• Tidak ada hasil yang ditemukan

konflik pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "konflik pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK PEKERJA PAMUTIA BRONDOL SAWIT DENGAN PEMILIK LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI DESA PONDOK LUNANG

KABUPATEN MUKOMUKO

ARTIKEL

MIA PIPRIANTI 11070207

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2015

(2)
(3)

ABSTRAK

Mia Piprianti, (11070207). Konflik Pekerja Pamutia Brondol Sawit dengan Pemilik Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Pondok Lunang. Skripsi . Program Studi Pendidikan Sosiologi, Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat, Padang 2015

Penelitian ini dilatar belakangi tentang konflik pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit di desa pondok lunang. Desa Pondok Lunang sebagian besar penduduknya bekerja disektor perkebunan dan pendapatan dari petani sawit dalam posisi yang tidak menentu karena pendapatan mereka harus ditentukan oleh kadaan harga pasar global. Harga buah kelapa sawit menyebabkan petani kelapa sawit di Desa Pondok Lunang berada dalam kondisi delematis untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Terkadang harga kelapa sawit mengalami kenaikan harga dan dalam saat tertentu mengalami penurunan yang menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial ekonomis para petani sawit khususnya di Desa Pondok Lunang Kecamatan Air Dikit Kabupaten Mukomuko.

Konflik pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit di Desa Pondok Lunang, pertingkaian yang terjadi antara pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit dikarenakan pekerja pamutia tidak saja mengambil brondol sawit yang terjatuh tetapi juga mengambil buah kelapa sawit yang masih berada di atas pohon dan pemilik lahan tidak terima buah kelapa sawitnya diambil begitu saja maka terjadilah konflik antar pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah konflik yang dikemukakan oleh Karl Marx,dalam teori ini Marx menjelaskan bahwa terjadinya pertentangan dua kelas yaitu kelas borjuis dan proletar melakukan pertentangan terhadap kaum borjuis ini bertujuan agar kaum proletar bisa disama ratakan dengan borjuis untuk mendapatkan keadilan. Pertentangan ini disebabkan oleh faktor material dan perekonomian.Jenis penelitian yang digunakan penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalak pekerja pamutia brondol, tokoh masyarakat, Kepala Desa dan pemilik lahan. Jenis data yang digunakan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data adalah metode observasi, wawancara yaitu wawancara mendalam dan studi dokumen. Analisi data yang digunakan model interaktif dari Miles dan Huberman dalam Sugiyono 2011:388 yaitu: (1) reduksi data, (2) pengumpulan data (3) penyajian data (4) penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa faktor penyebab konflik antara

pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit yaitu: (1)

terjadinya pengambilan buah sawit di atas pohon (2) larangan pemungutan brondol sawit di

lahan. Sedangkan bentuk konflik yang dilakukan oleh pekerja pamutia brondol sawit dengan

pemilik lahan perkebunan kelapa sawit yaitu terjadi cecok antara kedua belah pihak. Hal ini

dilakukan karena pemilik lahan tidak terima buah sawit miliknya diambil.

(4)

CONFLICT BEETWEN PAMUTIA BRONDOL OF PALM AND PALM PLANTATION OWNER OF LAND IN THE PONDOK LUNANG VILLAGE

MUKOMUKO DISTRICT

Mia Piprianti1, DrsWahyu Promono, M.Si 2 Erningsih, S.Sos. M.Pd3 Program Studi Pendidikan Sosiologi

STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

This research is motivated conflict between pamutia brondol of palm oil and palm plantation owners in the Pondok Lunang village. Pondok Lunang village predominately work in the plantation sector and the income of smallholders in a position that is uncertain because their income should be determined by global market prices. The price of oil palm fruit oil palm farmers in the Pondok Lunang village are delematis in a condition to meet the needs of family life. Sometimes the price of palm oil price increases and in particular the current decline an impact on social and economic life of smallholders, especially in Pondok Lunang village District of Air Dikit Mukomuko.

Conflict pamutia brondol of palm with the owners of palm plantations in the Pondok Lunang Village, conflict that occurs between pamutia brondol of palm with the owners of palm plantations because pamutia not only take brondol oil fell but also take the oil palm fruit that is still in the trees and the land owners did not accept oil palm fruit is taken for granted that there was a conflict between pamutia oil brondol with land owners.

