Life Cycle Assessment of EV’s Battery with V2G implementation in Jamali’s Grid System
Penilaian Daur Hidup Batere dari Kendaran Berbasis Listrik dengan implementasi V2G di Sistem Jaringan Jamali
Abstract—This electronic document is a “live” template and already defines the components of your paper [title, text, heads, etc.] in its style sheet.
*CRITICAL: Do Not Use Symbols, Special Characters, Footnotes, or Math in Paper Title or Abstract. (Abstract)
Keywords—component, formatting, style, styling, insert (key words)
Penyediaan listrik saat ini menjadi sangat penting dan listrik sudah menjadi kebutuhan primer manusia.
Biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan listrik kian hari juga menjadi semakin tidak murah, serta kebutuhan akan energi listrik menjadi berbeda – beda untuk setiap orang, tergantung dari lokasi serta waktu penggunaan.
Sektor transportasi Indonesia menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK), sekitar seperempat dari total emisi GRK dunia, terutama dari pembakaran bahan bakar. Secara umum, industri energi dan transportasi menyumbang sekitar 72% dari penggunaan energi global pada 2019, di mana rincian industri energi 46%
dan transportasi 26%. Pada industri energi terdapat bahan bakar fosil yang berkontribusi terhadap penyediaan listrik seperti : 56% dari PLTU Batubara, 25% dari PLTG, 8% dari PLTU dan hanya dari energi terbarukan 11 %. Dalam bauran energi ini, listrik Indonesia mengeluarkan CO2 sekitar 840 gr/kWh dari listrik yang dihasilkan [1]. Perkiraan permintaan energi global telah meningkat 2,3% per tahun untuk prakiraan 2018 - 2050 [2].
IEA (badan energi internasional) telah menyusun rencana mitigasi, penanggulangan dan tindakan untuk mengurangi konsentrasi emisi CO2 ke atmosfer ambien hingga di bawah 450 ppm dengan membatasi konsumsi bahan bakar fosil dan mendukung penjualan EVs yang diproyeksikan ke sekitar 40% pada tahun 2030 [3].
EV memiliki beberapa keunggulan atas mobil berbahan bakar tradisional. Yang paling jelas dan yang paling sering dibicarakan adalah EV 100% bebas emisi [4], namun penelitian telah menunjukkan bahwa selama produksi dan penggunaan baterai memberikan dampak lingkungan lain yang signifikan [5]. Sekitar 15% dari total beban lingkungan kendaraan listrik berasal dari pembuatan, pemeliharaan, dan pembuangan LiB[6]. EV jauh lebih hemat energi dibandingkan dengan mobil berbahan bakar konvensional. Efisiensi keseluruhan EV adalah 48%, secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan
mobil berbahan bakar konvensional yang mencapai efisiensi sekitar 25% [7]. Keberadaan EV akan menambah profil beban pada system Jamali, dikarenakan pengisian batere nya menggunakan energi listrik.
Sistem Jamali merupakan jaringan kelistrikan terbesar di Indonesia, dengan total penjualan energy sebesar 75% dan kapasitas pembangkitannya sebesar 61% [8], dengan puncak beban sebesasr 28.291 MW, faktor beban sebesar 80% dan energy demand sebesar 180.8 TWh di tahun 2019 [9]
Jumlah EV di Indonesia, menurut IRENA dan Kemen ESDM, diperkirakan terus meningkat, pada tahun 2030 mencapai 20 juta unit dan hingga 2050, hingga mencapai 202 juta unit [10]. Perjalanan pasar EV di Indonesia sudah dimulai sejak 2011, dengan tipe hybrid. Populasi EV diestimasikan pada 2022 sebesar 12 ribu, dengan kebutuhan energy sebesar 30.6 GWh.
Sehingga estimasi kebutuhan energy listrik rata-rata pada pertumbuhan EV, pergerakannya dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut.
