),” Orient.

J. Chem., vol. 36, no. 1, 2020, doi: 10.13005/ojc/360113.

[10] Y. Chen et al., “In-Depth Analysis of the Structure and Properties of Two Varieties of Natural Luffa Sponge Fibers,” vol. 10, no. 5, p. 479, 2017.

[11] A. F.J. and O. F.K, “Kinetic studies on the effect of Pb(II), Ni(II) and Cd(II) ions on biosorption of Cr(III) ion from aqueous solutions by Luffa cylindrica fibre,” Pelagia Reasearch Libr., vol. 6, no.

8, pp. 180–188, 2015.

[12] C. A. Lindino, A. A. Marciniak, A. C. Gonçalves Junior, and L. Strey, “Adsorption of cadmium in vegetable sponge (Luffa cylindrica),” Ambient. e Agua - An Interdiscip. J. Appl. Sci., vol. 9, no. 2, 2014, doi: 10.4136/ambi-agua.1340.

[13] Yuliasri and I. Rani, “Penggunaan Serbuk Biji Kelor (Moringa oleifera) Sebagai Koagulan dan Flokulan Dalam Perbaikan Kualitas Air Limbah dan Air Tanah,” 2010.

[14] E. Prihatinningtyas, “Aplikasi Koagulan Alami Dari Tepung Jagung Dalam Pengolahan Air Bersih,”

J. Teknosains, vol. 2, no. 2, 2013, doi: 10.22146/teknosains.5999.

[15] E. Ningsih, A. Sato, N. Azizah, and P. Rumanto, “Pengaruh Waktu Pengendapan dan Dosis Biokoagulan dari Biji Kelor dan Biji Kecipir terhadap Limbah Laundry,” Pros. Semin. Nas. Tek.

Kim., no. April, 2018.

[16] A. S. Putri and P. Soewondo, “Optimasi Penurunan Warna pada Limbah Tekstil melalui Pengolahan

(8)

[17] N. Apriyani, “Industri Batik: Kandungan Limbah Cair dan Metode Pengolahannya,” Media Ilm.

Tek. Lingkung., vol. 3, no. 1, 2018, doi: 10.33084/mitl.v3i1.640.

[18] A. Asadiya and N. Karnaningroem, “Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan Proses Aerasi, Pengendapan, dan Filtrasi Media Zeolit-Arang Aktif,” J. Tek. ITS, vol. 7, no. 1, 2018, doi:

10.12962/j23373539.v7i1.28923.

[19] I. S. M. Milala, “Studi Penurunan COD, TSS, dan Fosfat pada Limbah Cair Industri Laundry dengan Metode Adsorpsi Menggunakan Resin Tulsion A-23 pada Sistem Fixed Bed,” University of North Sumatra, 2020.

[20] F. Fitriyah, T. Akbari, and I. Alfandiana, “Pengolahan Limbah Cair Batik Banten secara Koagulasi Menggunakan Tawas dan Adsorpsi dengan Memanfaatkan Zeolit Alam Bayah,” J. Serambi Eng., vol. 7, no. 1, 2021, doi: 10.32672/jse.v7i1.3705.

Referensi

Dokumen terkait

In this study, prototype of vertical-axis ocean current turbine test was constructed to determine the effect of a fixed-pitch and passive variable-pitch application using