The theory used in this study is a conflict propounded by Karl Marx, in Marx's theory explains that the clash of two classes, namely the bourgeoisie and the proletariat did opposition to the bourgeoisie is intended that the proletariat can be equated with bourgeois averaged to obtain justice.

This contradiction is caused by material factors and perekonomian. This research used qualitative research. Informants in this study is brondol pamutia, community leaders, village chiefs and landowners. Data used this research is primary data and secondary data. Methods of data collection is a method of observation, interviews are in-depth interviews and document study. Analysis of the data used interactive model of Miles and Huberman in Sugiyono 2011: 388: (1) data reduction, (2) data collection (3) presentation of data (4) conclusion.

The results of field studies indicate that the causes of conflict between workers pamutia brondol of palm and palm plantation owners, namely: (1) the occurrence of making palm fruit on a tree (2) prohibition of the collection of oil brondol land. While the forms of conflicts by pamutia brondol of palm and palm plantation land owners that occurred between the two sides. This is done because the landlord did not accept fruit of his palm is taken.

Key words: pamutia, brondol, conflict and owners of palm

1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2015

2Pembimbing I Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat

3Pembimbing II Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat

(5)

PENDAHULUAN

Perkebunan tidak hanya dikenal di Indonesia saja tetapi juga banyak di negara lain.

Pembangunan perkebunan merupakan salah satu bagian dari pembangunan pertanian yang dapat diandalkan atau dapat dimanfaatkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat atau penduduk sekitarnya. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Penduduk Indonesia sebagian besar juga menggantungkan hidupnya di sektor perkebunan yang mana sektor perkebunan itu terdiri dari perkebunan karet, perkebunan kakao, perkebunan teh dan perkebunan kelapa sawit.

Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang dapat diandalkan, karena minyak yang di hasilkan memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh tanaman lain. (Sastro Sayono, 2003: 1).

Kelapa sawit pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1911, dibawa oleh Adrian Hallet yang berkebangsaan Belgia, sekaligus mendirikan perkebunan kelapa sawit di Asahan (Sumatera Utara) dan di Sungai Liput (Aceh Timur).

Perkebunan ini sekarang bernama PT. Socfindo.

Setelah terbukti perkebunan kelapa sawit menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi, banyak perusahaan asing berbondong-bondong berinvestasi di bidang perkebunan ini. Hasil keuntungan yang cukup tinggi inilah yang kemudian menjadi cikal bakal perkebunan sawit pertama. (Sastrosayono, 2003: 1). Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di Indonesia dan masih memiliki proses pengembangan yang cukup cerah.

Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya, menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa non-migas terbesar bagi negara setelah karet dan kopi (Sastro Sayono, 2003:

1-2).

Pemerintah (berbagai tingkatan) terutama di Pulau Sumatera terus mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh tingginya nilai ekonomis perkebunan tersebut.

Menurut Afrizal karena tingginya nilai ekonomi tersebut pengembangan perkebunan kelapa sawit telah mendatangkan kesejahteraan kepada sekelompok penduduk setempat, mereka memperoleh perkebunan berskala kecil yang mereka lakukan sendiri. Perkebunan kelapa sawit juga mendatangkan manfaat bagi pemerintah karena perkebunan tersebut memberikan revenue kepada pemerintah (Afrizal, 2007: 1).

Dilihat pada saat sekarang ini, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit. Hal ini disebabkan karena tanaman kelapa sawit sangat cocok tumbuh di Indonesia karena

Indonesia memiliki iklim tropis. Di Indonesia juga terdapat beberapa provinsi yang menghasilkan kelapa sawit salah satunya di Provinsi Bengkulu, dimana di provinsi ini juga banyak yang berkebun kelapa sawit salah satunya di daerah Mukomuko.

Mukomuko terkenal sebagai daerah yang menghasilkan kelapa sawit, karena hampir setiap daerah yang ada di Mukomuko memiliki perkebunan kelapa sawit hal ini juga terbukti dengan adanya pabrik-pabrik kelapa sawit. Salah satunya saja di daerah Air Dikit, Kecamatan Air Dikit, Kabupaten Mukomuko. Pada awalnya perkebunan kelapa sawit berawal dari perkebunan milik perusahaan PT. Agro Muko Air Dikit, pada tahun 1986 merupakan perkebunan pertama yang ada di wilayah Kecamatan Air Dikit. Masyarakat Kecamatan Air Dikit yang awal nya bermata pencarian sebagai petani, Seiring waktu berjalan pola pikir masyarakat di Kecamatan Air Dikit semakin maju, dilahat dari segi perkembangan ekonomi maka masyarakat Kecamatan Air Dikit beralih menanam kelapa sawit.