Figure 1 Perkiraan Kebutuhan Energi Listrik untuk EV [11]
Secara kolektif, kebutuhan daya yang relatif tinggi dari pengisian EV akan mengubah pola konsumsi listrik masyarakat dan jika tidak dikelola dengan baik akan memberikan tekanan yang signifikan pada jaringan. Namun, kapasitas penyimpanan baterai EV yang besar menghadirkan peluang untuk manajemen jaringan yang lebih baik, terutama mengingat jangka waktu yang lama yang dihabiskan sebagian besar kendaraan untuk parkir. Setiap kendaraan penggerak listrik, memiliki di dalamnya sumber energi dan elektronika daya yang digabungkan sehingga mampu menggerakkan kebutuhan daya rumah dan kantor.
Telah dihitung bahwa 92% dari total kendaraan tetap parkir bahkan selama jam sibuk [12].
Seperti yang telah diketahui, bahwa EV akan meningkatkan konsumsi listrik secara drastis (increased peak demand), yang mungkin akan menyebabkan jaringan mengalami beban lebih.
Kejadian beban berlebih ini akan menciptakan deviasi tegangan listrik yang besar dan meningkatkan rugi- rugi jaringan. SPKLU (stasiun pengisian kendaraan listrik umum) juga akan berdampak pada kualitas daya listrik (power quality problems) yaitu meningkatkan ketidakseimbangan tegangan listrik dan menciptakan harmonik tegangan dan arus [13]
Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment/LCA) merupakan alat sistematis untuk mengukur beban lingkungan suatu produk dengan mempertimbangkan semua tahapan siklus hidup produk [14], meliputi produksi material, aliran energi, keluaran limbah dan emisi selama proses pembuatan dan perakitan, produk sekunder, dan proses akhir masa pakainya [15]. Penentuan masa hidup LiB menggunakan depth of discharge (DoD) sebesar 80%.
Ini adalah penyederhanaan yang kuat karena baterai traksi tidak akan habis sepenuhnya hingga Status Pengisian Daya (state of charge/SOC) minimum yang diizinkan sebesar 20% [16]
Peneliti melakukan ulasan mendalam terhadap penelitian LCA pada LiB. Kami memberikan perhatian besar terhadap penggunaan batere pada 2 jenis EV, yaitu PHEV dan BEV. Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) merupakan jenis mobil listrik yang bekerja dengan perpaduan energi dari baterai motor listrik dan bahan bakar. Mobil ini menggunakan energi dari bahan bakar pada mobil, baterai mobil PHEV bisa juga diisi dayanya dengan di-charge.
Berbeda dengan PHEV, see figure below, Battery Electric Vehicle (BEV) sama sekali tidak menggunakan bahan bakar. Mobil ini bergerak dengan daya baterai lithium-ion bisa mengandalkan aliran listrik di rumah untuk mengisi daya [17].
Figure PHEV vs BEV [18]
Saat kendaraan tidak dioperasikan, baterai terpasang terhubung ke jaringan listrik terdekat melalui perangkat komunikasi yang sesuai. Idenya adalah untuk menggunakan daya dari kendaraan yang menganggur untuk memberikan pelepasan beban dan pencukuran puncak dan banyak fungsi lainnya. Baterai kendaraan dapat terisi penuh selama jam permintaan
rendah dan alirannya dapat dibalik kapan saja sesuai dengan kebutuhan. Konsep ini bekerja pada keseimbangan permintaan 'off-peak' dan 'peak'.
Kendaraan dapat dikenakan biaya selama jam sibuk dan dapat menjualnya kembali ke jaringan selama jam sibuk [12].
Figure Sistem kelistrikan menggunakan V2G pada EV [13]
Pada gambar di atas, terlihat bahwa V2G memiliki peranan untuk menyeimbangkan antara beban listrik dan pembangkitan listrik. Sisi kiri disebut sebagai beban listrik, dengan profil beban yang konstan serta sisi kanan disebut sebagai pembangkitan listrik dengan profil pembangkitan yang disesuaikan dengan jenis pembangkitnya.
EV akan meningkatkan konsumsi listrik secara drastic, yang berpotensi menyebabkan jaringan listrik mengalami keadaan beban lebih (overload) pada aktivitas Grid to Vehicle (G2V). Kebutuhan daya yang relative tinggi dari pengisian EV akan menubah pola konsumsi listrik masyarakat, dan jika tidak dikelola dengan baik, akan memberikan beban yang berlebih pada jaringan. G2V yang tidak terkendali pada home charging diperkirakan terjadi pada sore hari dari jam 18.00 hingga dini hari [19]. Namun pada siang harinya, pada komplek industry dan perkantoran, telah diamati bahwa dari total kendaraan di pagi hari, hingga 92 % nya masih tetap terparkir bahkan selama jam sibuk [20].