Di Desa Pondok Lunang ini kelapa sawit mulai masuk dari tahun 1993. Pada tahun tersebut merupakan proses penanaman kelapa sawit pertama kalinya. Perkebunan kelapa sawit di Desa Pondok Lunang ini sangat luas yang mana perkebunan ini berdasarkan kepemilikannya antara lain perkebunan milik perusahaan PT. Agro Muko Air Dikit 750 Ha, milik Plasma 13 Ha dan milik warga 1.304,83 Ha. Maka dari itu sebagian besar penduduknya bekerja disektor perkebunan, dari keseluruhan jumlah penduduk Desa Pondok Lunang yaitu sebanyak 992 jiwa, 172 orang bekerja disektor perkebunan, dan sebanyak 41 orang, sebagai pedagang, 17 orang sebagai PNS, dan 45 orang sebagai peternak.

Pendapatan petani sawit dalam posisi yang tidak menentu karena pendapatan mereka harus ditentukan oleh keadaan harga pasar global. Harga buah kelapa sawit menyebabkan petani kelapa sawit di Desa Pondok Lunang berada dalam kondisi dilematis untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Terkadang harga kelapa sawit mengalami kenaikan harga dan dalam saat tertentu mengalami penurunan yang menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial ekonomis para petani sawit khususnya di Desa Pondok Lunang Kecamatan Air Dikit Kabupaten Mukomuko.

Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan terlihat, karena keterbatasan pendidikan, keterampilan, dan skill ada sebanyak 35 orang warga yang pemilik perkebunan kelapa sawit menjadi pekerja pamutia brondol sawit di lahan perkebunan milik warga yang lain demi mengimbangi tingginya kebutuhan ekonomi keluarga.

Pada awalnya pamutia brondol sawit ini hanya dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga yang hanya bertujuan untuk membantu perekonomian

(6)

keluarga saja, namun semakin tinggi kebutuhan keluarga yang akan dipenuhi dan pendapatan suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, maka pamutia brondol sawit ini mau tidak mau menjadi sebuah pekerjaan bagi keluarga miskin yang ada di Desa Pondok Lunang Kecamatan Air Dikit Kabupaten Mukomuko. Pekerja pamutia brondol sawit rata-rata memiliki tingkat ekonomi rendah dengan upah sebagai pekerja pamutia brondol sawit ditentukan harga sawit, jika harga sawit tinggi bisa memperoleh pendapatan maksimal Rp.100.000 perhari.

hal ini tidak saja menjadi faktor pendorong para pekerja pamutia brondol sawit untuk memilih pekerjaan ini, tetapi juga melihat keuntungan yang lain adalah hasil pamutian brondol sawit bisa langsung dijual kepada toke pembeli brondol sawit dan uang hasil dari pamutian brondol sawit tersebut langsung bisa didapatkan. Melihat keuntungan yang diperoleh dari pamutia brondol sawit ini, sekarang pamutia brondol sawit tidak saja dilakukan oleh kaum ibu-ibu tetapi juga dilakukan oleh kaum bapak-bapak yang tidak memiliki pekejaan tetap, sehingga memicu bertambahnya pekerja pamutia brondol sawit di Desa Pondok Lunang.

Teori yang digunakan adalah teori konflik yang dikemukakan oleh Karl Marx memandang konflik sebagai pertentangan kelas dengan adanya perjuangan kelas. Marx menyatakan bahwa dari semua instrument-instrumen produksi yang paling besar kekuatan produksi itu adalah kelas revolusioner itu sendiri. Pernyataan Marx artikelnya the clasess tersebut memberikan penekanan bahwa perubahan sosial dalam sejarah masyarakat manusia adalah akibat perjuangan revolusioner kelas. Kelas revolusioner yang dimaksud Marx adalah kelas proletariat (Susan, 2009: 32).

Dalam masyarakat pengakuan akan adanya struktur kelas, kepentingan ekonomi yang saling bertentangan diantara orang-orang dalam kelas berbeda, pengaruh yang besar dari posisi kelas ekonomi terhadap gaya hidup sesorang serta bentuk kesadaran, dan berbagai pengaruh konflik kelas dalam menimbulkan perubahan struktur sosial. Marx menekankan dasar ekonomi untuk kelas sosial, khususnya pemilikan atau yang tidak memiliki alat produksi. Sehubungan dengan ini ramalan Marx mengenai revolusioner proletariat yang akan datang asumsi yang implisit mengenai perubahan struktur sosial utama yang tidak dicapai kecuali melalui revolusi (Lawang, 2002: 163-164).

Tekanan Marx pada pentingnya kondisi materil seperti terlihat dalam struktur masyarakat, membatasi pengaruh budaya yang bebas terhadap kesadaran individu serta prilakunya dan hubungan antara komitmen ideology serta hubungannya

dengan struktur ekonomi dan posisi kelas ( Lawang, 2002:164).

Sejarah manusia merupakan sejarah perjuangan kelas oleh mereka yang berkuasa dengan menggunakan sumber daya masyarakat untuk menguntungkan diri sendiri dan untuk menindas mereka yang berada di bawahnya dan dari kelompok-kelompok tertindas yang mencoba mengatasi dominasi terhadap mereka. Marx meramalkan bahwa kaum pekerja akan membrontak. Dimana kesadaran kelas akan mengatasi ideologi yang sekarang membutakan mereka. Jika kaum pekerja menyadari penindasan yang mereka alami, mereka akan membrontak terhadap kaum kapitalis ( Henslin, 2006: 187).

METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan, melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta (fact finding) sebagai keadaan sebenarnya (Nawawi, 2005: 73).

Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif dimana penelitian ini hanya mengembangkan konsep dan pengumpulan fakta- fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa penelitian deskriptif mencoba untuk mencari data seluasnya dalam rangka mencari kondisi sosial dari sekelompok manusia (Moleong, 2010:3). Penelitian dengan tipe deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informan atau gejala yang ada yaitu keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Arikunto, 2010:

234).

3.2 Informan Penelitian

Informan adalah orang yang memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2010 : 13). Berdasarkan permasalahan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka yang menjadi subjek penelitian adalah pelaku atau kelompok yang terlibat konflik sedangkan informan dalam penelitian ini diambil dengan cara purposive sampling digunakan kriteria siapa yang layak dijadikan informan penelitian (Sangadji, 2010 : 188).

kriteria informan penelitian ini adalah:

1. Pemilik perkebunan kelapa sawit 2. Pihak pemilik yang mengetahui atau

terlibat konflik

3. Orang yang bekerja sebagai pamutia brondol sawit

4. Pekerja pamutia brondol sawit yang terlibat dalam konflik

(7)

5. Pekerja pamutia brondol sawit yang bekerja minimal 1 tahun.

Jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 11 orang yang terdiri dari 1 orang Kepala Desa, 2 orang tokoh Masyarakat, 5 orang pekerja pamutia brondol sawit dan 3 orang pemilik lahan. Dipilihnya informan sebanyak 11 orang tersebut karena sudah memenuhi data yang peneliti cari dan informasi yang diberikan sudah mengarah pada jawaban relatif sama serta jumlah tersebut sudah mewakili informan lainnya.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Pekerja Pamutia brondol Sawit

Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dan menerima upah atau imbalan dalam bentuk uang maupun yang lainnya. Pekerja pamutia brondol sawit di Desa Pondok Lunang ini bekerja sudah lebih dari 1 tahun dan pemungutan brondol sawit ini dilakukan oleh perkerja di lahan milik warga yang lain, adapun lahan-lahan yang mereka jadikan tempat pemungutan adalah lahan pak Rusli, ibu Rosidah dan buk As, selain itu upah yang diperoleh perhari berdasarkan hasil pemungutan yang mereka dapatkan setiap harinya, dan berdasarkan harga sawit pada saat itu, jika harga sawit tinggi maka penghasilan yang didpatkan akan tinggi begitupun sebaliknya jika harga sawit rendah maka penghasilan yang didapatkan akan rendah pula, berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan dari informan saat wawancara upah yang mereka dapatkan perhari itu berkisar dari Rp 20.000- 100.000

A. Proses Kerja

Pamutia Brondol

Sawit

Pamutia brondol sawit merupakan suatu proses pemungutan buah/brondol sawit yang sudah matang dan jatuh ke tanah, pemungutan brondol sawit dilakukan di lahan perkebunan milik warga, alat yang digunakan dalam pemungutan ini adalah keranjang, karung dan sodok, untuk mengumpulkan brondol, sedangkan dodos digunakan utuk mengambil tandan sawit yang berada di atas pohonnya.