Batere EV dapat terisi penuh pada luar beban puncak yaitu pada saat pengisian di rumah dan aliran discharging nya dapat di export (dijual) kapan saja sesuai kebutuhan, terutama pada jam sibuk [20].
System V2G memiliki fitur aliran dua arah pada stasiun pengisian batere nya, karena telah dilengkapi dengan fitur komunikasi dan kendali cerdas serta terintegrasi dengan system operator pada jaringan listrik [21]. Pada system V2G, EV berfungsi sebagai sumber cadangan media penyimpanan energi, yang menyediakan jasa ancilarry (penunjang/cadangan) seperti: pengaturan frekuensi, daya reaktif [22], penyeimbang beban [23], menunjang daya yang bervariasi akibat Solar PV/PLTB [24], melandaikan kurva beban dengan pengisian lembah (valley filling) dan pemotongan puncak (peak shaving) [25], dapat menjaga kualitas daya listrik terdistribusi serta mengurangi aging-rate dari trafo distribusi MV/LV [26]. Pemilik EV dapat melakukan transaksi jual beli listrik kepada PLN (grid authority), dan PLN bersedia
untuk membelinya, karena lebih murah daripada membeli listrik dari pembangkit thermal yang jauh [21].
Figure Biaya batere pada DOD dan daya discharge [27]
Analisis biaya batere berdasarkan nilai yang berbeda dari daya discharge dan depth of discharge.
Depth of discharge menyatakan dari nilai kapasitas dari baterenya. Berdasarkan gambar tersebut, biaya dari batere meningkat bilamana DOD nya tinggi dan biaya batere meningkat ketika batere melakukan discharge daya yang lebih besar. Meningkatnya daya discharge menyebabkan penurunan kapasitas batere dan menyebabkan DOD nya menjadi tinggi [27].
C
hb , d= C
b , cap∗P
hev∗∆ h E
capev∗ l
c( d od
hb) ∗ η
b2lc
(
d odhb)
=694∗(
dodhb)
−0.795dod
hb=1− E
hevE
capevDengan Chb , d merupakan biaya degradasi batere pada jam h (USD),
C
b , cap merupakan biaya pengadaan batere (USD),P
hev merupakan jumlah daya batere discharge pada jam h (kWh),∆ h
merupakan interval waktu (jam),E
capev merupakan kapasitas batere EV danE
hev merupakan status kapasitas batere pada jam h,dod
hb merupakan status DoD pada jam h,l
c( dod
hb)
merupakan jumlah siklus pada battere/storage, ηb
merupakan efisiensi dari batere/storage
Batasan sistem dalam penilaian LCA pada batere LiB hanya pada opsi cradle to grave, karena berfokus pada penggunaan hingga produk akhir dalam siklus hidupnya [28] untuk perhitungan beban lingkungan, baik pada emisi gas rumah kaca (GRK) dan dampak limbah batere LiB nya dengan perbandingan pada PHEV dan BEV.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324 0
1 2 3 4 5 6 7
Figure 4. Kurva Pembangkitan Jamali [29], [30].
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
(0.2000) (0.1500) (0.1000) (0.0500) - 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500
Figure 7. Profil Pengisian EV mode V2G [31]
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
-150 -100 -50 0 50 100 150 200 250
V2G Tarrif (USD/MWh)
V2G Tarrif (USD/MWh)
Berdasarkan Christen and Carlen, high energy Li- ion (Li-ion) rechargable batteries memiliki densitas energi tertinggi diantara semua jenis batere modern, yaitu sekitar 50-500 Wh/kg [32].
Energi yang tersimpan dalam batere, biasanya diukur dengan parameter SoC (state of charge) dengan P+ sebagai daya tersedia (available) dan P- sebagai daya yang habis, yang diformulasikan sebagai berikut:
SoC
t+i= SoC
t+ ∑
t t+i
¿¿
……….(7)SoC ≤ B
m…………(8)Batere menjadi tidak bermuatan lebih (over charge), dengan Bm sebagai kapasitas maksimum dari batere.
Namun pada mode pengisian batere EV, yaitu V2G, perlu dilakukan kompilasi data batere EV sebagai berikut :
Jenis batere : Li-Ion – NC* (Nickel Cobalt) [33]
Battery Cycle : max 1500 [33]
Battery pack cost : 270 USD/kWh ~ 6750 USD/25 kWh [33]
ACKNOWLEDGMENT
The author would like to express their gratitude and appreciation to Universitas Indonesia for financing this study through the Dissertation Research Grant for Indexed International Publication Universitas
Indonesia No. :
NKB-338/UN2.RST/HKP.05.00/2022 REFERENCES
[1] A. Purwanto, “Can electric vehicles reduce greenhouse gas emissions?,” The Jakarta Post, 2019.
[2] A. Purwadi, “Electric Vehicle Research
Implementation in Indonesia,” pp. 44–51, 2020.
[3] International Energy Agency, “Energy Climate and Change World Energy Outlook Special Report,” International Energy Agency, p. 200, 2015.
[4] A. R. Bhatti, Z. Salam, M. J. B. A. Aziz, K. P. Yee, and R. H. Ashique, “Electric vehicles charging using photovoltaic: Status and technological review,” Renewable and Sustainable Energy Reviews, vol. 54, pp. 34–47, 2016, doi:
10.1016/j.rser.2015.09.091.
[5] L. L. P. de Souza, E. E. S. Lora, J. C. E. Palacio, M.
H. Rocha, M. L. G. Renó, and O. J. Venturini,
“Comparative environmental life cycle
assessment of conventional vehicles with different fuel options, plug-in hybrid and electric vehicles for a sustainable
transportation system in Brazil,” J Clean Prod, vol. 203, pp. 444–468, Dec. 2018, doi:
10.1016/j.jclepro.2018.08.236.
D. A. Notter et al., “Contribution of Li-ion batteries to the environmental impact of electric vehicles,” Environ Sci Technol, vol. 44, no. 17, pp. 6550–6556, Sep. 2010, doi:
10.1021/es903729a.
L. Fulton, B. Kiani, and R. Dominguez-Faus,
“Analysis and Projections of BEVs, Renewable Electricity, and GHG Reductions through 2050,”
2019.
D. J. Ketenagalistrikan, “Bahan DITJEN Ketenagalistrikan Sub Sektor
Ketenagalistrikan,” 2022.
PT PLN (Persero), “Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2021-2030,” Jakarta, Oct. 2021.
[10] S. Sadya, “Indonesia Diproyeksi Punya 202 Juta Kendaraan Listrik pada 2050,” 2022.
[11] Direktorat Perencanaan Korporat,
“Dissemination of Electricity Supply Business Plan 2021 - 2030 (Diseminasi RUPTL PLN 2021 - 2030),” Jakarta, Oct. 2021.
[12] P. Pani and A. R. Athreya, “Integration of the Vehicle-to-Grid Technology,” 2015.
[13] L. Jones, K. Lucas-Healey, B. Sturmberg, H.
Temby, and M. Islam, “The A to Z of V2G,” no.
January, 2021.
[14] United Nations Economic Commission for Europe, “Life Cycle Assessment of Electricity Generation Options,” Geneva, Switzerland, 2021.
[15] I. and E. R. of K. A.-P. E. C. C. on T. and I.
Ministry of Commerce, “Life Cycle Assessment Best Practices of ISO 14040 Series,” Feb. 2004.
[16] E. Iswandi, M. Amrial, N. A. Sasongko, R.
Laksmono, and H. T. Rahayu, “A Review Of Framework Determines The Life Cycle Assessment Of Electric Vehicles Lithium-Ion
Battery,” in Seminar Teknologi Bahan dan Barang Teknik, Aug. 2020, pp. 195–201.
[17] E. Helmers and M. Weiss, “Advances and critical aspects in the life-cycle assessment of battery electric cars,” Energy Emiss Control Technol, vol. Volume 5, pp. 1–18, Feb. 2017, doi: 10.2147/eect.s60408.
[18] BizReps, “HEV vs BEV vs PHEV_ Which Electric Vehicle Type Is Better_,” EV Charging Station, 2021. https://biz-reps.com/hev-bev-phev- which-electric-vehicle-type-better/ (accessed Feb. 20, 2023).