Pemungutan brondol sawit yang berada di Desa Pondok Lunang dilakukan legal, legal merupakan adanya izin untuk melakukan kegiatan pemungutan diizinkan hanya untuk brondol sawit yang jatuh ketanah saja, namun pekerja bertindak tidak sesaui dengan aturan yang diberikan oleh pemilik lahan. Pamutia brondol sawit yang berada di Desa Pondok Lunang dilakukan di lahan perkebunan kelapa sawit milik warga, untuk menuju ke lokasi tersebut para pamutia brondol

sawit ada yang berjalan kaki dan ada yang mengunakan kendaraan sepeda motor dan melewati jalan yang berkerikil disepanjang jalan para pamutia brondol sawit melewati lahan perkebunan kelapa sawit, yang mana membutuhkan waktu lebih kurang 15 menit.

Waktu pekerja melakukan pemungutan adalah pagi, siang dan sore hari, hasil pemungutan yang didapatkan bisa 20-100 Kg perhari dan pendapatannya tergantung harga sawit jika harga sawit tinggi pendapatan yang diperoleh juga tinggi jika harga sawit rendah maka pendapatan yang didapatkan juga rendah berkisar Rp.20.000- 100.000 perhari. Hasil pemungutan brondol sawit mereka jual kepada toke sawit yang dengan sengaja datang sore hari dilokasi pemungutan.

Pemungutan ini dilakukan dilahan milik warga yang lainnya sitem kerja pekerja pamutia brondol sawit ini berpindah-pindah dari lahan satu kelahan yang lain hasil yang didapatkan merupakan milik pribadi. Waktu panen pemlik lahan dilakukan 2 kali dalam 1 bulan jika waktu panen pemilik tiba maka hasil yang didapatkan sedikit karena pemilik lahan melakukan pemungutan brondol sawit.

Banyaknya permasalahan mengenai pekerja pamutia brondol sawit yang berujung terjadinya konflik dalam masyarakat, baik antara pekerja pamutia brondol sawit, dengan pemilik lahan perkebunan. Pamutia brondol sawit sangat sulit untuk dicegah, dalam mencegah pemungutan brondol sawit membutuhkan waktu yang panjang karena pemungutan brondol sawit sudah menjadi mata pencarian masyarakat, bisa dikatakan bahwa pemungutan brondol sawit menjadi pekerjaan tetap bagi masyarakat bukan sekedar pekerjaan sampingan. Walaupun pemilik lahan dan pemerintah desa sudah berupaya dalam mencegah pamutia brondol sawit dilakukan, meskipun pamutia brondol sulit untuk dicegah atau dihentikan namun pemilik lahan dan pemerintah desa terus berusaha untuk mencegah atau menghentikannya meskipun berujung terjadinya konflik.

2. Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Pekerja

Pamutia

Brondol Swait dengan Pemilik Lahan

Munculnya pekerja pamutia brondol sawit di Desa Pondok Lunang membuat resa pemilik lahan dan pemerintah desa. Pekerja pamutia brondol sawit bertujuan untuk memungut brondol yang jatuh ketanah tetapi fakta dilapangan bertolak belakang dengan tujuan utamanya, karena pekerja pamutia brondol sawit tidak saja mengambil brondol sawit di bawah pohonnya saja tetapi juga mengambil di atas pohon hal ini membuat pemilik

(8)

lahan perkebunan resah dan pemilik lahan melaporkan hal ini kepada pihak pemerintah desa.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa faktor penyebab terjadinya konflik pekerja pamutia brondol sawit degan pemilik lahan perkebunan sawit di Desa Pondok Lunang yaitu:

A. Pengambilan Buah Sawit di Atas Pohon

Pemutia brondol sawit merupakan mata pencarian bebarapa masyarakat miskin di Desa Pondok Lunang awal pemungutan brondol sawit ini berjalan dengan baik dan tidak ada yang melakukan kecurangan hal ini karena pekerja pemugut brondol sawit hanya dilakukan oleh kaum ibu-ibu saja penghasilan yang didapatkan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun tingginya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi jumlah pekerja pamutia brondol sawit semakin hari semakin bertambah sehingga memunculkan persaingan antara pekerja dan wilayah pemugutanpun terbagi-bagi, hal ini salah satu penyebab pekerja pamutia brondol sawit melakukan kecurangan mengambil buah sawit di atas pohon, dengan tujuan menambah hasil pemungutan dan pendapatan yang diperoleh tidak berkurang seperti awalnya. Pengambilan buah sawit di atas pohonnya membuat pendapatan mereka meningkat dibandingkan hanya memungut brondol yang jatuh ketanah karena jika hanya melakukan pemungutan brondol sawit saja hasil yang didapat 20-50 Kg, jika dibandingkan mengambil di atas pohonnya hasil yang didapatkan 50-100 Kg. pendapatan yang diperoleh pekerja pamutia brondol sawit tentu lebih banyak mengambil buah diatas pohon dibandingkan memungut brondol yang terjatuh di bawah pohon.

Tindakan pengambilan buah sawit di atas pohon yang dilakukan oleh pekerja pamutia brondol sawit pernah ketahuan oleh pemilik lahan, tindakan ini di ketahui ketika pemilik lahan sedang melakukan pengecekan buah sawit sebelum panen dilakukan. Ketika sedang mengecek pemilik lahan memergoki pekerja pamutia brondol sawit sedang melakukan pengambilan buah sawit, yang ada di atas pohon dengan mengunakan engrek. Saat ditanya oleh pemilik lahan pekerja pamutia brondol sawit menjawab dengan alasanya kalau buah sawit itu merupakan buah sawit yang tertinggal oleh pemanen dari pada mumbusuk lebih baik di panen.

Mendengar hal itu pemilik lahan langsung marah dan mengatakan kalo sawit itu belum di panen sehingga menyebakan terjadinya cekcok antara kedua belah pihak dan ancamanpun di lontarkan oleh pemilik lahan.

Pengambilan buah sawit di atas pohon ini menyebakan kerugian yang di alami oleh pemilik lahan perkebunan kelapa sawit jika pengambilan ini

dilakukan setiap minggu satu tandan sawit yang beratnya dalam satu tandan sawit 50 Kg maka kerugian yang di alami pemilik sawit sangat besar berkisar 500 Kg perbulan dengan jumlah uang Rp.

500.000 dan hal ini tidak hanya dialami oleh satu orang pemilik saja. Dan pemilik pun tidak terima jika ini terus terjadi hal ini dilaporkan kepada Kepala Desa Untuk ditindak lanjuti jika tidak pemilik akan melakukan pengaduan kepada pihak yang berwajib, karena pemilik lahan mengatahui siapa pelaku pengambilan buah sawit. Menangapi laporan pemilik lahan Kepala Desa mencanangkan kepada seluruh masyarakat agar waspada kerena ada beberapa pemilik lahan melaporkan bahwasanya ada pengambilan buah sawit di atas pohon, Kepala Desa juga mengatakan jika ketahuan akan diberikan sanksi.

B. Larangan Pemungutan Brondol Sawit di Lahan

Penyebab konflik dalam penelitian ini adalah pemilik lahan melakukan pelarangan terhadap para pekerja pamutia brondol sawit agar tidak lagi melakukan pemungutan dilahan mereka. Hal ini dikarenakan pemilik lahan tidak terima buah sawitnya diambil dan para pekerja tidak saja memungut brondol yang terjatuh saja dan larangan ini didukung oleh bukti-bukti yang dilihat di lapangan dan kecurigaan selama inipun terjawab ketika salah satu pemilik lahan memergoki pekerja sedang melakukan pengambilan buah sawit di atas batangnya.

3. Bentuk Konflik Yang Terjadi Pekerja

Pamutia Brondol Sawit

Dengan Pemilik Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

Bentuk konflik berdasarkan jenisnya bahwa konflik antara pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit adalah konflik vertikal, yaitu terjadinya konflik antara kelompok elit dengan masyarakat.

Kelompok elit lebih mengandalkan kekuasaan dan materil yang mereka miliki, sementara masyarakat hanya mengandalkan kemampuan seadanya seperti melalui tenaga. Konflik yang terjadi antara pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit merupakan konflik yang lebih cenderung menguasai akar konfliknya karena dapat dlihat bagaimana cara pemilik lahan dalam mengandalkan kekuasaannya dalam bertindak ini dibukti pelarangan pekerja pamutia brondol sawit memungut dilahan mereka.

Ini membuktikan bagaimana pemilik lahan dalam memanfaatkan situasi dan kondisi memungut brondol yang mereka miliki, sementara pekerja pamutia brondol menentang tidak boleh

(9)

memungut brondol tidak akan sebanding dengan apa yang dilakukan oleh pemilik lahan.

A. Cekcok antara Pemilik Lahan dengan Pekerja Pamutia Brondol Sawit

Konflik yang terjadi antara pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit ini berawal dari pengambilan buah sawit di atas pohon oleh pekerja pamutia brondol sawit salah satu pemilik lahan melihat pekerja pamutia brondol sawit mengambil buah sawit di atas pohonnya ketika itu pemilik lahan hendak melihat buah sawit yang akan dipanen sesampainya di lahan pemilik lahan ini melihat dua orang pekerja sedang mengambil buah sawit di atas pohonnya merasa tidak terima buah sawitnya diambil pemilik lahan mendekati pekerja sehingga cekcok diantara mereka tidak bisa dihindari.

Berdasarkan yang diungkapkan semua informan, dapat dijelaskan bahwa konflik pekerja pamutia brondol dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit yang terjadi di Desa Pondok Lunang disebabkan oleh pekerja melakukan tindakan pengambilan buah sawit dan berbuat curang lainnya sehingga membuat marah pemilik lahan.

Pada hakekatnya, konflik pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit sangat sulit untuk dicegah. Walaupun sudah ada upaya untuk pencegahan pekerja pamutia brondol akan berbuntun terjadinya konflik, walaupun sudah terjadi konflik dalam pencegahan pekerja pamutia brondol sawit akan tetapi pekerja pamutia brondol sawit di Desa pondok Lunang masih tetap berlangsung.

Penelitian ini menggunakan teori konflik Karl Marx, yang mana Max mengatakan bahwa dalam suatu masyarakat adanya pertentangan dua kelas yaitu kelas borjuis dan proletar, yang dimaksud dengan pertentangan dua kelas disini adalah kelas borjuis dengan kelas proletar. Jika dianalisis dengan teori konflik Karl Marx kelas borjuis adalah pemilik lahan sedangkan yang kelas proletar adalah pekerja pamutia brondol sawit.

Antara pemilik lahan perkebunan kelapa sawit dengan pekerja pamutia brondol sawit terjadinya pertentangan, yang mana pemilik lahan tidak mengizinkan para pekerja melakukan pemungutan brondol sawit dilahan mereka hal ini dilakukan bertujuan untuk mempertahankan milik mereka yang memiliki nilai ekonomi, sedangkan pekerja pamutia brondol sawit bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan mempertahankan sumber mata pencariannya.

Sumber mata pencariannya yaitu pamutia brondol sawit, yang mana pemilik lahan harus memperahankan hasil kebunnya. Oleh karena itu

mereka menentang adanya pelarangan pemugutan brondol sawit, karena dari situlah mereka hidup jika pemungutan brondol sawit itu dilarang dari mana sumber pemasukan mereka jika menggandalkan asil panen sawit sendiri tidak mencukupi kebutuhan yang semakin tinggi.

Sehingga konflik antara pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit tidak dapat dihindarkan, karena sama-sama memperjuangakan kepentingan masing-masing.

Akibat terjadinya konflik antara pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit, pemilik lahan mengambil keputusan untuk melarang pekerja pamutia brondol sawit memungut di lahan mereka hal ini merupakan bentuk kewewenangan yang dimiliki pemilik lahan bertujuan untuk menghindari agar konflik antara pekerja dan pemilik tidak lagi terjadi.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab terdahulu tentang konflik, maka dapat disimpulkan bahwa konflik tersebut disebabkan oleh Pekerja pamutia brondol sawit melakukan tindakan yang melangar norma-norma yang ada dan menghilangkan kepercayaan pemilik lahan seperti pengambilan buah sawit diatas pohon dan pencegahan pemungutan brondol sawit dilahan mereka.