[19] J. Munkhammar, P. Grahn, and J. Widén,
“Quantifying self-consumption of on-site photovoltaic power generation in households with electric vehicle home charging,” Solar Energy, vol. 97, pp. 208–216, 2013, doi:
10.1016/j.solener.2013.08.015.
[20] P. Pani and A. R. Athreya, “Integration of the Vehicle-to-Grid Technology,” 2015.
[21] Mukesh Kumar, Shashank Vyas, and Alekhya Datta, “A Review on Integration of Electric Vehicles into a Smart Power Grid and Vehicle- to-Grid Impacts,” IEEE Explore, 2019.
[22] S. Nojeng, A. Jaya, and Syamsir, Deregulasi dan Restrukturisasi Sistem Ketenagalistrikan, 1st ed., vol. 1. Makassar: Nas Media Pustaka, 2017.
[23] U. ur Rehman and M. Riaz, “Vehicle to Grid System for Load and Frequency Management in Smart Grid,” in International Conference on Open-Source and Technologies (ICOSST), Dec.
2017, no. 2017 International Conference on Open Source Systems & Technologies (ICOSST), pp. 1–6.
[24] W. Choi, W. Lee, and B. Sarlioglu, “Reactive Power Compensation of Grid-Connected Inverter in Vehicle-to-Grid Application to Mitigate Balanced Grid Voltage Sag,” IEEE Xplore, no. IEEE Power and Energy Society General Meeting (PESGM), 2016.
[25] S. Sharma, P. Jain, R. Bhakar, and P. P. Gupta,
“Time of Use Price based Vehicle to Grid Scheduling of Electric Vehicle Aggregator for
Improved Market Operations,” IEEE Xplore, no.
2018 IEEE Innovative Smart Grid Technologies- Asia (ISGT Asia), 2018, Accessed: Dec. 12, 2022.
[Online]. Available:
https://ieeexplore.ieee.org/document/8467857 [26] A. Tchagang and Y. Yoo, “V2B/V2G on energy
cost and battery degradation under different driving scenarios, peak shaving, and frequency regulations,” World Electric Vehicle Journal, vol.
11, no. 1, 2020, doi: 10.3390/WEVJ11010014.
[27] M. Sufyan, N. A. Rahim, M. A. Muhammad, C. K.
Tan, S. R. S. Raihan, and A. H. A. Bakar, “Charge coordination and battery lifecycle analysis of electric vehicles with V2G implementation,”
Electric Power Systems Research, vol. 184, Jul.
2020, doi: 10.1016/j.epsr.2020.106307.
[28] R. Faria et al., “Primary and secondary use of electric mobility batteries from a life cycle perspective,” J Power Sources, vol. 262, pp.
169–177, Sep. 2014, doi:
10.1016/j.jpowsour.2014.03.092.
[29] L. M. Putranto, T. Widodo, H. Indrawan, M. Ali Imron, and S. A. Rosyadi, “Grid parity analysis:
The present state of PV rooftop in Indonesia,”
Renewable Energy Focus, vol. 40, pp. 23–38, Mar. 2022, doi: 10.1016/j.ref.2021.11.002.
[30] M. Huda, M. Aziz, and K. Tokimatsu, “Potential ancillary services of electric vehicles (vehicle-to- grid) in Indonesia,” in Energy Procedia, Jun.
2018, pp. 1218–1223.
[31] Q. Hu, H. Li, and S. Bu, “The prediction of electric vehicles load profiles considering stochastic charging and discharging behavior and their impact assessment on a real UK distribution network,” in Energy Procedia, 2019, vol. 158, pp. 6458–6465. doi:
10.1016/j.egypro.2019.01.134.
[32] T. Christen and M. W. Carlen, “Theory of Ragone plots,” J Power Sources, vol. 91, pp.
210–216, Mar. 2000, [Online]. Available:
www.elsevier.comrlocaterjpowsour
[33] GSM Arena, “NCM, NCA, LFP, solid-state - EV battery chemistry explained,” ARENAEV, Jun.
05, 2022.
https://www.arenaev.com/ncm_nca_lfp_solids tate__ev_battery_chemistry_explained-news- 343.php (accessed Feb. 06, 2023).