Bentuk konflik yang terjadi antara pemilik lahan perkebunan kelapa sawit dengan pekerja pamutia brondol sawit yaitu konflik terbuka antara pekerja pamutia brondol sawit dengan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit. hal ini dilakukan pekerja tidak mau mengentikan pekerjaan mereka.

B. Saran

Berdasarakan hasil penelitian dan kesimpulan yang dikemukakan di atas maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :

1. Disarankan kepada pekerja pamutia brondol sawit di Desa Pondok Lunang tidak melakukan pengambilan buah sawit di atas pohonnya agar konflik tidak terulang lagi.

2. Disarankan kepada pemilik lahan perkebunan kelapa sawit tidak melakukan pencengahan, mengingat pekerjaan pemutia sawit, sudah menjadi kebiasaan bagi para pekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.

3. Disarankan kepada pemerintah desa agar bertindak cepat membuat aturan-aturan

(10)

tentang pemungutan brondol sawit, sehingga konflik antara pemilik lahan dan pekerja pemutia tidak terulangi.

4. DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 2008. Pengantar Metode Kualitatif.

Padang: Laboratorium Sosiologi FISIP UNAND.

Afrizal, Edi. 2007. Konflik Perkebunan Dan Mekanisme Penguasaan Tanah Ulayat Oleh Investor Perkebunan Kelapa Sawit Berskala Besar:

Kasus Provinsi Sumatera Barat Dan Riau.

(Diakses 26 Januari 2015).

Lawang, Robert. 2002. Teori Sosiologi Modern Dan Klasik. Jakarta: PT.

Gramedia Persada

.

Narwoko, Dwi. Dan Bagong Suyanto.2011.

Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prendana Media Group.

Nazril, Nasrullah. 2008. Teori-Teori Sosiologi.

Bandung: Penerbit Widya Padjadjaran.

Poloma, Margaret, M. 2010. Sosiologi Konterporer. (Terj). Jakarta: Raja Grapindo Persada.

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2004.

Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Rafi’i, Suryatna. 1994. Ilmu Tanah

(11)

HALAMAN PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH

KONFLIK PEKERJA PAMUTIA BRONDOL SAWIT DENGAN PEMILIK LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI DESA PONDOK LUNANG

KABUPATEN MUKOMUKO Nama : Mia Piprianti

NPM : 11070207

Program Studi : Pendidikan Sosiologi

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Institusi : Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat

Artikel ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Skripsi untuk diserahkan ke Prodi Pendidikan Sosiologi.

Padang, 29 Oktober 2015

Pembimbing I Pembimbing II

Drs, Wahyu Promono, M.Si Erningsih, S.Sos. M.Pd

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan hal itu, pola hubungan patron klien juga terjadi dalam aktivitas produksi perkebunan kelapa sawit di lahan gambut, di mana yang terlibat dalam hubungan ini

Penelitian ini bertujuan: 1) menganalisis karakteristik tipologi dan pemetaan konflik di perkebunan kelapa sawit; 2) menganalisis efektivitas proses-proses penyelesaian konflik

Dengan kondisi gawangan perkebunan kelapa sawit yang memiliki lahan kosong yang relatif luas dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan tanaman sela berupa padi

dan sifat kimia tanah lahan pertanian ataupun lahan perkebunan kelapa sawit.

Terjadinya aksi saling klaim antara masyarakat Desa perkebunan kelapa sawit antara masyarakat desa yang diwakili oleh Lembaga Panitia Pengembalian Silampuyang

Bahwa faktor-faktor yang memicu terjadinya konflik Horizontal Perkebunan kelapa sawit di kabupaten Ketapang adalah masyarakat menuntut ganti rugi lahan kepada

Peran Perempuan Pekebun dalam Pengelolaan Usahatani Perkebunan Kelapa Sawit di Lahan Basah Kalimantan Selatan pada Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan (TM). Pengelolaan kebun

ix KONFLIK JALAN UMUM ANTARA WARGA DAN PEMILIK LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PARIT BARU DESA SUNGAI SEBESI KECAMATAN KUNDUR KABUPATEN KARIMUN Oleh : HENDRI KURNIAWAN 160569201026